Lantunan Simtudduror di Dinding Nurul Jadid Menguras Rindu Lautan Santri
penasantri.nuruljadid.net – Ada banyak cara meraih berkah, dan santriwati Wilayah Al-Hasyimiyah memilih mengawali rutinitas pesantren dengan lantunan Maulid Simtudduror. Seakan tak cukup hanya mengucap kata, mereka menyerahkan segenap jiwa pada pujian yang mengalir malam itu, seiring selesainya liburan dan kembalinya perjalanan menjadi santri di pesantren.
Suasana pasca-liburan masih menggantung di langit-langit pesantren. Para santriwati yang baru kembali dari rumah, membawa rindu yang terburai di setiap jejak langkah mereka. Meski jiwa seolah masih tertinggal di kampung halaman, mereka tahu bahwa panggilan pesantren harus dijawab. Maka, hari-hari berlalu dengan cerita-cerita singkat tentang rumah, tentang keluarga, tentang segala hal yang tak mereka temui di balik dinding asrama.
Senin, 23 September. Malam itu, Wilayah Al-Hasyimiyah masih riuh dengan tawa para santriwati. Usai salat Isya berjamaah, mereka bercengkrama di pelataran asrama, melepaskan sisa-sisa beban yang mereka bawa dari rumah. Tetapi, keasyikan itu terhenti sejenak ketika suara pengumuman mengalun dari pengeras suara kantor wilayah, memecah malam yang mulai meremang.
“Bagi sahabat-sahabati santri Wilayah Al-Hasyimiyah, bahwasanya pada malam ini akan dilaksanakan pembacaan Simtudduror sebagai pembuka dan awal pengaktifan kegiatan wilayah,” suara itu mengundang mereka untuk berkumpul.
Tanpa aba-aba, para santriwati bergegas. Buku kecil Maulid Simtuddhuror yang biasa tergeletak di atas rak dalam lemari baju, kini digenggam erat. Mereka berjalan keluar kamar, memenuhi halaman daerah masing-masing. Di bawah langit yang pekat, mereka duduk berbaris, bersiap membuka lembaran-lembaran berisi pujian pada Baginda Nabi.
Kala lantunan Simtudduror mulai terdengar dari pengeras suara. Satu per satu bait mereka lantunkan, penuh ritme, seirama dengan nafas dan detak jantung. Kata demi kata mereka lafalkan, bukan sekadar dengan lisan, tapi juga dengan hati. Puji-pujian pada Nabi mengangkasa, meresap ke setiap sudut, membangun suasana yang tak hanya khidmat, tapi juga mendalam.
Sampai tiba pada mahalul qiyam, suasana seketika berubah, semakin khusyuk. Mereka serentak berdiri, menghadap kiblat, mata terpejam, seakan menyambut kehadiran Baginda Nabi yang mereka rindukan. Tak ada suara lain selain lantunan shalawat yang bergema, mengalirkan rasa syukur dan harapan di antara deru malam.
Seusai suasana yang khusyuk itu, Zahiyah Adiba, kepala Wilayah Al-Hasyimiyah, berdiri mengawasi. Di balik sorot matanya, tersimpan harapan besar agar pembacaan Simtudduror ini menjadi pemicu semangat bagi para santri.
“Kita semua berharap, seluruh kegiatan dari awal hingga akhir mendapatkan berkah. Salah satu upayanya adalah dengan menghadiahkan shalawat kepada Nabi di awal setiap langkah,” tuturnya.
Adiba mengakui, mengatur santriwati yang baru kembali dari liburan bukanlah perkara mudah. Rindu yang tersisa masih kuat, dan disiplin pun kadang mengendur. Namun, ia merasa terbantu dengan adanya divisi kepengurusan yang solid.
“Alhamdulillah, pengurus di sini menjalankan tugasnya dengan baik. Dengan mereka, semuanya terasa lebih ringan,” ujarnya.
Malam itu, Wilayah Al-Hasyimiyah tak hanya memulai kembali aktivitas pesantren, tapi juga menapaki langkah baru dengan semangat yang telah diperbarui. Di antara lantunan shalawat, terajut niat dan harapan untuk terus belajar, bukan hanya tentang ilmu, tapi juga tentang kehidupan yang penuh makna.
Penulis: Wahdana Nafisatuz Zahra
Editor: Ahmad Zainul Khofi
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!