Hari Velentine

Valentine Day Dalam Perspektif Pesantren

PADA setiap tanggal 14 Februari disebut “Valentine Day”, hari yang dimaknai spesial bagi para valentinestis di kalangan remaja, baik muda maupun mudi. Akan terjadi beberapa ungkapan melalui ucapan maupun perbuatan-perbuatan. Perbuatan yang seringkali melampaui batas kewajaran membuat perayaan valentine day’s bak pesta kemaksiatan.

Valentine day’s lahir diluar Islam, sebagai salah satu peringatan kepada seorang st. valentine yang meninggal akibat hukuman yang menimpanya. Keteguhan keyakinan dengan kesungguhan iman membuat ia berseberangan dengan pihak gereja, akibatnya terjadi penghukuman padanya. Sebenarnya kurang tepat apabila valentine day’s di jadikan sebagai hari pembuktin kasih sayang terlebih ungkapan asmara. Karena, tidak ada kejadiaan percintaan dua sejoli, dengan mempertahankan asmara antara keduanya. Berbeda dengan qais dan laila majnun.

Para pemuda-pemudi sudah terperprovokasi budaya ini, banyak diantara mereka yang menjadikan perayaan valentine sebagai pengejawantahan asmara yang membelitnya. Cium-ciuman, peluk-pelukan bahkan sampai rela berhubungan layaknya suami istri terjadi diluar pernikahan. Na’udzubillah!

Pada tahun silam, 14 Februari 2015, di Makassar, dalam razia wisma di hari Valentine atau hari kasih sayang, empat pasangan muda mudi yang bukan suami istri diamankan oleh polisi karena terdapat berduaan di kamar wisma.

Jika pada saat itu tidak diamankan oleh polisi bisa terjerumus perzinahan. Atau terjadi perbuatan haram tersebut sebelum polisi menggerebeknya. Beberapa lembaga pendidikan baik sekolah maupun madrasah seringkali lalai mengawasi anak didiknya agar tidak merayakan valentine. Kelalaian akan membuat pembentukan karakter sesuai dengan budaya agama tidak akan terealisasi.

Guru sebagai pendidik tidak hanya bertugas sebagai transfer pengetahuan, namun yang lebih penting mencetak manusia yang mempunyai kepribadian yang utuh sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya. Guru harus mengantisipasi berkait persoalan ini, upayakan pengawasan dan pengawalan jauh sebelum hari perayaan valentine segera dipersiapkan.

Seharusnya Diknas dan depag mengeluarkan surat edaran terhadap sekolah/madrasah yang menjadi tanggung jawabnya. Dan memberi sanksi bagi sekolah/madrasah yang melanggar. Ini, dimaksudkan agar membuat para pelajar tidak berani merayakan valentine, terlebih merayakan dengan cara berbau kemasiatan.

Saat inipun, sebagian santri yang menjadi masyarakat pesantren harus lebih diberi perhatian khusus, agar budaya valentinan tidan sampai menyisir pesantren. Pesantren sebagai institusi yang mampu mencetak masyarakatnya menjadi masyarakat yang berahlak, bertatakrama, diharapkan terus mengawal budaya yang menjadi karakteristik pesantren, agar tidak raib ditunggangi budaya kebarat-baratan yang merusak budaya pesantren dan kesantrian.

Mereka harus dibekali pengetahuan agama sebai-baiknya, tidak hanya melalui ceramah-ceramah melainkan melarang kebiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran Allah dan Rasulnya. Peran kiai sebagai pengendali tempat harus mampu mempertahankan identitas pesantren, meski perubahan zaman dan arus globalisasi semakin hari semakin menantang.

Tantangan zaman semakin besar, pesantren sebagai salah satu institusi yang paling diharapkan dalam menjaga karakter bangsa. Di tengah dekadensi moral anak bangsa, pesantren harus mampu melahirkan output sebagai kontribusi bagi bangsa yang telah mengalami kemorosotan-kemerosotan dalam segala dimensi. Mulailah dari hal yang paling mendasar, pengawasan kiai terhadap santri yang akan menghilangkan citra pesantren, moralitas, etika dengan upaya memberi pembekalan-pembekalan yang mengarah kepada kemaslahatan. Jangan biarkan santri hidup sesuai dengan polanya, agar budaya imitasi tidak meracuni pemikirannya. Jikalau ini terjadi pesantren (kiai) lalai memberi pengawasan, pesantren tak ubahnya seperti kos-kosan.

Pesantren yang terkenal sebagai religious power merupakan bagian penting dalam menjaga karakter dan keutuhan bangsa.

Oleh: Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *