Pos

Kau yang selalu ku cari dan ku nanti (Lailatul Qadr)

lailatul qadr adalah malam yang sangat diharapkan oleh kalangan umat muslim khususnya yang berpuasa karena malam itu ialah sebuah malam yang misterius adanya tidak mudah untuk ditebak kapan datangnya, maka dari itu pembahasan selanjutnya mencoba memaparkan lailatul qadr, keutamaan serta tanda-tanda akan adanya lailatul qadr.

Lailatul Qadr: merupakan malam yang sangat dianjurkan untuk kita cari, karena malam itu ialah malam mulia, barokah yang sangat agung serta yang paling diutamakan yang mana pada waktu itu sangat diharap istijabahnya doa dan ia merupakan paling utamanya malam, sekalipun juga malam jum’at tetap lebih utama lailatul qadr , sebagaimana firman Allah : {لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ} dalam artian bangun malam serta berbuat baik pada malam itu lebih baik dari pada seribu bulan, lalu rasulullah bersabda : Barang siapa yang melakukan puasa ramadlan dengan dasar iman dan semata-mata karena Allah, maka dosa-dosa yang terdahulu akan diampuni oleh Allah SWT kemudian diriwayatkan dari sayyidah aisyah bahwa rasulullah bangun malam dengan beribadah serta membangunkan keluarganya dan tidak menyetubuhi istri-istrinya pada sepuluh akhir bulan ramadlan , lalu diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Muslim: Ketika masuk pada sepuluh akhir bulan ramadlan rasulullah sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah berbeda dengan sebelumnya.

Lailatul qadr hanya terbatas pada sepuluh akhir bulan ramadlan di tanggal-tanggal ganjil pada waktu itu, berdasarkan hadist rasulullah : “carilah lailatul qadr pada sepuluh akhir bulan ramadlan pada tanggal-tanggal ganjil”, Paling unggulnya beberapa pendapat dari kalangan ulama’ bahwa lailatul qadr itu terjadi pada malam 27 ramadlan, Abu bin Ka’ab berkata: “Allah telah memberitahu Ibnu Mas’ud bahwa lailatul qadr itu terjadi pada malam 27 ramadlan, akan tetapi dimakruhkan bagi dia memberitahu kepada orang lain, maka bertawakkallah, kemudian diriwayatkan dari Mu’awiyah bahwa rasulullah bersabda : “lailatul qadr terjadi pada malam 27 ramadlan” lalu Ibnu mas’ud mengunggulkan pendapat tersebut dengan mengatakan ”surat al-qadr itu ada 30 kalimat, pada urutan kalimat yang ke 27 itu lafadz “هي” yang bermakna lailatul qadr diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shohih dari Ibnu Umar : “Barang siapa mencari-mencari lailatul qadr maka hendaklah mencarinya pada malam 27 ramadlan” atau beliau berkata: “carilah lailatul qadr pada malam 27 ramadlan”.

Hikmah dirahasiakannya lailatul qadr: Agar para umat muslim bersungguh-sungguh dalam mencari lailatul qadr, dan bersungguh-sungguh dalam beribadah dengan sangat menginginkan lailatul qadr sebagaimana dirahasiakannya doa istijabah pada hari jum’at, dan dirahasiakannya asma Allah yang paling agung serta keridlaannya dalam perkara-perkara baik dsb. Perkara yang sangat dianjurkan ketika datang lailatul qadr bagi orang mukmin hendaknya berdoa :

«اللهمّ إنك عفوّ تحب العفو فاعف عني»

sebagaimana yang diriwayatkan oleh sayyidah aisyah, beliau bertanya kepada rasulullah : “wahai rasulullah ketika datang lailatul qadr doa apa yang sunnah saya panjatkan?, kemudian rasulullah menjawabnya : panjatkan lah doa,

اللهمّ إنك عفوّ تحب العفو فاعف عني”

Tanda-tanda akan datangnya lailatul qadr: pendapat yang sangat masyhur sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abi bin Ka’ab dari rasulullah SAW: “Sesungguhnya matahari terbit pada pagi hari yang sangat terang tanpa adanya bayangan” kemudian disebagian hadist juga disebutkan “sinar putihnya seperti air” di riwayat lain dijelaskan dari rasulullah SAW “tanda-tanda datangnya lailatul qadr: malam yang sangat terang seperti perak seakan-akan adanya bulan yang bersinar terang serta tenang tidak dingin dan tidak pula panas dan tidak ada satu pun bintang yang muncul pada malam itu, dan termasuk dari tanda-tanda datangnya lailatul qadr bahwa matahari terbit di pagi hari dalam keadaan datar tanpa adanya bayangan sama seperti bulan pada malam perang badar, dan pada waktu itu tidak ada satupun setan yang keluar” kemudian diriwayatkan dari Ibnu Huzaimah dari hadist marfu’ Ibnu Abbas : “pada malam lailatul qadr tidak ada cuaca dingin dan tidak pula panas, pada pagi harinya matahari akan terbit dalam keadaan tidak terlalu merah” kemudian diriwayatkan Imam Ahmad dari ‘Ubadah : “pada malam lailatul qadr tidak akan terasa cuaca panas dan dingin, yang mana pada malam itu terasa tenang dan bulan bersinar terang” dan terdapat pula beberapa hadist yang menerangkan tanda-tanda datangnya lailatul qadr yaitu dari Jabir bin Samrah dari Ibnu Abi Syaibah, dan juga dari Jabir bin Abdullah dari Ibnu Huzaimah, dan dari Abu Hurairoh dari Ibnu Huzaimah, serta dari Ibnu Mas’ud dari Ibnu Abi Syaibah dan dari Selainnya.

Kemudian ada sebagian referensi menyatakan bahwa lailatul qadr bisa diketahui dengan melihat kepada awal mula terjadinya puasa pendapat ini sebagimana yang dikemukakan oleh imam ghazali, apabila awal puasa terjadi pada hari ahad atau hari rabu maka kemungkinan besar lailatul qadr terjadi pada malam 29 ramadlan, atau pada hari senin maka bisa-bisa lailatul qadr terjadi pada malam 21 ramadlan, atau pada hari selasa atau jum’at maka lailatul qadr terjadi pada malam 27 ramadlan, atau pada hari kamis maka lailatul qadr bisa diperkirakan terjadi pada malam 25 ramadlan atau pada hari sabtu maka lailatul qadr kira-kira terjadi pada malam 23 ramadlan, Syeikh Abu Hasan berkata : “semenjak saya baligh tidak pernah saya melewati akan lailatul qadr dengan berlandasan qaidah di atas” kemudian Imam Syihab Qulyubi menadomkan akan hal tersebut.

Waallahu a’lamu
بيد الحقير الفقير ميم راء

Penulis : Mustain Romli santri Mahad Aly Nurul jadid

Indikasi Kholwat Virtual dalam Kemasan Media Sosial

Indikasi Kholwat Virtual dalam Kemasan Media Sosial

(Konsepsi dan aplikasi Sadd adz-Dzari’ah dan Fath adz-Dzari’ah dalam menggapai Maqoshid asy-Syari’ah)

Semua hukum syari’at Islam tidak Allah SWT tetapkan melainkan untuk merealisasikan maslahat dan menolak mudlorot bagi seluruh umat Islam. Maslahat sebagai tujuan puncaknya menjadi sebuah tendensi dari disyari’atkannya hukum itu sendiri. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya:

“Dan tiadalah Kami (Allah SWT) mengutus kamu (Muhammad SAW), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”(Al-Anbiya’ 107).

Dalam ayat di atas disebutkan kata “rahmat” yang dalam pemahaman kontekstualnya terkandung ma’na menjaga terealisasinya maslahat dan menolak mudlorot. Hal inilah yang di dalam literatur ushul fiqh dikenal dengan istilah maqosid syari’ah.

Term hangat yang hampir tidak ada puncaknya menjadi perbincangan publik adalah media sosial yang dalam perkembangannya dari masa ke masa semakin pesat terutama dalam masa sekarang yang seolah-olah kaca buram terlihat sangat bening.

Dalam sisi lain, media sosial seakan menjadi kebutuhan pokok yang tak dapat ditinggalkan, bahkan orang yang masih buta akan media sosial bisa disebut dengan istilah Gaptek.

Tulisan ini akan memaparkan sedikit tentang hubungan antara kebutuhan akan media sosial dengan konsep sadd adz-dzari’ah, fath adz-dzari’ah yang akhirnya bermuara pada maqoshid syari’ah (tujuan-tujuan syari’at).

Media Sosial

Media sosial dalam perkembangannya seakan menjadi trend atau gaya hidup yang tak dapat dipungkiri. Dua sisi dalam penggunaannya memerlukan pertimbangan yang sangat matang, satu sisi manfaat dan sisi yang lain dapat menimbulkan mudlorot (hal yang membahayakan). Pernyataan sejenis juga dikemukakan oleh Menkominfo Rudiantara yang dilansir dalam berita harian Menkominfo:

“memang tidak dapat dipungkiri kehadiran medsos yang sangat ramai dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari sedikit banyak telah mengubah pola pikir penggunanya, sehingga sebagai pengguna media sosial yang cerdas, kita harus tetap waspada dan berhati-hati dalam penggunaannya karena memang banya mudlorotnya dari pada manfaatnya”.

Oleh karena itu, Menkominfo dalam salah satu pernyataanya mengumumkan gerakan cerdas dalam menggunakan media sosial.

Menkominfo juga mengungkapkan bahwa, sekitar 63 juta warga Indonesia untuk saat ini menjadi pengguna internet baik dengan menggunakan Handphone, Laptop maupun alat elektronik lainnya, dan 95 % dari angka tersebut menjadi pengguna media dan jejaring sosial. Oleh karena itu, tak heran untuk saat ini Indonesia menempati peringkat ke 4 dalam pengguna facebook terbesar di dunia setelah USA, Brazil dan India dan menempati peringkat ke 5 pengguna twitter terbesar setelah USA, Brazil, Jepang dan Inggris. Beberapa indikasi kejahatan juga banyak terjadi akibat dari penggunaan media sosial ini, mulai dari trafiking, perdagangan ilegal, korban hoax, sexual dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita perlu lebih cermat lagi dalam menggunakan media sosial ini. Salah satu konsep yang ditawarkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan adalah Sadd adz-Dzari’ah.

