Pos

Kontribusi Besar Seorang Ibu bagi Kemajuan Bangsa

Kontribusi Besar Seorang Ibu bagi Kemajuan Bangsa

73 tahun telah berlalu sejak Founding Father kita, bapak Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Selama itu pulalah bangsa kita telah berusaha membangun peradabannya secara mandiri tanpa harus dicekal oleh bangsa asing yang sempat hinggap menjadi benalu di tubuh bangsa kita yang tercinta ini.

Akan tetapi, dalam kurun waktu yang lebih dari setengah abad ini, negara kita masih tetap berstatus sebagai negara berkembang. Bahkan, negara kita masih jauh tertinggal oleh Malaysia, negara yang baru merdeka sekian tahun setelah negara kita merdeka, dan itupun berkat bantuan dari negara kita.

Lalu apa yang salah dengan bangsa kita sehingga tak mampu bersaing di kancah global dengan negara-negara lain ? padahal, negeri kita memiliki julukan “tanah surga” karena kekayaan alamnya yang melimpah ruah tak terkira jumlahnya. Sebut saja gunung emas yang berada di Papua dan Nusa Tenggara Barat (NTB), gas bumi yang terdapat di beberapa tempat tertentu seperi kawah Ijen, dan tanah yang begitu subur sehingga mampu membuat batang pohon tumbuh cukup dengan menancapkannya di tanah.

Hal ini seakan menunjukkan betapa mirisnya keadaan bangsa kita hingga tak mampu memaksimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada. Oleh karena itu, merupakan sebuah keniscayaan bagi kita untuk mencetak generasi emas yang mampu memanfaatkan kekayaan alam yang ada dengan signifikan sehingga mampu membawa bangsa kita bersaing dengan bangsa-bangsa lain di kancah internasional.

Terdapat beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembentukan kader bangsa yang brilian ini. Diantaranya lingkungan, pergaulan, dan terutama orang tua. Tak dapat dipungkiri bahwa orang tua memiliki kontribusi besar dalam membentuk insan kamil yang nantinya akan meneruskan tongkat estafet perjuangan bangsa kita kedepannya.

Jika ditelisik lebih dalam lagi, dapat ditemukan bahwa ibu memiliki peranan yang lebih besar ketimbang ayah. Karena ibu merupakan orang pertama yang mampu berinteraksi dangan seorang anak ketika baru lahir. Bahkan, kondisi seorang ibu sangat berpengaruh terhadap kondisi seorang anak, terutama ketika dalam masa kehamilan hingga si anak berhenti menyusu kepada si ibu.

Diantara peranan yang mampu disumbangkan seorang ibu dalam mencetak penerus bangsa kita yang cemerlang adalah :

  1. Menanamkan akhlak mulia. Akhlak atau tatakrama yang baik sangatlah penting untuk diajarkan sejak dini. Karena ilmu meski tak terhingga banyaknya jika tak diiringi dengan dengan akhlak yang baik bisa mengantarkan empunya kedalam perbuatan-perbuatan yang tak layak dilakukan, apalagi oleh orang dengan tingkat intelektualitas yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan perkataan seorang ulama ternama Islam Abu Hamid Al-Ghazali yang bunyinya “حركات الناس بحسب عقيدتهم” dengan arti “gerak-gerik seseorang sesuai dengan apa yang diyakini olehnya”.

Oleh karena itu, seorang ibu yang memiliki kasih sayang begitu besar terhadap seorang anak seyogyanya menanamkan tatakrama yang baik dalam diri anaknya sejak masa balita, agar anak tersebut dapat tumbuh menjadi manusia yang baik dalam berinteraksi dengan sesamanya.

Karena seorang anak pada umumnya akan menirukan apapun yang dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri dan tumbuh sesuai dengan apa-apa yang telah menjadi asupannya sehari-hari. Hal itu secara tidak langsung masuk kedalam alam bawah sadarnya dan menjadi keyakinan yang ia pegang teguh dalam hidupnya.

Terbukti ada seorang anak keturunan raja pada masa dahulu yang terbiasa menyaksikan proses eksekusi mati di kerajaannya sejak kecil tumbuh menjadi pribadi yang sangat suka membunuh, dan bahkan jika tak menemukan orang yang bersalah untuk dibunuh dia akan membunuh warganya secara acak.

Selain itu, jika akhlak suatu bangsa telah rusak, maka bisa dipastikan bahwa tak lama lagi bangsa tersebut akan binasa. Karena, meski bangsa tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang tak diragukan lagi keilmuannya akan tetapi akhlak mereka buruk, maka tak menutup kemungkinan mereka akan menggerogoti bangsa mereka sendiri.  Baik dengan mengorupsi keuangan negara, mengedarkan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) kemana-mana, maupun mengorbankan orang banyak demi merealisasikan keinginan pribadi.

Kita tentunya tak ingin bangsa kita hancur disebabkan oleh masyarakatnya sendiri, seperti halnya yang telah menimpa bangsa Yunani yang dulunya merupakan bangsa yang adidaya akan ilmu pengetahuan dengan filsafatnya.

  1. Menanamkan mindset Salah seorang ilmuwan besar Amerika, Carol S. Dweck P.hD mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul “Mindset : The New Psychology of Success” bahwa pola pikir (mindset) setiap orang terbagi menjadi dua, yaitu :
  2. Mindset tumbuh (growth mindset). Orang dengan pola pikir seperti ini cenderung pantang menyerah dan menghargai usaha serta tak bergantung terhadap hasil tes. Orang seperti ini pada umumnya akan merasa tertantang ketika tak dapat menyelesaikan suatu hal dengan baik. Dan ia akan terus berusaha serta meningkatkan usahanya untuk dapat menaklukkan sesuatu yang tak dapat ia taklukkan dan meneruskannya hingga ke tingkat yang lebih tinggi.

Dan pada umumnya orang seperti inilah yang pada akhirnya mampu meraih kesuksesan yang cemerlang dalam hidupnya meski ia memulai usahanya dengan hasil yang begitu buruk.

  1. Mindset tetap (fixed mindset). Orang dengan pola pikir seperti ini biasanya bergantung terhadap hasil tes dan potensi bawaan sejak lahir. Ketika ia menjalani sebuah tes dalam bidang tertentu dan mendapatkan hasil yang buruk, ia akan menganggap bahwa dirinya memang tak berbakat dalam bidang tersebut dan menganggap orang yang mendapat hasil baik merupakan orang yang memang berbakat sejak lahir sehingga tak perlu usaha untuk mendapatkan hasil yang baik.

Orang seperti ini pada umumnya ketika sukses dalam suatu bidang akan berusaha mempertahankannya dan tak memberi peluang kepada orang lain untuk merebutnya. Bahkan walaupun dia harus berbuat curang untuk mewujudkan hal tersebut.

Dalam hal ini, merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang ibu untuk menanamkan mindset tumbuh dalam diri anaknya sejak kecil dengan cara memberikannya tantangan-tantangan kecil kepadanya. Ketika si anak gagal, maka si ibu terus memberinya semangat agar terus berusaha untuk menaklukkan tantangan tersebut. Dan hal ini dilakukan terus menerus dengan menaikkan tingkat kesulitan tiap kali sebuah tantangan berhasil ditaklukkan.

  1. Memberikan pendidikan yang berkualitas. Merupakan sebuah keniscayaan bahwa salah satu faktor yang urgen dalam membangun negara yang maju adalah tingginya kualitas pendidikan negara tersebut. Ketika penduduk suatu negara memiliki intelektualitas yang tinggi, maka negara tersebut akan menemukan berbagai inovasi-inovasi baru yang mampu membuat negara tersebut bersaing dengan negara-negara lain di dunia.

Untuk mewujudkan masyarakat yang intelek, peran orang tua sangatlah berpengaruh, karena seorang anak dapat mengenyam pendidikan hingga ke jenjang yang tinggi bila dibiayai oleh kedua orang tuanya.

Dan dalam memilih suatu instansi pendidikan, orang tua tak bisa sembarangan memilih. Karena harus disesuaikan dengan disiplin ilmu yang disenangi dan diminati oleh sang anak. Karena jika tidak, maka anak tersebut akan menjalani hari-harinya dengan keterpaksaan. Dengan demikian pembelajaran yang dikenyam oleh sang anak-pun tak akan berjalan kondusif.

Selain itu, instansi yang dipilih seyogyanya juga merupakan instansi yang memiliki kualitas tinggi dalam mendidik peserta didiknya serta kurikulum yang sudah teruji. Karena dengan demikian, seorang anak dapat tumbuh menjadi seorang yang melek pengetahuan dan menjadi ahli dalam bidang tertentu yang dia kehendaki.

Ketika hal ini sudah tercapai, maka tak menutup kemungkinan seorang anak akan menjadi ilmuwan ternama yang dapat menemukan berbagai penemuan terbaru yang kreatif serta inovatif.

 Ketiga hal inilah, yang menurut hemat penulis dapat dilakukan oleh para ibu di seantero negara Indonesia agar dapat memberikan sumbangsih yang besar demi kemajuan negara kita kedepannya.

Dan ketika ketiga hal tersebut telah mampu dilakukan oleh mayoritas ibu di negara kita yang tercinta ini, dalam beberapa tahun kedepan negara kita pastinya dapat mengejar ketertinggalan dan pada akhirnya mampu bersaing dengan negara-negara lain di kancah internasional. wassalam

Penulis : Ali Hasan Sholeh (Santri Aktif MAPK Nurul Jadid)

For you mom

For you mom

For all the merits exposed

For lovely affection devoted

For every life meaning acquainted

And for each tear fallen down

Mom, I’m sorry

I don’t posses a powerfull body to reply all your merits

My heart is too weak to affect you as deep as you do

My mind is very simple-minded even just to utter beautiful words for

Your smile, even just to raise your pride on everybody’s eyes, even

Just to reach the dream you exprct me to br, even just to do and

Behave like what you always remind me about

I’m just kinda hell for u

Mortifying you in often

Hurting your heart as always

I just bring nothing but cries

I disappoint you even for today

In this day to commemorate

I could not say anything but I love you so

Penulis :  Amirul Wahid (Peserta Didik Aktif LPBA, Pondok Pesantren Nurul Jadid)

mimbar santri putra hsn2017

Puisi untuk KH Zaini Mun’im Pada Acara Mimbar Santri

nuruljadid.net- Peringatan Hari Santri Nasional, Minggu (22/10/2017) dirayakan dengan pelbagai cara. Di Pondok Pesantren Nurul Jadid santri diberi ruang untuk berekspresi di atas panggung atau disebut Mimbar Santri, Kamis (19/10/2017).

Salah satu santri Nurul Jadid, Baidowi dari Asrama Mahasiswa menampilkan puisi karangannya sendiri. Puisi tersebut diciptakan untuk mengenang jejak perjuangan pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH Zaini Mun’im.

Dengan intonasi berapi-api Baidowi membuat suasana malam Jumat menjadi hening. Berikut teks puisinya.

Untukmu Negeri

Untukmu jiwa raga kami
Merahmu sumbu semangat kami
Putihmu suci selendang ilahi
Kibar benderamu kobarkan kerinduan abadi
Kami para santri.

Assalamualaikum
Identitas kami identitas abadi
Takkan terhapus oleh waktu
Takkan padam karena zaman
Dan takkan hilang karena gejolak, ataupun kongkalikong yang tak juga reda.

Untukmu negeri
Tujuh puluh dua tahun silam
4 hari 4 malam
Bumi kita pertiwi dibasuh, disucikan dengan darah dan air mata para santri.
Corong-corong masjid dan mushollah
Dari kota hingga pelosok desa
Tak henti dan tak reda akan gema suara takbir

Assalamualaikum yaa Syaikhona Zaini
Kami rindu padamu
Rindu akan semangat juangmu
Rindu akan ketegasanmu
Rindu akan pengorbananmu
Rindu kasih sayangmu
Rindu akan tutur dan dawuhmu
Kami rindu.

Dibawah cahaya rembulan dan bintang-bintang
Malam ini kami mengadu;
Perjuangan kami tak seberat perjuanganmu
Jalan terjal kami tak seterjal jalanmu
Kini kami terseok
Terjengkal oleh keadaan
Terperosok oleh keinginan dan harapan yang fana
Perbedaan di permasalahkan
Seragam dan logo dijadikan gengsi-gengsian.

Tuntun kami menunaikan cita-cita sucimu
Ridoi kami menjadi santrimu yang sesungguhnya.

(Jawahir)

Begal dan Kekeringan Spritualitas

Dalam realitas kehidupan sehari-hari kita sering kali diperhadapkan pada situasi-situasi dimana persoalan baik dan buruk menjadi demikian pelik. Realitas hidup yang tak selalu mudah memaksa kita untuk bergulat dengan pilihan-pilihan moral yang tidak dengan serta merta semudah memilah antara hitam dan putih.

Kehidupan sekarang semakin kompleks, perubahan yang sangat cepat, persaingan tidak bisa dihindari  pertukaran nilai yang tak bisa dibendung. Kemajuan filsafat, sains, teknologi, telah menghasilkan kebudayan yang semakin maju, proses itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin maju mengglobal ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral.

Manusia saat ini kebanyakan menjadikan kehidupan dunia adalah kehidupan yang abadi, sehingga melakukan apa saja seakan tanpa terikat dengan aturan agama. Untuk itu , Otak kita hanya diisikan oleh realita, bahkan untuk sekedar berharap saja rupanya membutuhkan sebuah keberanian daqn taat akan aturan-atauran ilahi, yang memang dibuat untuk menjaga kemaslahatan hmba.

Salah satu perbuatan yang sangat mengerikan saat ini adalah begal. Begal adalah suatu perbuatan jahat berupa perampasan barang atau harta yang dipakai atau dikenakannya, ini seperti kasus kejahatan berupa penjambretan, penjarahan, serta perampasan. Bahkan, begal itu adalah sebuah segerombolan atau biasanya terdiri dari beberapa orang (lebih dari satu) yang melakukan tindak kejahatan berupa perampasan harta benda serta penjarahan perhiasan yang dikenakan oleh korban.

Dalam setiap agama apapun tindakan kejahatan suatu perbuatan tercela. Perbuatan ini adalah prilaku dimana tuhan tidak akan membiarkan tindakan semacam ini dan pasti ada tindakan tegas berupa siksa.

 

Akal tak Lagi Berfungsi

Ada kerusakan akal pada pelaku begal ini, nilai logik berkaitan dengan berpikir, memahami, dan mengingat akan tindakan yang dilakukannya tidak lagi berfungsi. Seharusnya akal mampu menjadi sopir aktifitas kesehariannya. Agar mampu menghasilkan pikiran, pemahaman, pengertian, peringatan (ingat)  adalah menjadi buahnya. Nilai ini menjadi dasar untuk berbuat, bertindak. Allah dalam alquran banyak berfirman agar kita berfikir dengan sebutan lubb atau aqal dalam memahami alam ini diantaranya.

 “dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali Imran : 7).

Dalam ajaran islam akal memiliki kedudukan yang tinggi dan sering dimanfaatkan dalam perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perkembangan ajaran-ajaran islam. Sebab kita meyakini juga bahwa hampir semua kaum muslimin berupaya dan berusaha mengambil manfaat akal dalam pengajaran agama dan penjelasan keyakinan agama secara argumentatif.

Pelaku kejahatan tidak mampu menggunakan akalnya dengan baik, hal ini bisa jadi karena lemahnya pendidikan. Pendidikan merupakan proses untuk memberikan penyadaran dan pengetahuan. Jika transpormasi pengetahuan menjadi ilmu dalam dirinya, maka akan sulit untuk melakukan tindakan tidakan yang salah.

Kejahatan dan Kekeringan Spritualitas

Baik dan buruk adalah sebuah pilihan dalam hidup, tuhan memberikan dua bentuk (jahat dan baik) sebagai ujian bagi hambanya untuk mengetahui kualitas keimanannya. Bagi hamba yang tergerak untuk selalu menjadi yang terbaik dalam kesehariannya (sabiqun bil khoirot) adalah mereka yang sangat beruntung karena hati dan pikirannya mendapatkan cahaya ilahi. Begitu juga sebaliknya, bagi hamba tuhan yang melakukan kejahatan, ia kurang berupaya menggunakan potensi akalnya, sehingga ia kalah dengan ajakan-ajakan nafsu. Kekeringan spritualitas merupakan problem utama dalam diri seseorang yang selalu melakukan tindakan tindakan yang kurang baik.

Kekeringan spiritualitas itu bahkan bisa menjadi bencana yang mengancam masyarakat kita bila tidak segera disadari dan diatasi. Bagaimana hal itu bisa dicegah dan diatasi? Kita perlu melihat secara jernih ke dalam lubuk hati dan cara berada kita selama ini. Sejatinya dalam diri kita sudah tertanam nilai-nilai keilahian dari Sang Pencipta, yakni kasih sayang, suka damai, adil, ketakwaan, kejujuran, persaudaraan dan saling menghargai. Itulah nilai-nilai ilahi yang mengangkat kita sebagai manusia bermartabat dan beraklak moral tinggi.

