Panduan Lengkap Berkurban Jelang Idul Adha: Syarat, Ketentuan, dan Adab yang Perlu Diperhatikan

nuruljadid.net – Ibadah kurban merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam, terutama saat Hari Raya Idul Adha.  Dikutip dari laman NU Online, untuk menjalankan ibadah ini dengan benar, terdapat beberapa syarat penyembelihan hewan kurban yang telah diatur sedemikian rupa oleh syari’at Islam, mulai dari waktu, tempat, kriteria hewan yang disembelih, dan kepada siapa daging kurban dibagikan, semua ini juga telah dibahas oleh para ulama’ fikih terdahulu.

Berkurban atau udhiyyah merupakan syiar Islam dan termasuk dalam bentuk ketaatan yang paling utama. Bagi mereka yang hendak melakukan penyembelihan hewan kurban setidaknya dilakukan setelah Salat Idul Adha atau pada hari tasyrik tanggal 10-13 Dzulhijjah. Adapun syarat orang yang boleh berkurban, yakni muslim, baligh dan berakal, serta mampu.

Kriteria Hewan Layak Kurban

Di dalam syariat Islam, terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi untuk memilih hewan kurban. Pertama, hewan kurban harus berasal dari golongan hewan ternak; yang paling diutamakan yakni unta, sapi, kambing atau domba (Ibnu Rusyd: tt: I:315). Perkara ini juga terdapat dalam Al-Quran:

 وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Yang artinya, “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka.” (QS. Al-Hajj: 34)

Kemudian kriteria kedua mengenai hewan kurban, yakni usianya mesti telah mencapai umur minimal yang ditentukan oleh syariat Islam. Berikut ulasan kriterianya:

  • Unta minimal berumur lima tahun dan telah masuk tahun keenam.
  • Sapi minimal berumur dua tahun dan telah masuk tahun ketiga.
  • Kambing jenis domba atau biri-biri berumur satu tahun, atau minimal berumur enam bulan bagi yang sulit mendapatkan domba yang berumur satu tahun.
  • Sedangkan bagi kambing biasa (bukan jenis domba atau biri-biri, semisal kambing jawa), maka minimal berumur satu tahun dan telah masuk tahun kedua.

Perkara ini juga diterangkan dalam kitab Kifayatul Akhyar,

ويجزئ فيها الجذع من الضأن والثني من المعز والثني من الإبل والثني من البقر

“Umur hewan kurban adalah Al-Jadza’u (Domba yang berumur 6 bulan-1 tahun), dan Al-Ma’iz (Kambing jawa yang berumur 1-2 tahun), dan Al-Ibil (Unta yang berumur 5-6 tahun), dan Al-Baqar (Sapi yang berumur 2-3 tahun)”.

Maka, bila kriteria-kriteria tersebut tidak terpenuhi, pelaksanaan kurban dalam rangkaian Hari Raya Idul Adha tersebut tidak sah. Karena syariat telah menentukan standar minimal usia dari masing-masing jenis hewan kurban yang dimaksud. Sedangkan jika telah sampai pada batas usia atau bahkan lebih, hewan itu masih boleh dikurbankan, asal tidak terlalu tua sehingga dagingnya kurang begitu empuk untuk dimakan.

Disamping itu, Islam juga menganjurkan untuk memilih hewan yang paling baik untuk dikurbankan, yaitu dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Terdapat empat macam kondisi hewan yang tidak sah dijadikan hewan kurban (Hadis Hasan Shahih, riwayat At-Tirmidzi: 1417 dan Abu Dawud: 2420):

  1. Hewan yang (matanya) jelas-jelas buta (picek),
  2. Hewan yang (fisiknya) jelas-jelas dalam keadaan sakit,
  3. Hewan yang (kakinya) jelas-jelas pincang,
  4. Hewan yang (badannya) kurus lagi tak berlemak.

Akan tetapi, cacat hewan yang dikebiri dan hewan yang pecah tanduknya tidak menghalangi sahnya ibadah kurban. Sedangkan cacat hewan yang putus telinga dan ekornya tidak sah untuk dijadikan kurban (Dr. Musthafa, Dib al-Bigha: 1978:243). Hal ini karena cacat yang pertama tidak mengurangi daging hewan (cacat batin), sedangkan yang kedua itu mengurangi daging hewan tersebut (cacat fisik).