Sadd adz-Dzariah dan Fath adz-Dzari’ah

Sadd dzari’ah adalah salah satu metode istinbath dan penetapan hukum yang secara eksplisit dikemukakan oleh Imam malik, bahkan Imam asy-Syathibi menyebutkan dalam kitabnya al-I’tishom bahwa Imam Maliklah yang paling banyak menggunakan kaidah ini.

Dzari’ah menurut bahasa berarti wasilah atau mediator (penghubung). Sedangkan menurut ulama’ ushul sadd adz-dzari’ah berarti menutup jalan yang menjadi mediator atau penghubung kepada sesuatu yang dilarang yang mengandung mafsadat (kerusakan). Mediator kepada yang haram berarti hukumnya haram begitupula mediator kepada yang wajib maka hukumnya adalah wajib. Oleh karena itu, menurut Imam al-Qorofi dalam kitab at-Tathbiqot al-Mu’ashiroh li sadd adz-Dzari’ah hukum mengandung dua hal, pertama yaitu maqoshid (tujuan) yang mengandung maslahat dan mudlorot, kedua wasa’il/wasilah yaitu mediator atau penghubung. Hukum wasa’il mengikuti hukum maqoshid, jika maqoshidnya wajib maka hukumnya wajib, dan jika maqoshidnya haram maka wasailnya haram. Sebagaimana yang dicontohkan para ahli ushul bahwa zina hukumnya haram, maka melihat ‘aurot perempuan yang dapat menghubungkan kepada perzinahan hukumnya juga haram, karena melihat ‘aurot termasuk kategori wasa’il/wasilah (mediator atau penghubung) kepada zina. Demikian pula, sholat jum’at hukumnya adalah wajib, maka meninggalkan jual beli untuk melaksanakan sholat jum’at juga wajib.

Konsep sadd adz-dzari’ah ini bermula dari prinsip pertimbangan konsekwensi atas suatu perbuatan yang sangat erat kaitannya dengan hukum sebab-akibat karena, konsekwensi suatu perbuatan merupakan hal yang dikehendaki dalam syari’at Islam sehingga sangat diperhatikan dalam penetapan hukum. Dengan demikian, seseorang tidak akan mencapai tujuan syara’ dengan tanpa adanya wasilah (mediator) sehingga, segala perbuatan dan tindakan yang mengarahkan seseorang terhadap suatu kemaslahatan maka orang itu dituntut untuk mengerjakannya (fath adz-dzari’ah), sebaliknya segala tindakan yang mengarahkan seseorang kepada kerusakan maka dituntut untuk meninggalkannya (sadd adz-dzari’ah).

Oleh karena itu, syari’at menutup segala wasilah (mediator) yang dapat menyampaikan seseorang terhadap mafsadat (kerusakan) dan mudlorot dan membuka jalan yang menyampaikan kepada maslahat. Dengan demikian, untuk meraih kemaslahatan, ada cara-cara atau mediator yang menyampaikan kita kepada kemaslahatan. Demikian pula untuk menolak kemafsadatan, ada cara-cara untuk menghindarinya. Cara yang menyampaikan kita kepada kemaslahatan disebut fath adz-dzari’ah (membuka jalan). Sedangkan cara untuk menghindarkan kita dari kemafsadatan disebut sadd adz-dzari’ah (menutup jalan).

Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu disebutkan, membuka wasilah (fath adz-dzari’ah)  dalam perkara yang kemungkinan maksiat diperbolehkan dengan beberapa catatan yang bersifat ketat. Pertama, apabila potensi untuk terjadi maksiat sangat sedikit, kedua, apabila kemaslahatan melakukannya lebih besar dibandingkan dengan kerusakan yang akan timbul. Dalam Furu’ fiqhiyyah (cabang-cabang fiqh) sering dicontohkan oleh para ulama’ bahwa, seorang dokter laki-laki ketika mengobati perempuan diperbolehkan untuk melihat aurot sensitif ketika ada hajat untuk mengobati bagian tersebut dan kemaslahatan yang ditimbulkan itu lebih besar dari pada mafsadatnya.

Simpulan

Dapat ditarik kesimpulan bahwa, dengan maraknya penyalahgunaan media sosial di masa sekarang, sangat perlu bagi kita untuk menimbang kembali kedua sisinya, negatif dan positifnya, manfaat dan tidaknya, maslahat dan mudlorotnya. Konsep sadd adz-dzari’ah sangat sesuai untuk diaplikasikan dalam hal ini. Oleh karena media sosial ini termasuk kategori wasilah (mediator), maka apabila penggunaan media sosial dengan segala macam jenisnya seperti facebook, WA dan twitter lebih memudahkan kita untuk Taqorrub kepada Allah dan untuk hal-hal positif lainnya maka penggunaannya diperbolehkan, akan tetapi apabila dalam penggunaannya menyebabkan jatuh kedalam maksiat, tindak kejahatan dan lain sebagainya, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sehingga dengan inilah tujuan dari pada hukum syari’at tercapai.

Catatan: latar belakang ulasan singkat ini adalah karena iseng dan rasa kagumnya kepada seorang Kiai dan beliau termasuk masyayikh PP. Nurul Jadid yang senantiasa selalu menuangkan ilmunya kepada para santrinya dan kepada penulis terutama maqoshid asy-syari’ah karena beliau memang pakarnya. Beliau pernah dawuh dalam salah satu sesi pengajian “mungkin media sosial ini bisa juga dikategorikan kholwat virtual (bersepi-sepi dengan lain jenis di dunia maya)”, dalam pengajian yang lain beliau dawuh “Alhamdulillah bagi kalian yang masih belum punya facebook”.

Juga rasa kagum terhadap seorang Kiai dari Rembang yang bernama Gus Baha’uddin bin Kiai Nur Salim yang sama sekali tidak menggunakan media sosial dan juga alat telekomunikasi lainnya, padahal beliau seorang kiai yang sangat tenar, pakar tafsir, fiqh, ushul fiqh dan sebagainya. Landasan beliau tidak menggunakan media sosial yaitu berpedoman pada salah satu Qoidah Fiqhiyyah yang sangat populer berbunyi “Dar’u al-mafasid muqoddamun ‘ala jalbi al-masholih” yang berarti Menolak mafsadat lebih didahulukan dari pada menarik kemaslahatan, kalau di dalam terminologi ushul fiqh dikenal dengan sadd adz-dzari’ah. Salah satu kutipan dawuh beliau:

Ya kalo rawan bahaya, lebih baik jangan

Karena menurut beliau “orang terkadang merasa terhegemoni pemikiran barat, arus pornografi dan macam-macam, ya karena mereka menggunakan”.

*Penulis Alfan Jamil adalah santri PP. Nurul Jadid wilayah Al-Amiri

Editor : Ponirin Mika

Bersama Kita Melawan Corona

Mawas Diri, Mari Peduli

Indonesia tengah digemparkan oleh wabah virus yang akhir-akhir ini juga tengah menggemparkan kurang dari 157 negara. Covid – 19 (Corona Virus Deases 2019) atau yang akrab kita dengar dengan sebutan Corona, pertama kali muncul di wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok. Penularan dan penyebarannya yang sangat cepat tak dapat kita nafikan, bahwa berkontak langsung dengan si penderita, melalui perantara udara bahkan gesekan, virus itu akan langsung menggerogoti siapa saja tanpa pandang buluh. Virus tersebut tak hanya menjangkit dan mewabah di kota metropolitan saja, namun juga hingga ke pelosok – pelosok desa, bahkan Pondok Pesantren yang damai juga geger dibuatnya. Berbagai penangan telah digencarkan oleh pemerintah untuk segera meminimalisir jumlah kasus yang semakin hari semakin parah. Kepanikan sangat tergambar pada berita online maupun offline. Seluruh surat kabar berisikan segala perihal mengenai virus corona. Corona tersebut telah menjadi buah bibir masyarakat dari setiap elemen tanpa terkecuali, santri pun tak mau kalah update dan panik. Berbagai upaya juga digalakkan dari pihak pesantren, tidak hanya sekolah – sekolah diluar yang kini dilibur panjangkan. Pesantren juga memberhentikan sementara seluruh KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di lingkup pesantren.

Namun, disisi lain santri juga dicekoki berbagai doktrin dan pengarahan seputar pencegahan virus corona. Juga, jika kita menilik dari notabene santri yang merupakan kader estafet penerus perjuangan ulama dan ulama adalah tonggaknya bumi ini. Jadi, nilai spiritualitas dan religius sudah tidak usah diragukan lagi. Nilai tersebut telah melekat bahkan mendarah daging di jiwa seorang santri. Contoh konkretnya, seperti Pondok Pesantren Nurul Jadid, disana santri diijazahkan beberapa amalan, tapi amalan yang ditulis langsung, salah satunya oleh KH. Fadlurrahman Zaini, tepatnya di masjid jami’. Ikhtiar santri terus digembor – gemborkan secara dhohir maupun batin. Olahraga yakni senam pagi telah menjadi rutinitas setiap pagi, pembacaan amalan pun telah terjadwal secara istiqomah seusai shalat berjama’ah fardhu.

Dalam konteks ini, peran santri sangatlah urgen untuk turutanail dalam pencegahan kasus virus Covid – 19 mawas diri merupakan cara paling ampuh untuk pencegahan. Karena semua bermula dari diri kita, apalagi kita seorang santri yang pastinya rasa mawas diri telah termaktub pada setiap santri khususnya santri Nurul Jadid. Sebagaian besar dari ODP (Orang dalam pemantauan) dan PDP (Pemantauan dan penanganan) 80% sembuh dikarenakan daya tahan tubuhnya yang memang kuat atau kebal untuk melawan virus – virus. Di indonesia sendiri telah banyak sekali daerah yang berstatus zona merah, khususnya DKI Jakarta. Kepanikan pasti melanda pada setiap elemen masyarakat, namun kepanikan tersebut juga memiliki porsi tersendiri. Janganlah kita terlalu panik, tapi juga jangan meremehkan intinya adalah selalu mawas diri.