Agama-agama yang dianut masyarakat kita juga telah mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai tersebut. Persoalannya, apakah nilai-nilai tersebut benar-benar sudah tertanam dan mewujud dalam cara hidup (pikiran, perasaan dan tindakan) kita? Pertanyaan lebih lanjut, apakah cara beragama kita sungguh sudah otentik, atau hanya sekedar formalitas? Spiritualitas (yang berasal dari kata dasar “spirit”: ruah, roh) adalah sebuah pengalaman akan kehadiran Roh (Yang Ilahi) yang menjadi daya dan menggerakan seluruh diri kita. Spiritualitas menjadi sebuah gaya hidup yang digerakkan Roh Allah. Maka seluruh cara mengada kita akan dijiwai oleh nilai-nilai atau keutamaan keilahian yang ditanamkan Allah di dalam diri kita.

Seseorang yang memiliki spiritualitas mendalam, gaya hidupnya pasti digerakkan dan dijiwai oleh nilai-nilai tersebut. Dia peka dan mudah tergerak untuk mewujudkan nilai-nilai kasih, damai, kejujuran, keadilan dan kepedulian dalam seluruh hidupnya. Kedalaman spiritualitas seseorang akan dapat dilihat bukan sekedar dalam ritual, simbol-simbol dan praktek formal keagamaan yang dilakukan, namun sungguh nyata dalam seluruh kehidupan sehari-hari.

Wallahu’alam

 

Penulis : Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid dan Anggota Comics (Community of Critical Social Research) Probolinggo)

Kiai Zaini dan Kemakmuran Petani Tembakau

Tepat pada tanggal 23 April 2017 ini, Pondok Pesantren Nurul Jadid akan melaksanakan Haul Pendiri dan Harlah untuk mengingat perjalanan perjuangan para pendahulunya (manakib). Para masyakhih yang telah mendahului menghadap ke hadirat Allah. Telah banyak meninggalkan jasa dalam mewarniai dinamika keummatan dan kebangsaan. Di dalam tradisi pesantren, memperingati sejarah perjuangan para pendahulu terutama pendiri pesantren sebuah keniscayaan. Hal ini diharapkan mampu menghadirkan pengetahuan terhadap sepak terjangnya supaya bisa menjadi ibrah bagi masyarakat pesantren dalam menjalani hdup daam sehari-hari.

Para pendiri pesantren dengan kealiman dan keistikamaannya dalam menjalankan agama mampu menjadi pioner dalam menjaga tradisi salafus sholih. Tradisi yang berlandaskan alqur’an dan hadits, tidak terkecuali Kiai Zaini Mun’im.  Dia adalah seorang ulama yang berasal dari pulau garam madura, keturunan dari orang yang mempunyai kharisma di daerahnya. Dalam sejarahnya ia tidak ingin mendirinkan pesantren, datang ke bumi jawa menghindari keberingasan belanda. Karena belanda, menganggap kiai zaini adalah salah satu bantu sandungan untuk memuluskan keinginannya dalam merebut bumi pertiwi. Intimidasi para penjajah terhadapnya tidak menyurutkan semangat juang dalam menjaga harkat dan martabat bangsa. Meski ia menyadari bahwa ancaman-ancaman demi ancaman itu, akan membahayakan terhadap keselamatan diri dan keluarganya. Namun, totalitas perjuangannya mampu melenyapkan ketakutan-ketakutan.

DesaTanjung, Pilihan Dakwahnya

Setelah mendapatkan restu dari KH. Syamsul Arifin ayahanda KH. As’ad Syamsu Arifin Sokorejo Situbondo agar desa tanjung menjadi tempat pilihan dakwahnya. Maka, KH. Zaini Mun’im memutuskan untuk menetap di desa ini bersama keluarganya. Namun sebelumnya KH. Zaini mengajukan beberapa tempat ke KH. Syamsul Arifin dengan membawa contoh masing-masing tanah. Selain tanah karanganyar, adalah tanah GenggongTimur, dusun kramat, Kraksaan Timur, desa Curahsawo Probolinggo, dan dusun Sumber Kerang. Namun, tanah yang di pilih adalah tanah desa tanjung, akhirnya KH. Syamsul Arifin memerintahkan agar Kiai Zaini menetap di desa itu.

Ini sesuai dengan isyarat yang di alami oleh Kiai Zaini pada saat ia mengambil tanah di desa tanjung, tiba-tiba menemukan sarang lebah dan dipahami jika mendirikan pesantren di tempat ini akan banyak santrinya. Sedangkan isyarat yang lain datang dari KH. Hasan Sepuh Genggong, saat Kiai Hasan sepuh mendatang sebuah pengajian dan melewati desa ini (tanjung) ia berkata pada kusir dokarnya “ di masa mendatang, jika ada kiai atau ulama yang mau mendirikan pondok di desa ini, kelak pondo tersebut akan menjadi pondok besar, dan santrinya akan melebihi santri saya.”

Pada mulanya di desa sangat memprihatinkan, banyaknya binatang buas, sepinya masyarakat yang bercocok tanam, dangkalnya masyarakat memahami agama, untuk yang terakhir ini terlihat jelas dengan praktik keagamaan yang dilakukan masyarakatnya, misanya, dengan keberadaan pohon besar yang tidak boleh di tebang dan di yakini sebagai pembawa berkah keselamatan. Ritual-ritual keagamaan masyarakat di desa ini sangat menyimpang dari ajaran agama islam yang sebenarnya.  Ditandai dengan pemberian sesajen, utamanya keika melaksanakan hajatan dipersembahkan kepada roh kudus yang di tengarahi olehnya berada di pohon tersebut. Begitu pula, dalam kehidupan sosial ekonominya di desa ini sangat terbelakang. Pada saat kiai zaini berada di dusun tanjung (karanganyar) lambat laun, desa ini mulai tertata mulai dari aspek agama, sosial, budaya dan pendidikannya. Kedatangan Kiai Zaini, cukup menyinari gelap gembita pengetahuan masyarakat tanjung. Dari itu, banyak orang yang menyambut dengan rasa suka dan senang, ini tidak lepas dari sikap dan sifatnya Kiai Zaini yang sangat toleran, tasamuh, taadul dan tawazun terhadap orang lain. Dan, rasa empati dalam memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat, sehingga kehidupan sehari-harinya selalu berkait dengan kemaslahatan ammah.

Dinamisasi Kehidupan Masyarakat

Lambat laun, masyarakat di desa ini menjadi masyarakat tamaddun. Masyarakat yang mampu mempraktikkan ajaran agama dengan baik dan benar, menciptakan tatanan sosial yang tinggi serta menghasilkan ekonomi yang mapan. Perjuangan demi perjuangan menjadi nafas Kiai Zaini, sesuia dengan kalimat yang pernah di ungkapkannya.” Orang yang hidup di Indonesia ini, jika tidak berjuang (perjuangan yang baik) maka ia telah berbuat maksiat”.

Maka tidak terlalu berlebihan jika kita mengatakan bahwa Kiai Zaini adalah salah satu kiai yang berhasil dalam menciptakan generasi muslim yang memahami islam secara komprehensif kepada masyarakat. Dan ini juga menjadi pendorong ia untuk mendirikan pesantren yang akan meahirkan para pejuang agama di mana saja berada. Sesuai dengan ungkapan yang pernah disampaikannya “saya mendirikan pesantren ini tidak hanya ingin mencetak kiai, melainkan juga ingin mencetak generasi muslim yang memahami agama secara kaffah dan siap mengisi ruang-ruang perjuangan.

Trilogi dan panca kesadaran santri sebagai modal dasar dalam mencetak santrinya. Trilogi yang dimaksud adalah 1. Memperhatikan furudhul ainiyah 2. Mawas diri terhadap dosa besar 3. Berbudi luhur terhadap Allah dan mahluknya. Tiga hal ini ebagi upaya kiai zaini untuk memberikan emahan islam secara utuh dan sempurna. Karena, di dalam trilogi tersebut ajaran-ajaran islam menyelinap. Lain dari itu, panca kesadaran santri di maksudkan agar santri tidak hanya mampu mengetahui pengetahui ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, namun harapannya santri mampu menerapkan ajaran islam universal disetiap ruang kehidupan yang ada.

Kebangkitan Ekonomi Masyarakat

Ia tidak hanya trampil dalam meaksanakan dakwah ajaran agama yang bersifat normatif, tapi,  juga mampu melaksanakan dakwah non normatif. Karena ia sadar bahwa tidak cukup hanya mengajarkan ajaran ritual keagamaan saja, namun lebih menekankan juga terhada dakwah ekonomi masyarakat. Kemskinan akan menyebabkan kekafiran, bukan hanya semboyan yang tertulis rapi dalam hadits, justru ini merupakan persoalan yang mendasar dalam kehidupan.

Dengan kelihaiannya, ekonomi masyarakat menjadi baik, dengan upaya-upaya yang dilakukannya. Maklum juga, lincahnya Kiai Zaini dalam meningkatkan ekonomi masyarakat tidak lepas dari bimbingan ayahandanya baik secara langsung maupun tidak langsung. KH. Abdul Mu’im ayanda Kiai Zaini adalah pebisnis handal.  Untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Kiai Zaini memperkenalkan tanaman baru, yakni tembakau yang bibitnya di bawa dari madura, seiring perkembangan waktu, ternyata tanaman ini cocok dengan keadaan tanah di desa ini, akhirnya tanaman tembakau menjadi penghasilan pokok masyarakat tanjung bahkan penikmat tembakau di rasakan oleh masyarakat seantero indonesia. Kemamuran masyarakat tanjung tidak lepas dari salah satu usahanya, dalam membangkitkan ekonomi. Sehingga, pada akhirnya desa tanjung menjadi desa berkembang,  baik berkait persoalan agama, pendikan, sosiak dan ekonominya.

Jazakullah Khairon Katsira

*) Refleksi Haul dan Harlah PPNJ ke 68

 

Penulis : Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid dan Anggota Comics (Community of Critical Social Research) Probolinggo)

Politik

Agama Dan Hegemoni Politik Kebenaran

Manusia sebagai mahluk Allah  yang mempunyai keistimewaan berupa akal, selalu mengalami perkembangan dalam menghadapi dinamika kehidupan. Keistimawan itu adalah dimana manusia diciptakan oleh Allah sebagai hamba yang harus taat dan patuh terhadap takdir dan ketentuntuanNya. Untuk itu, menuju hamba yang bijaksana, seyogyanya harus terdorong dari sikap keagamaannya. prilaku keagamaan yang baik akan menciptakan sikap yang bernilai. Disamping itu pula, manusia diberi beban tanggung jawab untuk menjadi khalifah di muka bumi. Dimana, manusia harus bertanggung jawab terhadap kenyamanan, ketentraman dan keselamatan ciptaan Allah di muka bumi. Keyakinan terhadap status manusia  ini yang akan diterpancarkan bagi manusia yang beragama. Tanpa keyakinan terhadap agama, tidak akan termanifestasikan keyakinan dalam prilaku kesehariannya. Karena, kepercayaan terhadap agama akan melahirkan prilaku penghambaan. Dengan bergama pula, seseorang akan melakukan dinamisasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang terarah.

Seringkali orang mengartikan bahwa agama itu semata-mata hanyalah satu sistem peribadatan antara mahluk dan Tuhan Yang Maha Esa saja. Defenisi ini sangatlah sempit dan memberi batas bagi keberadaan agama untuk ikut andil dalam menganalisis terhadap persoalan sosial, ekonomi dan politik. Dalam sejarahya, agama hadir berperan sebagai alat dalam mengoreksi politik yang menyimpang dari tujuan mulianya, mensejahterakan rakyat dan politik membangkitkan kesadaran manusia beragama agar tidak terbuai dalam otokritik menggunakan ajaran agama dengan membabi buta.

Meski agama sangat dibutuhkan dalam kancah perpolitikan bangsa, dengan harapan agar tidak menciderai demokrasi, juga perlu menjaga agar agama tidak terkooptasi dan disubordinasi. Karena jika agama terkooptasi oleh politik negara, maka agama akan menjadi alat kekuasaan penguasa akhirnya agama menjadi candu. Nilai kritis agama menjadi sirna ditengah kondisi perpolitikan bangsa yang semakin liar. Keserakahan tokoh agama juga para pemeluk agama dalam mengartikuasikan agama, sehingga agama kehingan identitas sebagai institusi mengawal kebearan dan keadilan. Agamapun akan menjadi bisu disaat ketimpangan sosial, ketidak adilan manusia di depan hukum meraja rela.

Agama sebagai institusi dalam masyarakat harus lantang menyuarakan segala ketimpangan-ketimpangan, agar hakikat sejati perpolitikan dalam politik tetap terjaga. Hubungan agama dan politik bagai sisi mata uang yang tak terpisahkan. Politik tanpa agama akan melakukan penyimpangan-penyimpangan, sebaliknya agama tanpa politik akan berjalan ditempat dan akan lambat dalam menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan. Ditengah negara demokrasi saat ini, seyogyanya agama., politi dan demokrasi harus berjalan beriringan agar tercipta neara yang damai dan berkeadilan.

Agama dan Politik Kebenaran

Kebenaran dalam koneks politik sesuatu yang absurd. Artinya kebenaran dalam politik itu sangat musykil untuk di ukur objektifitasnya. Hal ini terjadi karena nalar politik yang memproduksi cenderung bersifat relativistik. Dalam politik mencari kebenaran bukanlah yang penting dan sama sekali bukan tujuan. Yang perlu dalam politik adalah bagaimana menguasai kebenaran, tentu akan mempermudah para politisi memenangkan kepentingan politiknya.

Agama sebagai suatu nilai kebenaran dan kemanusiaan, harus ditempatkan dalam sistem negara yang mengutamakan harmoni. Tanpa adanya ruang agama dalam sistem negara maka akan menghasilkan negara sekuler dan tercipta kesenjangan antara sesama. Proses dalam berdemokrasi, bukanlah kebebasan tanpa nilai, Bagaimanapun agama harus dijadikan panutan tertinggi dalam berpolitik dan berdemokrasi. Meski, tanpa menghalangi kebebesan bereksperesi, yang sesuai dengan norma agama yang menjadi ideologi bangsa.

Dalam sebagian sejarah, bahwa politik terlahir dari pemikiran agama agar tercipta kehidupan yang harmoni dan tentram dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini harus tercipta bahwa segala aktifitas manusia dalam kehidupannya tidak terkecuali politik hatus terdorong dari ajaran agama agar terwujud keadilan, keharmonisan dan kesejahteraan menyeluruh. Jika politik terutus dari agama, akan menghasilkan keserakahan dan ketidak adilan dalam menciptakan masyarakat.

Agama Sebagai Ayam Potong

Istilah agama sebagai “ayam potong” tepat segali digunakan untuk membaca fenomena agama saat ini. Agama dipotong-potong sebagai hidangan bagi pemangku kepentingan, tak ayal sebagian pesantren seringkali menjadi objek wisata bagi politisi pada saat menjelang pemilu.

Disamping itu juga, prilaku keagamaan saat ini sulit sekali untuk di pisahkan dengan kepentingan politik, menjadi kurang elok jika gerakan keagamaan tertunggangi oleh politisi demi mensukseskan kepentingan poitiknya.

Fatwa yang bernuansa agama sangatlah gampang dijadikan sebagai penguat kekuasaannya. Dulu, pada era Presiden Gusdur, istilah bughat pernah dikeluarkan untuk melawan para musuh politiknya. MUI pernah mengeluarkan fatwa haram bagi para golput dalam pemilu, dan akhir-akhirnya gerakan-gerakan bela agama, bela islam bahkan bela politik tertentu, seringkali memasukkan dalih agama.

Terkadang agama menjadi alat komoditi dalam melakukan penyimpangan-penyimpangan. Demokrasi yang disalah artikan akan melahirkan permusuhan dan ketidak stabilan dalam berbangsa dan benegara. Bisa dilihat di negara kita akhir-akhir ini, menjadi tidak karuan pada saat agama dipisahkan dari negara juga agama tidak menjadi ukuran dalam berdemokrasi. Kebebasan terkadang menjadi defenisi tunggal kata demokrasi, sehingga banyak orang melakukan prilaku yang jauh dari nilai pancasila seringkali dilakukan.

Ditengah keberagamaan masyarakat arab yang tak terarah, rasulullah berhasil membuat umat tidak terpecah belah, dengan sikap dan gagasan keummatannya Rasulullah mampu menghadirkan suasana sejuk damai di tengah perbedaan. Menghadapi kaum jahiliyah yang buta pengetahuan agama, rasulullah tidak menjadikan dirinya seagai tokoh antagonis yang bertindak tanpa memperhatikan kondisi sosial kemasyarakatan. Justru dengan gerakan rasulullah ini, Islam mampu menjadi agama penyejuk, pembeda menuju kesejahteran bagi alam semesta. Sprit rasulullah dalam melaksanakan politiknya tidak keluar dari nilai-nilai agama yang menjadi ajarannya. Wallahu’alam

Penulis : Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid dan Anggota Comics (Community of Critical Social Research) Probolinggo)