Ketentuan Pekurban dan Pembagian Kurban

Adapun ketentuan untuk berkurban seekor kambing atau domba hanya diperuntukkan bagi satu orang. Sementara jika seekor unta, sapi dan kerbau maka diperuntukkan berkurban bagi tujuh orang. Ketentuan ini terdapat dalam hadits:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, “Kami telah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam pada tahun Hudaibiyah seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi juga untuk tujuh orang.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 2322, Abu Dawud: 2426, al-Tirmidzi: 1422 dan Ibn Majah: 3123)”.

Sementara itu, perihal ketentuan pembagian kurban terbagi menjadi dua hal. Pertama, bagi mereka yang berkurban sunnah, maka boleh untuk mengambil bagian dari hewan kurban atas nama dirinya, sebab pembagian yang wajib hanya sebatas kadar minimal daging yang memenuhi standar kelayakan, misalnya seperti satu kantong plastik, dan selebihnya berhak dikonsumsi atau disedekahkan pada orang lain.

Meskipun demikian, hal yang dianjurkan bagi pekurban adalah tidak mengambil bagian daging terlalu banyak, kecuali sebatas satu-dua suapan untuk mengharap berkah. Tidak lebih dari tiga suapan. Selebihnya memprioritaskan golongan yang betul-betul membutuhkan, seperti para fakit miskin. Dalam kitab Fath al-Mu’in dijelaskan:

ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيء نيئا ولو يسيرا من المتطوع بها والأفضل: التصدق بكله إلا لقما يتبرك بأكلها وأن تكون من الكبد وأن لا يأكل فوق ثلاث

“Wajib menyedekahkan kurban sunnah, meskipun hanya pada satu orang fakir, dengan daging yang mentah, meskipun hanya sedikit. Hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dengan niatan mengharap berkah dengan mengonsumsi daging tersebut. Hendaknya daging tersebut dari bagian hati. Hendaknya orang yang berkurban tidak mengonsumsi lebih dari tiga suapan.”

Sedangkan untuk kurban wajib, sepeti seperti kurban nazar, maka pekurban tidak boleh mengambil bagian dari hewan kurbannya meskipun hanya sedikit. Melainkan wajib membagikan keseluruhan daging kurban tersebut pada fakir. Jika sampai terlanjur mengambil bagian dari hewan kurban wajibnya, maka ia wajib untuk mengganti kadar daging tersebut dan dibagikannya pada orang fakir. Ketentuan ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha:

.ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره

 .إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها a (قوله: ويحرم الأكل إلخ)

 .فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء

“Haram mengonsumsi kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan berhadiah mengonsumsi daging kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 378).

Demikian ketentuan dan syarat berkurban, dari kriteria hewan layak kurban hingga ketentuan pekurban dan pembagian kurban. Menjalankan ibadah kurban bukan sekadar menyembelih hewan, melainkan sebuah ibadah penuh makna yang sarat nilai ketakwaan dan solidaritas sosial. Semoga pelaksanaan kurban tahun ini membawa keberkahan bagi kita semua dan mempererat kepedulian terhadap sesama.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1446 H.
Taqabbalallahu minna wa minkum.
Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Penulis: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Teknologi, antara Maslahat dan Mudarat dalam Kehidupan Manusia

الحَمْدُ ِللهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اَلْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ  أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، اَلْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَقُلِ ٱعۡمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمۡ وَرَسُولُهُۥ وَٱلۡمُؤۡمِنُونَۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ

Jama’ah jum’at yang berbahagia.

Salah satu perintah yang senantiasa paling utama untuk terus kita tingkatkan adalah memupuk ketakwaan kita kepada Allah SWT. Yang dimaksud dengan takwa adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Prilaku takwa ini merupakan sebaik-baiknya bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Di era globalisasi ini, manusia hidup dikelilingi dengan berbagai macam teknologi canggih yang terus berkembang sangat pesat dari hari ke hari. Teknologi yang dapat kita rasakan manfaatnya satu bulan yang lalu, bisa jadi sudah ketinggalan zaman karena sudah ada teknologi baru yang hari ini ditemukan. Handphone yang kita beli beberapa minggu yang lalu mungkin tidak lagi sesuai dengan perkembangan zaman karena sudah ada handphone terbaru dengan teknologi yang lebih canggih.

Teknologi sejatinya adalah hasil penerapan ilmu pengetahuan yang dihasilakan oleh umat manusia. Teknologi dirancang untuk memudahkan yang sulit, menjauhkan yang dekat dan mengubah yang sepertinya tidak mungkin dalam kebiasaan menjadi sesuatu yang nyata dan bermanfaat bagi orang banyak.

Dengan kecanggihan teknologi tersebut, kita dapat bisa menempuh jarak ribuan kilo meter yang sangat jauh dengan perjalanan dalam hitungan jam bahkan detik.   Dengan kecanggihan teknologi pula, kita bisa berbicara dengan orang lain yang tinggal di benua yang berbeda seakan kita berhadap-hadapan dalam satu ruangan. kita tidak tahu akan sampai ke mana dan seperti apa kemajuan teknologi di masa yang akan datang. Kita juga tidak tahu capaian-capaian dan temuan-temuan apa yang akan disaksikan oleh masa depan.     Seandainya kita ingin melakukan perbandingan sederhana antara fakta kehidupan kita di masa sekarang dengan sejarah tempo dulu, kita akan mendapati hal yang benar-benar mengherankan. Teknologi yang kita rasakan sekarang belum dikenal di masa As-Salafus Shalih.   Meski begitu, mereka lebih banyak menguasai ilmu agama dan lebih mendalam pemahaman keagamaannya, lebih kuat keimanannya, lebih mulia akhlaknya dan jauh lebih mumpuni dalam mengurus dan mengatur urusan rakyat serta mewujudkan kemaslahatan umum.

Jama’ah jum’at yang berbahagia.

Sementara kita lihat di masa sekarang, meski telah tersedia semua sarana modern ini, kita jauh berada di bawah para pendahulu kita dalam semua hal yang telah disebutkan. Bahkan kita lihat banyak orang tercerabut dari iman dan akhlak yang mulia dan terlepas diri dari istiqamah dalam kebaikan.   Ini semua menunjukkan bahwa sarana dan peralatan belaka tidak cukup untuk mewujudkan kemajuan manusia. Teknologi semata tidak cukup untuk meraih kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Hal ini tidak berarti bahwa khatib mengajak kita semua untuk berpaling dan mengabaikan sekian banyak produk modern dan penemuan ilmiah yang ada. Tidak. Tapi kami hanya ingin mengajak kita semua untuk bersikap bijak dan dapat menggunakannya untuk hal yang membawa manfaat bagi masyarakat.    Kenyataan yang kita saksikan, banyak pengguna teknologi, terutama gadget (hp, laptop, tablet, kamera digital dan lain-lain) dan media sosial dengan berbagai platform, seperti WhatsApp, Facebook, Twitter atau X, dan lainnya, larut secara membabi buta. Media-media tersebut telah merusak dan meracuni hati dan pikiran banyak anak-anak kita, mulai mengakar dan menancap kuat di rumah-rumah kita hingga seakan telah menjadi kebutuhan mendasar yang tidak terelakkan dalam kehidupan kita.   Akibatnya, banyak generasi muda yang tidak memahami kadar tanggung jawab yang besar di pundak mereka, karena mereka tidak melihat kehidupan kecuali dari balik layar internet dan media-media turunannya. Pada gilirannya, generasi-generasi ini tumbuh tidak seperti harapan yang dituju dan berbeda dengan cita-cita yang diharapkan oleh para orang tua.   Kita juga melihat kebanyakan orang menggunakan media dan teknologi saat ini untuk hal-hal yang tidak mengandung kebaikan sehingga berujung pada tindakan buang-buang waktu. Atau bahkan digunakan untuk hal yang membahayakan diri dan orang lain, sehingga mereka menjadi mangsa yang empuk bagi setan yang terkutuk.   Hadirin yang berbahagia

Jama’ah jum’at yang berbahagia.

Di masa sekarang, Banyak orang tertipu dengan kemajuan peradaban semu yang diklaim pihak-pihak tertentu. Banyak orang mengikuti berbagai mode dan tren yang dipropagandakan media-media barat padahal bertentangan dengan tuntunan syari’at. Banyak orang–apalagi anak-anak yang masih belia–kecanduan untuk duduk di depan layar internet hingga mengabaikan hal-hal penting yang mesti mereka kerjakan.   Betapa banyak orang kecanduan internet sehingga meninggalkan shalat dan mengabaikan kewajiban yang diperintahkan Allâh, seperti berbakti kepada kedua orang tua, silaturrahim dan lain sebagainya.   Betapa sering kita disuguhi berita, sekian banyak orang rusak karena berteman dengan teman-teman buruk yang terhubung dengan mereka melalui internet. Akhirnya mereka terjerumus kepada perilaku maksiat, hura-hura dan pikirannya selalu tertuju pada situs-situs porno, pergi ke tempat-tempat pelacuran dan mengikuti berita perempuan-perempuan jalang. Banyak pula kasus penipuan dan pemerasan yang sering terjadi melalui internet dengan tujuan mengeruk harta orang lain atau melecehkan kehormatan wanita.

