Peringati Maulid Nabi 1446 H, Kiai Zuhri Zaini: Ini Bentuk Cinta Kita kepada Rasulullah

berita.nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Ahad (19/09/24). Acara ini dihadiri oleh Penceramah Habib Achmad Jamal bin Thoha Baagil, Pengasuh Pesantren KH. Moh. Zuhri Zaini, jajaran Masyayikh Nurul Jadid, pengurus pesantren, santri, alumni, serta masyarakat.

Dalam sambutannya, KH. Moh. Zuhri Zaini menjelaskan bahwa peringatan Maulid Nabi dilakukan dengan berbagai kegiatan seperti pembacaan Maulid Diba’, Barzanji, dan Simtudduror, sebagai bentuk kecintaan kita terhadap Nabi Muhammad SAW.

“Hikmah adanya peringatan maulid ini adalah untuk mensyukuri kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai a’dzomun ni’am, nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada kita. Melalui beliau kita bisa menjadi orang yang beriman dan berislam, orang yang bisa membedakan haq dan batil, sehingga kita bisa tahu jalan yang menuntun ke surga dan jalan yang menjerumuskan ke neraka,” tuturnya.

Dengan adanya penyampaian tentang maulid Nabi, lanjut beliau, kita bisa semakin mengenal sosok Rasulullah. Beliau menerangkan bahwa kecintaan kepada Nabi dapat tumbuh dengan tidak hanya mengenal nama Nabi saja, akan tetapi juga mengenal akhlak dan amaliahnya.

“Kecintaan ini sangat penting. Kita berharap dengan cinta kepada beliau, kita akan dikumpulkan bersama di hari akhir, sekaligus termotivasi meneladani akhlak dan amaliah beliau, sehingga menjadi manusia yang selamat di dunia dan akhirat,” imbuhnya.

Kiai Zuhri berharap, peringatan Maulid Nabi ini membawa oleh-oleh berkah berupa ilmu yang bermanfaat.

“InsyaAllah, jika ilmu itu diamalkan, manfaatnya akan dirasakan tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat,” tutupnya.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Lantunan Simtudduror di Dinding Nurul Jadid Menguras Rindu Lautan Santri

penasantri.nuruljadid.net – Ada banyak cara meraih berkah, dan santriwati Wilayah Al-Hasyimiyah memilih mengawali rutinitas pesantren dengan lantunan Maulid Simtudduror. Seakan tak cukup hanya mengucap kata, mereka menyerahkan segenap jiwa pada pujian yang mengalir malam itu, seiring selesainya liburan dan kembalinya perjalanan menjadi santri di pesantren.

Suasana pasca-liburan masih menggantung di langit-langit pesantren. Para santriwati yang baru kembali dari rumah, membawa rindu yang terburai di setiap jejak langkah mereka. Meski jiwa seolah masih tertinggal di kampung halaman, mereka tahu bahwa panggilan pesantren harus dijawab. Maka, hari-hari berlalu dengan cerita-cerita singkat tentang rumah, tentang keluarga, tentang segala hal yang tak mereka temui di balik dinding asrama.

Senin, 23 September. Malam itu, Wilayah Al-Hasyimiyah masih riuh dengan tawa para santriwati. Usai salat Isya berjamaah, mereka bercengkrama di pelataran asrama, melepaskan sisa-sisa beban yang mereka bawa dari rumah. Tetapi, keasyikan itu terhenti sejenak ketika suara pengumuman mengalun dari pengeras suara kantor wilayah, memecah malam yang mulai meremang.

“Bagi sahabat-sahabati santri Wilayah Al-Hasyimiyah, bahwasanya pada malam ini akan dilaksanakan pembacaan Simtudduror sebagai pembuka dan awal pengaktifan kegiatan wilayah,” suara itu mengundang mereka untuk berkumpul.

Tanpa aba-aba, para santriwati bergegas. Buku kecil Maulid Simtuddhuror yang biasa tergeletak di atas rak dalam lemari baju, kini digenggam erat. Mereka berjalan keluar kamar, memenuhi halaman daerah masing-masing. Di bawah langit yang pekat, mereka duduk berbaris, bersiap membuka lembaran-lembaran berisi pujian pada Baginda Nabi.

Kala lantunan Simtudduror mulai terdengar dari pengeras suara. Satu per satu bait mereka lantunkan, penuh ritme, seirama dengan nafas dan detak jantung. Kata demi kata mereka lafalkan, bukan sekadar dengan lisan, tapi juga dengan hati. Puji-pujian pada Nabi mengangkasa, meresap ke setiap sudut, membangun suasana yang tak hanya khidmat, tapi juga mendalam.

Sampai tiba pada mahalul qiyam, suasana seketika berubah, semakin khusyuk. Mereka serentak berdiri, menghadap kiblat, mata terpejam, seakan menyambut kehadiran Baginda Nabi yang mereka rindukan. Tak ada suara lain selain lantunan shalawat yang bergema, mengalirkan rasa syukur dan harapan di antara deru malam.

Seusai suasana yang khusyuk itu, Zahiyah Adiba, kepala Wilayah Al-Hasyimiyah, berdiri mengawasi. Di balik sorot matanya, tersimpan harapan besar agar pembacaan Simtudduror ini menjadi pemicu semangat bagi para santri.

“Kita semua berharap, seluruh kegiatan dari awal hingga akhir mendapatkan berkah. Salah satu upayanya adalah dengan menghadiahkan shalawat kepada Nabi di awal setiap langkah,” tuturnya.

Adiba mengakui, mengatur santriwati yang baru kembali dari liburan bukanlah perkara mudah. Rindu yang tersisa masih kuat, dan disiplin pun kadang mengendur. Namun, ia merasa terbantu dengan adanya divisi kepengurusan yang solid.

“Alhamdulillah, pengurus di sini menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan mereka, semuanya terasa lebih ringan,” ujarnya.

Malam itu, Wilayah Al-Hasyimiyah tak hanya memulai kembali aktivitas pesantren, tapi juga menapaki langkah baru dengan semangat yang telah diperbarui. Di antara lantunan shalawat, terajut niat dan harapan untuk terus belajar, bukan hanya tentang ilmu, tapi juga tentang kehidupan yang penuh makna.

 

Penulis: Wahdana Nafisatuz Zahra
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Santri Ma’had Aly Nurul Jadid Raih Juara MQK Tingkat Provinsi

berita.nuruljadid.net – Santri Ma’had Aly Pondok Pesantren Nurul Jadid berhasil meraih juara di ajang Musabaqoh Qiratil Kutub (MQK) tingkat Provinsi Jawa Timur pada Ahad (08/09/24) yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Nurul Qarnain, Jember.

Dalam kompetisi yang bergengsi ini, Dina Kamiliyah, santri dari Ma’had Aly Nurul Jadid, menyabet juara ketiga dari jajaran lima terbaik antara sekian banyak peserta yang ikut berpartisipasi dalam ajang perlombaan ini.

“Total ada sebanyak 54 peserta delegasi dari pesantren se-Jawa Timur yang berkompetisi dalam ajang tersebut. Alhamdulillah Dina berhasil menjadi salah satu juaranya,” ungkap Pendamping Lomba Ma’had Aly Nurul Jadid Mustain Romli saat diwawancarai oleh Tim Nurul Jadid Media.

