Momentum Suka Cita Terpahat di Hari Sambang Haul, Harlah, dan Santri

berita.nuruljadid.net- Acara Haul Masyayikh dan Harlah ke-76 Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) menjadi momentum yang membekas. Pasalnya, acara tahunan PPNJ ini tidak hanya dihadiri oleh alumni, tetapi juga merupakan waktu bagi para wali santri untuk melepas kerinduan dengan putra-putri mereka, pada Minggu (26/01).

Seperti pada acara Haul dan Harlah sebelumnya, ribuan santri sangat bersemangat menyambut kedatangan orang tua mereka. Sejak pagi menjelang siang, wali santri beserta rombongan mulai berdatangan. Banyak di antaranya yang membawa tikar dan makanan untuk kemudian menuju lokasi sambang.

Suasana di pondok pesantren pun mulai membeludak, dipadati oleh wali santri. Jumlah mereka melebihi jadwal sambang pada hari-hari sebelumnya, bahkan merembes hingga ke luar area persambangan pada hari-hari normal.

Sepanjang kawasan pesantren dipenuhi oleh para santri yang asyik berbincang-bincang dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu santri, Ahmad, yang tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat bertemu dengan sanak keluarga.

“Saya sangat senang ketika orang tua saya datang. Sudah lama saya tidak bertemu mereka, jadi sekarang saya menghabiskan waktu untuk melepas rasa rindu saya,” ucapnya dengan wajah sumringah.

Suka cita tersebut rupanya tidak hanya dirasakan oleh para santri, tetapi juga oleh wali santri yang datang menjenguk.

“Untuk menghilangkan rasa rindu ini, berbagai cara saya lakukan demi tetap berkomunikasi dengan anak saya, seperti telepon dan video call lewat wali asuhnya,” ungkap salah satu wali santri, Bapak Supri.

Dengan adanya sambang Haul dan Harlah, Bapak Supri bisa menghilangkan rasa rindunya kepada anaknya yang sedang menuntut ilmu di pesantren. “Walaupun hanya beberapa jam saja, tapi bisa bertemu dengan anak saya seperti sekarang sudah cukup untuk mengobati rasa rindu saya,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Kiai Musleh: Pendiri Pesantren Tidak Punya Impian Santrinya Jadi Kiai, Tapi Jadi Sosok yang Bermanfaat di Masyarakat

berita.nuruljadid.net- Pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatut Ta’limiyah Pamekasan sekaligus alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ), KH. Musleh Adnan, menyampaikan bahwa pendiri pesantren tidak memiliki cita-cita santrinya menjadi kiai, melainkan menjadi sosok yang bermanfaat di masyarakat.

Ungkapan ini disampaikan Kiai Musleh dalam acara Haul Masyayikh dan Harlah ke-76 PPNJ yang diselenggarakan di halaman PPNJ pada hari Minggu (26/01) saat beliau diperintah untuk mengisi acara ceramah.

“Muassis tidak punya cita-cita santrinya ingin jadi kiai, tapi beliau bercita-cita santrinya bisa menjadi mukmin dan muslim yang bermanfaat ketika terjun ke masyarakat,” tuturnya.

Menukil dari guru besar Thariqoh Syadziliyah, Syeikh Abdul Abbas Al Mursyi, Kiai Musleh menyatakan bahwa murid bukanlah orang yang hanya membanggakan gurunya, melainkan sebenar-benarnya murid adalah orang yang dibanggakan oleh gurunya.

“Kita harus berusaha menjadi orang yang dibanggakan oleh guru-guru kita,” pesannya kepada seluruh alumni yang menghadiri acara.

Memetik dawuh Kiai Zuhri Zaini, Kiai Musleh juga menyampaikan bahwa orang yang baru lahir penglihatannya terbatas. Mereka tidak bisa melihat sesuatu di balik benda, melainkan hanya sebatas pada benda tersebut. Namun berbeda dengan orang yang sudah meninggal, maka penglihatannya akan tembus ke segala penjuru arah.

Dalam ceramahnya, beliau menegaskan kepada seluruh alumni untuk tidak membedakan antara kiai yang masih muda dan sepuh. “Beliau semua adalah guru kita, karena sejatinya kiai muda adalah darah dari guru kita,” tegasnya.

Kiai Musleh mewanti-wanti untuk selalu berhati-hati dalam bertindak, khawatir tindakan tersebut menjadi cerita yang tidak baik saat sudah meninggal dunia.

“Mari kita buat cerita yang baik semasa hidup agar kala sudah meninggal, bisa beristirahat dari kepenatan dunia menuju rahmat Allah SWT,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Alumni Senior, Kyai Junaedi Ungkap Perjalanan Spiritual Pendiri untuk Kejayaan Pesantren

berita.nuruljadid.net- Dalam rangka melihat kilas balik perjalanan serta perjuangan pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ), Ketua Pembantu Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ) Pusat, KH. Junaedi Mu’ti, mengisi acara pembacaan manaqib pada Haul Masyayikh, yang berlangsung di halaman PPNJ pada Minggu (26/01).