Demikian pula tersebar seruan-seruan yang terselubung kepada jejaring gerakan ekstrem melalui situs-situs internet dalam upaya menyesatkan generasi muda dan menghasut mereka atas nama jihad dengan berbagai dalihnya. Belum lagi saat ini banyak orang kecanduan game online serta judi online.    Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh Lebih dari itu semua, para pecandu gadget dan internet sering kali mengabaikan kehidupan sosial mereka dan kewajiban-kewajiban mereka terhadap anak, istri ataupun orang tua mereka. Akibat kecanduan internet pula, muncul gangguan-gangguan kejiwaan, seperti rasa gelisah dan cemas tak menentu karena begadang yang berlebihan dan kurang istirahat yang cukup.   Akibat lain yang lebih berbahaya lagi dan termasuk bahaya yang sangat besar, banyak orang meninggalkan majelis ilmu dan tidak lagi berupaya untuk mencari pengetahuan-pengetahuan agama yang dibutuhkan.

Jama’ah jum’at yang berbahagia.

Ketika butuh untuk mengetahui suatu hukum atau memahami masalah keagamaan tertentu, mereka langsung mencarinya di Google dan menelisik di situs-situs internet tentang urusan agama. Seakan-akan media-media tersebut adalah narasumber yang adil dan terpercaya yang bisa menjadi rujukan dalam menetapkan fatwa-fatwa agama.   Padahal banyak orang yang tersebar ceramahnya di internet adalah orang yang tidak bisa dipercaya sama sekali dalam masalah agama. Bahkan mereka belum pernah belajar ilmu agama dan tidak memiliki keahlian yang memadai dalam mengajarkan ilmu agama. Sebagian dari mereka mendustakan Al-Qurân dan hadits sehingga mengingkari adanya siksa kubur.   Sebagian mengklaim bahwa Nabi Mûsâ dulunya tidak mengenal Tuhannya dan bertanya kepada Allâh: Wahai Tuhanku, apakah Engkau tidur? Seperti yang direpost berulang-ulang oleh sebagian kalangan yang sangat awam dalam masalah agama. Ada lagi yang menyebarkan bahwa Allâh tidak menciptakan keburukan, sehingga dengan ini ia telah mendustakan kalimat: لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ dan menjadikan sekutu bagi Allâh dalam menciptakan sesuatu. Ada lagi orang tidak berilmu yang membela Iblîs dan mengklaim bahwa Iblîs tidak kufur kepada Allâh, sehingga mendustakan firman Allâh:

 إِلَّآ إِبۡلِيسَ أَبَىٰ وَٱسۡتَكۡبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلۡكَٰفِرِينَ

 Artinya, “… kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.”  (QS Al-Baqarah: 34).   Semua ini benar-benar tersebar di berbagai situs internet dan banyak platform media sosial. Ini semua jelas merupakan kesesatan yang nyata dan keluar dari keyakinan kaum muslimin.

Jama’ah jum’at yang berbahagia.

Apa yang kami sebutkan ini hanyalah sebagian kecil dari banyak bahaya yang mengancam yang bersumber dari teknologi, terutama internet. Karena itu, marilah kita membiasakan diri kita dan anak-anak kita untuk tidak menggunakan gadget kecuali dalam skala terbatas, dengan waktu yang dibatasi setiap harinya sesuai kebutuhan.   Kemudian ditinggalkan di waktu selebihnya untuk mengurus dan mengerjakan hal-hal penting lainnya. Teknologi ibarat pedang bermata dua. Bisa bermanfaat jika digunakan dengan tepat. Dapat mendatangkan mara bahaya dan mudarat jika penggunaannya tidak dipandu syariat.    Ma’âsyiral Muslimîn rahimakumullâh Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga bermanfaat dan dapat kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

Oleh : Moh. Naim, M.Pd*

*Wakil Kepala Urusan Kurikulum Madrasah Aliyah Nurul Jadid Paiton, Probolinggo.