Santri Baru: Perjalanan Baru Menuju Cakrawala Ilmu

nuruljadid.net – Di tengah maraknya generasi ngetok (Generasi Tik Tok, red.), ribuan santri baru memulai perjalanan baru mereka di Pondok Pesantren Nurul Jadid yang terletak di wilayah pesisir Desa Karanganyar, Paiton, Probolinggo. Seperti tahun-tahun sebelumnya, momen ini merupakan tonggak bersejarah bagi ribuan pemuda dan pemudi yang memilih mengejar cakrawala ilmu di tengah tantangan dunia modern.

Mereka datang dari berbagai penjuru negeri dengan semangat yang membara, membawa harapan dan impian untuk menimba ilmu agama dan pengetahuan umum di bawah bimbingan para kyai dan ustadz yang berpengalaman. Santri baru ini mengikuti jejak generasi-generasi sebelumnya yang telah sukses mencetak kader-kader intelektual, tokoh agama, dan pemimpin masyarakat yang berperan penting dalam kemajuan bangsa.

Mengapa santri baru tetap memilih pondok pesantren sebagai tempat berkembangnya bakat dan karakter mereka? Salah satu alasan utamanya adalah nilai-nilai yang ditanamkan di pondok pesantren. Di sini, mereka belajar tentang kedisiplinan, kejujuran, keikhlasan, dan saling menghormati. Selain itu, pondok pesantren juga memberikan ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi potensi diri dan mengembangkan kepemimpinan.

Pondok pesantren juga menawarkan kurikulum yang komprehensif, yang tidak hanya mencakup pelajaran agama, tetapi juga pelajaran umum seperti matematika, sains, bahasa Inggris, dan keterampilan berkomunikasi. Hal ini mempersiapkan santri baru agar dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin kompleks. Mereka dibekali dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat menjadi modal dalam menghadapi tantangan global. Hal tersebut relevan dengan dasar santri Pondok Pesantren Nurul Jadid yang dimuat dalam Trilogi dan Panca Kesadaran Santri.

Namun, perjalanan santri baru di pondok pesantren tidaklah mudah. Mereka harus menghadapi kehidupan yang sederhana, menjalani rutinitas yang ketat, dan belajar dengan tekun. Hal ini merupakan bagian dari proses pembentukan karakter dan mental yang kuat. Mereka dilatih untuk menjadi pribadi yang tangguh, disiplin, dan bertanggung jawab.

Perjalanan santri baru di pondok pesantren juga tidak terbatas pada ruang kelas. Mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial, seperti pengabdian kepada masyarakat, mengajar anak-anak di sekolah-sekolah desa, dan membantu dalam berbagai kegiatan keagamaan, seperti contohnya: santri sebagai duta daerah asal terjun dalam kegiatan positif di organisasi kemasyarakatan Forum Komunikasi Santri (FKS). Dengan begitu, mereka tidak hanya menjadi individu yang berpengetahuan, tetapi juga memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Masyarakat dan pemerintah semakin mengakui peran penting pondok pesantren dalam pendidikan dan pembentukan karakter generasi muda. Upaya kolaboratif antara pemerintah, pondok pesantren, dan masyarakat dalam memperkuat pendidikan di pondok pesantren diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perkembangan santri.

Perjalanan santri baru di pondok pesantren menjanjikan cakrawala ilmu yang lebih luas, mempertajam pemahaman agama, dan membentuk karakter yang tangguh. Dengan semangat yang membara, mereka melangkah maju dalam meniti jejak para pendahulu, siap memberikan kontribusi berarti bagi kemajuan bangsa dan agama.

 

Humas Infokom

Pondok Pesantren Nurul Jadid Bekali Santrinya Keterampilan Abad 21 Siap Hadapi Tantangan Global

nuruljadid.net – Saat ini, kita telah memasuki abad 21 ditandai dengan perkembangan dunia yang sangat pesat. Perubahan ini dapat memberikan peluang jika dapat dimanfaatkan dengan baik, akan tetapi juga dapat menjadi bencana jika tidak diantisipasi secara sistematis, terstruktur, dan terukur. Itulah sebabnya, Pondok Pesantren Nurul Jadid membekali santrinya dengan keterampilan abad 21 dalam menghadapi tantangan zaman.

Tak dapat dipungkiri bahwa, dibutuhkan sumber daya manusia tangguh yang memiliki sejumlah kompetensi dan keterampilan agar dapat bertahan hidup (survive) di tengah perubahan yang begitu cepat dan unpredictable atau tidak dapat diprediksi. Keterampilan abad 21 merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai oleh santri agar berhasil dalam menghadapi tantangan, permasalahan, kehidupan, dan karir di era digital dewasa ini.

National Education Association telah mengidentifikasi keterampilan abad 21 sebagai keterampilan “The 4Cs.” “The 4Cs” meliputi keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking), keterampilan berpikir kreatif (creativity), keterampilan berkomunikasi (communication) dan keterampilan berkolaborasi (collaboration).

Di lain sisi, menurut Lee Crocket (2011) dalam bukunya “Literacy is not enough: 21st Century Fluencies for the Digital Age” memaparkan paling tidak terdapat 6 keterampilan yang harus dikuasai seseorang di era digital diantaranya: keterampilan Problem Solving, Creativity, Collaboration, Analytical Thinking, Communication and Ethic & Accountability.

Pondok Pesantren Nurul Jadid dalam rangka penyiapan sumber daya manusia yang menguasai kompetensi dan keterampilan tersebut melakukan penguatan mutu pendidikan dan pengasuhan di pesantren. Menghadapi abad 21 yang penuh dengan tantangan dan ketidakpastian dan kualitas pendidikan kita yang belum membanggakan, diperlukan adanya berbagai terobosan dan strategi dalam dunia pendidikan.

Paradigma pendidikan pesantren harus disesuaikan untuk pengembangan kualitas SDM di era global ini. Berbagai strategi dan langkah pembelajaran serta asesmen yang terukur di berbagai bidang studi senantiasa diupayakan oleh Pondok Pesantren Nurul Jadid. Upaya ini tentu tidak dapat dilakukan tanpa adanya langkah terencana dan sistematis. Perubahan fundamental perlu dilakukan untuk membuat proses pendidikan relevan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik.

Melalui penguatan nilai luhur kepesantrenan Trilogi dan Panca Kesadaran Santri, Pondok Pesantren Nurul Jadid melakukan berbagai macam upaya untuk membekali santrinya dengan keterampilan abad 21 yang dibutuhkan.

  1. Kesadaran Beragama

Penanaman nilai kesadaran dalam beragama, menjadi hal awal yang dilakukan oleh pesantren terhadap santrinya untuk beragama dengan penuh kesadaran. Menjalankan ajaran agama sebagai pilihan dan kebutuhan hidup bukan sebagai tuntutan keluarga apalagi warisan. Sehingga proses kesadaran beragama akan melatih dialektika santri yang mengasah berpikir analitis (Analytical Thinking) dengan tetap mengedepankan etika dan penuh tanggung jawab atas pilihannya (Ethic and Accountability).

  1. Kesadaran Berilmu

Menuntut ilmu dan terus belajar menjadi nilai wajib yang melekat dalam individu santri baik di dalam kelas maupun di lingkungan pesantren dalam konteks kehidupan yang luas. Pendidikan pesantren mengarah ke beberapa aspek pembelajaran; instruction should be student-centered, yakni pengembangan pembelajaran menggunakan pendekatan yang berpusat pada santri. Santri ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Sehingga dapat mengasah analytical thinking, critical thinking and creativity di ruang belajar.

Education should be communicative and collaborativeyakni santri harus dibelajarkan untuk dapat berkomunikasi dan berkolaborasi dengan orang lain. Elemen komunikasi menargetkan santri dapat menguasai, mengatur (manajemen) dan membuat hubungan komunikasi yang baik dan benar secara tulisan, lisan maupun multimedia. Santri diberi waktu untuk mengelola hal tersebut dan menggunakan kemampuan komunikasi untuk berhubungan seperti menyampaikan gagasan, berdiskusi hingga memecahkan masalah yang ada.

  1. Kesadaran Bermasyarakat

Learning should have context, yakni pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan santri di luar pesantren. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari santri. Pendidik mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan santri terhubung dengan dunia nyata (real world).

Pesantren should be integrated with society, yakni dalam upaya mempersiapkan santri menjadi warga negara yang bertanggung jawab, pesantren memfasilitasi santri untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana santri dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial sehingga mereka bisa belajar mengembangkan keterampilan problem solving, communication and collaboration.

  1. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Peran santri yang utama adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan menjaga dan mengawal NKRI sebagai warisan leluhur para ulama’. Dalam jiwa santri tentu tertanam panca-jiwa, panca-jangka, panca-bina dan panca-dharma. Selain itu, santri juga berkontribusi dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh bangsa dengan bentuk kontribusi kecil di lingkungan masyarakatnya.

Melalui pesantren, santri diajarkan menjaga dan membina etika yang baik serta bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari bangsa Indonesia sehingga santri dapat mengasah keterampilan (problem solving, ethic and accountability).

  1. Kesadaran Berorganisasi

Berorgansiasi merupakan salah satu nilai kesantrian yang perlu dimiliki santri sebagai bekal kelas di masyarakat. Tujuan organisasi santri yaitu untuk menyatukan, mengembangkan, membentuk serta memfasilitasi apa yang dibutuhan santri serta membangun jiwa seorang pemimpin yang berkepribadian matang. Dalam organisasi, santri dilatih dan ditempa mengasah keterampilan diri seperti problem solving, communication, collaboration, creativity, ethic and accountability.

 

 

 

(Humas Infokom)

Santri Tidak Betah Mondok? Wali Asuh Nurul Jadid Tangani dengan Psikoedukasi

nuruljadid.net – Eksistensi pesantren di Indonesia sudah bertahan hampir 5 abad lamanya. Sejak fase awal embrio lahirnya pesantren dimulai pada zaman Walisongo, sekitar abad 15-16. Sampai hari ini, pesantren masih menunjukkan eksistensinya sebagai bagian integral dari kekuatan bangsa. Tidak heran apabila pesantren menjadi lembaga pembentukan karakter yang banyak diminati oleh masyarakat.

Namun, untuk mencetak karakter santri yang memiliki kecakapan, kearifan, dan kompetensi ilmu, terutama dalam bidang keagamaan, seorang santri wajib berjuang dan gigih dalam menuntut ilmu di pesantren. Karena tak jarang orang yang baru mondok (santri baru) mengalami keadaan homesickness atau tidak betah di pesantren. Tidak terkecuali santri di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Faktor Penyebab Santri Tidak Betah

Banyak sekali faktor penyebab kenapa santri tidak betah di pesantren, beberapa faktor internal utama santri tidak betah seperti:

  1. Mondok karena paksaan orang tua
  2. Tidak betah karena rindu rumah
  3. Sering dikunjungi orang tua atau keluarga
  4. Kesulitan dalam bersosialisasi
  5. Korban perundungan (bullying) di pesantren

Selain faktor internal dari santri itu sendiri, juga ada 5 faktor eksternal yaitu dari pondok pesantren yang ditempati. Dari berbagai macam pengamatan yang dilakukan secara empiris selama mengatasi santri yang memang tidak betah berada di pesantren adalah karena beberapa faktor berikut:

  1. Minimnya pengawasan dari guru, ustaz atau wali asuh di pesantren
  2. Penanganan santri yang tidak berimbang
  3. Kurang profesionalnya dalam mendesain kurikulum pesantren
  4. Program atau kegiatan yang monoton
  5. Peraturan yang ketat namun tidak disertai dengan apresiasi yang layak

Solusi Pesantren dan Kewaliasuhan

Wali Asuh memiliki peranan penting sebagai solusi dalam permasalahan ini. Wali Asuh sendiri merupakan front liner atau garda terdepan yang mendampingi, mendidik, dan merawat santri selama 24 jam. Menyikapi masalah tersebut, salah satu Wali Asuh di asrama santri baru Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton (Asrama I’dadiyah, red.) Ustaz Zaki Maulana menjelaskan solusi kreatif dengan metode psikoedukasi yang diberikan oleh Wali Asuh.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa santri yang mengalami homesickness diberikan penanganan dan perhatian secara khusus dibandingkan santri biasa pada umumnya. Metode psikoedukasi yang dia berikan diantaranya; tahap awal berupa pendekatan—hal ini memerlukan kepekaan yang baik—mulai pendekatan behavioral, humanistik, psikoanalisa dan teknik lainnya. Kemudian, melakukan tindakan berupa perhatian ekstra, misalnya santri yang mengalami homesickness cenderung menyendiri dan merenung, menyadari kondisi tersebut, wali asuh kemudian menghampiri, memberikan motivasi dan mengajak untuk bergabung dengan teman lainnya.

“Dalam hal itu, kami memberikan motivasi biasanya melalui deeptalk terhadap santri. Di luar pendekatan dan tindakan tadi, kami juga memberikan kegiatan produktif yang cukup padat kepada santri, terutama ketika mereka baru tiba di pesantren, sehingga ini dapat membiaskan potensi-potensi yang bisa menyebabkan homesickness pada santri,” imbuhnya saat diwawancarai Tim Nurul Jadid Media pada Jumat (12/05) pagi.

Hal ini tentunya tak lepas dari peran pesantren dalam memberikan pembekalan teknik parenting terutama kepada wali asuh yang bersinggungan langsung dengan santri baru. Pesantren biasanya juga mengadakan kegiatan Orientasi Santri Baru (OSABAR) sepekan setelah agenda Penerimaan Santri Baru (PSB) satu atap usai. Kegiatan itu diisi dengan pengetahuan seputar lingkungan pesantren yang disajikan melalui kegiatan edukatif, rekreatif dan entertaining. Selain itu, santri baru juga disediakan asrama khusus, sehingga penanganan dan pendampingan secara khusus dapat diberikan.

Sinergitas antara wali asuh dan Pesantren menjadi tolak ukur utama dalam keberhasilannya memberikan penanganan kepada santri yang tidak betah atau homesickness di pesantren, tentunya ini tidak lepas dari dukungan, motivasi, dan doa orang tua kepada santri dari rumah.

Harapannya dengan psikoedukasi ini, wali santri atau keluarga yang memondokkan putra atau putrinya di pesantren, tidak lagi terlalu khawatir. Karena pesantren juga terus berusaha memaksimalkan ikhtiar dengan memberikan pelayanan yang baik agar santri bisa beradaptasi dan menuntut ilmu dengan nyaman di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

 

 

(Humas Infokom)

Santri Rantau Nurul Jadid Asal Medan, Rela Tak Pulang Kampung Demi Menuntut Ilmu di Pesantren

nuruljadid.net – Hidup jauh dari orang tua dan merantau ke luar pulau demi menuntut ilmu menjadi lumrah bagi kebanyakan santri. Tak hanya dituntut hidup mandiri, santri juga harus memiliki niat dan tekad yang kuat untuk melangkahkan kaki membawa diri berdamai dengan jarak, ruang, dan waktu yang tak lagi sama dengan masa sebelum nyantri. Santri juga harus berupaya untuk bertahan di pesantren dengan ikhlas dan sabar tanpa batas semata untuk mengharap ridho Allah SWT.

Itulah yang dirasakan Bilhakqi Maha (13), santri asal kota Medan provinsi Sumatra Utara yang harus rela tinggal jauh dari orang tuanya di kampung halaman demi cita-cita mulia menuntut ilmu agama di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, provinsi Jawa Timur usai tamat sekolah dasar.

Pada awalnya, keinginan mondok sudah ada sejak Bilhak, panggilan akrabnya, masih kecil. Kakeknya yang juga alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid menjadi motivasi awal bagi Bilhak untuk nyantri belajar ilmu agama di pulau Jawa. Ibarat dayung bersambut, niat baik Bilhak tersebut didukung penuh oleh kedua orang tuanya sehingga tekadnya semakin bulat untuk melanjutkan studi di tanah Jawa.

Sejak memulai pendidikannya di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Bilhak harus rela berkorban menahan rasa rindu dan tidak kerasannya demi belajar agama nan jauh dari kampung halaman di pulau Sumatra. Tak jarang Bilhak merasa sedih tak kuasa membendung air matanya karena rindu kebersamaan dengan keluarga di kampung. Hari berganti hari, berganti minggu dan bulan, Bilhak harus menguatkan diri untuk menetap dan tidak pulang ke kota Medan karena harus mondok.

“Sudah satu tahun saya mondok, setiap liburan saya hanya bisa pulang ke rumah saudara di Besuki Situbondo (Jawa Timur) dan tak pernah pulang ke Medan. Tapi orang tua menyusul ke Besuki, jujur saya rindu kampung halaman dan teman-teman disana” ungkapnya saat diwawancarai oleh Tim Nurul Jadid Media pada Ahad (07/05) sore.

Motivator bagi Teman

Jarak tidak lantas membuat Bilhak berkecil hati, dengan motivasi kuat dari dalam diri, ia berhasil memberikan pemaknaan yang positif dari setiap perjalanan hidup yang Bilhak lalui. Mengubah suasana yang melankolia menjadi bahagia dengan rasa syukur tak terhingga.

Di lingkungan belajarnya, disadari atau tidak, sebagian temannya termotivasi oleh perjuangan Bilhak, meskipun berasal dari daerah terjauh dibanding temannya yang lain di asramanya, ia tak putus semangat dalam menuntut ilmu, bahkan di saat teman yang lain tidak kerasan, Bilhak menghiburnya agar betah di pesantren.

Saat Tim Nurul Jadid Media mewawancarai beberapa temannya di asrama I’dadiyah, khusus santri tahun pertama, tempat dia bermukim dan belajar di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Denis Eldiansyah (12) santri asal Jawa Timur mengungkapkan bahwa Bilhaklah yang selalu menghiburnya, saat dirinya mulai merasa tidak betah di pondok.

“Bilhak ini orangnya lucu dan suka menghibur. Dia juga memiliki semangat yang bagus, masak saya yang dekat mau kalah semangat dengan dia yang dari jauh. Dialah salah satunya sebab saya bisa kerasan mondok,” ungkap Denis santri asal kabupaten Jember.

Dari kisah Bilhakqi Maha, kita bisa mempelajari semangat juang yang bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu tanpa mengenal kata “tapi dan nanti”. Karena baginya pergi untuk menuntut ilmu apalagi agama adalah misi mulia dan termasuk perjuangan, berjuang untuk hari yang lebih baik, berjuang melawan ego, kesabaran dan juga menahan kerinduan, berjuang mengukir kenangan tanpa batas dan mengharap balas kecuali ridho Allah SWT. Perjuangan ini juga untuk kembali kepada orang tersayang, bekal kehidupan.

Semoga kisah ini juga bisa menginspirasi dan memotivasi teman-teman yang memiliki keinginan untuk mondok namun masih risau dengan jarak yang terlalu jauh. Teringat esensi sajak yang terangkum dalam Kitab Diwan Imam Asy-Syafi’i:

“Merantaulah …

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang” 

-Imam Asy-Syafi’i, puisi mahsyur berjudul merantau, diterjemahkan dari Kitab Diwan Imam Asy-Syafi’i-

 

 

(Humas Infokom)

Tips Buat Santri Agar Liburan Ramadhan Tetap Produktif Tidak Sekedar Rekreatif

nuruljadid.net – Fakta umum bahwa liburan merupakan hal yang sangat dinantikan bagi hampir semua kalangan, terutama bagi santri yang jarang pulang karena harus menempuh pendidikan di pesantren. Tidak sedikit dari mereka yang memilih menghabiskan waktu liburan dengan bersantai, berkumpul dengan keluarga, atau rekreasi untuk menghilangkan kejenuhan setelah satu tahun disibukkan kegiatan belajar.

Sama seperti kebanyakan santri di Indonesia, santri Pondok Pesantren Nurul Jadid juga sedang menikmati masa libur di bulan suci Ramadhan bersama keluarga. Seluruh santri telah diliburkan sejak Jum’at (7/4/23) untuk putri dan Sabtu (8/4/23) untuk putra. Sebagaimana nasehat pengasuh, selama masa liburnya santri diharapkan tetap produktif.

Tidak jarang, sebagian besar dari santri yang beranggapan waktu liburan adalah waktu untuk bermalas-malasan sebagai ganti hari-hari yang mereka telah habiskan dengan belajar. Namun, ada juga sebagian dari mereka yang menghabiskan waktu liburan dengan kegiatan-kegiatan positif dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, baik itu belajar ataupun kegiatan sosial.

Pertanyaannya kemudian lebih baik mana antara mengisi liburan dengan kegiatan produktif atau sekadar rekreatif?

Produktif tidak selalu berarti harus melakukan hal-hal berat yang dianggap membosankan seperti belajar dan bekerja. Namun, produktif bisa dimaknai dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat baik itu hal kecil untuk diri sendiri, lingkungan, dan antar sesama.

Setiap santri harus mempunyai target apa yang ingin dicapai dengan melakukan hal-hal positif. Apa saja yang bisa santri lakukan selama liburan agar tetap produktif dan positif? Berikut tips nya yang akan kami bagikan

  1. Membuat mapping plan dan to-do list

Setiap dari kita kebanyakan menghabiskan waktu liburan hanya untuk bermalas-malasan dan main gadgets atau HP. Maka bagi kaun rebahan, wajib bagi kalian agar tetap produktif dengan membuat peta perencanaan dan daftar target yang akan dikerjakan semisal khataman alqur’an, khataman kitab/buku bacaan yang bermanfaat atau aktif ikut kegiatan social seperti bagi-bagi takjil, berbagi zakat dan sejenisnya.

  1. Konsisten dalam mengerjakanya

Percuma jika kita merencanakan sesuatu namun tidak konsisten mengerjakannya, karena hasilnya akan nihil. Sehingga bagi kalian yang suka menunda-nunda pekerjaan sebaiknya mulai berlatih disiplin dan konsisten denga napa yang direncanakan sampai tuntas.

  1. Menjauhkan diri dari hal yang tidak berguna dan membuang waktu

Setiap dari kita harus bisa menjauhkan diri dari hal yang tidak berguna dan membuang waktu seperti nongkrong di café berjam-jam untuk mabar, pacaran atau berkumpul antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom atau sekedar ngobrol tidak jelas bahkan yang berbahaya ngumpul sambil membicarakan keburukan orang lain alias ghibah. Naudzubillahi mindzalik.

  1. Membaca dan menulis

Kegiatan membaca dan menulis adalah bentuk dari penguatan literasi yang penting kita biasakan untuk menambah wawasan dan keterampilan dalam menulis. Dua kebiasaan ini menjadi sangat penting agar kita terus upgrade diri baik di sekolah maupun di dunia kerja.

  1. Mengikuti kegiatan sosial

Sebagaimana disampaikan sebelumnya, kegiatan sosial ini sangat baik dilakukan selama liburan. Selain bisa menambah kenalan atau jaringan, hal ini juga bernilai pahala. Santri Nurul Jadid bisa aktif di kegiatan bersama Forum Komunikasi Santri (FKS) atau P4NJ daerah.

  1. Semangat Beribadah dan mengerjakan hal–hal yang bermanfaat

Di bulan suci Ramadan ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan amalan positif lainnya seperti sholat fardhu lima waktu, sholat sunnah, tadarrus al-qur’an, kajian keagamaan, zakat dan shodaqoh serta kegiatan positif lainnya.

  1. Mengekpresikan diri untuk menambah wawasan baru

Mengekspresikan diri bisa dalam bentuk mengeksplorasi hal-hal baru seperti adventuring sambil tadabbur alam, mengunjungi tempat bersejarah dan hal serupa tanpa meninggalkan kewajiban utama yaitu sholat tepat waktu.

  1. Berteman dengan orang yang positif

Yang terakhir adalah berteman dengan orang yang positif (positive vibes). Berteman dengan orang positif akan memberikan energi yang positif pula, sedangkan berteman orang yang toxic (toxic relationship / toxic friendship) akan berdampak negative pada diri kita.

Intinya santri harus tetap produktif walaupun sedang liburan di rumah. Harapannya, agar semua yang telah dipelajari semasa di pesantren tidak hilang percuma atau terlupakan bahkan harusnya momen liburan dijadikan kesempatan untuk mengamalkan.

Stay Positive, Stay Productive!

 

 

(Humas Infokom)

Bukan Hanya Ulama, Kiai Matin Jawahir Tegaskan Kiai Zaini Juga Pejuang Besar Bangsa

nuruljadid.net – “Saya didawuhi oleh Kiai Maimun Zubair untuk membaca Kitab Shahih Bukhari, dawuh beliau bacalah Shahih Bukhari, baca di pondok dengan para santri dan perintahkanlah santrimu membacanya di rumah seperti rutinan membaca Al-Qur’an. InsyaAllah kalau jadi Kiai pondoknya diberi kelancaran dan kemajuan oleh Allah SWT., keluarga diberi ketentraman dan rizki dicukupi oleh Allah SWT. Ini dawuhnya Kiai Maimun Zubair”.

Pesan tersebut disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Bejagung Tuban Jawa Timur sekaligus Alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Abdul Matin Jawahir sebagai pengantar dan tujuan untuk membaca Manaqib Masyayikh dalam Haul dan Harlah ke-74 Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Ahad (19/02) pagi.

Kemudian Kiai Matin Jawahir memulai Manaqib Masyayikh dengan membacakan sanad keturunan dan keilmuan KH. Zaini Mun’im. Tutur beliau Kiai Zaini mengaji kepada banyak ulama, diantaranya Syaikhona Kholil Bangkalan Madura, Kyai Haji Muntaha, Kyai Raden Abdul Hamid, Kyai Haji Abdul Majid dan banyak ulama-ulama nusantara lainnya. Disamping itu beliau juga mengaji ke Mekkah dan Madinah.

“Artinya malang melintang mbah Kiai Zaini Munim ini ngaji kepada para masyayikh dan para ulama baik di Indonesia maupun di Saudi Arabia. Tidak kenal lelah, bahkan setelah itu kembali pulang masih ngaji kepada Hadratussyaikh Kyai Haji Hasyim Asyari,” dawuh beliau.

Kisah menarik dan menjadi sudut pandang para tamu undangan dan peserta waktu itu adalah saat Kiai Matin Jawahir menceritakan kisah penangkapan Kiai Zaini Mun’im oleh kaum penjajah. Beliau menjelaskan bahwa ada yang perlu dikoreksi dan diteliti kembali dalam buku tersebut (buku Kalaidoskop Masyayikh dan Pondok Pesantren Nurul Jadid, red.) khususnya saat Kiai Zaini ditangkap oleh penjajah.

“Karena Kyai Zaini disamping memperhatikan keagamaan masyarakat, ummat, dan pesantren. Juga memikirkan kemerdekaan Bangsa Republik Indonesia. Tertulis dalam buku itu tiga bulan kemudian di lepas oleh Belanda, tolong ini diteliti,” tutur beliau.

Kemudian beliau menceritakan kisah yang sebenarnya terjadi, cerita tersebut beliau ketahui melalui sanad dari Kyai Alie Wafa Baidlowi dan Ustaz Rifa’i waktu itu, beliau menceritakan bahwa Syaikhona Mbah Kiai Zaini Mun’im ditangkap oleh Belanda, tidak dilepas. Tapi dimasukkan dalam drum, dilas tanpa ada udara, dan dibuang ke laut.

“Sudah secara lahir, mati. Tapi mbah Kiai Zaini alhamdulilllah dengan maunah oleh Allah SWT. diberi karomah oleh Allah SWT. Drum diletakkan di laut, dibanduli batu, tenggelam. Tapi mbah Kiai Zaini Munim ada di pondok dan ngajar ngaji. Saya pikir ini kalau tidak bagian dari al arifillah, sulit. Sudah bukan hanya laa ma’buda ilallah, tapi laa faila ilallah. Dikala itu bahkan sudah laa maujuda ilallah. Tidak ada drum tidak ada air dak ada apa, yang ada hanya Allah, apa kehendak Allah SWT.,” jelas beliau.

Di akhir Manaqib Masyayikh, beliau kembali mengingatkan dan menegaskan dawuh Kiai Zaini yang populer saat ini, karena menurut beliau dawuh tersebut salah satu diantara dawuh-dawuh beliau yang sangat penting bagi kita sebagai masyarakat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Orang yang hidup di Indonesia kemudian tidak melakukan perjuangan dia telah berbuat maksiat. Orang yang hanya memikirkan masalah ekonominya saja dan pendidikannya sendiri tanpa kepedulian terhadap masyarakat, maka orang itu telah berbuat maksiat. Kita semua harus memikirkan perjuangan rakyat banyak, bagaimana agar hukum-hukum Allah yang ada dalam Al Quran baik yang tersirat maupun yang tersurat dapat berlaku di bumi Indonesia.” dawuh KH. Zaini Mun’im yang disampaikan kembali oleh KH. Matin Jawahir.

(Humas Infokom)

KH. Zuhri Zaini: Jaga dan Peliharalah Nikmat yang Allah Berikan Jangan Sampai Rusak dan Musnah, Gunakanlah untuk Kebaikan dalam Hidup

nuruljadid.net- Minggu (19/02/2023) pagi 08.30 WIB. Pada kesempatan acara haul masyayikh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo yang dihelat pada pukul 07.30 – selesai. Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini berpesan kepada seluruh tamu undangan santri dan simpatisan agar selalu menjaga dan memelihara nikmat yang allah berikan kepada kita semua jangan sampai rusak dan musnah serta gunakanlah untuk kebaikan dalam hidup.

“Tetapi yang terpenting bagaimana nikmat yang diberikan allah itu dijaga dan dipelihara jangan sampai rusak jangan sampai musnah dan abis” pesan kiai Zuhri kepada seluruh tamu undangan santri dan simpatisan pada acara haul masyayikh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Sebagaimana yang didawuhkan oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid kiai Zuhri Zaini bahwa ungkapan rasa syukur tidak hanya melantunkan ucapan Alhamdulillah dan menggelar tasyakuran serta walimah sekalipun itu sesuatu yang baik. Tetapi bagaimana nikmat yang allah berikan kepada kita dimanfaatkan untuk kebaikan dalam kehidupan kita sehari – hari sesuai dengan tujuan allah memberikan nikmat dan fasilitas hidup kepada kita.

(Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Kiai Zuhri Zaini pada saat menyampaikan sambutannya pada acara haul masyayikh yang digelar Minggu, 19 Februari 2023, pagi.)

“Tentu mensyukuri nikmat tidak cukup hanya tasyakuran dan ucapan Alhamdulillah merayakan perayaan seperti ini atau kendurian, sekalipun itu sesuatu yang baik dan itu dicontohkan oleh nabi besar Muhammad saw dengan adanya walimah – walimah. Bagaimana nikmat yang ada itu digunakan dimanfaatkan untuk kebaikan sesuai dengan tujuan Allah memberikan nikmat dan fasilitas hidup kepada kita.” sambung Kiai yang ramah dan akrab dengan penampilan pakaian sederhana serba putih tersebut.

Tak lupa ucapan selamat datang dan terima kasih beliau sampaikan kepada para Kiai, habaih, santri dan simpatisan telah meluangkan waktunya untuk bisa hadir dalam haul masyayikh mengenang jasa para almarhumin Pondok Pesanytren Nurul Jadid.

Ahlan wasahlan marhaban Bihudhurikum terima kasih atas kehadiran para kiai dan para habaib terkhusus kepada Habib Abdullah almasyhur habib Muhammad bin hasan al ba’aly KH. Mutawakkil alallah pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong, KH. Mutamakin  wakil Syuriah PWNU Jawa Timur tamu undangan yang tidak bisa saya sebut satu persatu pada acara haul pendiri dan almarhumin.” Tutur beliau saat membuka sambutannya.

Sebelum menutup sambutannya tak lupa pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Kiai Zuhri Zaini beliau memberikan penghargaan kepada seluruh pengurus dan simpatisan yang berjasa baik dari internal Pondok Pesantren Nurul Jadid maupun dari luar pesantren dari  masa lampau hingga sekarang atas partisipasinya dalam mengembangkan Pondok Pesantren Nurul Jadid sampai saat ini. Acara berjalan dengan lancar, seluruh tamu undangan santri dan simpatisan menyaksikan serta menyimak sambutan pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid dengan penuh khidmat sampai selesai.

(Humas Infokom)

Kiai Zuhri Zaini: Penguatan Akidah Itu Penting Agar Tidak Bingung di Tengah Perkembangan Zaman

nuruljadid.net – Globalisasi dan digitalisasi merupakan kepastian dewasa ini yang menuntut sebuah perubahan di berbagai bidang, mulai dari teknologi, ekonomi, pendidikan sampai dengan sosial budaya. Perubahan adalah sebuah keniscayaan, karena zaman tidak bergerak stagnan. Perubahan multi sektor itu terjadi dan membawa perubahannya sendiri.

Sebagaimana yang didawuhkan oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid kiai Zuhri Zaini pada kesempatan halaqah internasional alumni 2023 lalu. Bahwa perubahan saat ini semakin cepat termasuk perubahan dalam etika dan tatakrama manusia.

“perubahan itu terjadi semakin cepat. Bukan hanya dalam hal teknologi. Tapi juga tatakrama, etika dan akhlaqul karimah” tutur pengasuh yang syarat dengan pakaian serba putihnya.

Kiai Zuhri Zaini menyadari bahwa perubahan zaman juga merupakan wujud pola bagaimana manusia berinteraksi satu dengan yang lain. Perubahan tersebut juga membawa bersamanya nilai-nilai baik positif maupun negatif termasuk dalam hal akidah atau keyakinan.

Perihal akidah, kiai Zuhri mengajak kita semua untuk terus memperkuat iman dan keyakinan kita kepada Allah SWT. “Terutama masalah penguatan akidah. Bagaimana kita tidak bingung dalam perkembangan zaman agar kita tidak kehilangan pegangan. Di barat sudah tidak lagi mempedulikan agama. Banyak ateis dan tidak peduli Tuhan” pesan kiai Zuhri kepada alumni pada forum halaqah.

Namun, meskipun banyak tantangan yang ummat hadapi, kiai Zuhri menguatkan agar kita tetap optimis dan bersikap positif. Menurut beliau kondisi carut-marutnya ummat saat ini perlu dilihat sebagai peluang untuk membumikan akidah ahlussunnah wal jamaah (ASWAJA) an-nahdliyah.

“Kondisi begitu, adalah peluang bagi kita untuk berdakwah. Banyak muallaf, bagaimana muallaf itu kita arahkan biar akidahnya sesuai dengan yang kita jalankan. Jangan sampai yang muallaf itu menjadi radikal. Mereka sangat militan. Sekarang banyak muallaf center dan sejenisnya.” Beliau menekankan dalam sambutannya.

“Minimal santri kita dan alumni itu tidak terbawa dengan radikalisme. Harus berakidah aswaja an-nahdliyah. Kita tidak boleh menghilangkan tradisi lama, tapi, perlu juga mengambil tradisi baru yang baik” imbuh kiai Zuhri.

 

 

(Humas Infokom)

 

 

Kiai Zuhri Zaini: Semoga Halaqah Tidak Sekedar Berkumpul, Tapi Ajang Silaturrahim Lahirkan Ide Cemerlang

nuruljadid.net – Kemarin (18/02/2023) pada kesempatan acara halaqah internasional alumni 2023 dalam rangka haul masyayikh dan harlah ke 74 Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, pengasuh kiai Zuhri Zaini berharap agar halaqah tidak hanya dijadikan sebagai moment berkumpul, akan tetapi sebagai media silaturrahim melahirkan ide-ide cemerlang.

“Semoga Halaqah tidak hanya sekedar kumpul-kumpul. Tapi menjadi ajang silaturahim untuk melahirkan ide-ide cemerlang” tutur kiai ramah yang akrab dengan busana sederhana serba putih tersebut.

Dalam sambutannya, kiai Zuhri juga mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada seluruh alumni dan simpatisan yang telah meluangkan waktunya untuk menyukseskan pelaksanaan halaqah alumni tahun 2023 bertepatan dengan hari lahir Nurul Jadid yang ke 74.

“saya ucapkan terima kasih kepada alumni yang hadir meluangkan waktu untuk halaqah alumni. Semoga kita tidak hanya berkumpul disini. Tapi kumpul bersama di akhirat nanti. Aamiin ya rabb.” Kiai Zuhri menyampaikan yang disambut amin secara serentak oleh peserta yang hadir di ruangan Aula tersebut.

Pada kesempatan yang sama kiai Zuhri juga menyampaikan permohonan maafnya terkait kondisi kesehatan beliau yang kurang baik sehingga tidak bisa menghadiri undangan dari para alumni dan masyarakat.

“Tiga bulan ini saya kurang sehat. Dan banyak acara yang tidak bisa hadir. Mohon maaf. Hanya ada beberapa acara yang bisa saya hadiri.” Dawuhnya.

Kiai Zuhri mengajak alumni dan peserta yang hadir saat itu baik secara luring maupun virtual untuk senantiasa menjadi pribadi yang maju dan berkembang juga mampu beradaptasi dengan perubahan.

“Kita harus berupaya menjadi orang hidup yang selalu berkembang dan mampu menyesuaikan diri. Namun tetap dalam hal-hal yang baik dan menjadikannya prinsip. Kebaikan harus ditanamkan terus. Jangan sampai kita kehilangan jati diri,” pesan kiai Zuhri kepada para alumni dan simpatisan di forum halaqah tersebut.

 

 

(Humas Infokom)

Santri dan Organisasi

nuruljadid.net – Hati saya bergetar saat menyanyikan dua lagu, yaitu lagu kebangsaan indonesia raya, dan mars Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Selasa (03/01/23).

Pada momen itu, saya menenangkan pikiran untuk lebih konsentrasi menyanyikan dua lagu tersebut. Tapi air mata saya tak terasa sedang berjatuhan. Saya sangat meresapinya dan bergumam dua lagu itu mengajak kita untuk berikrar sepenuh hati bahwa menjadi pejuang yang tangguh harus membangun mental.

Tidak cukup hanya mencerdaskan pikiran. Yang paling dominan adalah mencerdaskan hati agar menjadi pribadi pejuang dan pengabdi yang hebat.

Adalah KH Zaini Mun’im Pendiri dan Pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Jadid telah menanamkan dasar utama organisasi menjadi sebuah kesadaran. Di antara lima kesadaran yang ada di pesantren, kesadaran organisasi adalah salah satunya.

Sebagai seorang santri, meski belajar semua ilmu tidak menjadi kewajiban terutama berkait ilmu fardhu kifayah. Masyarakat berharap agar santri memiliki kecakapan dan kemampuan sebagai bekal ia hidup bermasyarakat dan berbangsa.

Di pesantren Nurul Jadid aktif di organisasi telah maklum. Bahkan bisa dikata seluruh santri aktif di organisasi. Sebab banyak organisasi di pesantren Nurul Jadid. Menurut data kurang lebih dua ratus.

Salah satu organisasi santri adalah Forum Komunikasi Osis (FKO). Organisasi ini tidak hanya perkumpulan santri, sebut saja di FKO ini adalah wadah komunikasi antar organisasi Organisasi siswa sekolah atau madrasah.

Hidayaturrahman pembina FKO dan mantan pengurus FKO 2017 menyampaikan, di FKO bisa belajar banyak tentang banyak hal, salah satunya bisa belajar memanage dan tukar pikiran dengan banyak orang.

Setidaknya, proses menempa diri telah dirasakan oleh Rahman saat aktif di FKO. Itu ia sampaikan saat memberi sambutan pada saat pelantikan FKO. Betul organisasi itu penting. Ada ungkapan “kezaliman yang terorganisir akan mengalahkan kebenaran yang tak terorganisir”.

Sebagai santri yang ditunggu sepak terjangnya ditengah masyarakat, mengetahui dan memahami organisasi itu sebuah keharusan. Jika ia ingin mengabdi pada masyarakat atau pun terlebih pada bangsa dan negara.

Santri yang hanya mengaji kitab tanpa mengaji berkait organisasi, ia akan kesulitan berhadapan dengan beberapa faktor di tengah kehidupan bermasyarakat. Berbagai macam karakter manusia dengan tipologi berbeda pula menuntut agar ada penyesuaian diri seseorang untuk mencapai tujuan yang baik. Di sinilah paham organisasi itu dibutuhkan.

 

Penulis: Ponirin Mika

(Humas Infokom)

Ngaji Syu’abul Iman bersama Ra Imdad, Bersungguh-Sungguh dalam Bertaubat Termasuk Perhatikan Hak Manusia  

nuruljadid.net – Kiai Mohammad Imdad Robbani, Kepala Biro Pendidikan PP. Nurul Jadid menghadiri acara pengajian Kitab Syu’abul Iman Karya KH. Zaini Abdul Mun’in di Desa Alasmalang Kec. Panarukan pada Jum’at (29/12/22) sore kemarin yang merupakan kegiatan rutin bulanan P4NJ Kabupaten Situbondo.

Ra Imdad sapaan akrab Kiai Mohammad Imdad Robbani membacakan cabang-cabang Iman ke 10 hingga ke 13 dalam kitab yang disusun oleh almarhum kakek beliau tersebut. Setelah pembahasan simbol agama Allah pada bab 10 dan Ikhlas dalam ketaatan pada bab 11, Ra Imdad kemudian melanjutkan penjelasan cabang iman ke 12 dan 13.

Cabang iman ke 12 adalah bersungguh-sungguh dalam bertaubat (nushuhut taubah) dari segala dosa dan kedurhakaan. Taubat itu ditunjukkan dengan penyesalan yang mendalam dan memohon ampunan dengan sepenuh jiwa kepada Allah SWT.

Tidak cukup hanya memohon ampunan, kita juga harus mengembalikan hak-hak orang yang didholimi, segera mengganti (mengqodho’) kewajiban-kewajiban yang ditinggalkan sebelum habis waktunya atau sebelum meninggal dunia, serta berusaha dengan tekad kuat untuk tidak merusak taubat itu dengan kembali mengerjakan dosa.

Cabang iman yang ke 13 yaitu selalu bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan oleh-Nya kepada kita. Syukur atas nikmat itu mengakui atas pemberian Allah SWT dan menggunakan nikmat tersebut dalam taat kepada Allah dengan segenap kemampuan.

Termasuk diantara  syukur nikmat adalah harus bersyukur kepada ‘sebab’ yang menjadi perantara diberikannya nikmat kepada kita tanpa melupakan kepada pemberi sebab yaitu Allah SWT. Semisal, kita wajib berterimakasih kepada orang yang telah membatu kita dari kesulitan, tapi jangan lupa, kita juga wajib berterima kasih Allah.

“Pengajian kitab ini sangat kami rindukan, mengenang masa-masa ketika mondok di Nurul Jadid dulu, Alhamdulillah banyak Ilmu dan pencerahan tentang cabang iman yang harus kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari,” pungkas Salim salah satu peserta pengajian kitab.

 

(Humas Infokom)

P4NJ Situbondo Ngaji Syu’abul Iman bersama Ra Imdad, Manusia Harus Ikhlas Taat Kepada Allah

nuruljadid.net – Pembantu Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid (P4NJ) Kabupaten Situbondo menggelar ngaji kitab Syu’abul Iman karangan KH. Zaini Mun’im pendiri dan pengasuh pertama Nurul Jadid. Kiai Mohammad Imdad Robbani, Kepala Biro Pendidikan Nurul Jadid juga putra pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini, menghadiri pengajian tersebut di desa Alasmalang Kec. Panarukan pada Jum’at (29/12/22) sore kemarin.

Ngaji Kitab Syu’abul Iman merupakan agenda rutin bulanan P4NJ Kabupaten Situbondo untuk menjalin silaturrahmi dengan ahlul bait atau keluarga besar masyayikh Nurul Jadid dan memperkuat ruhul jihad pengurus serta alumni dalam berkhidmat di tengah masyarakat.

Kiai Mohammad Imdad Robbani yang akrab disapa Ra Imdad tersebut membacakan cabang-cabang Iman ke 10 hingga ke 13 dalam kitab yang disusun dalam bentuk nadhom tersebut.

Beliau menjelaskan cabang Iman ke 10 yaitu mengagungkan simbol-simbol agama Allah (Sya’air al-dini al- ilah), antara lain dengan senang dan bersemangat atas segala urusan-urusan agama.  selain itu, menghiasi mushaf dan masjid dengan perhiasan (atau desain) yang indah adalah termasuk bagian dari mengagungkan syiar agama Allah.

Cabang Iman yang ke 11 yaitu ikhlas dalam taat kepada Allah. Ikhlas itu akan menjauhkan diri kita dari riya’, syirik, dan kemunafikan. Dengan perkuat rasa ikhlas, yang menjadi perhatian kita hanyalah pandangan Allah semata, bukan pandangan makhluk. Kita meyakini bahwa Allah maha mengetahui terhadap segala amal kita, yang kita cari hanyalah keridhoan Allah SWT tanpa mau tertipu oleh pujian makhluk, bahkan kita selalu merasa khawatir atas kemurkaan Allah.

(Pengurus P4NJ Situbondo dan ratusan alumni Nurul Jadid mengikuti pengajian kitab Syu’abul Iman bersama Ra Imdad)

Pengajian rutin yang dihadiri oleh sekitar 200 alumni Nurul Jadid se-Kabupaten Situbondo ini juga dihadiri oleh ketua Ikatan Alumni Santri Sidogiri (IASS) Cabang Situbondo, KH. Agus Salim dan Sekretaris P4NJ Pusat, H. Syamsul Ma’arif, serta didampingi ketua P4NJ Kabupaten Situbondo, H. Nashiruddin Dhofir dan Ketua Bidang Keagamaan, Habib Hasan Luthfi Al Jufri serta jajaran pengurus lainnya.

Pengajian berlangsung khidmat dan akrab, meski langit sedang diselimuti mendung. Kegiatan ini diakhiri sekitar pukul 15.30 WIB dengan doa dan acara ramah tamah.

 

 

(Humas Infokom)

Pesan Kiai Zuhri Zaini Kepada Wisudawan “Belajarlah Dimanapun Kamu Berada, Bahkan di Tempat Kerjamu”

nuruljadid.net –Utlubul ‘Ilma Minal mahdi Ilallahdi bahwa dalam menimba ilmu itu mulai dari usia nol atau dari buaian seorang ibu hingga liang lahat, tidak ada tolak ukur dalam mencari ilmu.” Untaian kalimat mengawali sambutan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dalam upacara Wisuda Diploma, Sarjana, dan Magister Universitas Nurul Jadid pada hari Sabtu (29/10) pagi.

Dalam momen yang sama, pengasuh berpesan bahwa belajar tidak hanya pada tempat dan waktu tertentu, dalam konteks tersebut beliau memberikan contoh lembaga pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tunggi  yang membuat kita lebih cepat dan efektif mendapatkan ilmu. Akan tetapi, menurut beliau dimanapun berada kita bisa belajar dengan keinginan kita sendiri.

“Apalagi mencari ilmu itu tidak harus di ruang-ruang khusus, misalnya di madrasah, sekolah, sampai perguruan tinggi sekalipun. Itu cara cepat dan efektif untuk kita mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya, tapi kita bisa menimba ilmu dimanapun kalo kita mau,” dawuh beliau.

(KH. Moh Zuhri Zaini Pada Saat Memberikan Sambutan Kepada wisudawan Pada Acara Wisuda Ke V Universitas Nurul Jadid)

Pengasuh ke-4 PonPes Nurul Jadid ini menambahkan, bahwa tempat bekerja itu juga adalah tempat belajar. Tutur beliau, di tempat kerja itu kita bisa mengevaluasi hasil kerja kita sehingga terus meningkat serta bisa menghasilkan tambahan ilmu dari pengalaman bekerja.

“Bahkan ditempat kerja kita, andaikan kita bekerja itu adalah tempat belajar, dengan cara selalu mengevaluasi kerja kita sehingga lebih meningkat dan dari situlah kita akan mendapatkan tambahan ilmu sekalipun malalui pengalaman kerja,” imbuh beliau.

Kemudian Kiai Zuhri juga menyampaikan suatu hadist, “Man Amila Bima ‘Alima Warrotsahullohu ‘Ilma Maa Lam Ya’lam” artinya “orang yang mengamalkan ilmu yang sudah dia dapat, maka Allah akan memberi tambahan kepada orang itu pengetahuan sesuatu yang belum dia ketahui,” dawuh beliau.

 

(Humas Infokom)

KH. Musleh Adnan Bagikan Tips Hidup Berkah dan Cara Santri Mendapat Barokah

nuruljadid.net – KH. Musleh Adnan, penceramah asal Kabupaten Pamekasan yang juga pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatut Ta’limiyah membagikan tips hidup berkah. Menurut Kiai Musleh, ‘mun terro nyaman, jhek dik odik mannyaman makle nyaman’ artinya adalah kalau ingin hidup enak (lempeng), jangan hidup dengan penuh kenyamanan, agar hidupnya nanti bahagia.

Orang yang menjalani kehidupan itu ibarat seperti kaca mobil. Penjelasan ini disampaikan kiai Musleh saat menjadi muballigh pada acara Pengajian Umum dalam rangkat Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Sabtu (22/10) malam.

“Jadi seorang driver yang hebat itu tidak selalu menatap kaca spion, tapi selalu fokus menghadap ke depan, dan sesekali melirik kepada kaca spion. Wal Tandzur Nafsun Maa Qaddamat Lighad – lihatlah masa lalumu untuk menghadapi masa depanmu,” jelas beliau.

Pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Pamekasan itu juga mengajak santri untuk menjaga adab dan akhlaq kepada guru. Sebab, menurut Kiai Musleh sepintar apapun seseorang jika tidak mendapat barokah guru maka tidak akan bermanfaat ilmunya.

“Manfaatnya ilmu tergantung sejak kapan ridhonya guru, jika tidak mendapatkan ridho dari guru, maka tidak bisa ilmu itu bermanfaat,” tuturnya.

Memperkuat pendapatnya, kemudian Kiai Musleh mengutip dawuh Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliky, beliau mengatakan Tsabatul ilmi bil mudzakaroh, wabarokatuhu bil khidmah, wanaf’uhu bi ridho as-syaikh, artinya melekatnya ilmu dengan cara mengulang-ulang pelajaran yang telah didapat, barokahnya ada di khidmah, sedang kemanfaatannya berada di ridha seorang guru.

Menurut alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo itu ‘bhereng se jemolje kak dinto tidak didapat dengan gratis’ artinya barang yang mulia atau dalam hal ini didefinisikan sebagai ilmu itu tidak didapat dengan gratis namun dengan perjuangan dan pengorbanan. Jadi kalau santri ingin mendapatkan ilmu yang banyak, barokah dan bermanfaat maka jangan hidup dengan kenyamanan di pesantren, harus tirakat.

“Kesimpulannya, tholabul roha tarqul roha mun terro nyaman jhek dik odik man nyaman makle nyaman,” artinya adalah “kalau ingin hidup enak (lempeng), maka jangan hidup dengan penuh kenyamanan agar hidupnya bahagia,” tutup beliau dalam ceramahnya topik pertamanya sebelum masuk ke materi Maulid yang lebih spesifik.

 

 

(Humas Infokom)

KH. Musleh Adnan Jabarkan Kiat-Kiat Sukses di Masyarakat

nuruljadid.net – Pendiri sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatul Ta’limiyah Pegantengan Pamekasan KH. Musleh Adnan menyampaikan kiat-kiat menjadi orang yang sukses dan dapat berbaur di tengah masyarakat yang beragam, saat menjadi muballigh pada acara Pengajian Umum dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Sabtu (22/10) malam.

Dai kondang asal pulau garam yang dikenal jenaka namun wibawa itu mengawali ceramahnya dengan menjelaskan bahwa hadirnya beliau di sini karena mendapat mandat atau tugas kehormatan dari Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dan untuk menyampaikan kiat-kiat menjadi orang yang sukses dan bisa berbaur di Masyarakat atas permintaan pengasuh.

Abdhinah mulai gellek sempat berfikir apa yang akan saya sampaikan, ternyata beliau (Pengasuh Kiai Zuhri) apareng tugas ka abdhinah bagaimana kiat-kiat untuk menjadi orang yang bisa berbaur dalam masyarakat walaupun abdhinah kakdintoh alumni asli Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo,” ungkap Kiai Musleh.

(Dari tengah terlihat KH. Musleh Adnan (kiri) bersama Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh Zuhri Zaini (kanan))

Kiai yang pernah mondok selama 10 tahun di Nurul Jadid itu melanjutkan, bahwa hal pertama yang menjadikan kita santri Nurul Jadid sebagai pribadi yang bisa berbaur di tengah kehidupan bermasyarakat adalah doa dari guru, pengasuh dan majelis Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Abdhinah meyakini dan merasakan ternyata pengasuh dan majelis pengasuh tidak mempermasalahkan kesalahan-kesalahan kami ketika mondok di Pondok Pesantren Nurul Jadid, tetap didoakan. Padahal banyak kesalahan kami di pesantren,” dawuh beliau.

Kiai Musleh lantas mengutip sabda rasul: “Syafa’ati li ahlil kaba’iri min ummati” artinya “Syafa’atku untuk pelaku dosa besar dari umatku.” (HR. Abu Daud no. 4739, Tirmidzi no. 2435 dan Ahmad 3: 213. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

“Mungkin Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid mondhut eka’dintoh, sa jek raje’ennah kesalahan santri Pondok Pesantren Nurul Jadid tetap didoakan,” terangnya.

Poin kedua, beliau menjelaskan bahwa ngaji itu dasarnya di pesantren dan pengembangannya di masyarakat. Jadi setelah belajar di pesantren, maka jangan pernah berhenti belajar di masyarakat. Sebagai santri Nurul Jadid, di pesantren kita telah ditekankan untuk mengamalkan nilai al ihtimamu bil furudil ainiyah, tidak hanya itu, selain pengajian kitab kita juga belajar dan berlatih segala terapan yang ada di masyarakat.

“Standart se ekocak alem neng e pondhuk tak sami se ekocak alem neng masyarakat. Misalnya, kalau di pondok pesantren yang dibilang alim itu adalah orang yang sering ikut bahtsul masail, keng tape binabi depak ka masyarakat se alim ghenikah se bisa aladhinin kabhutonna masyarakat. Epakona tahlil, bisa tahlil ngereng, keng jek pah nyol manganyol,” imbuhnya.

(Potret susasana malam maulid di halaman Pondok Pesantren Nurul Jadid dipenuhi oleh ribuan santri dan masyarakat)

Poin ketiga, tidak adanya fanatisme kealumnian di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Kyai Musleh menceritakan bahwa sudah sejak dulu pengasuh dan majelis pengasuh Nurul Jadid tidak menginginkan alumni yang telah terjun ke masyarakat harus beridentitas Santri Nurul Jadid.

“Karena kalau sudah pulang ke masyarakat, sudah milik masyarakat, bukan milik Nurul Jadid. Kakdintoh se bideh ning Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, artinya kakdintoh egeresah ka abek bahwa abek kakdintoh mau bergaul sama siapa saja ngireng,” jelasnya.

Kemudian poin terakhir, adab murid kepada guru. Menguraikan penjelasan tersebut, Kyai Musleh menganalogikan seorang guru seperti talang air, dan murid adalah timba kosong.

Kakdintoh neng ilmu tariqoh bahwa guru itu seperti talang air, deddhi ojen kakdintoh minabi toron kakdintoh masok deri talang air, maka mored kakdintoh koduh narade deri talang air, benni pah langsung ngalak deri langngik, mun bedeh mured kakdintoh langsung ngalak deri langik reken nyareah elmu deri langngik pah nyambi tembeh, bile se possak a?” pungkasnya.

Dalam Ilmu Thoriqoh bahwa guru itu umpama talang air, jadi ketika hujan turun jatuh melalui talang air, maka murid harus menadahi air dari talang, bukan langsung menadah air dari langit. Jika ada murid yang langsung menadah air dari langit atau mencari ilmu langsung dari langit dengan membawa timba, maka akan memakan waktu yang lama untuk penuh. Sehingga dalam menuntut ilmu perlu guru agar jelas sanadnya dan tidak mudah belajar tanpa bimbingan guru karena dapat menyesatkan.

 

 

(Humas Infokom)