Menurut Mustain, kompetisi tersebut merupakan bagian dari Festival MQKNQ tingkat provinsi yang diadakan setiap tahunnya bagi para santri untuk berkompetisi dan mengasah kemampuan membaca serta memahami kitab kuning.

“Festival ini dianggap sangat penting, karena tidak hanya menjadi wadah bagi santri untuk mengukur kemampuan akademik mereka, tetapi juga sebagai sarana memperkuat pemahaman terhadap tradisi keilmuan Islam,” terangnya.

Proses seleksi, lanjut Mustain, dilakukan dalam satu sesi penjurian yang ketat, di mana para peserta merupakan perwakilan dari berbagai pondok pesantren di Jawa Timur disaring melalui penilaian yang kompetitif.

“Mereka dinilai berdasarkan kemampuan membaca dan menjelaskan kitab kuning secara fasih dan mendalam. Dari puluhan peserta yang mengikuti kompetisi ini, akhirnya dipilih lima peserta terbaik untuk menerima penghargaan,” jelas Asatidz Ma’had Aly Nurul Jadid tersebut.

Keberhasilan Dina Kamiliyah dalam meraih juara ketiga ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Ma’had Aly Nurul Jadid. Prestasi ini tidak hanya menunjukkan kemampuan individu santri, tetapi juga mencerminkan kualitas pendidikan di pesantren, yang terus berkomitmen melahirkan santri-santri berprestasi di bidang keilmuan Islam.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Kiai Zuhri Resmikan Kantor P4NJ Situbondo

berita.nuruljadid.net – Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton KH. Moh. Zuhri Zaini meresmikan Kantor Pembantu Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ) Kabupaten Situbondo pada Rabu (18/09/24).

Beliau menyampaikan bahwa gedung kantor ini adalah sarana perjuangan bagi P4NJ Situbondo untuk melahirkan kebaikan bagi sesama.

“Momentum ini sangat pas sekali dimulai dengan rangkaian kegiatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. dan Haul Masyayikh,” imbuh beliau.

Dalam kesempatan yang sama, beliau juga menguraikan ibadah yang harus dilakukan oleh Muslim, yaitu ritual ibadah kepada Allah dan ibadah sosial.

“Di Islam itu, hubungan kepada Allah harus disertai dengan hubungan yang baik kepada sesama,” terangnya.

Di dalam berjuang untuk kebaikan bersama, lanjut beliau, kita memerlukan organisasi untuk mengatur dan mengorganisir kerja-kerja kebaikan tersebut.

“Alhamdulillah di sini sudah ada sarana berorganisasi, yaitu kantor. Jangan sampai perjuangan ini hanya tinggal alatnya saja. Semoga dengan adanya sarana ini akan meningkatkan kinerja kita, khususnya bagi P4NJ Situbondo,” ungkap beliau.

Di samping itu, beliau juga berharap dengan berdirinya gedung kantor P4NJ pertama ini bisa memotivasi pendirian gedung kantor P4NJ di kabupaten-kabupaten lainnya.

“Peresmian dan berdirinya kantor P4NJ Situbondo ini mudah-mudahan menjadi contoh bagi P4NJ di kabupaten lain,” harapnya.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Peringati Kelahiran Nabi, Biro Kepesantrenan Gelar Safari Maulid 41 Malam

berita.nuruljadid.net – Untuk memperingati bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, Biro Kepesantrenan (Biktren) Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) menggelar Safari Maulid. Acara tersebut diisi dengan pembacaan Simtuddurar yang dilaksanakan di seluruh wilayah PPNJ, dengan lokasi pertama di Asrama Maulana Malik Ibrahim (T).

Safari Maulid ini dijadwalkan berlangsung selama 41 malam, mulai dari 1 Rabi’ul Awal yang jatuh pada Kamis (05/09) hingga 12 Rabi’ul Akhir, bertepatan dengan Selasa (15/10).

Kepala Wilayah Pusat Putra Muhammad Sahlan, menjelaskan bahwa kegiatan ini pertama kali digelar pada tahun 2019. Saat itu, tiga orang dari Biktren, termasuk Lora Fahmi, memperoleh sanad Simtuddurar di Solo.

“Setelah mendapatkan sanad, kami memutuskan untuk mengamalkan pembacaan Simtuddurar,” tuturnya.

Awalnya, lanjut Sahlan, kegiatan ini dikelola oleh Kepala Seksi Ubudiyah Bidang 1 Biktren.

“Namun, karena agenda mereka terlalu padat, akhirnya pengelolaannya diambil alih oleh Biktren,” tambahnya.

Pria asal Probolinggo itu juga menjelaskan bahwa penutupan Safari Maulid akan diadakan di Daerah Raden Fatah (O).

“Penutupan biasanya dihadiri banyak santri, termasuk keluarga pengasuh seperti Lora Fahmi dan Lora Abdur. Kami memilih Raden Fatah karena halamannya luas dan dapat menampung banyak orang,” ujarnya.

Menurut Sahlan, kegiatan ini sangat bermanfaat, terutama dengan pembacaan Simtuddurar.

“Melalui pembacaan ini, kita dapat mengenang kisah-kisah Nabi yang menambah kekhusyukan dan kebersamaan, serta menunjukkan cinta kita kepada Nabi Muhammad,” ungkapnya.

Tidak hanya pengurus Biktren yang terlibat, salah satu anggota Biro Pendidikan juga turut serta dalam kegiatan ini. Berdasarkan keputusan rapat Biktren, jadwal safari di tiap daerah PPNJ diacak dan tidak dilaksanakan secara berurutan.

 

Pewarta: Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Persyaratan Liburan Pesantren, Santri Wajib Hafal Materi Furudhul Ainiyah

berita.nuruljadid.net – Menjelang liburan Pesantren, baik bulan ramadan maupun maulid, Pondok Pesantren Nurul Jadid mewajibkan santrinya untuk menyetorkan hafalan materi Furudhul Ainiyah sebagai syarat untuk melaksanakan libur Pesantren. Praktik setoran FA tersebut dilaksanakan di wilayah atau asrama santri, Senin (09/09).

Kepala Bidang Bimbingan Konseling, Wali Asuh, dan Pembinaan Santri Biro Kepesantrenan, Rahmat Toyyib, menjelaskan bahwa penyetoran hafalan menyasar seluruh santri tanpa terkecuali, namun terdapat perbedaan antara santri di wilayah pusat dan satelit. Persyaratan ini berfokus menyasar pada santri tingkat SLTP dan SLTA.

“Wilayah satelit memiliki target capaian tersendiri, jadi kami fokuskan pada santri di wilayah pusat,” jelasnya.

Sebagai bukti ketuntasan FA itu, maka Kabid. 1 Biro Kepesantrenan membuat bukti ketuntasan dan mekanismenya melalui blanko setoran. Rahmad mengungkapkan, alur distribusi blanko hafalan dimulai dari Kabid 1 Biktren yang mendistribusikannya ke wilayah pusat, kemudian diteruskan ke setiap daerah secara mandiri.

“Pengurus daerah yang mengelola distribusinya. Jadi, ada kemungkinan beberapa daerah lebih cepat menerima dibanding yang lain,” tambahnya.