Seperti yang didawuhkan oleh KH. Najiburrahman Wahid pada pengajian kitab santri di pagi hari, bahwa virus corona adalah sebuah wabah yang dalam pengertian tersendiri mengenai arti wabah ialah azab, namun beliau menuturkan bahwa wabah merupakan rahmat bagi orang mukmin. Kita sebagai kaum islam, harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan garis takdir Allah SWT, sikap tawakal haruslah tetap terpatri dalam diri kita kaum santri dan mukmin.

Kepanikan yang melanda warga indonesia khususnya santri juga tidak luput dari kemulekan sosial media yang menyuguhkan berbagai literatur dan wacana yang terkadang dilebih – lebihkan. Negara kita memanglah merupakan negara yang sangat gampang untuk menjadi sasaran empuk berita hoax dan semacamnya. Kaum santri harus bangkit dan turut maju kedepan garis merah, santri juga harus pandai – pandai memfilterasi segala berita hoax dan meluruskan benang yang kusut. Indonesia juga harus bangkit dari segala keterpurukan akibat merebaknya kasus virus corona. Bersama santri, indonesia kembali bersinar dari keredupannya. Jangan mau diperbudak dengan berbagai linimasa yang kurang mengasah dan potensial. Sekali lagi, sikap mawas diri sangatlah urgen dari berbagai macam kasus manapun dan apapun semua bermula dan berakhir dari kita. Mawas dirilah pada setiap peristiwa, mawas diri juga harus di barengi dengan sikap kritis dan logis. Karena perubahan bermula dari hal kecil yakni diri kita. Dengan bermawas diri berarti kita peduli seluruh insan di bumi ini.

Untuk kesekian kalinya, kaum santri harus bangkit sekalipun mengaji kitab dan berdzikir di pagi hari. Wallahu a’lam.

Penulis : Nur Husna Roziqin, santri PP. Nurul Jadid pemenang juara I lomba Opini dalam Pekan Santri yang dihelat oleh FKO Nurul Jadid pada tanggal  29 Maret 2020.

Editor : Ponirin

Bersama Kita Melawan Corona

Santri Melek Corona dalam Pesta Upaya Pencegahan

Segala suguhan yang disajikan media akhir-akhir ini sedang didemo oleh wabah virus covid-19 atau yang lebih kaprah terdengar sebagai virus corona. Wabah virus yang berasal dari wuhan, china ini benar benar menjadi sosok hantu yang menakutkan yang menggangu ke stabilitas aktivitas manusia sehari-hari. Virus ini merupakan tipe virus yang menyerang sistem pernafasan manusia dan juga begitu mudahnya virus ini menyerang manusia melalui kontak interaksi langsung dan benda-benda yang tersentuh oleh pengidap virus corona. Sebab komplotan virus ini, segala bentuk parlement pemerintahan berbenah dalam beradaptasi memerangi virus ini, seperti pendidikan, birokrasi, ekonomi dan lain-lain. Virus ini juga menjadi propaganda yang memorat-maritkan ekonomi global , negara amerika yang menjadi poros adidaya duniapun kini sedang mengerjakan pr-nya dalam berbenah dan beradaptasi untuk mengantisipasi kemerosotan akibat virus yang tak kenal siapa dalam menyandang kasta pemerintahan maupun sosial ini.

Pondok pesantren mulai merancang segala bentuk kebijakan dalam upaya pencegahan virus corona. Antara lain seperti menambah aktifitas-aktifitas dalam memperkuat imunitas badan santri, yaitu menyediakan tempat cuci tangan santri mematisurikan bentuk pendidikan formal dalam lingkup pesantren. Semua kebijakan ini bermuarakan pada asas menjaga kesehatan santri.

Salah satu contoh fatwa kebijakan pesantren diatas bertujuan untuk keselamatan santri dari wabah corona. Lantas sebagai seorang santri harus menyikapi secara bijak dan cerdas kebijakan-kebijakan pesantren.

Meskipun secara nyata di kehidupan dalam lingkup pesantren santri tidak dapat bermedia secara kurun waktu yang lama yang membuat santri tidak begitu up date. Santri harus bisa ‘melek’ seputar virus corona ini sehingga santri mempunyai bekal pemahaman secara betul dan bisa menanggapi serta beradaptasi secara cerdas gejala, resiko dan kegiatan seperti apa yang bisa sumbangsihkan dalam memeriahkan upaya pencegahan virus corona dalam lingkup pondok pesantren.

Permasalahan juga timbul akibat kurangnya bermedia . Banyak dari santri mendapatkan berita berita dari lemparan mulut yang tak jelas dari mana sumbernya. Hal ini menimbulkan benih benih kegelisahan yang bersemayam pada asumsi berkelanjutan yang secara tidak langsung menurunkam nilai imunitas tubuhnya. Oleh karenanya, untuk menjadi santri yang cerdas dalam era dan tantangan media yang kian mendesak, santri diupayakan pintar memilih dan memilah mana berita yang dicap sebagai berita yang sohih dan mana berita yang tidak dapat dibenarkan.

Mengutip dari salah satu sabda nabi “diakhir zaman nanti akan ada suatu wabah yang menyerang ummatku, tapi mereka akan bebas darinya jika dia menjaga wudlu’nya”. Mencerna dari secuil hadits tersebut santri juga dapat menjaga pola kesehatan dan lingkungan agar terbebas dari wabah virus tersebut dengan merujuk pada pola hidup sehat yang telah diajarkan oleh agama islam dan telah dicerminkan dalam pola hidup sehat rasulullah saw

Penulis : Muhammad Izzul Haq, santri pp. Nurul jadid pemenang juara II lomba opini dalam pekan santri yang dihelat oleh fko nurul jadid pada tanggal  29 maret 2020.

Editor : Ponirin

Bersama Kita Melawan Corona

Peran Partisipasi Santri Terhadap Pencegahan Virus Covid-19

‘’Seberapa besarkah dampak dan partisipasi santri dalam pencegahan penyebaran covid-19?”

Mungkin memang tak asing saat kita semua mendengar kata covid-19 atau yang lebih dikenal dengan virus corona. virus ini telah menjadi virus internasional.  Yang awalnya sempat viral di Wuhan, China, namun kini covid-19 telah menjadi virus internasional. Hampir dari seluruh negara di dunia terkena covid-19. Dan sebagian kecil pasien covid-19 dapat sembuh kembali.

Maraknya virus covid-19 ini semakin membuat masyarakat panik dan ketakutan. Karena seiap hari, dan hampir tiap jam kita mendapat informasi tentang penyebaran covid-19 ini. Entah iformasi tersebut berasal dari android atau internet, Koran atau televisi.

Dan kini covid-19 telah mewabah hampir di seluruh Indonesia. Dampaknya mayoritas warga Indonesia mengisolasi diri dalam rumah, enggan keluar rumah masing-masing dengan menjadikan covid-19 alsannya. Hingga pemerintah pun meliburkan seluruh aktifitas diluar rumah seperti kegiatan belajar mengajar, aktififitas perkantoran daln lain sebagainya. Hal tersebut merupakan partisipasi dari pemerintah untuk meminimalisir wabah covid-19. tak hanya sekolah yang diliburkan, namun virus covid-19 ini juga berdampa ke beberapa pondok pesantren, contohnya pesantren yang saya tempati sekarang. Semua akifitas sekolah diliburkan sejak Senin, 23 Maret 2020. Mengapa demikian? Karena pesantren pun juga harus ikut aturan pemerintah. Dan pihak pesantren pun harus mengisolasi diri dengan aturan semua santri dilarang dikunjungi oleh siapapun. Tnentu saja hal itu membuat para santri terasa jenuh dan bosan. Sehingga pihak pesantren membuat agenda untuk mengisi kekosongan santri selama lockdown dan sebelum pihak pesantren memulangkan santri lebih cepat.

Dalam ragka berpartisipasi terhadap pencegahan penyebaran covid-19, tentu saja perasn santri dan pesantren sangatlah penting. mengapa demikian sebagai seorang sanri di pondok pesantren harusnya ketika mendengar situasi seperti ini setidaknya kita berlomba-lomba dalam pencegahan covid-19 dengan cara yang dapat kita lakukan di dalam pesantren. seperti contoh di beberapa pesantren dilakukan khotmil qur’an dan doa bersama dalam rangka pencegahan dan penyelamatan Bumi dari covid-19. Insyaallah semua hajat dan do’a para santri dikabulkan. Karena pesantren adalah tempat yang mulia dan do’anya orang yang menuntu ilmu juga para pendiri akan diistijabah oleh Allah SWT.

Beberapa contoh lainnya dalam dalam pencegahan virus covid-19 adalah membuat ramuan atau minuman herbal yang nantinya diberikan pada seluruh santri, bahkan ada yang menjualnya. Penguunaan hand sanitiezer mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, pemakaian masker, itu semua merupakan partisipasi seorang santri terhadap pencegahan penyebaran covid-19 ini.

Peranan santri dalam pencegahan covid-19, saya angap penting karena di lingkup pesantren, para santri, pengasuh dan keluarga pengasuh dan sebagainya ikut serta dan selalu mendoakan agar virus covid-19 ini segera berakhir. Tak hanya mendoakan diri sendiri, namun para santri juga mendokan kesehatan, kesembuhan serta keamanan rakyat dari covid-19 ini. Mereka juga mendoakan seluruh dunia yang terjangkit covid-19 ini. Dan atas kehendak ALLAH Swt doa yang dipanjatkan oleh santri akan segera teristijabah. Karena setiap gerak gerik santri untuk kebaikan pasti mendapat pahala, bagaimana dengan doanya? Pasti teristijabah.

Oleh karena itu, peran santri sangtlah penting. Dengan dibantu oleh tirakat para santri dan pengasuh, perlahan virus ini akan menghilang dengan sendirinya. Tapi jangan hanya mengandalkan para santri dan pesantren namun pihak pemerintah pun harus ikut serta dalam mendoakan negeri dan bumi demi keamanan dan kesejahteraan bersama. Kitapun sebagai seorang santri harus tetap mengikuti aturan dan instruksi dari pihak pemerintah dalam pencegahan covid-19 tersebut

Penulis : Nala Maziqo, santri PP. Nurul Jadid pemenang juara III lomba Opini dalam Pekan Santri yang dihelat oleh FKO Nurul Jadid pada tanggal  29 Maret 2020.