Mengawali dialognya, Kiai Junaedi mengutarakan keberatannya dalam menjalankan amanat yang diberikan oleh pengasuh untuk menyampaikan perjalanan hidup sang pendiri.

“Saya lebih baik bekerja tanpa dibayar daripada disuruh pidato sekarang. Karena, ini adalah tugas terberat bagi saya,” tuturnya di depan ribuan wali santri, alumni, dan simpatisan.

Lebih lanjut alumni pondok pesantren Nurul Jadid Paiton ini mengutip dari dawuh Kyai Wahid Zaini yang sering disampaikan di banyak forum, Kiai Junaedi menegaskan kepada seluruh alumni bahwa jika tidak ada yang mendidik seseorang, maka situasi itulah yang akan mendidiknya.

Kiai Junaedi juga mengajak para wali santri untuk tidak segan-segan memondokkan anaknya di pesantren dan mendesak anaknya meskipun tidak betah di dalamnya.

“Jangan ragu-ragu untuk mondokkan anak di pesantren. Walau tidak betah, paksakan. Bisa jadi barokah para masyayikh terletak di belakangnya,” ucap beliau.

Demi kejayaan pesantren, Kiai Zaini pernah berdoa agar diberikan kemakmuran dalam tiga hal, yaitu keseimbangan ilmu agama dan umum, kamar serta bangunan-bangunan yang bertingkat, dan anugerah lampu listrik yang menyala secara persisten.

Menukil dari dawuh Kiai Syamsul Miftah Arifin, Kyai Junaedi menjelaskan bahwa jika seseorang ingin mengetahui presensi Kiai Zaini, maka seseorang tersebut harus membaca dan melihat karangan beliau.

“Jika ingin tahu keberadaan Kyai Zaini, lihat dan bacalah tulisan-tulisan beliau seperti Qosidah Tawasul, Kitab Syuabul Iman, dan karya-karya beliau lainnya,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Kunjungi ‘Rumahnya’ Sejarah NU di Expo Pendidikan HARLAH NU ke-102

penasantri.nuruljadid.net– Tampilan yang unik memikat perhatian pengunjung stan yang satu ini. Berbeda dengan stan-stan lainnya yang memamerkan produk unggulan atau berbagai jenis street food, stan ini menyuguhkan koleksi foto-foto sejarah para pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Foto-foto para Muassis NU, dari KH. Hasyim Asy’ari yang dikenal sebagai pendiri NU hingga KH. Umar Burhan, sang arsiparis NU, menghiasi dinding stan.

Di tengah stan, terdapat meja dengan deretan arsip yang memamerkan dokumen-dokumen bersejarah NU. Beberapa arsip tersebut tercetak dalam berbagai bahasa, mulai dari Bahasa Indonesia dengan ejaan lama, hingga Bahasa Belanda yang digunakan pada masa penjajahan. Teks-teks arsip ini menunjukkan seberapa jauh perjalanan panjang sejarah NU.

Begitu memasuki stan, tim redaksi disambut ramah oleh dua orang penjaga stan, M. Ali Yusuf dan Gus Yunus. Meski tampak biasa-biasa saja, redaksi segera menyadari bahwa mereka bukan orang sembarangan. M. Ali Yusuf dikenal sebagai pencetus ide stan pameran Muassis NU dan Rumah Arsip, sekaligus penjaga stan.

Meskipun pengunjung stan ini tidak sebanyak stan lain, para pengunjung yang datang terlihat berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pengurus NU hingga masyarakat umum yang tertarik dengan sejarah. Tim Redaksi kemudian melanjutkan liputannya dan mendapati bahwa Rumah Arsip NU yang ada di stan ini merupakan inisiatif dari KH. Hisni, putra KH. Umar Burhan, sang arsiparis NU yang banyak memberikan kontribusi terhadap pelestarian arsip sejarah NU.

“Arsip-arsip ini berasal dari catatan KH. Umar Burhan dan KH. Wahid Hasyim, yang tergabung dalam Tim Arsip NU. Saat ini, arsip-arsip tersebut hampir mencapai tiga lemari dan disimpan di kediaman KH. Umar Burhan di Gresik,” kata M. Ali Yusuf.

Ia melanjutkan, “Rumah Arsip NU ini bertujuan untuk menggali dan menyimpan data primer sebelum dan sesudah berdirinya NU. Tujuannya adalah mengedukasi masyarakat, khususnya nahdliyin dan nahdliyat, untuk mengetahui sejarah NU yang sesungguhnya serta mengembalikan marwah para Muassis NU.”

Selain menampilkan arsip-arsip bersejarah, Rumah Arsip NU juga telah mencetak arsip-arsip tersebut menjadi beberapa buku, seperti H. Umar Burhan Sang Arsiparis NU dan Minal Muktamar Ilal Muktamar (Pidato-Pidato Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari).

Dalam penjelasannya, M. Ali Yusuf yang juga merupakan anggota Banser menambahkan, “NU tidak berdiri begitu saja. Di balik berdirinya NU, terdapat perjuangan besar. NU berdiri untuk kemaslahatan umat dan kemerdekaan Indonesia. Proses berdirinya NU juga melibatkan berbagai elemen, termasuk keluarga besar Sunan Ampel, Sunan Giri, dan Sunan Kudus, serta jaringan pesantren dan saudagar.”

Dijelaskan pula bahwa meskipun NU didirikan pada 1926, organisasi ini baru memperoleh legalitas dari pemerintah Belanda pada tahun 1930. Proses berdirinya NU berawal dari beberapa organisasi dan jaringan, seperti Serikat Dagang Ampel, Ta’mirul Masajid, Jam’iyah Pesantren, dan banyak lagi.

“Proses berdirinya NU memang tidak mudah, namun dengan adanya embrio-embrio tersebut, NU terus berjuang hingga kini,” ujar Ali Yusuf menutup penjelasannya.

Pewarta : Wahdana Nafisatuz Zahra
Editor     : Ponirin Mika

Bedah Buku Alumni Pesantren Nurul Jadid: Peluncuran ‘Pena Emas untuk Kertas Kehidupan’ Mengenang Rafiuddin Munis Tamar

berita.nuruljadid.net- Pengurus Pembantu Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ) wilayah Jakarta Bogor Depok dan Bekasi (JABODETABEK) bekerja sama dengan Lembaga Pers ALFIKR dan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menyelenggarakan Bedah Buku “Pena Emas untuk Kertas Kehidupan”. Buku ini mengupas tentang biografi dan pemikiran Almarhum Rafiuddin Munis Tamar, yang lebih dikenal dengan sebutan Mas Rafi. Acara ini berlangsung di Auditorium I PPNJ pada Sabtu (25/01/25).

Abdurrahman Wahid, Ketua P4NJ Jabodetabek, menyampaikan bahwa peluncuran buku ini merupakan kegiatan perdana P4NJ yang diadakan di lingkungan PPNJ, bekerja sama dengan Alfikr dan Mahkamah Konstitusi.

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan Timeline P4NJ, yaitu “Berkumpul, Bergerak, dan Berdampak”. “Kami sangat mengapresiasi karena dapat mengadakan kegiatan bedah buku ini di lingkungan PPNJ, dan ingin memberitahukan kepada seluruh P4NJ lainnya bahwa kami hadir dengan timeline ‘berkumpul, bergerak, dan berdampak’,” ungkapnya dalam sambutannya.

Heru Setiawan turut memberikan sambutan melalui video online dan mengucapkan selamat atas diselenggarakannya Haul dan Harlah PPNJ ke-76, serta peluncuran dan bedah buku Pena Emas untuk Kertas Kehidupan. Kegiatan ini juga dihadiri langsung oleh Ibu Atik Muayati, M.Pd, istri dari Almarhum Mas Rafi, Bapak Dr. H. Rofiqul Umam Ahmad, M.Hum, Wakil Sekretaris Jendral MUI, serta Bapak Ahmad Sahidah, Ph.D.

Judul buku ini diambil dari perjuangan hidup dan pemikiran Almarhum Saifuddin dalam menggeluti dunia tulis-menulis. Buku tersebut mencakup berbagai topik, mulai dari hukum, agama, ekonomi, politik, sastra, hingga cerita pendek. “Judul buku ini diambil untuk mengenang 48 tahun perjuangan beliau dalam menekuni dunia tulis-menulis,” kata Ibu Atik saat memaparkan buku suaminya.

Bapak Ahmad Sahidah, Ph.D, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa untuk menekuni sebuah bidang, seseorang harus terus belajar sehingga akhirnya akan mencapai apa yang diinginkan. “Orang yang menekuni filsafat itu mampu menekuni apa saja dan menjadi apa saja. Jadi kita harus terus belajar, maka lambat laun kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan,” imbuhnya.

Kegiatan peluncuran dan bedah buku ini ditutup dengan sesi tanya jawab antara audiens dan pemateri, serta sesi foto bersama sebagai penutup acara.

Pewarta : Maria Al Faradela
Editor     : Ponirin Mika

Setelah Surabaya, Nurul Jadid Jadi Lokasi Kedua Rumah Arsip NU

berita.nuruljadid.net– Setelah dibuka pada peringatan Hari Lahir (Harlah) Nahdlatul Ulama (NU) ke-100 di Surabaya, kini Nurul Jadid menjadi lokasi kedua dibukanya stan Rumah Arsip NU. Stan ini hadir pada EXPO Pendidikan dalam rangka memperingati Harlah NU ke-102, yang diadakan pada Jumat (24/01).

Berbeda dengan stan-stan expo lainnya yang memamerkan produk unggulan atau beragam jenis street food, stan Rumah Arsip NU ini menampilkan arsip-arsip sejarah NU, baik yang terjadi sebelum maupun setelah NU berdiri. Tidak hanya arsip, stan ini juga memajang foto-foto para muassis NU dari masa ke masa yang digantung di dinding stan. Arsip-arsip yang ditampilkan tercetak dalam berbagai bahasa, mulai dari Bahasa Indonesia hingga Bahasa Belanda.

“Kami memiliki dua jenis catatan. Pertama, catatan internal yang menggunakan Bahasa Indonesia ejaan lama dan Bahasa Arab. Kedua, catatan eksternal yang menggunakan empat bahasa: Indonesia, Inggris, Belanda, dan Prancis,” jelas M. Ali Yusuf, Wakil Syuriah Ranting Ampel sekaligus salah satu penjaga stan pada saat itu.

Arsip-arsip NU tersebut merupakan hasil catatan Tim Arsip NU yang terdiri dari KH. Umar Burhan dan KH. Wahid Hasyim. Hasil catatan yang kini telah berbentuk arsip tersebut tersimpan dalam tiga lemari di kediaman KH. Umar Burhan, yang kini penjagaannya diteruskan oleh putranya, KH. Hisni.

“KH. Hisni, yang kini tinggal di kediaman abahnya di Jalan Nyai Ageng Arem-Arem, Gresik, berinisiatif membuka stan Rumah Arsip NU dengan tujuan untuk mengedukasi masyarakat, khususnya nahdliyin dan nahdliyat, baik secara struktural maupun kultural, agar mengetahui sejarah NU yang sesungguhnya,” imbuhnya.

Didirikannya Rumah Arsip NU ini dilatarbelakangi oleh fenomena tersebarnya informasi terkait sejarah NU yang tidak sesuai fakta atau tidak valid. “Selain itu, adanya Rumah Arsip NU juga sebagai upaya untuk mengembalikan marwah para muassis NU,” pungkas Ali.

Pewarta : Wahdana Nafisatuz Zahra
Editor     : Ponirin Mika

KH Anwar Iskandar: Jati Diri NU Adalah Pembela Agama, Negara, dan Pengayom Umat

berita.nuruljadid.net- Dalam rangka memperingati Harlah Nahdlatul Ulama (NU) ke-102, KH Anwar Iskandar, Wakil Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), memberikan taujihat di halaman Pondok Pesantren Nurul Jadid. Pada kesempatan tersebut, Kiai Anwar mengajak seluruh hadirin untuk merenungkan perjalanan NU yang telah mengabdi selama lebih dari satu abad.

“Layaknya sebuah ulang tahun, Harlah ini adalah saat yang tepat untuk melakukan refleksi. Kita perlu merenungkan, sudah sejauh mana NU berperan bagi bangsa, agama, negara, dan umat selama 102 tahun ini,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al Amien Ngasinan, Kediri.

Kiai Anwar memaparkan bahwa alasan mendasar berdirinya NU adalah untuk menjaga agama (hirosatuddin), membela negara, serta menjadi pengayom bagi umat dan bangsa Indonesia. Ia menjelaskan, motivasi utama pendirian NU adalah untuk berjuang membela agama Islam, melawan penjajahan, dan turut menjaga kedaulatan negara.

Menurut Kiai Anwar, konsep hirosatuddin (menjaga agama) pertama kali disampaikan oleh KH Kholil Banglakan kepada KH Hasyim Asy’ari. Isyarat ini muncul sebagai tanggapan terhadap tantangan besar dalam menegakkan agama Islam di tengah penjajahan yang sekuler. Hal tersebut kemudian menjadi dasar semangat bagi NU dalam memperjuangkan agama di bumi Indonesia.

“Di dalam NU, lahir para ulama yang mendirikan pesantren-pesantren yang kemudian melahirkan ulama-ulama berikutnya. Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tetapi juga untuk menanamkan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jamaah kepada generasi muda, agar mereka memahami esensi menjaga agama,” jelas Kiai Anwar.

Lebih lanjut, Kiai Anwar menekankan bahwa NU hadir sebagai bagian integral dari negara. Seperti ulama-ulama terdahulu yang ikut berjuang melawan penjajahan, semangat bela negara tetap menjadi bagian penting dari jati diri NU. Salah satu bentuk semangat ini, lanjutnya, tercermin dalam lagu “Mars Yalal Wathon” yang diciptakan oleh Mbah Wahab.

“Mars Yalal Wathon menggambarkan semangat tokoh-tokoh NU di masa itu yang mengajarkan betapa pentingnya bela negara dan mempertahankan kedaulatan NKRI,” ungkap Kiai Anwar.

Sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kiai Anwar juga mengingatkan bahwa meskipun NU masih memiliki beberapa kekurangan, kontribusinya terhadap umat dan bangsa sangat besar. Ia menegaskan, NU tidak ingin kuat hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi ingin memberikan manfaat bagi umat dan negara.

“NU berkomitmen untuk menyumbangkan kekuatannya demi kehidupan bangsa dan negara. Sebagaimana ajaran Rasulullah, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain,” tegasnya.

Di akhir taujihatnya, Kiai Anwar mengajak seluruh umat untuk menjadikan Harlah NU ke-102 sebagai momentum untuk menatap masa depan yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih bermartabat. “Marilah kita perbaiki diri, menciptakan kemaslahatan bagi umat, dan menjalin sinergi dengan seluruh elemen bangsa, dengan tetap menjaga jati diri kita sebagai pembela agama, negara, dan pengayom umat serta bangsa Indonesia,” tutupnya.

Pewarta : Kadafi Ananda
Editor     : Ponirin Mika

Kyai Zulfa: NU ke-102 Tahun Laksana Pohon

berita.nuruljadid.net- Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kyai Zulfa Musthofa, menyampaikan bahwa NU di usianya yang ke-102 laksana sebuah pohon. Meskipun usianya sudah tua, NU tetap mengakar kuat dan cabangnya menjalar ke seluruh dunia.

Ungkapan ini disampaikan Kyai Zulfa dalam acara Harlah NU ke-102 sekaligus Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Jumat (24/01).

“NU di usia ke-102 ini laksana pohon yang baik, yang ditanam oleh para muassisnya, mengakar menghujam bumi, dan cabang-cabangnya menyebar ke seluruh penjuru dunia,” ujarnya.

Kyai Zulfa juga menambahkan bahwa NU telah diakui oleh organisasi masyarakat (ormas) dan agama lain di seluruh negeri. Beliau menjelaskan rahasia di balik eksistensi dan perkembangan NU yang pesat.

Menurutnya, NU bisa menjadi besar karena berhasil memposisikan dirinya sebagai rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia, baik yang beragama Islam maupun non-Islam. Semua merasa nyaman dengan NU.

“NU tetap melanjutkan visi yang telah digariskan oleh para pendiri NU, yaitu membawa kemaslahatan umat, untuk negeri, bahkan peradaban dunia,” jelasnya.

Kyai Zulfa menegaskan bahwa jika NU sudah menetapkan agenda dalam Raker, itu menandakan bahwa organisasi ini memiliki arah yang jelas untuk masa depan. Dengan visi yang jelas, pengurus NU akan senantiasa menjaga eksistensinya.

Lebih lanjut, Kyai Zulfa mengingatkan kepada seluruh pengurus NU yang hadir untuk selalu cepat merespons kebutuhan umat dan masyarakat. Beliau menegaskan bahwa visi para ulama terdahulu mengharuskan NU untuk seperti TNI dan Polri, yaitu setia melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat.

“Indeks kepuasan masyarakat terhadap sebuah organisasi sejatinya berbanding lurus dengan sejauh mana organisasi itu merespons kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.

Pewarta : Bunga Adelia Gadisian
Editor     : Ponirin Mika

Gus Kikin Puji Kemajuan Pesat Nurul Jadid

berita.nuruljadid.net- Pondok Pesantren Nurul Jadid kembali menorehkan prestasi membanggakan. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH. Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin, memuji pesatnya perkembangan lembaga pendidikan tersebut.

Dalam sambutannya pada acara Harlah ke-102 NU sekaligus Rakerwil PWNU Jatim, Jumat (24/1), Gus Kikin mengungkapkan kekagumannya terhadap Nurul Jadid.

“Saya melihat banyak perkembangan pesat di Nurul Jadid, mulai dari peningkatan kemampuan santri, pengembangan soft skills, hingga program pelatihan yang intensif. Bahkan, ada santri yang dikirim untuk belajar ke China,” pujinya di hadapan ribuan ulama, jamaah, dan kader NU.

Menurut Gus Kikin, keberhasilan Nurul Jadid tidak lepas dari peran penting NU dalam mendampingi umat. “NU didirikan untuk membimbing umat agar tidak terpecah belah. Para ulama senantiasa hadir memberikan arahan dan solusi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Gus Kikin menekankan pentingnya sikap toleransi yang telah menjadi ciri khas NU sejak awal berdirinya. “NU selalu terbuka terhadap perbedaan agama, keyakinan, dan pandangan. Ini semua demi menjaga kedamaian dan persatuan bangsa,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gus Kikin juga mengajak seluruh hadirin untuk menggali lebih dalam sejarah perjuangan para masyayikh NU. “Sejarah perjuangan para pendahulu kita perlu kita jadikan inspirasi dan pedoman dalam menghadapi tantangan masa depan,” imbuhnya.

Untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah, Gus Kikin menyarankan agar seluruh elemen NU melakukan muhasabah atau introspeksi diri. “Mari kita contoh teladan para ulama terdahulu dan terus mengasah ilmu agama kita,” ajaknya.