Banjir, Keangkuhan dan Keserakahan

Fenomena banjir bukanlah takdir yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Banjir merupakan sebuah kejadian akibat dari keserakahan dan keangkuhan manusia. Manusia yang berprilaku tidak terdidik dan memelihara kesombongan, melahirkan arogansi dan ketamakan. Dengan sikap seperti itu, akan menimbulkan kemurkaan kemurkaan alam. dalam sejarah, peristiwa banjir Nabi Nuh memang sangat fenomenal dan masih tetap menjadi perbincangan umat beragama sampai sekarang. Alquran dan Injil memang menceritakan banjir zaman Nabi Nuh ini. Alquran juga menceriterakan tentang umat Nabi Luth yang gemar melakukan homoseks dan akhirnya ditimpa gempa dahsyat yang diikuti dengan hujan batu. Namun, apakah banjir zaman Nabi Nuh terjadi semata-mata karena kutukan Tuhan?  mungkin saat ini, perilaku biadab manusia berbeda dengan zaman Nabi Nuh dan Nabi Luth, akan tetapi nilai kedurhakaannya bisa saja melebihi. prilaku manusia modern, terkadang bisa jauh lebih jahat dari pada perilaku manusia terdahulu. untuk itu, fenomena kemurkaan alam tidak bisa di pahami sebagi takdir, lebih dekat akiba kepada kebiadaban manusia atas prilaku tidak terpujinya.

Kesombongan membuat lupa diri, lupa akan statusnya sebagai hamba Tuhan, padahal tak seorangpun mempunyai kuasa selain atas pertolonganNya. Sikap seperti inilah yang merusak pangkat manusia dihadapan Tuhan sebagai mahluk paripurna. Keistimewaan akal yang diberikan Tuhan, di harapkan mampu mengarahkannya menjadi mahluk yang bisa menjadi wakil Tuhan di muka bumi.

Keserakahan atau ketamakan salah satu sifat “binatang” karena dengan sikap ini tidak akan mengenal arti kebersamaan, kesetaraan dan empati. Justru akan menuntun untuk membangkitkan rasa ego pada akhirnya akan menghilangkan sifat kemanusiaan.

Banjir dalam agama tidak hanya bisa di maknai adalah ujian Tuhan, namun bisa mempunyai arti sebagai balasan (azab) Tuhan bagi manusia yang sudah melupakan kewajibannya. Kewajiban kepada tugasnya untuk menjaga kelestarian lingkungan, lebih-lebih melupakan tugasnya sebagai hamba Tuhan sebagi mahluk beribadah.

Dalam alqur’an Allah berfirman yang artinya “ janganlah engkau membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya” . Imam Abu Bakar Ibnu Ayyassy Al-Kuufi, ketika ditanya tentang firman ini beliau berkata “sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia sewaktu mereka dalam keadaan rusak, maka Allah memperbaiki mereka dengan petunjuk yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Kerusakan sebab keserakahan

Karena sebab utama dari kerusakan adalah ulah perbuatan manusia dengan segala bentuknya, mereka tidak mampu mengoptimalkan juga memaksimalkan potensi akal dengan baik. Segala tindak tanduk perbuatannya tak beroreintasi kepada kemaslahatan ammah, justru prilakunya mengundang kemarahan Allah.

larangan atas perbuatan ini sangat tegas, berarti ada konsekwensi logis yang akan terjadi apabila manusia tidak melaksanakan perintah ini dengan baik. Terbentuknya manusia menjadi khalifah karena manusia adalah mahluk paripurna dengan kesempurnaan potensi yang diberikan Allah. Tugas untuk memakmurkan alam bukan tanpa alasan, karena dengan cara memakmurkan ini segala mahluk bisa menikmati suguhan-suguhan Allah di muka bumi. Namun jika segala ciptakan Allah di muka bumi rusak akan mengakibatkan seluruh elemen akan kebingungan. Kebingungan tersebut karena mencari tanaman-tanaman dan tetumbuhan yang layak akan mengalami kesulitan. Inilah subtansi dari perintah Allah terhadap manusia untuk menjaga dan memilihara lingkungan dengan baik.

Prilaku yang menyebabkan kerusakan dan keserakahan merupakan prilaku orang munafik, orang yang mempunyai nilai keimanan yang sangat rendah. Kemunafikan membawa keserakahan dan keserakan membawa kebiadaban, semua ini membuat mahluk akan menjauhi Tuhan Yang Maha indah. Orang munafik tidak akan membuat kedamaian dan ketentraman, karena antara hati dan ucapannya akan mencelakai lingkungan sekitar. Begitu juga fenomena banjir, ia tidak mungkin akan terjadi apabila seseorang menjunjung tinggi sikap terpuji. Ahlak terpuji bukan hanya di praktikkan kepada Allah semata, melainkan kepada sesama manusia dan lingkungan sekitar. Tidak salah jika ada seseorang yang berpendapat bahwa “ tidak sempurna keimanan seseorang, jika ia tidak menjaga lestarinya lingkungan” .

Banjir dan keangkuhan 

Ketiga hal ini, tidak bisa di pisahkan sehingga gejala alam akan membawa kepada kemudaratan. Bisa saja, segala upaya untuk meminimalisir banjir sudah dilakukannya, dengan dinamisasi sungai dan membuat alat-alat modern agar banjir tak lagi terjadi. Namun karena keangkuhan sikap dan hatinya, ia seakan mampu melakukan semuanya tanpa pertolongan Allah, maka karena sikap ini membuat murka Allah terjadi sehingga Allah memperingati dengan cara mendatangkan banjir agar ia kembali sadar bahwa kekuasaan Allah di atas segalanya.

Negeri yang damai dan terpelihara dari musibah, apabila orang-orangnya menyadari bahwa segala upaya dan kemapuan intelektualitasnya hanya sebagai sarana doa kepada Allah. Bukan di yakini sebagi tuhan, sehingga akal menjadi di pertuhankan. Allah berjanji akan menyelamatkan suatu negeri jika di negeri itu banyak orang yang beriman. Ciri-ciri orang yang beriman tidak hanya mereka yang berdikir di masjid-masjid juga bukan orang memakai gamis dan berkalung tasbih. Tapi mereka yang mampu melakukan interaksi vertikal dan horisontal. Interaksi kepada Allah dengan wujud ibadah mahdhahnya dan interaksi horisontal mampu melakukan hubungan baik kepada sesama manusia dan lingkungannya. Iman yang baik berimplikasi kepada prilaku baik, seperti ini wujud mahluk paripurna.