Biktren menargetkan semua santri sudah menyelesaikan setoran hafalan sebelum liburan dimulai. Santri yang belum tuntas menyetorkan hafalannya terancam tidak bisa pulang.

“Itu sudah menjadi bagian dari persyaratan pulang,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Wilayah Pusat Putra Muhammad Sahlan berharap, dengan adanya setoran hafalan ini, para santri dapat memahami aspek amaliyah agama.

“Santri tidak harus jadi kiai, cukup tahu tata cara pelaksanaan hukum-hukum agama sudah memadai,” tutupnya.

Materi hafalan yang harus disetorkan santri meliputi tiga pokok bahasan utama: pengertian Islam, iman, dan ihsan, memahami bacaan salat termasuk sunat Ab’ad dan Hai’at, serta tata cara shalat jenazah.

Pewarta: Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Taubat dan Syukur dalam Kitab Syu’abul Iman Karya Kyai Zaini Mun’im

berita.nuruljadid.net – Dalam pengajian sore di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Kamis (05/09/2024), Kyai Imdad Rabbani menguraikan bait-bait yang ada dalam Kitab Syu’abul Iman karya Kiai Zaini Abdul Mun’im. Saat itu, beliau membahas dua cabang dari iman: taubat (cabang iman ke-12) dan bersyukur kepada Allah (cabang iman ke-13).

Menurut Kiai Imdad, taubat yang sungguh-sungguh itu harus disertai dengan rasa penyesalan yang mendalam.

“Hal terpenting saat kita bertaubat ialah penyesalan,” ungkap beliau.

Selain itu, beliau menguraikan syarat-syarat taubat. Syarat pertama adalah penyesalan atas dosa yang telah dilakukan. Kedua, meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti. Sedangkan syarat yang terakhir adalah tekad kuat untuk tidak kembali terjerumus dalam dosa.

“Syarat ini berlaku bila kita ingin menebus dosa dari kesalahan yang diperbuat,” tambahnya.

Setelah menjelaskan tentang taubat, Kiai Imdad melanjutkan pembahasan tentang cabang iman ke-13, yaitu bersyukur kepada Allah. Ia menekankan bahwa rasa syukur kepada Allah harus dimulai dengan pengakuan bahwa segala nikmat berasal dari-Nya. Putra Kiai Zuhri Zaini ini juga menambahkan bahwa ketika seorang hamba sudah mampu bersyukur, seluruh perbuatannya—baik pikiran maupun hati—akan digunakan untuk menunjukkan kepatuhan kepada Allah.

“Kita harus mengakui bahwa semua anugerah dan nikmat merupakan pemberian Allah. Dengan begitu, hati kita terdorong untuk bersyukur,” jelasnya.

Kendati demikian, beliau juga mewanti-wanti kepada seluruh santri. Walaupun seorang hamba harus bersyukur kepada Allah, bukan berarti hamba tersebut melupakan terhadap perantara akan turunnya nikmat tersebut.

“Di samping bersyukur kepada Allah, kita tidak boleh melupakan orang yang menjadi sebab datangnya nikmat tersebut,” tutup beliau.

 

Pewarta: Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Ponpes Abu Zairi Bondowoso Belajar Manajemen Pengembangan Bahasa Asing di Nurul Jadid

berita.nuruljadid.net– Pondok Pesantren Abu Zairi , Pakisan, Bondowoso berkunjung ke Ponpes Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo untuk belajar manajemen organisasi, tata kelola pesantren, manajemen keuangan dan pengembangan bahasa asing. Ahad (08/09/24).

“Pesantren Nurul Jadid sangat bagus. Perkembangan di pondok ini sangat cepat, baik dalam mengelola organisasinya dan pengembangan bahasa arabnya,” kata Kyai Mohammad Holid, M.Ag Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Abu Zairi.

Ia menegaskan bahwa sejak dari dulu mengenal ponpes Nurul Jadid.

“Saya sudah dari dulu mengenal pesantren ini. Dan beberapa kali mengikuti kegiatan-kegiatan seminar disini (pesantren),” imbuhnya.

Sebagai pengasuh pesantren, kyai Holid menginginkan pesantrern untuk meniru manajemen dan tata kelola di pesantren Nurul Jadid.

“Kita ingin mencontoh dan mengadopsi manajemen organisasi, tata kelola, pengelolaan keuangan, pengembangan bahasa asing untuk diterapkan di pesantren kami,” tegasnya.

Sedangkan Sekretaris Pesantren Nurul Jadid H. Tahirudin, M.MPd mengungkapkan bahwa pesantren Nurul Jadid juga ingin meniru pesantren Salafiyah Abu Zairi.

“Setiap pesantren memiliki khas masing-masing. Pesantren Nurul Jadid ingin belajar juga. Pertemuan ini lebih pas bila dikatakan studi banding bukan studi tiru,” ungkapnya.

Selain itu, Tahiruddin menjelaskan struktur dan tugas, pokok dan fungsinya, juga berkait posisi pengasuh dan kepala pesantren.

“Pengasuh kalau di NU ibarat Rois Syuriah dan Kepala Pesantren sebagai ketua tanfidziyahnya,” terangnya.

Pada sisi dialog, rombongan dari pesantren Abu Zairi ini bersemangat untuk belajar manajemen pengembangan bahasa asing.

“Kita ingin belajar manajemen pengembangan bahasa asing lebih khusus. Pengembangan bahasa asing di pesantren ini sangat bagus, bahkan tidak sedikit para pesertanya mendapatkan juara pada lomba-lomba bahasa arab di tingkat Nasional,”,” kata Zainul Arifin salah satu peserta rombongan.

 

Pewarta     : Ahmad Zainul Khofi

Editor        : Ponirin Mika

Ngaji Manajemen Sentralisasi di Pesantren Nurul Jadid

berita.nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Abror Al-Robbaniyyin, Alasbuluh, Wongserojo, Banyuwangi di mengadakan kunjungan yang dikemas silaturrahmi ke Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Sabtu (07/09/24)

Kunjungan ini bertujuan untuk melakukan studi banding mengenai sistem sentralisasi pengelolaan pesantren yang diterapkan di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton. Perwakilan Pondok Pesantren Nurul Abror Al-Robbaniyyin, Ustaz Suyono mengungkapkan, “Kunjungan ini merupakan langkah penting bagi kami untuk belajar dan mengadaptasi praktik terbaik dalam pengelolaan pesantren. Kami sangat terkesan dengan sistem yang diterapkan di Nurul Jadid dan berharap dapat mengimplementasikan beberapa aspek dari sistem tersebut di pesantren kami.”

“Selama kunjungan tersebut, tim dari Nurul Abror Al-Robbaniyyin akan mempelajari mengelola berbagai aspek pesantren secara sentralisasi, termasuk administrasi, kurikulum, kegegawaian, serta pengelolaan keuangan dan fasilitas. Diskusi yang berlangsung sangat produktif, dengan fokus utama pada bagaimana penerapan sistem sentralisasi dapat meningkatkan kinerja dan koordinasi internal pesantren,” ujar Miftahul Huda Kabag I Sekretariat Pesantren Nurul Jadid.