Editor : Ponirin

Sya’ban, Bulan Penyucian Hati dan Jaminan Allah bagi Ahli As-Sya’ban

Sya’ban, Bulan Penyucian Hati

Selamat tinggal Rojab, selamat datang Sya’ban. Inilah kata yang sering kita dengar setelah melewati moment yang berharga dan akan menempuh moment yang lebih berharga lagi. Lazimnya, setelah kita melalui bulan yang mulia yaitu Rojab, kitab memasuki bulan yang juga mulia yaitu sya’ban. Di dalam beberapa hadits “Rojab, Sya’ban dan Romadlon” pasti disebutkan secara khusus dengan tartib dan ber-iringan. Rosulullah SAW bersabda:

إن رجب شهرالله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي (الحديث)

Artinya: “Sesungguhnya Rojab adalah bulannya Allah SWT, Sya’ban adalah bulan Ku dan Romadlon adalah bulan ummat Ku” .

Mengapa demikian? di dalam Kitab Durrotun Nasihin fil wa’dzi wal Irsyad Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubawiyyi mengatakan:

رجب لتطهير البدن وشعبان لتطهير القلب ورمضان لتطهير الروح, فإن من يطهر البدن في رجب يطهر القلب في شعبان, ومن يطهر القلب في شعبان يطهر الروح في رمضان, فإن لم يطهر البدن في رجب والقلب في شعبان, فمتى يطهر الروح في رمضان؟

                Artinya: “Bulan Rojab adalah bulan untuk mensucikan  badan, Sya’ban untuk mensucikan hati dan Romadlon untuk mensucikan Ruh. Maka sesungguhnya orang yang mensucikan badannya di Bulan Rojab, maka dia akan mensucikan hatinya di Bulan Sya’ban dan barangsiapa yang mensucikan hatinya di Bulan Sya’ban maka dia akan mensucikan ruhnya di Bulan Romadlon. Maka andaikata dia tidak mensucikan badan di Bulan Rojab dan Hati di Bulan Sya’ban, maka kapan dia bisa mensucikan ruh di Bulan Romadlon?”.

Dari perkataan di atas, ada sebuah pemahaman yang dapat kita petik bahwa pada tiga bulan ini ada sebuah ‘alaqoh (ikatan) yang kuat antara satu dengan lainnya. Andaikata kita bisa membuat sebuah analogi “mustahil seseorang dapat mengambil buah kelapa tanpa memanjat batangnya”. Ketika seseorang sudah membersihkan badan dan semua anggota tubuhnya dari dosa dan maksiat dengan ber-Istighfar di Bulan Rojab maka otomatis dia akan mudah memperbaiki dan menyucikan hatinya di Bulan Sya’ban dengan memperbanyak sholawat, tilawah al-Qur’an. Dengan amalan-amalan inilah maka dia akan mendapatkan kedudukan yang mulia dan syafa’at. Maka, tak hayal Yahya bin Mu’adz mengatakan:

إن في شعبان خمسة أحرف يعطى بكل حرف عطية للمؤمنين : بالشين الشرف والشفاعة, وبالعين العزة والكرامة, وبالباء البر, وبالألف الألفة, وبالنون النور.

Makna dari perkataan Yahya bin Mu’adz ini adalah “Sesungguhnya dalam kata Sya’ban itu ada 5 huruf yang pada setiap hurufnya ada ‘athiyyah (pemberian) yang diberikan kepada orang-orang mukmin : dengan huruf Syin Allah memberikan Syarof (kemuliaan) dan Syafa’at, dengan ‘Ain diberikanlah ‘Izzah (kemuliaan) dan Karomah, dengan Ba’ diberikanlah al- Birru (Kebaikan) padanya, dengan Alif maka diberikanlah al-Ulfah (Kasih sayang) pada dirinya dan dengan Huruf Nun maka dia akan mendapatkan an-Nur (cahaya). Inilah kemurahan dan anugerah Allah bagi orang yang mengagungkan bulan Sya’ban. Selain dari pada itu, Allah juga memberikan jaminan bagi orang yang mengagungkan bulan Sya’ban.

                Mati syahid merupakan salah satu jaminan Allah bagi Ahli as-Sya’ban yaitu orang yang mengagungkan Bulan Sya’ban dan menghidupkannya dengan amal-amal Ibadah seperti ber-puasa di dalamnya. Baginda Nabi SAW dalam haditsnya tegas menyampaikan:

من صام ثلاثة أيام من أول شعبان وثلاثة من أوسطه وثلاثة من آخره كتب الله له ثواب سبعين نبيا وكان كمن عبد الله تعالى سبعين عاما. وإن مات في تلك السنة مات شهيدا.(الحديث)

Artinya: “Barangsiapa berpuasa tiga hari di awal Sya’ban, tiga hari dipertengahan dan tiga hari di akhir Sya’ban, maka Allah mencatat pahala baginya seperti pahalanya 70 Nabi dan dia diseumpakan orang yang telah ber-ibadah kepada Allah selama 70 tahun. Jika dia mati di tahun itu, maka niscaya dia termasuk orang yang Mati Syahid”.

Penutup dari tulisan ini adalah bahwa dengan ini penulis mengajak kepada diri penulis sendiri dan semua khalayak mari muhasabahilah bulan Rojab dan benahilah diri di bulan Sya’ban serta mohon dan yakinlah bahwa dengan memuliakan dan mengagungkan bulan Sya’ban Allah juga akan menjauhkan dan mengangkat segala Bala’ dan penyakit sebagaimana Sabda Nabi SAW :

من عظم شعبان واتقى الله تعالى وعمل بطاعته وأمسك نفسه عن المعصية غفر الله تعالى ذنوبه وآمنه من كل ما يكون في تلك السنة من البلايا والأمراض كلها (الحديث)

Artinya: “Barangsiapa yang mengagungkan bulan Sya’ban dan bertakwa kepada Allah SWT dan mengerjakan ke ta’atan pada-Nya serta mencegah dirinya dari maksiat, maka niscaya Allah telah mengampuni dosanya dan menjamin keamanan dari segala perkara yang ada di tahun itu berupa Bala’ dan segala macam penyakit”.

Wallaahu a’lamu bisshowab. (24 Maret 2020)

Refrensi: Kitab Durrotun Nasihin fil wa’dzi wal Irsyad karangan Syekh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubawiyyi

*Penulis Alfan Jamil adalah santri PP. Nurul Jadid wilayah Al-Amiri

Editor : Ponirin Mika

Ekonom muslim dalam konteks Masyarakat Islam Tradisionalis dan Modernis

Ekonom muslim dalam konteks Masyarakat Islam Tradisionalis dan Modernis

Dalam realita dinamika kemasyarakatan, sejarah membuktikan bahwa peradaban perekonomian dari masa ke masa selalu mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik ditinjau dari aspek sistem, administrasi maupun praktik-praktik yang ada.  Tentunya hal ini butuh perhatian yang lebih dari para pakar ekonomi saat ini. Peran dari para ahli ekonomi islam sangatlah dibutuhkan pada kondisi seperti ini.

Sebuah perekonomian yang berasaskan Al-Qur’an dan Sunnah itulah Ekonomi Islam. Terjadi sebuah pergolakan sejarah bahwa tak dapat dipungkiri bahwa Ekonomi Islam dengan semua teori dan praktiknya adalah sebuah bantahan dari menggeloranya perekonomian konvensional yang dibawa para Ekonom Barat.

Pada masa klasik (tradisionalis) banyak para Ahli dan pemikir ekonomi Islam yang ikut menggalakkan sistem perekonomian yang sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah dan banyak berkontribusi dalam membentuk kesinambungan perekonomian masyarakat muslim dikala itu.  M. Nejatullah Shiddiqi salah satu pakar ekonomi islam menyebutkan bahwa, sejarah pemikiran ekonomi Islam terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama, di mulai dari abad awal hingga abad ke-5 H atau 11 M yang dikenal dengan fase dasar-dasar ekonomi Islam yang dirintis para Fuqoha’ (pakar fiqh) diikuti oleh sufi dan filosof. Beberapa tokoh pada fase ini antara lain seperti Zaid bin Ali, Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Junaid Al-Baghdadi. Fase Kedua, dimulai pada abad ke-11 M sampai dengan abad ke-15 M yang dikenal dengan fase cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang berlimpah dan mampu menyusun konsep tentang bagaimana umat Islam melaksanakan kegiatan ekonomi dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dipelopori oleh beberapa tokoh seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, dan Al-Syatibi. Fase ketiga, dimulai pada tahun 1446-1932 M yang merupakan fase tertutupnya pintu ijtihad (independent judgement) yang terimplikasi pada nama fase ini yaitu dikenal dengan fase stagnasi. Beberapa tokohnya seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.

Fase-fase inilah yang mewakili masa klasik tradisionalis dalam menyematkan namanya dalam dunia perekonomian Islam hingga konsep Ekonomi Islam ini menjadi muncul lagi, tumbuh dan berkembang pada saat ini walaupun masih tercecer konsep dan sistem konvensional. Mengapa bisa sedemikian rupa? , jawabannya, karena para pakar fiqh di masa itu dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits (Sunnah) mencoba mengeksplorasi konsep maslahah (utility) dan mafsadah (disutility) yang terkait dengan aktivitas ekonomi. Pemikiran yang timbul terfokus pada apa manfaat sesuatu yang dianjurkan dan apa kerugian bila melaksanakan sesuatu yang dilarang agama. Konsep ini jelas bertentangan dengan konsep perekonomian konvensional yang lebih dahulu berkembang dimasa masyarakat modernis ini yang mereka tak kenal maslahah dan mafsadah. Inti dari perbedaan ini adalah bahwa para ekonom muslim lebih menitik beratkan pada kesejahteraan masyarakat yang sifatnya ukhrawi dari pada memperbanyak profit yang akan mereka dapatkan, sedangkan ekonom konvensional dengan sistem kapitalisme lebih menitik beratkan kepada mendapatkan materiil (profit/laba) sebanyak mungkin yang sifatnya duniawi.