Dengan demikian, Gus Kikin berharap NU dapat terus menjadi pilar utama dalam menjaga keutuhan NKRI dan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Pewarta : Shelma Nasywa Ramadhani Munir
Editor     : Ponirin Mika

Khofifah: Akan Ada 35 Doktor Jebolan Pesantren di Jawa Timur

berita.nuruljadid.net- Gubernur Jawa Timur terpilih sekaligus Ketua Umum Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khofifah Indar Parawansa, mengungkapkan bahwa pada tahun ini, Jawa Timur akan melahirkan 35 doktor jebolan pesantren.

Pernyataan tersebut disampaikan Khofifah dalam acara perayaan Harlah NU ke-102 sekaligus Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Jumat (24/01).

“Kami ingin mempersembahkan kepada PWNU dan RMI Jawa Timur, insyaAllah pada bulan Juni nanti, akan ada 35 doktor baru dari kalangan pesantren, termasuk di dalamnya ada Ma’had Aly,” ujar Khofifah, yang disambut tepuk tangan meriah dari ribuan jamaah dan kader NU.

Khofifah menilai kelahiran 35 doktor ini merupakan langkah penting dalam penguatan sumber daya manusia (SDM) yang akan memperkuat NU, dimulai dari Jawa Timur, sebagai bagian dari persiapan Indonesia menyongsong Indonesia Emas 2025.

Selain itu, Khofifah juga mempersembahkan 51 santri, yang sering ia sebut sebagai “ulama muda”, yang telah menyelesaikan studi S-1 di Universitas Al-Azhar, Mesir. Pencapaian tersebut semakin memperkuat komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menjadikan daerah tersebut sebagai gerbang baru Nusantara.

Dalam kesempatan tersebut, Khofifah juga menekankan pentingnya mengatasi tantangan besar yang harus dihadapi Indonesia menjelang 2045, terutama dalam menurunkan angka kemiskinan yang saat ini masih berada di angka hampir 9 persen.

“Kita masih memiliki waktu 20 tahun untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 2 persen agar Indonesia dapat memasuki kategori negara maju saat Indonesia Emas pada 2045 nanti,” pungkas Khofifah.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Jadi Tuan Rumah Harlah NU Ke-102, Kyai Hamid Ungkapkan Rasa Syukur

berita.nuruljadid.net- Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) merasa terhormat terpilih sebagai tuan rumah perayaan Harlah NU ke-102 dan Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur yang digelar di halaman pesantren pada Jumat-Sabtu (24-25/01).

Kepala PPNJ, Kyai Abdul Hamid Wahid, yang juga mewakili pengasuh dalam sambutannya, mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaannya. “Acara ini merupakan kesempatan bagi kami untuk terus berhidmat, melayani, dan berkontribusi bagi kemajuan NU,” kata Kyai Hamid.

Lebih lanjut, beliau menyatakan, “NU adalah jiwa dan darah daging kita bersama. Bagi warga Nurul Jadid, jika dada dibelah, insyaAllah yang muncul adalah gambar NU.”

Dalam kesempatan tersebut, Kyai Hamid juga menjelaskan salah satu agenda utama perayaan Harlah NU kali ini, yakni Expo yang tidak hanya menampilkan pameran, penjualan, dan pemasaran, tetapi juga menjadi wadah bagi perkembangan ekonomi, khususnya UMKM. Expo ini juga diwarnai dengan berbagai seminar, pelatihan, dan kegiatan pengabdian masyarakat.

“Kami berharap kegiatan ini dapat memulai kebersamaan yang lebih luas, sekaligus mengimplementasikan salah satu gerakan dasar NU, yakni Nahdlatut Tujjar,” ungkap Kyai Hamid.
Beliau juga menegaskan pentingnya mengapresiasi setiap upaya yang dilakukan, sekecil apapun. “Ikhtiar ini, sekecil apapun, bisa menjadi batu loncatan yang memperkuat khidmat kita dalam bidang ekonomi,” ujarnya.

Rektor Universitas Nurul Jadid ini juga melaporkan bahwa baru-baru ini telah dideklarasikan Asosiasi Perguruan Tinggi Berbasis Pesantren. Kyai Hamid menegaskan bahwa asosiasi ini bukan bertujuan menjadi pesaing LPTNU, melainkan sebagai sinergi, penunjang, dan pendukung LPTNU dalam memperkuat dunia pendidikan berbasis pesantren.

Acara yang berlangsung meriah ini turut dihadiri oleh sejumlah ulama dan tokoh penting, di antaranya KH. Anwar Iskandar (Wakil Rais Aam), KH. Anwar Mansur (Rais Syuriah PWNU Jatim), KH. Zulfa Musthofa (Wakil Ketua Umum PBNU), KH. Abdul Hakim Mahfudz (Ketua PWNU Jatim), serta Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Meriahkan Harlah NU ke-102 dan PPNJ ke-76 dengan Talkshow Fiqh Peradaban

berita.nuruljadid.net- Talkshow Fiqh Peradaban digelar untuk memeriahkan rangkaian Harlah NU ke-102 dan Harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) ke-76. Muktamar Pemikiran Mahasantri dengan tema “Krisis Negara Bangsa: Relevansi Fiqh Peradaban dalam Menghadapi Tantangan Global” diselenggarakan pada 24 Januari 2025, bertempat di Halaman Kampus Universitas Nurul Jadid.

Acara ini diselenggarakan untuk menyebarluaskan dan mengenalkan nuansa fiqh yang tidak hanya tentang Ibadah, Munakahat, ataupun Siyasah. ” Sebagai ajang untuk membuka pemikiran tentang fiqh secara meluas karna fiqh yg kita kenal hanya tentang muamalah, munakahat, fiqh siyasah, fiqh bi’ah,sehingga belum pernah mellek tentang fiqh peradaban.” Ungkap Mochammad Nur Faqih K.H selaku Pemimpin Redaksi Majalah Kamal Ma’had Aly Nurul Jadid.

Kegiatan yang dimoderatori oleh Faiq Julia Iqna’a ini dihadiri oleh berbagai Mahasantri dari seluruh Indonesia. Acara ini juga menampilkan Ustaz Ahmad Husain Fahasbu sebagai pemateri. Dalam pemaparannya, beliau menyampaikan bahwa fiqh adalah sebuah nilai yang mengatur hubungan antar sesama manusia maupun hubungan manusia dengan Tuhan.

“Selama ini pandangan kita tentang fiqh seringkali terbatas pada hal-hal seperti wudhu dan junub saja, padahal fiqh tidak sesempit itu. Ada banyak pembahasan dalam fiqh yang bisa kita kaji, seperti yang kita bahas sekarang ini, yakni fiqh peradaban atau ‘Fiqh ‘Alaqah Al-Dauliyah’,” ujarnya.

Ustaz Ahmad yang juga dosen di Ma’had Aly Nurul Jadid ini menyampaikan lima aspek yang dapat diterapkan untuk melestarikan hubungan antar negara, yaitu menjaga perdamaian, menjaga komitmen dan perjanjian, menjaga nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia, menjaga akhlak dan budi pekerti yang baik, serta memastikan relasi antar manusia didasari dengan cinta dan kasih sayang.

“Beberapa aspek dalam hubungan antar negara yang perlu dijaga adalah perdamaian, komitmen dan perjanjian, nilai kemanusiaan serta hak mereka, akhlak dan budi pekerti yang baik, serta relasi antar manusia yang didasari dengan cinta dan kasih sayang,” ungkapnya.

Acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang melibatkan peserta yang hadir, sebelum akhirnya ditutup dengan pemberian cinderamata kepada pemateri oleh saudara Mochammad Nur Faqih Khalilullah.

Pewarta : Maria Al Faradela
Editor     : Ponirin Mika

Kyai Zuhri: Bahtsul Masa’il Sebagai Pelestari Tradisi Pesantren

berita.nuruljadid.net- Salah satu cara dalam mempertahankan tradisi pesantren dan para pendahulu dalam aspek mengkaji problematika di bidang agama, Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) menggelar bahtsul Masa’il (BM) yang bertempat di aula 1 PPNJ, Kamis (23/01). Bahtsul Masail ini bertujuan untuk membahas problem keummatan dan kebangsaan.

Selain dari itu, bahtsul Masail menjadi tempat bagi para santri dari berbagai pesantren untuk berdiskusi dan bertukar pemikiran satu sama lain dalam membahas serangkaian permasalahan fiqh dengan mengutamakan teks turats sebagai sebuah rujukan.

Pada kegiatan ini terdapat 22 delegasi pesantren se-Jawa Timur mulai dari Pamekasan, Pasuruan, hingga Banyuwangi. Selanjutnya, panitia memilih Kyai Muhibbul Aman Aly sebagai mushohih sedang panitia menunjuk Gus Roy fadli dan Gus Ibrahim selaku perumus BM. Dalam acara pembukaan BM, Pengasuh PPNJ, Kyai Moh. Zuhri Zaini berkesempatan menyampaikan sambutan seraya membuka kegiatan tersebut. Mengawali penyampaiannya, kyai Zuhri mengungkapkan adanya acara Harlah sebagai bentuk syukur kepada maha kuasa.

“Semoga adanya acara ini bisa mendapat tambahan nikmat dari Allah SWT,” dawuh beliau.

Menurut beliau, Nahdlatul Ulama (NU) adalah wadah untuk meneruskan perjuangan para pendahulu yang terbungkus dalam organisasi berskala nasional. Pesantren Merupakan inti NU, oleh karena itu jangan sampai orang yang bukan berlatar belakang pesantren memimpin NU.

“Ketika NU dipimpin oleh kelompok luar, maka seketika akan berubah. Maka betul yang disampaikan Kyai Miftah, NU adalah pesantren besar sedangkan pesantren adalah NU kecil,” ucap beliau.

Kyai Zuhri juga menuturkan adanya BM adalah sebagai penyemangat para santri dalam melestarikan kajian kitab turats yang merupakan tradisi ulama terdahulu. Sebagai warga NU, seseorang boleh mengembangkan pesantren sesuai dengan perkembangan zaman, akan tetapi jangan sampai pesantren itu kehilangan jati dirinya sendiri.

Ketua panitia, Ainul yakin menyatakan adanya BM sebagai syiar agama.

“Betul apa yang disampaikan pengasuh barusan, adanya Bahtsul Masa’il ini merupakan pengembangan ruh pesantren yaitu kajian kitab turats,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor    : Ponirin Mika

Lomba Debat, Siswa Beradu Argumentasi dan Pemikiran

berita.nuruljadid.net- Lomba debat ilmiah tingkat SLTA sederajat dalam rangka memperingati Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama, Haul Masyayikh, dan Harlah ke-76 Pondok Pesantren Nurul Jadid telah usai. Lomba tersebut dilaksanakan pada hari kedua Enje Festival yang bertempat di panggung expo, Selasa (21/01).

Kompetisi ini menjadi ajang bagi para siswa SLTA/sederajat se-Jawa Timur untuk melatih kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, menyampaikan pendapat secara efektif, dan kemampuan berargumentasi. Setiap tim yang terdiri dari 3 orang melewati seleksi online (showing argumentation) agar dapat bertanding di sesi offline (debate match) pada babak perempat final.

Dari 30 tim debat, hanya 8 tim yang dinyatakan lolos ke perempat final dan berhak mengikuti debat offline. Pada babak ini, setiap tim diharuskan berdebat di ruangan steril yang hanya ditemani oleh salah satu juri dan tidak diperkenankan membawa alat elektronik apapun untuk mencegah adanya kecurangan.

“Kami lakukan seperti ini supaya tidak ada kecurangan dari masing-masing tim,” tutur Zaki, selaku panitia lomba.

Setelah babak perempat final usai, setiap tim yang lolos ke semifinal berdebat di panggung expo Jatim hingga akhirnya terpilih dua tim yang melaju ke babak final. Setelah melewati sesi debat yang cukup sengit, akhirnya tim delegasi MA Nurul Jadid dan SMAN 1 Kraksaan maju ke babak final.

Seusai perdebatan yang sangat panas antara kedua tim, dan melewati sesi penilaian, akhirnya juri mengumumkan para pemenang serta best speaker dari lomba debat ilmiah tersebut. Juara 1 diraih oleh SMAN 1 Kraksaan, juara 2 disabet oleh MA Nurul Jadid, dan juara 3 dinobatkan kepada MA Unggulan KH. Abd Wahab Hasbulloh.

Pewarta: Kadafi Ananda
Editor   : Ponirin Mika

Menjadi Pengusaha Harus Berani Mengubah Mindset

berita.nuruljadid.net- Para siswa dari berbagai lembaga terlebih mahasiswa fakultas ekonomi berbondong-bondong menghadiri acara Talk Show bagian kedua yang tengah membahas tema kewirausahaan, bertempat di panggung expo, Rabu (22/01).

Alasan tema ini diambil karena panitia ingin menanamkan jiwa pengusaha dalam diri siswa dan mahasiswa yang berkecimpung di dunia usaha agar bisa bertranformasi dari kemandirian menuju kewirausahawan yang konstruktif. Kegiatan yang di kemas dalam bentuk talk show ini mengundang dua narasumber yang keduanya merupakan para pengusaha terkenal. Salah satunya adalah ketua umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur dan pengusaha Managing Partner of KJPP SISCO, Satria Wicaksono.

Dalam penjelasannya, Satria mengungkapkan jika ingin menjadi seorang pengusaha, maka langkah awal yang harus diambil adalah mengubah mindset.

“ketika membuat usaha, selain bekerja kita harus menanamkan mindset untuk mencoba hidup yang lebih baik dari sebelumnya,” ucapnya.

Calon pengusaha sebelum memulai karirnya haruslah menjalankan pelatihan terlebih dahulu, mulai dari mencari mentor yang tepat hingga lingkungan yang mendukung keinginan. “Kalau kita sudah mempunyai keyakinan yang kuat, maka memulai usaha dari nol bukan menjadi suatu permasalahan,” katanya.

Satria juga membeberkan alasan banyak orang yang takut memulai bisnis dikarenakan 4 hal yaitu kurangnya semangat dan motivasi, kebingungan dalam membuka usaha, kekurangan modal, serta tidak didukung oleh lingkungan dan keluarga.

Untuk menanggulangi hal tersebut, Ketum Kadin, Adik memberikan solusi dengan mempromosikan program Kadin yakni menyediakan rumah vokasi dan rumah kurasi.

“Di rumah vokasi, sebelum magang para pengusaha akan dilatih dan diberi mentor agar memiliki mental yang kuat. Sedangkan dalam rumah kurasi, para UKM akan didampingi hingga bisa naik kelas dan bisa dapat banyak karyawan,” pungkasnya.

Pewarta: Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor   : Ponirin Mika