Rombongan Pondok Pesantren Nurul Abror Al-Robbaniyyin, yang dipimpin oleh H. Imam Bustomi selaku Kepala Biro Pendidikan, disambut  oleh pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid, K. Ahmad Zaki Kepala Biro Pendidikan, Miftahul Huda Kabag I Sekretariat, Muslehuddin Kasubbag Umum dan PSB, Moh. Jasri Ka. TU Yayasan Nurul Jadid, Abdul Manaf Firdaus Kasubbag Kepegawaian, Muhammad Nurthariq Sekretaris Biro Pendidikan, Moh. Tohet Kabid PTK, Mujiburrohman Kabid Kelembagaan dan Peserta Didik. Kunjungan ini merupakan bagian dari upaya mereka untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pesantren dan memperkuat sistem manajerial di lingkungan pesantren mereka.

Di akhir kunjungan, pihak Nurul Jadid memberikan apresiasi atas perhatian dan keseriusan Pondok Pesantren Nurul Abror Al-Robbaniyyin dalam mencari solusi untuk pengelolaan pesantren yang lebih baik. Kunjungan ini diharapkan dapat mempererat silaturahmi antar pesantren dan membuka peluang untuk kolaborasi di masa depan.

 

Pewarta    : Mujiburrahman

Editor       : Ponirin Mika

Santri Nurul Jadid Juara 1 Pidato Bahasa Arab Tingkat Nasional

berita.nuruljadid.net – Pernggelaran lomba yang diselenggarakan Madrasah Aliyah Negeri (MAN-1), Surakarta diikuti ratusan peserta yang dating dari berbagai daerah dan santri dari Pondok Pesantren. Tak ketinggalan juga, empat siswa Language Intensive Program of SMP (LIPS) Pondok Pesantren Nurul Jadid dalam lomba itu berhasil memborong gelar juara dalam perlombaan bahasa yang bertajuk MAPK Fair 2024 tingkat nasional. Ahad (25/08/24).

Pembina LIPS Ridwan Adi Wijaya menuturkan prestasi yang diraih oleh para murid Lips merupakan sebuah kebanggaan bagi sekolah dan pesantren, sebab berhasil mempertahankan gelar juara yang pernah diraih pada tahun sebelumnya.

Peserta yang bernama Azman Ribbyl Hasan keluar sebagai juara 1 lomba khitobah mengalahkan ratusan peserta lainnya.

“Prestasi ini adalah hasil dari kerja keras dan kegigihan belajar mereka selama di pondok. Kami juga bangga bisa mempertahankan gelar juara seperti tahun sebelumnya,” ungkapnya.

Menurutnya, dukungan dari ustaz, orang tua dan rekan sejawat juga memiliki peran penting dalam memotivasi para santri.

“Dukungan itu sangat terasa terutama ketika mereka lolos ke Grand Final. Pada tahap awal, lomba diadakan secara virtual. Ketika masuk babak final yang digelar secara tatap muka di Solo, beberapa dari mereka sempat gugup melihat kualitas lawan yang hebat, namun support dari orang tua sangat membantu,” jelasnya.

Salah satu delegasi, Azman Ribbyl Hasan, juga berbagi pengalamannya. Ia menilai bahwa berkompetisi merupakan cara untuk mengukur kemampuan diri.

“Lomba ini sangat menantang. Kita bisa tahu seberapa jauh kualitas kita dibanding peserta lain. Semoga teman-teman juga bisa ikut merasakan pengalaman ini di luar pesantren,” ujar Azman.

Adapun hasil yang diraih oleh empat delegasi tersebut adalah Harapan 2 Lomba Khitobah untuk Syafa Al Karimah, Juara 1 Khitobah untuk Azman Ribbyl Hasan, Juara 2 Story Telling untuk Ayda Salma Syahrin Ramadhani, dan Harapan 1 Speech untuk M. Ubaidillah.

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

MANJ Dorong Siswa Ahli Pengelolaan Keuangan Syariah Berbasis Pesantren

berita.nuruljadid.net – Madrasah Aliyah Nurul Jadid Paiton, Probolinggo membuat akselesari pengetahuan berkait pengelolaan keuangan syariah berbasis pesantren. Kegiatan tersebut berbentuk magang kilat praktis, seperti yang dilaksanakan oleh siswi Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial Madrasah Aliyah Nurul Jadid (IPS-MANJ) bertempat di Bank Mini Universitas Nurul Jadid (BMU), Selasa (20/8/2024).

Hal ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk langsung mempraktikkan pengelolaan keuangan secara berkelanjutan. Pasalnya, program MK ini sudah beberapa kali dilaksanakan sejak kerja sama dengan BMU terjalin dengan tujuan meningkatkan keterampilan pengelolaan keuangan syariah berbasis pesantren para siswa melalui sistem Bank Siswi.

“Dalam program tersebut, siswi dibagi menjadi beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari lima orang untuk menjalani magang di setiap pekan,” kata Alfan Pratama Koordinator Peminatan IPS.

Selanjutnya, ia menambahkan, program magang tersebut merupakan tindak lanjut dari kerjasama antara MANJ dan BMU sejak tahun 2023 lalu.

“BMU menyambut baik kerja sama ini, terutama karena Bank Mini UNUJA telah resmi beroperasi,” imbuhnya.

Sementara itu, kata Alfan, selama proses magang kilat, siswa mendapatkan pembekalan dasar tentang perbankan dari petugas BMU. Pembekalan ini dilakukan dalam sesi pematerian dan Focus Group Discussion. Setelah itu, setiap siswi wajib mendokumentasikan kegiatan MK dalam bentuk lapora di akhir program.

Direktur BMU Mohammad Syaiful Suib menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan sebuah inovasi yang dapat mendukung proses belajar siswa dalam memahami teori secara praktis di lapangan.

“Kegiatan ini sangat membantu siswa IPS dalam memahami materi ekonomi dan akuntansi yang mereka pelajari di madrasah,” pungkasnya.

Pewarta: Bunga Adelia Gadisian
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Kunjungi BMKG Malang, Siswi MANJ Perdalam Pengetahuan Cuaca dan Gempa Bumi

berita.nuruljadid.net – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Malang menjadi tujuan kunjungan studi bagi para siswi peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) MA Nurul Jadid (MANJ) dalam kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL), Kamis (22/08/2024). Kunjungan ini memberikan pengalaman langsung bagi para siswi dalam mempelajari aplikasi ilmu geografi, terutama terkait pengamatan cuaca dan iklim.

Rombongan tiba di BMKG pukul 09.00 WIB setelah perjalanan panjang dari Probolinggo. Sambutan hangat dari tim BMKG langsung menciptakan suasana akrab. Para siswa diajak mengenal visi dan misi BMKG serta dipandu oleh Tim Observasi BMKG Nur Utami dan Nur Faris Prih, yang mengarahkan mereka dalam kelompok untuk mempermudah penyampaian materi.

Di lapangan, para siswa diperkenalkan dengan berbagai alat pengamatan cuaca, seperti Psychrometer, Penakar Hujan, hingga Anemometer. Faris dengan telaten menjelaskan cara kerja setiap alat.

“Penting bagi kita memahami alat ini karena data yang dihasilkan sangat berpengaruh pada keselamatan banyak pihak,” ujar beliau, menekankan pentingnya keakuratan data cuaca.

Selain itu, siswa juga mendapatkan pengetahuan tentang metode pengamatan manual dan otomatis. Pengamatan manual dianggap lebih akurat, sehingga tetap digunakan untuk rekap hasil yang akan diunggah ke situs BMKG.

“Meski ada alat otomatis, kami masih menggunakan manual untuk memastikan data yang tepat,” jelas pria yang telah bekerja di BMKG selama 4 tahun itu.

Manfaat dari kegiatan ini, lanjut Faris, bukan hanya sebatas pengenalan alat, tetapi juga membuka wawasan karier bagi para siswa.

“Siapa tahu ada di antara kalian yang tertarik mendalami ilmu meteorologi atau bahkan bergabung dengan BMKG di masa depan,” kata Faris, disambut dengan antusiasme peserta.

Setelah sesi di lapangan, siswa diajak masuk ke laboratorium untuk melihat langsung cara penginputan data pengamatan. Di sini, mereka juga diajarkan tentang jenis-jenis awan dan kegunaan satelit Himawari, yang berfungsi memantau curah hujan dan suhu laut.

“Awan kumulonimbus harus dihindari karena mengandung es yang berbahaya bagi penerbangan,” terang Faris.

Kegiatan edukatif ini diakhiri dengan kunjungan ke berbagai destinasi wisata seperti Alun-Alun Batu dan Museum Angkut, memberikan kesan mendalam bagi para siswa.

“Pengalaman ini sangat berharga. Selain belajar, kami juga menikmati perjalanan yang menyenangkan,” ungkap Aliviya Mardliyah, salah satu peserta PKL.

 

Pewarta: Shelma Nasywa Ramadhani Munir
Editor: Ahmad Zainul Khofi

Pendidikan Diniyah Formal Ingatkan Pentingnya Tafaqquh Fiddin pada Santri

berita.nuruljadid.net – Dalam rangka memberikan pengenalan berkait pentingnya mempelajari ilmu-ilmu agama, Pendidikan Diniyah Formal (PDF) memberikan motivasi bagi peserta didiknya pada kegiatan Iftitah ad-Dirasah dan Seminar, Kamis (29/08/24) di Aula I Pesantren. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendorong semangat peserta didik dalam menuntut ilmu (tafaqquh fiddin).

Mewakili Kepala PDF K. Yasid Al-Bustomi, Wakil Kepala PDF Muhammad Sholeh menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan momentum penting untuk meneguhkan kembali semangat santri dalam memperdalam ilmu agama, atau yang dikenal dengan istilah tafaqquh fiddin.

“Peran kakak kelas itu penting untuk membimbing adik-adiknya dengan penuh kasih sayang, tanpa melakukan tindakan perundungan. Apalagi ini berkait dengan lembaga pendidikan, yaitu pesantren,” ujarnya saat memberikan sambutan.

Sementara itu, Syamsuri, narasumber pada kegaitan Seminar Motivasi, menguraikan makna mendalam dari tafaqquh fiddin. Baginya, tafaqquh fiddin bukan sekadar membaca atau mengikuti pelajaran, tetapi sebuah upaya serius yang memerlukan dedikasi penuh. Ia mencontohkan perjuangan Imam as-Syafi’i, yang telah mengembara mencari ilmu sejak usia tujuh tahun hingga akhir hayatnya.

“Jangan pernah melihat usia saat bertafaqqquh fiddin. Semangat harus dijaga agar selalu berada di posisi puncak,” ungkapnya.

Ia memberikan tiga kunci utama untuk menjaga semangat santri: mengetahui keutamaan tafaqquh fiddin, memahami rintangan dan tantangan yang akan dihadapi, serta menetapkan tujuan yang jelas dalam proses belajar.

“Semangat itu fluktuatif. Namun, dengan memahami ketiga kunci ini, semangat dapat terus terjaga,” imbuhnya

Menyoal acara, peserta yang hadir berjumlah 120 orang, termasuk 14 peserta didik baru yang ikut merasakan dorongan motivasi semangat dan hikmah dari rangkaian acara ini. Dengan suasana yang hangat dan penuh semangat, acara ini bukan hanya menjadi ajang pembelajaran, tetapi juga peneguhan kembali akan pentingnya tafaqquh fiddin dalam menjalani kehidupan di era modern.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Bimbingan Teknis dan Implementasi Peraturan pada Satuan Kerja di Nurul Jadid

berita.nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo terus memperkuat tata kelola dan peraturan internal untuk memastikan setiap satuan kerja (satker) menjalankan tugas sesuai pedoman yang berlaku.

Pada Kamis (29/08/24), Bagian Hukum dan Advokasi Sekretariat Pondok Pesantren Nurul Jadid mengadakan bimbingan teknis tentang penyusunan peraturan bagi satuan kerja dan satuan pendidikan, bertempat di Ruang Wisma Dosen Universitas Nurul Jadid.

Sekretaris Pesantren, H. Tahiruddin, menyatakan bahwa dengan adanya peraturan yang jelas, diharapkan setiap satker dan satuan pendidikan tidak menjalankan program sesuai keinginan pribadi, tetapi sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

“Kepala pesantren berharap bahwa setiap satuan kerja harus memiliki peraturan yang selaras dan tidak bertentangan satu sama lain, tetap mengacu pada qonun asasi dan tata kelola pesantren,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa peraturan yang dibuat oleh setiap satker harus harmonis dan tidak tumpang tindih, sehingga program yang dijalankan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

“Saya berharap satker dapat menyusun draf peraturan terlebih dahulu, yang kemudian akan diharmonisasikan oleh Bagian Hukum dan Advokasi Pesantren,” tambahnya.

Seterusnya, Tahiruddin menekankan pentingnya pengundangan peraturan di setiap satker agar segera dapat diterapkan. Ia juga menyatakan bahwa pesantren sedang menuju sertifikasi ISO, yang membutuhkan peraturan, SOP, juknis, dan juklak yang terintegrasi.

“Pesantren kita sudah memiliki tata kelola yang baik, jadi saya harap peraturan ini mendapat perhatian penuh dari kita semua,” harapnya.

Sementara itu, Kasubbag Hukum dan Advokasi, Dr. Ainul Yaqin, menegaskan bahwa bimbingan teknis ini bertujuan agar perwakilan dari setiap satker yang diundang sebagai peserta dapat lebih memahami dan mampu menyusun peraturan yang sesuai dengan kebutuhan.

“Produk hukum nantinya harus sesuai dengan kebutuhan, bukan selera pribadi,” tegasnya.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Kuliah Tasawuf ke-10: Kiai Zuhri Zaini Jelaskan Mahabbah Puncak Tertinggi Seorang Salik Menuju Allah

berita.nuruljadid.net – Malam Jumat (25/07/24), suasana begitu khusyuk saat Kuliah Tasawuf ke-10 yang dipimpin oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, berlangsung. Suasana khidmat menyelimuti acara rutin bulanan ini, yang telah menjadi oase spiritual bagi para santri.

Kegiatan tersebut berlangsung di dua lokasi berbeda antara santri putra dan putri. Santri putra berkumpul di Musala Riyadlussholihin, sementara santri putri berada di wilayah mereka masing-masing. Sedangkan bagi peserta yang tak dapat hadir tatap muka, atau bagi khalayak umum, mengikuti kegiatan ini melalui siaran langsung di kanal YouTube Universitas Nurul Jadid.

Dalam kuliah tersebut, Kiai Zuhri menyelami materi tentang hakikat Maqom, atau tingkatan spiritual seorang hamba dalam perjalanannya menuju Tuhan. Beliau menegaskan bahwa tingkatan tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang hamba adalah mahabbah, cinta yang murni dan penuh penghambaan. Adapun catatan lebih lanjut dari Kuliah Tasawuf ke-10 ini dapat disimak dalam narasi berikut ini.

Prolog: Seputar Ahwal & Maqomat

Allah menciptakan kita untuk beribadah. Kita sebenarnya butuh ibadah, Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Bagi sebagian orang yang tidak mengerti pentingnya ibadah, akan menganggap ibadah sebagai beban, padahal secara hakikat ibadah adalah kebutuhan.

Kemudian di dalam ibadah adalah suatu perjalanan menuju Allah, ini ada beberapa Maqom dan Hal. Maqom ini tingkat-tingkat pencapaian dari seseorang. Sebagaimana kita melakukan perjalanan fisik, kita mau ke Surabaya. Tentu kita tidak langsung ke Surabaya, tapi harus keluar ke gerbang, melewati kota ini dan itu terlebih dahulu.

Selain itu, perlu persiapan-persiapan juga. Dalam kitab Minhjaul Abidin, tahapan pertama dalam perjalanan itu adalah mencari ilmu, sekalipun ilmu itu adalah persiapan dalam perjalanan. Karena kalau kita berjalan tanpa ilmu, bisa jadi kita berjalan tanpa arah. Sehingga kita tidak mencapai tujuan, bahkan semakin jauh.

Dalam perjalanan kepada Allah, juga banyak yang tidak mencapai bahkan semakin jauh. Seperti pada masa jahiliah, orang-orang menyembah patung. Ketika ditanya, mengapa melakukan perbuatan demikian. Mereka menjawab, “tidaklah apa yang kami lakukan kecuali agar patung itu untuk mendekatkan diri pada Allah”. Ini adalah syirik, dan perbuatan ini tidak akan diterima oleh Allah.

Dan masih banyak lagi tahapan-tahapan setelah itu, dan semuanya sudah diterangkan pada pertemuan-pertemuan yang lalu.

Pembahasan Utama: Maqom Mahabbah

Topik kali ini adalah tentang mahabbah.

Maqom itu tempat pencapaian kita dalam perjalanan. Sedangkan hal itu secara bahasa adalah keadaan. Keadaan itu agak berbeda dengan Maqom. Meski sebagian ulama ada yang tidak membedakan antara hal dan Maqom.

Kalau hal itu keadaan seseorang menjalani Maqom yang sedang ia jalani. Jadi ada sedikit perbedaan. Kalau tingkat perjalanan itu ada perencanaan yang kemudian dilaksanakan untuk mencapai pencapaian itu. Seperti mencari ilmu. Cari ilmu itu bisa direncanakan, bahkan ada kurikulumnya dan dilaksanakan.

Sedangkan kalau hal ini keadaan yang kita alami dalam perjalanan. Misal menuju Surabaya, ketika di perjalanan kita melihat hal-hal yang indah, sehingga hati kita jadi senang. Senang itu hal bukan Maqom.

Kalau Maqom itu bisa direncanakan dan dicari. Misal hendak ke Surabaya, kita sekarang ada di Probolinggo, lalu direncanakan akan melewati Pasuruan. Nah, ini kan bisa direncanakan.

Keadaan itu tidak bisa dikendalikan, seperti senang atau tidak senang. Takut atau tidak takut. Beda dengan mencari ilmu, kita berhenti mencari ilmu itu bisa. Sedangkan senang atau benci, itu tidak bisa dihentikan seketika. Hanya mungkin ada jalan untuk menjadi senang atau tidak senang.

Sedangkan terkait mahabbah (kecintaan). Mahabbah ini sifat manusia. Objeknya bisa apa saja. Bisa pada seseorang, binatang, dll. Tapi mahabbah yang dimaksud di sini adalah mahabbah kepada Allah.

Jadi senang/suka itu di luat kendali kita, tetapi kita bisa melakukan sesuatu yang berdampak pada mahabbah itu. Sekalipun tentu tidak mudah.

Mahabbah ini adalah suatu tingkatan tertinggi dalam perjalanan kita menuju pada Allah SWT. Orang ibadah kalau senang, tidak akan terasa berat, bahkan akan terasa senang.

Seperti nabi kalau qiyamullail itu sampai kakinya bengkak. Kenapa nabi begitu ? Karena nabi senang. Sholat itu bisa menghibur.

Dalam hadits disebutkan, “dari dunia kalian ini, aku dijadikan senang pada perkara ini, yakni perempuan (meski nabi bisa mengendalikannya), wangi-wangian, sejuk mata kita dengan sholat”.

Nah, sedangkan kita ini tidak dijadikan sholat sebagai penyejuk mata kita. Kalau nabi sedang ada urusan yang memberatkan nabi, beliau akan segera sholat.

Ketika sudah masuk sholat, nabi menyuruh sahabat Bilal untuk adzan. Kata nabi, “Ya Bilal, arihna Bi sholat”. Artinya, hiburlah saya dengan sholat.

Ketika Sahabat Bilal adzan, nabi senang karena mau ketemu Allah di dalam sholat.

Mahabbah ini menurut para ulama itu wajib, Karen mahabbah itu tanda dari iman. Dalam hadits diterangkan,

لا يؤمن أحدكم حتى يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما

Artinya : salah seorang dari kalian tidak dianggap beriman atau tidak dianggap sempurna imannya, sampai Allah dan Rasulnya lebih dicintai dia ketimbang yang lain.

Maksudnya tidak sempurna keimanan seseorang sampai Allah dan Rasulnya lebih dicintai daripada selainnya. Dari sini, mahabbah adalah ukuran kesempurnaan keimanan seseorang. Meski mungkin kita juga mencintai yang lain, seperti istri, anak, dll. tapi Allah dan Rasulullah yang menjadi prioritas.

Mahabbah (Cinta) Harus Ma’rifah Terlebih dahulu

Untuk mencapai mahabbah itu perlu ma’rifah atau mengenal kepada Allah terlebih dahulu. Bagaimana kita mencintai, sedangkan mengenal saja belum. Sebagaimana kata pepatah, “tak kenal maka tak sayang”.

Ada dua sifat tuhan. Sifatul Jalal (keagungan), seperti tuhan maha kuasa, pencipta, menghidupkan, mematikan dll. Selain itu, ada sifatul Jamal (keindahan), seperti tuhan maha pengasuh, penyayang. Karena kasih sayangnya, kita diberi makan, minum. Bahkan kita sering melanggar, tapi tetap diberi kesempatan untuk taubat.

Dalam Fatihah pun, sifat Rahman rahim itu diulang dua kali, yakni di ayat pertama dan ke tiga. Jadi tuhan itu lebih menampakkan sifat kasih sayangnya ketimbang kebesarannya. Sedangkan kita kadang-kadang kurang peduli dengan tuhan. Orang seperti ini biasa disebut dengan agnostik, orang yang percaya tuhan tapi tidak beragama. Bahkan ada orang yang saking sombongnya, itu tidak mengakui keberadaan tuhan, padahal hati kecilnya mengakui tuhan. Meski sebenarnya atheis itu tidak ada. Itu banyak bukti-buktinya.

Manusia ketika berjaya, kadang-kadang dia tidak butuh pada yang lain, juga kepada tuhan. Nanti ketika sudah terpuruk, baru merasa butuh kepada yang lain. Seperti halnya Fir’aun, ia diberi kekuasaan, kelebihan fisik, harta, akhirnya ia sombong bahkan jadi merasa jadi tuhan. Nabi Musa mengingatkan tapi tidak digubris. Tapi ketika peristiwa membelah lautan dan Fir’aun sudah hampir meninggal ketika tenggelam, ia baru mengucapkan beriman kepada Allah.

Oleh karena itu, kita disuruh banyak merenung, supaya kita tahu keberadaan dan kekuasaan Tuhan, serta kelamahan kita. Dari situ kita akan merasa ta’dhim dan takut kepada Allah. Ketika kita tahu bahwa Allah itu maha baik, kita akan mencintai-Nya.

Seperti tadi, Allah itu punya sifat Jalal dan Sifat Jamal. Sifat Jalal itu menakutkan. Tapi sifat Jamal itu menyenangkan. Sebenarnya tuhan itu jamilun, tuhan itu Indah. Tapi sayangnya tuhan itu tidak bisa dengan mata kepala. Keindahan tuhan itu hanya bisa dilihat dengan mata batin/hati. Ketika mata hati/batin ini tumpul, hanya mata kepala yang melihat, maka kita tidak akan bisa melihat keindahan tuhan. Sehingga kecintaan itu tidak akan timbul.

Disinilah pentingnya membersihkan mata hati kita, sehingga kita bisa tahun keindahan tuhan sehingga mencintainya. Bagaimana membersihkannya ?

Cara Menjernihkan Mata Batin

Harus tahu ilmunya, lalu taubat (ini sudah masuk perjalanan ibadah), lalu Zuhud (melawan nafsu) atau tidak menyenangi kesenangan duniawi, untuk itu perlu sabar, ada raja’ (harap), khouf (takut) dan Tawakal. Lalu ketika kita mengenal tuhan, kita akan mencintai Allah. Buah dari cinta atau mahabbah ini adalah asy-Syauq (Rindu). Seperti ingin sholat terus, dzikir terus, dll.

Tapi ini perasaan. Kalau perasaan harus dikendalikan oleh akal. Kalau hilang kesadaran itu sudah lain lagi. Oleh karena itu melaksanakan tasawuf harus dibarengi syariat, tapi melaksanakan tasawuf sebenarnya syariat itu sendiri. Jangan dipilah-pilah.

Selanjutnya buah dari mahabbah itu ada al-Unsu (senang bersama tuhan), lalu ar-ridho (ridho kepada apapun hal yang berkaitan dengan tuhan), meskipun menurut orang lain itu tidak senang.

Perihal aturan dari tuhan, senang atau tidak, tetap harus kita lakukan. Tapi lebih baik dengan senang, perlu diusahakan. Jadi, mahabbah dari mar’rifah, ma’rifsh dari belajar kepada guru atau merenungi ciptaan-Nya.

Setelah kita tahu kenal tuhan dan tahu cara-cara mendekat pada Allah dengan cara ibadah, maka mendekatkan kepada tuhan (taqarrub). Bagaimana caranya?

Mendekat bukan berarti secara fisik. Memang, kedekatan secara hakiki itu bukan secara fisik. Tak ada gunanya meski fisik kita dekat, tapi tidak kedekatan batin. Semisal ada dua orang duduk bersama, tapi sedang bermusuhan atau tidak menyapa. Oleh karena itu hubungan itu harus dijaga. Untuk merawat itu butuh pengorbanan dan kesabaran. Harus saling menyesuaikan.

Ini hubungan dengan manusia. Kalau dengan tuhan, kitalah yang menyesuaikan. Tuhan itu sudah banyak memberi kita. Maka kalau kita tidak bersyukur dan berkorban mendekati Allah, jadi kita tidak tahu diri.

Bagaimana kita taqarrub kepada Allah ?

Dalam sebuah hadits qudsi diterangkan :

ما تقرب إلي المتقربون بمثل أداء ما افترضت عليهم، ولا يزال العبد يتقرب إلى بالنوافل حتى أحبه، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصربه، ولسانه الذي ينطق به، ويده التي يبطش بها، ورجله التي يمشي بها

Tidaklah seorang hamba–Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan sesuatu yang lebih  Aku cintai daripada hal–hal yang telah Aku wajibkan baginya. Senantiasa hamba–Ku mendekatkan diri kepada–Ku dengan amalan–amalan nafilah (sunnah) hingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, Aku m’njadi penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, Aku menjadi tangannya yang dia gunakan untuk memegang  dan Aku menjadi kakinya yang dia gunakan untuk melangkah. Jika dia meminta kepada–Ku pasti Aku memberinya dan jika dia ”emin’a perlindungan kepada–Ku pasti Aku akan melindunginya.”

Sebenarnya mendekat pada tuhan itu mirip-mirip dengan mendekati manusia, yakni kerjakan sesuatu yang diminta atau yang disenangi tuhan.

Kalau kita melaksanakan sesuatu yang disenangi orang lain, berarti kita menunjukkan penghargaan pada orang itu. Kalau tuhan lebih dari itu. Tuhan lebih banyak pemberiannya pada kita. Kalau membalas tak mungkin, jadi disuruh saja melaksanakan perintahnya. Itupun demi kebaikan kita. Bukan untuk tuhan kebaikan-kebaikan itu.

Perintah-perintah Tuhan itu ada yang wajib, disenangi, dll. Lalu bagaimana?

Dimulai dari yang wajib dulu. Seperti halnya yang tertuang dalam poin pertama trilogi santri, yakni memperhatikan kewajiban-kewajiban fardhui ain.

Kedua, meninggalkan dosa-dosa besar. Kalau dosa kecil, tetap tidak boleh, tapi jangan dianggap kecil, nanti akan jadi dosa besar. Karena kita memang sulit lepas dari dosa kecil.

Jadi ada kaidah dalam ilmu tasawuf itu,

الاصرار على الصغائر كبيرة

“Terus menerus melakukan dosa kecil dengan sengaja itu sama saja dengan dosa besar”.

Oleh karena itu hindari tempat-tempat yang rawan. Ada haditsnya, jauhi duduk-duduk di pinggir jalan. Karen Akita takut tidak bisa mengendalikan diri. Jadi dosa kecil itu sulit untuk dihindari, karena itu untuk jadi santri tidak harus tidak punya dosa. Minimal jangan lakukan dosa besar.

Jadi taqarrub itu mendekat pada Allah, dimulai dari yang wajib, terutama fardhu in. Kalau kita mendapat tugas fardhu kifayah, apalagi ketika memang tidak ada lagi yang melaksanakannya, maka status kewajibannya menjadi fardhu ain. Jangan dibalik.