Dengan perbedaan yang sangat mencolok ini antara masa klasik tradisionalis dan modernis, membuahkan sebuah natijah atau konklusi bahwa ekonomi Islam harus ditegakkan dengan berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ Ulama’ dan Qiyas. Zaman boleh berbeda tapi tuntunan dalam bertransaksi ekonomi atau mu’amalah tetaplah sama. Dengan demikian wajib bagi seorang muslim yang melakukan transaksi ekonomi mengetahui hukum yang berkaitan dengan transaksi tersebut, karenanya dalam kitab Ihya’ Ulumiddin Juz 2 hal 55 disebutkan: Sayyidina Umar berkata : “Tidak boleh bertransaksi jual-beli di pasar kami, kecuali orang yang Faqih (Faham bener tentang Fiqh). Jika tidak, maka secara otomatis dia memakan riba baik dia kehendaki ataupun tidak.

Oleh karena itu, merupakan perjuangan yang cukup mendaki bagi para pakar ekonomi Islam dan kita selaku pelaksana ekonomi untuk membumikan Ekonomi Islam yang mengacu pada konsep fuqoha’ yaitu maslahat dan mafsadah demi berlangsungnya kesejahteraan masyarakat. Sehingga kita para ekonom muslim benar-benar berbeda dengan para ekonom dengan ekonomi konvensionalnya yang berlandaskan sistem kapitalis, komunis, sosialis.*

*Penulis Alfan Jamil adalah santri PP. Nurul Jadid wilayah Al-Amiri

Kaum Sarungan di Era Ultramodern

Kaum Sarungan di Era Ultramodern

Kaum sarungan, sebuah analogi khusus yang disematkan terhadap seseorang yang dalam kesehariannya tak luput dari sarung, mereka adalah para santri yang senantiasa menuntut ilmu, ilmu dan ilmu. Tapi ketika disebutkan kata sarungan, bukan berarti hal itu menafikan peran seorang santriwati yang mereka selalu memakai baju khas seorang perempuan, karena didalam kata sarungan terdapat persekutuan ma’na (isytiroqul ma’na) yaitu arti sarung berarti suatu penutup atau satir dan ma’na itu juga kita temukan dalam diri para santriwati yang senantiasa menutupi auratnya dengan pakaian yang menunjukkan tata budi pekerti dan akhlaqul karimah seperti qomis (gamis), jubah dan sebagainya.

Tak ubahnya mereka adalah manusia biasa sama seperti kebanyakan orang, tapi tak semua orang sama seperti mereka para santri. “Amazing” adalah sebuah mufrodat yang sangat layak diapresiasikan bagi mereka, mengapa demikian?..alasan pertama adalah karena keyakinannya pada seorang syaikh atau kiyai yang kedudukannya sebagai penyalur kemurahan Tuhan sangatlah kuat ; hal ini dibuktikan dari beberapa aspek kehidupan sehari-hari mereka yang tak banyak berbeda dari kehidupan Kiyainya seperti membiasakan hidup sederhana, tawadlu’ dan sebagainya. Oleh karena itu, Zamakhsyari Dzofier dalam bukunya Tradisi Pesantren menyebutkan bahwa “Para santri harus menunjukkan hormat dan kepatuhan mutlak kepada guru/Kiyainya, bukan sebagai manifestasi dari penyerahan total kepada guru yang dianggap memiliki otoritas, tetapi karena keyakinan murid kepada kedudukan guru sebagai penyalur kemurahan Tuhan yang dilimpahkan kepada murid-muridnya, baik di dunia maupun di akhirat”. Dari Terminologi inilah dikalangan Kiyai dan santri sudah masyhur kata yang disebut “Barokah”. Selanjutnya, bahwa para santri selalu memperoleh  siraman rohaniyah dari para Kiyai/masyayikh dan juga Asatidz yang hal demikian biasanya didapat melalui pengajian kitab klasik seperti kitab Al-Hikam, Aqidatul Awam,Ta’lim Al-Muta’allim, Kifayatul Atqiya’ dll baik dari tingkat pesantren yang dipimpin langsung oleh Kiyai atau dari kelas-kelas diniyah yang dipimpin oleh para ustadz. Alasan ketiga, adalah bahwa para santri adalah orang yang sering disebut “Thalib al-‘ilm” (seorang pencari ilmu), mencari guru yang paling masyhur dalam berbagai cabang pengetahuan Islam. Dengan demikian pengembaraan merupakan ciri utama kehidupan pengetahuan di pesantren dan menyumbangkan terbangunnya kesatuan (homogenitas) sistem pendidikan pesantren, serta merupakan stimulasi bagi kemajuan ilmu.

Era modernitas menjadi tantangan utama bagi mereka, karenanya mereka harus benar-benar siap menghadapi tantangan tersebut. Sesuatu yang dulunya sangat rumit menjadi sangat simpel, seperti halnya kitab kuning klasik yang dulunya berbentuk lembaran-lembaran kertas dan terhimpun menjadi satu kitab, sekarang sangat mudah kita temukan “Copast” nya di internet dengan bentuk PDF dll, begitu pula hukum-hukum fiqh waqi’iyah sudah banyak kita temukan di duniya maya (Internet) tanpa harus repot-repot mencari ibarohnya dalam kitab orisinilnya, lebih-lebih waktu yang sangat berharga yang seharusnya diisi dengan hal-hal yang bermanfaat sudah terdiskreditkan dengan hadirnya Gadget yang terfasilitasi dengan berbagai macam aplikasi media sosial seperti twitter,WA, facebook, line, BBM tanpa difungsikan dalam hal-hal yang bersifat Ukhrawi. Tentunya hal yang demikian (mendahulukan sesuatu yang kurang bermanfaat) tidak menjadi keiinginan para Kiyai-Kiyai pesantren, karena para Kiyai tetap berkeyakinan bahwa kemajuan tekhnologi dan ilmu pengetahuan tidak boleh menjadi tujuan dari kehidupan itu sendiri, tetapi semata-mata sebagai upaya untuk meninggikan derajat manusia dalam usahanya terus mengabdi kepada Tuhan, sehingga dengan demikian tidak melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan ini selaras dengan apa yang didawuhkan oleh Syekh Az-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim Al-Muta’allim:

“Banyak perbuatan manusia yang tampaknya hanya bertalian dengan urusan duniawi, tetapi karena niatnya yang bagus, maka perbuatan tersebut diterima oleh Allah sebagai amal akhirat. Tetapi banyak pula perbuatan manusia yang tampaknya bertalian dengan urusan-urusan akhirat, tetapi karena disertai dengan niat yang buruk, maka Tuhan tidak memberinya pahala yang sama.”

Pungkasnya, modernitas dengan segala fasilitas yang ditawarkan tak bisa dihindari. Sehingga hal itu memantik kita sebagai para santri untuk lebih memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Oleh karena waktu menjadi sesuatu yang sangat “Urgent” untuk dijaga, maka seyogyanya bagi para santri sebagai “Thalibul ‘ilm” hendaknya mempunyai kiat-kiat khusus untuk menjaganya sebagaimana yang diungkapkan oleh Syekh ‘Abdul fattah Abu Ghuddah dalam kitabnya Qimatuz Zaman ‘inda Al-Ulama’ :

“Sesungguhnya hal yang paling penting dijaga sebagai kontroling untuk menghasilkan waktu yang lebih manfaat yaitu: 1. Mengatur/menyusun pekerjaan (terjadwal) 2. Lari dari majlis (perkumpulan) yang sebatas omong kosong atau tidak bermanfaat 3. Meninggalkan bicara yang berlebihan (tidak bermanfaat) dalam segala sesuatu 4. Bersahabat dengan orang-orang yang cerdas dan mulia yang bersungguh-sungguh dalam menjaga waktunya.” Dll.*

*Penulis Alfan Jamil adalah santri PP. Nurul Jadid wilayah Al-Amiri

Editor : Ponirin

Membaca Ala Gus Dur

Membaca Ala Gus Dur

Satu hal yang patut dicontoh dari Gus Dur bagi pembaca adalah keistiqomahan dalam membaca dan menumbuhkan rasa cinta pada ilmu pengetahuan. Jangan biarkan pikiran berpuasa, beri ia makan dengan membaca dan beri ia minum dengan berdialektika.

Gus Dur, sapaan KH. Abdur Rahman Wahid adalah Presiden ke 4 Republik Indonesia.  Cucu dari Pendiri Nahdlatul Ulama’ ini (KH. Hasyim As’ari ) dan putra dari Kiai Wahid Hasyim mempunyai kegemaran dalam membaca buku. Saat ia masih belia hingga mau wafatpun ia masih membaca dengan mendengarkan Audiobook. Ketika kuliah di Universitas Al Azhar salah satu tempat kebiasaannya adalah perpustakaan. Ia terbiasa membaca di perpustakaan Universitas Amerika, Universitas Kairo, atau di perpustakaan Perancis. Gus Dur terbiasa membaca di mana saja, dan apa saja tanpa memilih tempat. Di rumah maupun di tempat menunggu bus ia membaca. Tak ada buku, potongan koranpun ia baca.  Bacaannya luas, tak sekedar kajian keagamaan, filsafat, sastra, puisi dan lain sebagainya. Ia membaca semua karya William Faulkner, novel-novel Ernest Hemingway, puisi Edgar Allan Poe dan John Done, Andre Gide, Kafka, Tolstoy, Pushkin, Karl Marx dan Lenin.  Ia senang berdiskusi dengan mahasiswa dan kaum cendikiawan di kedai-kedai kopi Kota Kairo. Kedai-kedai kopi baginya merupakan sekolah untuk mengasah dan mempertajam intelektualnya (Baca:The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid).

Tidak sampai disitu, Selain menjadi pembaca yang aktif, Gus Dur juga merupakan penulis yang sangat produktif. Semenjak mahasiswa ia menulis esai untuk beragam majalah maupun surat kabar. Karya-karyanya tersebar luas dan dapat dinikmati berbagai kalangan mahasiswa, pemuda dan lain-lain.

Budaya baca yang tinggi telah memberikan efek positif yang sangat besar dalam diri Gus Dur, akan tetapi sangat disayangkan bahwa kebiasaan membaca yang sangat tinggi kurang diimbangi dengan sikap membaca yang baik dan benar. Gus Dur biasa membaca dimana saja, bahkan sejak kecil terbiasa membaca dengan cahaya hanya dari teplok (lampu tempel). Dengan cahaya yang kurang sempurna, hal tersebut membuat efek buruk pada pandangan beliau. Pada usia muda ia sudah berkaca mata minus 15. Keadaan ini diperparah ketika stroke merampas penglihatan Gus Dur. Tetapi dasar Gus Dur, keadaan itu seakan tidak memusnahkan obor semangat untuk tetap membaca dan menambah ilmu.

Menelisik dari kisah diatas, tentu pembaca harus banyak belajar dari Gus Dur. Keteguhannya mencintai bangsa ini, membela mereka yang terpinggirkan tentu tak dapat diragukan lagi. Aspek yang sering dilupakan adalah bagaimana kemampuan Gus Dur dalam membaca dan mengkaji beragam perspektif keilmuan. Membaca berbagai buku yang tentu saja akan membuka kekayaan perspektif dalam memandang persoalan.  Keluwesan berpikirnya didukung oleh tradisi dan budaya kuatnya membaca buku. Ketika mahasiswa ia tak pernah memikirkan berapa uang yang yang ia miliki. Ia selalu memiliki uang yang cukup. Apalagi ia sudah menjadi salah satu kolumnis yang karyanya tersebar di berbagi media.

Tulisan sederhana ini mencoba secara singkat untuk membicarakan minimnya pembaca dan pecinta buku khususnya dikalangan pemuda. Hal ini bisa berkaca pada Negara perancis untuk bisa bangkit dan membudayakan membaca. Pada masa pemerintahan  Raja Louis XV, kondisi sosial politik  Perancis telah memanas akibat kerajaan yang semena-mena. Pada akhirnya terjadi revolusi Perancis yang mampu mengubah sejarah Perancis, bahkan Eropa. Salah satu yang menjadi pemicu revolusi Perancis adalah pemikiran sastrawan bernama Voltaire. Semenjak masyarakat dan kaum pemuda melek membaca, tulisan-tulisan Voltaire ramai diperbincangkan hingga akhirnya memicu gerakan revolusi Perancis pada tahun 1789. Akibatnya, Voltaire dihukum mati oleh pihak pemerintah pada tahun 1778 (Baca:Novel candide).

Negara perancis bisa dijadikan contoh untuk kalangan pemuda masa kini. Bangkit dari keterpurukan melalui peningkatan minat baca. Membudayakan membaca sebagai kebutuhan. Jika kebiasan ini terus digalakkan menjadi kebudayaan bahkan kebutuhan. Bukan tidak mungkin bangsa menjadi negara maju dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

Tulisan ini perlu renungkan dan telaah bersama. Apalagi diera milenial ini cenderung  pemuda malas untuk membaca. Sehingga mudah untuk menuduh dan menghakimi mereka yang berbeda ideologi, keyakinan keagamaan, madzhab, kelas sosial, bahkan beda jamaah pengajian. Malas membaca akut menjaringi beragam kalangan masyarakat. lebih gemar membaca status, cuitan, broadcast di media sosial, dibanding membaca Al-Quran, kitab-kita karya ulama, maupun buku-buku karya penulis-penulis besar. Kita gemar menulis pesan-pesan penuh kebencian dibanding menuliskan kisah-kisah inspiratif penuh makna. Juga menyebarkan pesan-pesan penuh hasutan tanpa berpikir dan menakar serta mencari tahu kebenaraan akan pesan tersebut. malas mendiskusikan dan mendialogkan buku-buku tebal karena dianggap tak praktis dan membuang waktu.

Oleh karena itu, gus dur harus dijadikan contoh pada kehidupan maupun sosial kita dalam mencari ilmu dan kecintaanya pada buku. Warisan yang Gus Dur tinggalkan tidak hanya buku secara fisik, akan tetapi bukti nyata akan kecintaan dan keistiqomahan dalam mencintai buku dan ilmu. Pun warisan yang ditinggalkan Gus Dur. Tidak hanya untuk keluarganya, akan tetapi untuk anak-anak bangsa dan negara, bahwa kita harus cinta ilmu serta tak kenal lelah terus menambah wawasan dengan membaca dan membaca. Gus Dur telah mewariskan teladan yang nyata, dengan segala keterbatasannya. Dengan sakit jasmaninya tidak lantas meruntuhkan rohaninya dalam mengasah kemampuan intelektualnya dengan membaca dan membaca.

 

Penulis : Faruq Al-Mahbuby (Pengurus Asrama Diniyah, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

Genealogi Kecerdasan Paket Komplit milik Gus Dur

Genealogi Kecerdasan Paket komplit milik Gus Dur

Ada banyak sekali penulis baik dari kalangan dosen, mahasiswa, maupun pegiat literasi lainnya, yang sudah menggali, membedah dan meneliti secara ilmiah hingga melahirkan beberapa tulisan mulai dari buku, tesis, skripsi, jurnal, fragmen, sampai quote di lini masa sosial media, tentang sosok Gus Dur ini, ada yang menyebutnya sebagai bapak pelopor multikulturalisme, pluralisme dan nasionalisme serta banyak lagi gelar setara pahlawan yang disematkan kepada beliau. tetapi, ada satu sisi kehidupan Gus Dur yang belum banyak diketahui masyarakat secara umum, baik dunia nyata maupun dunia maya, yakni Darimanakah kecerdasan Gus Dur berasal? Teori genetika, tentulah bukan jawaban yang melegakan bila itu kita berikan sebagai jawaban. Sebab model kecerdasan Gus Dur, kayaknya tak dimiliki oleh saudaranya yang lain. Bahkan tak sedikit orang tua jenius, justru memiliki anak-anak idiot atau setidaknya bodoh dan bebal.

Penulis kurang begitu faham, apakah para neurolog dan dokter ahli bedah otak pernah meronsen struktur otak Gus Dur? Jika peronsenan itu sekiranya pernah dilakukan, penulis menduga bahwa kapasitas otak Gus Dur seyogyanya tak sama dengan otak kebanyakan orang. Sebab nyatanya, misteri otak Einstein telah mampu dipecahkan. Perbedaan sangat mencolok dari otak fisikawan itu, karena terdapat bagian daerah otak yang disebut dengan Area 39, yang jumlah selnya jauh lebih banyak dari umumnya rata-rata otak manusia. Di area inilah otak Einstein mengalami perkembangan dengan sangat pesat.

Menurut para neurolog, jika bagian dari Area 39 ini mengalami trouble-error, seseorang akan mengalami gangguan dalam hal ingatan, abstraksi, respon dan kesadaran, sehingga terjadi hambatan ketika mengeja kalimat atau menghitung angka. Intinya, apabila Area 39 di tabung otak seseorang tak berkembang, maka dirinya akan mengalami keterlambatan untuk mengembangkan potensi intelektualitasnya.

Namun adakah muasal kejeniusan Gus Dur juga sama persis dengan misteri kecerdasan Einstein? Sebab Gus Dur bukanlah kaum “akademisi modern”, yang sepenuhnya menyandarkan kecerdasannya pada keniscayaan logika rasionalitas. Bahkan Gus Dur nyaris tergolong ke dalam kelompok kaum tradisionalis, yang kerap menumpukan intelektualitas kecerdasannya pada tradisi pemikiran yang intuitif, supra-rasional, bahkan tak jarang pula agak irrasional.

Kaum akademisi modern kerap menyuguhkan gemerlap pemikiran yang mengkilap. Sementara para intelektual tradisional lebih menawarkan kesahajaan pemikiran. Sehingga pemikiran kaum akademikus kerap mendobrak kebekuan otak kita, sedangkan para pemikir tradisional senantiasa mengetuk kebuntuan hati nurani kita. Dengan kalimat yang agak konfrontatif, yang satu menyodorkan kecendekiawanan otak dan yang satunya lagi menghidangkan kecendekiaan hati.

Lantas, kedalam kelompok manakah kecerdasan Gus Dur mesti kita golongkan? Jika kita masukkan ke dalam kelompok kaum cendekiawan tradisional, kiranya itu terlampau dipaksakan. Sebab lompatan pemikiran Gus Dur justru seringkali melampaui tradisi pemikiran zaman. Sedangkan kalau kita golongkan pada kelompok kaum akademisi modern, Gus Dur tak begitu setia dengan landasan berpikir yang mereka gunakan.

Bagi perspektif akademisi modern, seluruh kekuatan intelektualitas manusia sepenuhnya disokong semata-mata oleh potensi otak. Bahkan otak tak hanya menyediakan komponen anatomisnya untuk aspek IQ saja, melainkan juga EQ dan SQ. Dengan kata lain, bahwa seluruh potensi intelektualitas, potensi mentalitas dan potensi spiritualitas, adalah merupakan realitas dari aktivitas otak semata. Seakan-akan tak ada satu pun aktivitas manusia baik yang fisikal maupun non-fisikal -yang digerakkan oleh selain aktivitas otak.

Tapi kecerdasan Gus Dur lebih dari sekadar kecerdasan neurologis tersebut. IQ Gus Dur telah berpadu dengan fuâd (potensi hati yang bertanggung jawab pada masalah-masalah rasionalitas). Berbeda dengan otak kognitif yang terkadang bisa “menipu”, fuâd senantiasa berpikir dengan merujuk pada realitas yang objektif. Meminjam idiom al-Quran, fuâd itu tidak mendustakan apa yang dilihat (QS. an-Najm: 11).