Mari kita kembali merenungkan, terhadap sikap kita, pengusaha  dan para pemimpin bangsa ini. Bangsa yang selalu gaduh dalam persoalan politik, keyakinan dan mencari jawara. Perbedaan sebuah keniscayaan, jika cara menyikapi dengan perilaku tak terpuji maka bisa menodai terhadap kebenaran. Akhirnya jika sebuah kebenaran tidak lagi menjadi kiblat dari segala pergerakan dan perjuangan, maka akan lahir kebiadaban-kebiadaban. Tanpa di sadari bahwa ada takdir Allah yang kita lawan, akhirnya segala hukuman Allah harus diterima dengan lapang dada, sebagai bentuk hamba yang beriman. Akhirnya semua adalah akibat ulah kebiadaban manusia, dengan pola pikir, prilaku dan keyakinannya yang jauh menyimpang dari kebenaran. Wallahu’alam

Penulis : Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid, dan Anggota Komunitas Critical Social Research, Paiton, Probolinggo)

Hari Velentine

Valentine Day Dalam Perspektif Pesantren

PADA setiap tanggal 14 Februari disebut “Valentine Day”, hari yang dimaknai spesial bagi para valentinestis di kalangan remaja, baik muda maupun mudi. Akan terjadi beberapa ungkapan melalui ucapan maupun perbuatan-perbuatan. Perbuatan yang seringkali melampaui batas kewajaran membuat perayaan valentine day’s bak pesta kemaksiatan.

Valentine day’s lahir diluar Islam, sebagai salah satu peringatan kepada seorang st. valentine yang meninggal akibat hukuman yang menimpanya. Keteguhan keyakinan dengan kesungguhan iman membuat ia berseberangan dengan pihak gereja, akibatnya terjadi penghukuman padanya. Sebenarnya kurang tepat apabila valentine day’s di jadikan sebagai hari pembuktin kasih sayang terlebih ungkapan asmara. Karena, tidak ada kejadiaan percintaan dua sejoli, dengan mempertahankan asmara antara keduanya. Berbeda dengan qais dan laila majnun.

Para pemuda-pemudi sudah terperprovokasi budaya ini, banyak diantara mereka yang menjadikan perayaan valentine sebagai pengejawantahan asmara yang membelitnya. Cium-ciuman, peluk-pelukan bahkan sampai rela berhubungan layaknya suami istri terjadi diluar pernikahan. Na’udzubillah!

Pada tahun silam, 14 Februari 2015, di Makassar, dalam razia wisma di hari Valentine atau hari kasih sayang, empat pasangan muda mudi yang bukan suami istri diamankan oleh polisi karena terdapat berduaan di kamar wisma.

Jika pada saat itu tidak diamankan oleh polisi bisa terjerumus perzinahan. Atau terjadi perbuatan haram tersebut sebelum polisi menggerebeknya. Beberapa lembaga pendidikan baik sekolah maupun madrasah seringkali lalai mengawasi anak didiknya agar tidak merayakan valentine. Kelalaian akan membuat pembentukan karakter sesuai dengan budaya agama tidak akan terealisasi.

Guru sebagai pendidik tidak hanya bertugas sebagai transfer pengetahuan, namun yang lebih penting mencetak manusia yang mempunyai kepribadian yang utuh sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya. Guru harus mengantisipasi berkait persoalan ini, upayakan pengawasan dan pengawalan jauh sebelum hari perayaan valentine segera dipersiapkan.

Seharusnya Diknas dan depag mengeluarkan surat edaran terhadap sekolah/madrasah yang menjadi tanggung jawabnya. Dan memberi sanksi bagi sekolah/madrasah yang melanggar. Ini, dimaksudkan agar membuat para pelajar tidak berani merayakan valentine, terlebih merayakan dengan cara berbau kemasiatan.

Saat inipun, sebagian santri yang menjadi masyarakat pesantren harus lebih diberi perhatian khusus, agar budaya valentinan tidan sampai menyisir pesantren. Pesantren sebagai institusi yang mampu mencetak masyarakatnya menjadi masyarakat yang berahlak, bertatakrama, diharapkan terus mengawal budaya yang menjadi karakteristik pesantren, agar tidak raib ditunggangi budaya kebarat-baratan yang merusak budaya pesantren dan kesantrian.

Mereka harus dibekali pengetahuan agama sebai-baiknya, tidak hanya melalui ceramah-ceramah melainkan melarang kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Rasulnya. Peran kiai sebagai pengendali tempat harus mampu mempertahankan identitas pesantren, meski perubahan zaman dan arus globalisasi semakin hari semakin menantang.

Tantangan zaman semakin besar, pesantren sebagai salah satu institusi yang paling diharapkan dalam menjaga karakter bangsa. Di tengah dekadensi moral anak bangsa, pesantren harus mampu melahirkan output sebagai kontribusi bagi bangsa yang telah mengalami kemorosotan-kemerosotan dalam segala dimensi. Mulailah dari hal yang paling mendasar, pengawasan kiai terhadap santri yang akan menghilangkan citra pesantren, moralitas, etika dengan upaya memberi pembekalan-pembekalan yang mengarah kepada kemaslahatan. Jangan biarkan santri hidup sesuai dengan polanya, agar budaya imitasi tidak meracuni pemikirannya. Jikalau ini terjadi pesantren (kiai) lalai memberi pengawasan, pesantren tak ubahnya seperti kos-kosan.

Pesantren yang terkenal sebagai religious power merupakan bagian penting dalam menjaga karakter dan keutuhan bangsa.

Oleh: Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid)