Bukan Hanya Ulama, Kiai Matin Jawahir Tegaskan Kiai Zaini Juga Pejuang Besar Bangsa
nuruljadid.net – “Saya didawuhi oleh Kiai Maimun Zubair untuk membaca Kitab Shahih Bukhari, dawuh beliau bacalah Shahih Bukhari, baca di pondok dengan para santri dan perintahkanlah santrimu membacanya di rumah seperti rutinan membaca Al-Qur’an. InsyaAllah kalau jadi Kiai pondoknya diberi kelancaran dan kemajuan oleh Allah SWT., keluarga diberi ketentraman dan rizki dicukupi oleh Allah SWT. Ini dawuhnya Kiai Maimun Zubair”.
Pesan tersebut disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Bejagung Tuban Jawa Timur sekaligus Alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Abdul Matin Jawahir sebagai pengantar dan tujuan untuk membaca Manaqib Masyayikh dalam Haul dan Harlah ke-74 Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Ahad (19/02) pagi.
Kemudian Kiai Matin Jawahir memulai Manaqib Masyayikh dengan membacakan sanad keturunan dan keilmuan KH. Zaini Mun’im. Tutur beliau Kiai Zaini mengaji kepada banyak ulama, diantaranya Syaikhona Kholil Bangkalan Madura, Kyai Haji Muntaha, Kyai Raden Abdul Hamid, Kyai Haji Abdul Majid dan banyak ulama-ulama nusantara lainnya. Disamping itu beliau juga mengaji ke Mekkah dan Madinah.
“Artinya malang melintang mbah Kiai Zaini Munim ini ngaji kepada para masyayikh dan para ulama baik di Indonesia maupun di Saudi Arabia. Tidak kenal lelah, bahkan setelah itu kembali pulang masih ngaji kepada Hadratussyaikh Kyai Haji Hasyim Asyari,” dawuh beliau.
Kisah menarik dan menjadi sudut pandang para tamu undangan dan peserta waktu itu adalah saat Kiai Matin Jawahir menceritakan kisah penangkapan Kiai Zaini Mun’im oleh kaum penjajah. Beliau menjelaskan bahwa ada yang perlu dikoreksi dan diteliti kembali dalam buku tersebut (buku Kalaidoskop Masyayikh dan Pondok Pesantren Nurul Jadid, red.) khususnya saat Kiai Zaini ditangkap oleh penjajah.
“Karena Kyai Zaini disamping memperhatikan keagamaan masyarakat, ummat, dan pesantren. Juga memikirkan kemerdekaan Bangsa Republik Indonesia. Tertulis dalam buku itu tiga bulan kemudian di lepas oleh Belanda, tolong ini diteliti,” tutur beliau.
Kemudian beliau menceritakan kisah yang sebenarnya terjadi, cerita tersebut beliau ketahui melalui sanad dari Kyai Alie Wafa Baidlowi dan Ustaz Rifa’i waktu itu, beliau menceritakan bahwa Syaikhona Mbah Kiai Zaini Mun’im ditangkap oleh Belanda, tidak dilepas. Tapi dimasukkan dalam drum, dilas tanpa ada udara, dan dibuang ke laut.
“Sudah secara lahir, mati. Tapi mbah Kiai Zaini alhamdulilllah dengan maunah oleh Allah SWT. diberi karomah oleh Allah SWT. Drum diletakkan di laut, dibanduli batu, tenggelam. Tapi mbah Kiai Zaini Munim ada di pondok dan ngajar ngaji. Saya pikir ini kalau tidak bagian dari al arifillah, sulit. Sudah bukan hanya laa ma’buda ilallah, tapi laa faila ilallah. Dikala itu bahkan sudah laa maujuda ilallah. Tidak ada drum tidak ada air dak ada apa, yang ada hanya Allah, apa kehendak Allah SWT.,” jelas beliau.
Di akhir Manaqib Masyayikh, beliau kembali mengingatkan dan menegaskan dawuh Kiai Zaini yang populer saat ini, karena menurut beliau dawuh tersebut salah satu diantara dawuh-dawuh beliau yang sangat penting bagi kita sebagai masyarakat untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Orang yang hidup di Indonesia kemudian tidak melakukan perjuangan dia telah berbuat maksiat. Orang yang hanya memikirkan masalah ekonominya saja dan pendidikannya sendiri tanpa kepedulian terhadap masyarakat, maka orang itu telah berbuat maksiat. Kita semua harus memikirkan perjuangan rakyat banyak, bagaimana agar hukum-hukum Allah yang ada dalam Al Quran baik yang tersirat maupun yang tersurat dapat berlaku di bumi Indonesia.” dawuh KH. Zaini Mun’im yang disampaikan kembali oleh KH. Matin Jawahir.
(Humas Infokom)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!