Jika Daniel Goleman melahirkan teori intelegensi emosional (EQ) yang dibangun oleh simpul-simpul saraf emosi yang bersarang di otak, tapi Gus Dur beranjak jauh ke depan. EQ Gus Dur telah bertemu dengan shadr (potensi hati yang mengurusi soal kreativitas). Itulah yang membuat kreativitas pikiran intuitif Gus Dur kerapkali melompati ruang dan waktu kekinian. Begitu juga ketika Danah Zohar dan Ian Marshall melengkapai teorinya Daniel Coleman dengan mencetuskan teori kecerdasan spiritual (SQ)SQ Gus Dur malah telah memperoleh bimbingan dari bashirah (kecermatan mata hati) dan lubb (ketajaman pusat hati atau hati nurani). Itulah yang membuat Gus Dur juga dikenal piawai menembus pintu langit (alam metafisik). Dalam konteks ini, kecerdasan Gus Dur jauh melampaui Einstein. Sebab Gus Dur memiliki kecanggihan berpikir dengan menggunakan akal hati yang kejeniusan semacam itu tak dimiliki oleh Einstein. Dengan kata lain, Gus Dur tak saja memiliki kecerdasan yang bersarang di otak semata, melainkan pula memperoleh anugerah kecerdasan yang diselipkan-Nya di lumbung hatinya. Kecerdasan semacam inilah yang penulis sebut dengan istilah Laduni Quotient (LQ). Dengan memadukan IQ, EQ, SQ dan LQ inilah, yang membuat Gus Dur sanggup mempertemukan beragam bentuk pemikiran yang bertolak belakang sekalipun, dan sanggup memecahkan berbagai persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh orang-orang kebanyakan.

Adanya “kecerdasan Gus Dur” tersebut, hendaknya membuat kita waspada ketika memperbincangkan perihal otak manusia. Sebab para neurolog terlanjur menyimpulkan, bahwa kumparan energi yang menggerakkan triliunan sel-sel saraf yang tertampung dalam tabung otak itu tumbuh secara internal-kodrati. Anggapan mereka kalau otak itu berdiri sendiri dan tak ada energi lain yang menyokong gerakannya tersebut, agaknya merupakan suatu kesimpulan yang sungguh agak gegabah. Sebab Gus Dur telah menunjukkan hal itu. Kecerdasan IQ Bapak Guru Bangsa itu telah mendapatkan bimbingan dari fuad, dan pikiran intuitifnya (EQ) memperoleh pula bimbingan dari shadr. Begitupun dengan SQ Gus Dur, juga telah dibimbing oleh bashirah dan lubb.

Itulah yang membuat Gus Dur berhasil menampung dan sekaligus merangkum dua kutub belahan peradaban besar Timur dan Barat, yang hingga kini tokoh-tokoh dunia belum bisa mempertemukannya secara mesra. Kalau sedikit kita tarik ke ranah sosiologis, keberagamaan Gus Dur itu “laa syarqiyyah walaa gharbiyyah”. Keber-Islam-an yang tak hanya melingkupi Timur dan Barat saja, melainkan merahmati pula Utara-Selatan dan seluruh penjuru alam (rahmatan lilalamin).

Dengan kecerdasan model Gus Dur inilah, pertentangan antara peradaban Barat yang dimotori oleh kecendekiawanan otak dan peradaban Timur yang digerakkan oleh kecendekiaan hati dapat dipertemukan secara mesra. Sebab peradaban Barat yang meyakini bahwa otak sebagai pusat segala-galanya dan telah menyediakan kepastian jawaban bagi semua bentuk persoalan, akan berpeluang untuk menghidupkan dan mendengarkan kecermelangan suara hati. Begitupun dengan peradaban Timur yang telah jauh tertinggal di bidang kecerdasan otak, akan rela pula menengok kepiawaian analisis pikiran.

Maka untuk menyelesaikan beragam persoalan hidup yang kian masif, menurut penulis, perlu kiranya kita mencangkok kecerdasan model Gus Dur ini. Sebab Gus Dur telah sanggup menjahit antara kecerdasan otak dan kecerdasan hati dengan benang al-aql. Sebab akal memiliki pikiran juga sekaligus mempunyai hati. Akal pikiran berfungsi untuk memahamai sesuatu yang bersifat kesemestaan; yang faktual, rasional, dan objektif ilmiah. Sementara akal hati, adalah untuk memahami hal-hal yang intuitif dan yang bersifat ruhaniah. Kinerja otak yang digerakkan oleh energi akal, akan berproses menuju pencerahan ruhaniah; sebuah hati nurani yang berkeilahian.

Barangkali potret kecerdasan model Gus Dur inilah, yang selama ini tengah kita idamkan-idamkan bersama; berpikir rasional-ilmiah, mengerti kebenaran dan berpengetahuan ilahiah, faham tentang kearifan, bersifat universal, otentik dan juga abadi.

Penulis : Hamdan Mufidi (Pengurus Asrama Diniyah, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

Belajar Kepemimpinan dari Teladan Terbaik

Belajar Kepemimpinan dari Teladan Terbaik

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik…”(QS. Al-Ahzab:21)

Dalam bukunya yang berjudul Muhammad SAW, The Super Leader Super Manager , Dr. M. Syafii Antonio menjelaskan; Salah satu krisis terbesar yang melanda dunia saat ini adalah krisis keteladanan. Akibat yang ditimbulkan oleh krisis ini jauh lebih dahsyat dari krisis energi, kesehatan, pangan, transportasi dan air. Menurutnya krisis itu disebabkan oleh, absennya pemimpin yang visioner, kompeten dan memiliki integritas yang tinggi sehingga mengakibatkan biaya pelayanan kesehatan semakin sulit terjangkau, manajemmen transportasi semakin amburadul, Pendidikan semakin kehilangan Nurani welas asih yang berorientasi kepada akhlak mulia, sungai dan air tanah semakin tercemar dan sampah menumpuk dimana mana.

Dari pernyataan di atas menunjukkan bahwa, bangsa dan umat ini membutuhkan suri tauladan yang layak untuk di tiru dan sanggup untuk membawa setiap insan Indonesia lebih maju dan bermartabat. Indonesia membutuhkan teladan hampir dalam semua spektrum kehidupan, Lantas siapa kemudian sosok yang layak di jadikan suri tauladan dalam menghadapi krisis besar yang menimpa bangsa ini?

 Berbicara sosok tauladan sejati Dalam Islam, Sebagaimana yang telah dijelaskan  di  dalam  Al-Quran, “Sesungguhnya  telah  ada  pada  (diri) Rasulullah  itu  uswatun  hasanah  (suri tauladan  yang  baik)  bagimu  (yaitu)  bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari  kiamat dan  dia banyak  menyebut  Allah.”  (QS.  Al-Ahzaab:  21). Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa Nabi Muhammad Saw merupakan  sosok  teladan yang baik (uswatun khasanah) bagi setiap penganutnya.

Kehidupan  Rasulullah  saw memberikan  kepada  kita  contoh-contoh mulia,  baik  sebagai  pemuda  Islam  yang lurus perilakunya dan terpercaya di antara kaum  dan  juga  kerabatnya,  ataupun sebagai  da’i  kepada Allah  dengan hikmah dan nasehat yang baik, yang mengerahkan segala  kemampuan untuk  menyampaikan risalahnya.  Juga  sebagai  kepala  negara yang  mengatur  segala  urusan  dengan cerdas  dan  bijaksana,  sebagai  suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang,  sebagai  panglima  perang  yang mahir, sebagai negarawan yang pandai dan jujur,  dan  sebagai  Muslim  secara keseluruhan  (kaffah)  yang  dapat melakukan  secara  imbang  antara kewajiban  beribadah  kepada  Allah  dan bergaul  dengan  keluarga  dan  sahabatnya dengan baik

Keteladanan yang  diberikan  oleh  Nabi Muhammad  saw  memiliki  makna  yang sangat  luas.  Bukan  hanya  keteladanan dalam  hal  ibadah  ritual  keagamaan  saja, melainkan  keteladanan  dalam  seluruh sektor  kehidupan.,  termasuk  di  dalamnya keteladanan dalam hal kepemimpinan  dan manajemen

Dalam hal kepemimpinan, Misalnya; Empat fungsi kepemimpinan (the 4 roles of leadership) yang dikembangkan oleh Stephen Covey. Konsep ini menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki empat fungsi kepemimpinan, yakni sebagai perintis (pathfinding), penyelaras (aligning), pemberdaya (emporwering), dan panutan (modeling). semua fungsi ini ditemukan pada diri nabi Muhammad SAW.

Fungsi perintis, mengungkapkan bagaimana upaya sang pemimpin memahami  dan memenuhi kebutuhan utama para stakeholder-nya, misi dan nilai-nilai yang dianutnya, serta yang berkaitan dengan visi dan strateginya, yaitu ke mana institusi dan lembaganya akan dibawa dan bagaimana caranya agar sampai ke sana.

Fungsi ini ditemukan dalam diri nabi Muhammad SAW karena beliau melakukan berbagai langkah  dalam mengajak umat manusia ke jalan yang benar. Nabi Muhammad SAW telah berhasil membangun suatu tatanan sosial yang modern dengan memperkenalkan nilanilai kesetaraan universal, semangat kemajemukan dan multikulturalisme, rule of law , dan sebagainnya. Sistem sosial yang diakui terlalu modern dibanding zamannya itu dirintis oleh nabi Muhammad SAW dan kemudian dikembangkan oleh para khalifah sesudahnya.

Fungsi penyelaras, bagaimana pemimpin menyelaraskan keseluruhan sistem dalam organisasi agar mampu bekerja dan saling sinergis.

Nabi Muhammad SAW mampu menyelaraskan berbagai strategi untuk mencapai tujuannya dalam menyiarkan agama islam dan membangun tatanan sosial yang baik dan modern. Sebagai contoh dalam perjanjian hudaibiyah yang pada akhirnya menguntungkan kaum muslimin, nabi muhammad juga dapat menjalin hubungan diplomasi dengan suku-suku sekitar Madinah.

Fungsi pemberdayaan, upaya pemimpin untuk menumbuhkan lingkungan agar setiap orang dalam organisasi mampu melakukan yang terbaik dan selalu mempunyai komitmen yang kuat.

Sejarah membuktikan bahwa beliau mampu mensinergikan  berbagai potensi yang dimiliki pengikutnnya untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh; bagaimana mempersaudarakan sahabat anshar dan sahabat muhajirin.

Fungsi panutan, bagaimana pemimpin dapat menjadi panutan bagi karyawan, bagaimana bertanggung jawab atas tutur kata, sikap, dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Sejauh mana dia melakukan apa yang dikatakannya.

Nabi Muhammad merupakan seseorang yang melaksanakan apa yang beliau katakan (walk the talk).  Sebagai contoh: dalam hal dermawan beliau orang yang paling dermawan, pribadi yang bagus, beliau memikul batu, membawa linggis ketika menggali parit (khandak).

Oleh karena itu kita, sebagai umatnya sudah sepantasnya menempatkan dan memposisikan beliau sebagai sosok tauladan yang ideal dalam berbagai spektrum kehidupan. Sebagaimana yang telah di sampaikan weinngan maxim mantan panglima pasukan Prancis  yang pernah juga menjabat duta besar di Syria dan Lebanon dalam sambutannya pada acara maulid nabi di Beirut pada pada tahun 1925, ia menyampaikan; “meskipun umat islam memperingati maulid nabi Muhammad, namun hal itu sangat kecil artinya. Karena dia telah memberi kepada mereka sebuah agama yang lebih tinggi dari seluruh agama yang ada. Dia perwujudan pribadi besar, seorang moralis besar dan dalam syariatnya ia adalah imam para nabi. Maka kepada orang berkeadilan jika diserukan untuk memperingati semua tokoh sejarah, maka di antara mereka yang berada di urutan teratas adalah nabi Muhammad sang penglima tertinggi itu, untuk mewujudkan syariat Allah di muka bumi dan untuk memusatkannya ke dalam dada semua orang”

Rujukan;

Dr. M. Syafii Antonio. (2015). Muhammad SAW The Super Leader Super manager. Jakarta:Tazkia Publishing

Dr. Al-Buty. (2009). THE GREAT EPISODES OF MUHAMMAD SAW. Menghayati Islam dari Fragmen Kehidupan Rasulullah Saw. Jagakarsa :Noura Books.

Khalil Yasin. (1989). Muhammad di Mata cendikiawan barat. Jakarta:Gema Insani Press

Penulis : Imron Sadewo (Pengurus Asrama Diniyah, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

Cara Meneladani Sifat Rasulullah

Cara Meneladani Sifat Rasulullah

Meninjau kepada aspek kehidupan tidak akan terlepas dari suatu pembahasan mengenai peran manusia selaku makhluk sosial dan pelakunya. Manusia diciptakan Allah Swt. dengan keadaan yang paling sempurna dibanding dengan makhluk Allah lainnya. Guna mengatur setiap aspek kehidupan manusia, Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk melalui seorang hamba pilihan-Nya, yaitu Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. menjadi patokan tindak tanduk setiap manusia, berbagai macam contoh dan keteladanan sikap dan sifat Beliau sejatinya sudah mampu menjadi patokan perilaku kehidupan manusia di dunia. Akhlak yang dimilikinya, serta seluruh sifat yang muncul dari fitrahnya membuat sebuah konsep kehidupan yang lebih manusiawi dan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial dan kebersamaan.

Kewajiban bagi umat manusia terutama muslim adalah beriman kepada Rasulullah Saw. dengan sepenuh hati dan keyakinannya. Dalam hal ini, manusia seyogyanya meniru sikap dan perilaku beliau dalam setiap aspek kehidupan di dunia. Mulai dari hal terkecil misalnya makan dan minum sampai pada hal-hal besar yang menyangkut interaksi manusia dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Di samping sebuah kewajiban untuk mencontoh seluruh perilaku baik dari Rasulullah Saw. manusia sudah seharusnya mencintai Rasulullah Saw. dan merindukan pertemuan dengannya. Dengan giat dan gigihnya Beliau membawa ajaran Islam yang benar meski menuai banyak cobaan baik berbentuk fisik maupun non-fisik. Suatu teladan yang sangat baik bagi kehidupan manusia seutuhnya.

Kembali pada proses mencintai Nabi, untuk sampai pada cinta terhadap Nabi, tidak hanya dengan kata-kata semata, melainkan harus selayaknya orang yang benar-benar cinta. Mengikuti segala macam perilaku serta karakteristiknya dan mencontoh segala sikap yang ada dalam teladan yang sempurna tersebut adalah wujud dari mencintai Nabi sebenar-benarnya cinta.

Tidak sampai disana, kewajiban taat dan patuh pada semua sunnah yang diperintahkannya termasuk dalam wujud kasih sayang yang nyata. Karena meski tidak bertemu dengan Beliau, kita merasakan kehadiran Beliau dengan melakukan segala bentuk perbuataan baik ibadah maupun perilaku keseharian sesuai dengan tuntutan dan ajaran Rasulullah Saw.

Proses meneledani Rasulullah memang tidaklah mudah, dibutuhkan perjuangan yang ikhlas dan benar-benar didasari iman yang kokoh didalamnya. Beliau dengan segala sifat sempurnanya dan perilaku mulianya adalah standar yang paling tepat untuk solusi dan contoh bagi kehidupan umat manusia.

Dengan predikat yang diberikan kepada Nabi, seperti Shidiq, Amanah, Fathonah dan tabligh Rasulullah memiliki berbagai macam bentuk perilaku yang sudah sepatutnya kita menjadikan hal tersebut sebagai rujukan dalam bertindak dan berbuat. Tujuan dari ini semua tidaklah sekedar aplikasi dari rasa cinta kepada Rasulullah, namun mengikuti apa yang Beliau ajarkan akan membawa kita pada ketentraman hidup dan derajat yang mulia.

Penulis : Muhammad Lutfi (Pengurus Asrama Diniyah, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

aku akan berpayung pelukanmu

Aku Akan Berpayung Pelukanmu

Gemerincing suara hati dalam khayalku

berteriak ingin mengelus pipimu yang halus

jiwaku meronta-ronta gemetar di pinggir sungai kemesraan

 

Ibu

kau yang memiliki bibir delima

telah kau campakkan hatiku di samudra jiwamu

hingga hatiku tersesat di pinggir jantungmu

 

aku lari mengejar kelopak matamu yang rindang

ku ingin berteduh berpayung pelukanmu

biar rasa ini menikmati bunga-bunga yang melilit tubuhmu itu

 

pagi ini bersama secangkir kopi

ku merindukan saat kau menatapku

 

Ibu kau puisiku tanpa judul

 

Penulis : PUJANGGA PESISIR

mother’s day commemoration in building a good impression for children

Mother’s Day Commemoration in Building a Good Impression for Children

As an affection of incredible woman who is commonly called as mother toward the children is certainly started off when they are pregnant of their child.This is what mother expects the child to own great future in adult.Therefore,how big their affection is,they guide the child every time.But ironically,nowadays ,mostly childrens donot obey on the mother such childers who do not respect the mother caused by being influenced of a lot of online games there are really famous in the world.So, it becomes a question that on how to build a good impression for childrens by mothe’s day commemoration.

Basically,mother’s day is a day of mother’s affection commemoration.Where,it is commonly commemorated on 22nd December in every years.As prophet Muhammad ever once stated that “the great parent whose great affection in guiding child is mother’’.So,that statement which obligates us tobe obey our mother.

Broadly speaking,the affection of mother is the biggest than another parent because, mother is really strenuous in delivering their child.Also the first teacher who guides us is mother.such mother guide us on how to talk and others.In commemoratim mother’s day is not eworthy for all childerns.In order that becomes good impression for childerns.because of such the problem in the background above is numerous childrens do not have obedience toward the mother caused by influenced by a lot of online game in the world.Therefore,we as childerns and luckily there is great woman whom we belong that is mother.We must really love her.As what as the song of Roma irama “if you are obedienct of your king,you are better tobe obedient of your mother.If you love with your dear,you are better to love your mother because as commanmend of ALLAH”the blessing of ALLAH is at parents,and the heaven is in the foot of mother”caused by those we should realize together that mother is the most important part of humans being.

Unfortunately,exasperation complicates the world to actualize that mother is the most important human of human being,those are:

1.globalization westernizes the child to own western lifestyle that is individuality life,they will leave their parent when they have been adult

2.many young parents those are caused by free sex do not really care on the child

How to fix those?perhaps, by following these manners below we can fix it:

1.Indonesian as eastern people should always respect to the parent and selective in facing western culture

2.Shouldly,Indonesia young people leave bad environtment and selective in looking for friend

Last of all we as the young countrymen must respect on our parent especially mother who had born us to live with the current of this universe.

Penulis : Ainur Rosyid (Peserta Didik LIPS SMP Nurul Jadid)

Lembut mu

Lembut mu

Lembut mu…..

Kehidupan ini serasa tak terasa

Kehidupan ini kulalui dengan ria tawa

Yang menggema seakan terdengar oleh sorotan mata

Ku tak tau

Bagaimana dirimu selama kau

Membobotku kemana pun kau pergi

Rasa letih seakan tak pernah hadir

Di hari-harimu

Lembut mu…

Perjuangan mu begitu besar

Nyawaku bergantung pada mu

Sedih yang di iringi oleh tawa

Ketika dirimu memandang seseorang yang kecil

Dengan matanya yang sedang melihat indahnya dunia

Itulah diriku

Lembut mu…

Senyum yang selalu terukir di wajahmu

Sentuhanmu begitu lembut

Serasa seperti ada kenyamanan

Tapi diriku tak mengerti atas kenyamanan yang kau berikan

Kasih sayang yang kau hadirkan untuk ku

Lagi-lagi memberikan kenyamanan

Hanya satu kata jikalau diriku di sisi mu

Kenyamanan…

Akan tetapi ku tak mengerti apa itu kenyamanan

Lambat lalu hari-hariku

Ku alami dengan kesenangan

Seakan tiada hari tanpamu

Lembut mu…

Waktu yang terus berputar

Mengingatkan ku atas perlakuanmu yang membuatku

Melayang hingga langit ketujuh

Menyadarkanku atas semua itu

Tetapi bagaimana caraku membalas semuamu

Jiwa ini tak bisa menghadirkan hal yang sama

Entah bagaimana diriku terapung dalam kebingungan

Hanya hampa yang kau rasakan ketika di sisi ku detik ini

Tetapi mungkin satu kalimatku yang akan membuatmu teringat

Dalam satu ikatan hati”AKU CINTA IBU KARNA ALLAH”

 

Penulis : Ahmad Firdaus Perdana (Peserta Didik LIPS, SMP Nurul Jadid)