Kalau tahlilan, semangat, tapi kalau sholat jumat atau sholat hari raya malah semangat. Ini kan terbalik. Ini lucu ya, seperti orang yang pakai jas, songkok, dll. Tapi tidak pakai celana.

Kalau kita ingin tetap melanjutkan taqarrub kepada Allah, kita bisa melaksanakan perkara-perkara yang sunah sebagaimana yang tertera dalam hadits qudsi.

Kalau sekarang hamba sudah melakukan perkara wajib, tetap mendekat kepadaku dengan melakukan perkara sunah. Atau tidak jelas-jelas sunah tapi disukai oleh Allah, hingga Aku mencintai dia. Kalau Aku sudah mencintainya, maka aku akan mengawal dia terus. Kalau melihat, mendengar, memegang, berjalan.

Apa artinya selalu dalam pengawalan Allah ?

Ia selalu dalam jalur yang benar dan baik. Jadi ada kecintaan di situ. Sehingga tidak berat menjalankan perintah Allah, tapi dimulai latihan dulu. Awalnya memang berat, tapi lama-lama bisa sendiri. Itu yang oleh orang disebut Wali. Wali itu orang yang dicintai dan didampingi oleh Allah.

Wali itu bukan nabi. Kalau nabi itu ma’shum (terjaga dari dosa). Keliru bisa, dosa tidak. Apa bedanya keliru dengan dosa ? Dosa itu sengaja, sedangkan keliru tidak sengaja. Sekalipun andaikan sengaja dosa, tapi kalau tidak sengaja itu namanya keliru. Nabi pernah melakukan seperti itu, tapi tidak dosa.

Nabi kan pernah begitu, waktu mengimami sholat (Dzuhur/ashar). Dapat dua rakaat lalu langsung salam. Oleh para sahabat ditanya, “apakah sholatnya diqoshor atau anda lupa rakaat ?”.

Dijawab oleh nabi, “keduanya tidak terjadi”.

Lalu sholatnya dilanjutkan. Sholatnya tidak batal, karena tidak sengaja dan tidak dosa.

Padahal seandainya disengaja, maka batal dan dosa karena itu sholat fardhu. Keliru itu bisa dilakukan oleh nabi, apalagi selain nabi. Tapi dosa tidak. Hanya saja begini, kekeliruan yang dilakukan nabi terkait tugas kerasulan, pasti diingatkan. Karena nabi itu dikawal oleh Allah.

Suatu ketika nabi pernah kedatangan oleh tokoh-tokoh Mekah yang belum masuk Islam. Nabi ingin menyenangkan hati mereka supaya mereka mau masuk Islam. Waktu itu ada orang yang buta datang kepada nabi tapi tidak dihiraukan oleh nabi. Karena beliau masih Melayani tokoh-tokoh Mekah itu. Lalu nabi ditegur karena kurang memperhatikan orang buta tadi. Kisah ini tertuang dalam surat ‘Abasa.

Kembali ke pembahasan awal, kalau bukan nabi dan sudah mencapai tingkatan mahabbah, ia bukan ma’shum, tapi -istilah ulama-“ Mahfudz”, artinya terjaga. Terjaga itu artinya ia meskipun melakukan kesalahan, tapi dosanya tidak terlalu banyak. Karena belum tentu orang yang takut pada Allah, ia lalu tidak melakukan dosa. Karena namanya manusia tentu pernah melakukan khilaf (kesalahan).

Dulu, pernah ada sahabat pernah khilaf dengan berzina. Setelah melakukan zina, ia ketakutan dan melapor pada Rasul. Padahal, konsekuensi yang ia lakukan adalah rajam karena ia berzina dalam keadaan sudah menikah. Rajam itu seseorang dipendam sampai lehernya, lalu dilempari batu kecil sampai ia mati.

Jadi orang yang berbuat salah belum tentu orang yang jelek. Kebetulan waktu itu salah, artinya setelah melakukan kesalahan ia merasa menyesal sekali.

Akhirnya, setelah dibuktikan bahwa ia berzina, ia pun dirajam. Meninggal, lalu dimandikan, dikafani oleh para sahabat. Lalu ketika sholat, nabi pun ikut mensholati sahabat tersebut.

Sahabat sempat ada desas-desus, mengapa nabi mensholati pelaku zina ini. Nabi pun mendengar pembicaraan tersebut. Nabi pun berkomentar, bahwasanya orang ini telah bertobat dengan sungguh-sungguh. Seandainya tobatnya diberikan kepada seluruh penduduk Madinah, niscaya cukup.

Jadi tobat itu sebesar apapun dosa kita, asalkan sungguh-sungguh dan tulus. Dimulai dengan penyesalan, merasa bersalah, menghentikan perasaan bersalahnya, meminta maaf kepada tuhan dan kepada manusia (bila memang kepada manusia), bertekad tidak mengulangi lagi, pasti diampuni.

Hanya masalahnya, apakah tobat kita sungguh-sungguh atau tidak ?. Kalau tobat tapi masih mengulang lagi, tobat mengulang lagi, bisa jadi ia tidak sungguh-sungguh. Makanya jangan main-main dengan tobat.

Kalau kita bermain-main dengan tobat, bagaimana mendapat cinta tuhan ? Ya tidak bisa. Cinta bukan hanya dalam omongan, dibuktikan dengan perbuatan. Kalau memang cinta, sedangkan hati yang dicintai.

Untuk mendapatkan mahabbah ini, kita harus betul-betul dimulai dengan ketundukan pada Allah, menjalani perintah dan menjauhi larangan, dengan tujuan mendekat (taqorrub). Bukan tujuan apa-apa, tapi memang bertujuan mencari mendekat dan mencari ridho Allah, bahkan mahabbah dari Allah.

Jadi mahabbah adalah pencapaian tingkatan tertinggi. Kalau kita beribadah didasari mahabbah, ibadah itu menjadi ringan bahkan menyenangka. Namun untuk mencapai itu tidak mudah. Pertama dengan kesadaran penuh melalui perenungan, pikiran tentang kebesaran dan kebaikan Tuhan. Sesudah itu dengan tunduk kepada Tuhan. Nanti disenangi Tuhan.

Kalau Tuhan sudah senang, kita akan diberikan mahabbah. Allah mencintai mereka, dan mereka juga mencintai Allah. Ada ayat yang berbunyi,

فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ

Artinya : Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. (QS. Al-maidah : 54).

وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ؕ

Artinya : Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165)

Kepada yang lain juga cinta, tapi Allah yang jadi prioritas. Ketika bertentangan atau berhadapan antara tuhan dengan selain tuhan, maka dahulukan tuhan.

Tapi ini jangan dipahami secara dangkal. Kalau kita mencintai Allah, lalu bukan berarti tidak mencintai selain Allah. Kalau kita mencintai Allah, kita harus mencintai makhluk-makhlukNya. Sebab menyayangi sesama, menggembirakan orang lain itu perintah Allah.

Contoh sempurna dalam mencintai Allah adalah nabi kita. Beliau mencintai Allah, tapi bagaimana sikap nabi kepada keluarga, bahkan anak kecil. Nabi itu kadang-kadang bermain menemani anak kecil. Tidak gengsi.

 

Penulis: Alfin Haidar Ali
Editor: Ahmad Zainul Khofi