hari santri nasional

Hari Santri, Hari Kemenangan NKRI

Hari Santri, merupakan upaya untuk mewujudkan semangat membara pada seluruh anak bangsa. Dimana tepat pada tanggal 22 Oktober hari bersejarah, para kaum sarungan ikut andil melawan para penjajah yang sekian lama menduduki bangsa. Dengan semangat yang tinggi kaum sarungan berkeinginan untuk mempertahankan nasib bangsa dari cengkraman kapitalisme. Dalam beberapa literatur sejarah, beberapa tokoh santri rela mengorbankan harta maupun nyawa demi membela tanah air, presiden Joko Widodo, mengatakan mengingat peran historis para santri dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti K.H. Hasyim As’yari dari Nahdlatul Ulama, K.H. Ahmmad Dahlan dari Muhammadiyah, A. Hassan dari Persis, Ahmad Soorhati dari Al-Irsyad dan Mas Abdul Rahman dari Matlaul Anwar serta mengingat pula 17 nama-nama perwira Pembela Tanah Air (Peta) yang berasal dari kalangan santri, pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

Tidak bisa dipungkiri, jaringan ulama-santri telah berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan, menegakkan kedaulatan, keadilan bangsa pada masa revolusi, serta mengawal negeri pada masa awal kemerdekan. Peran para kiai dalam mengawal perjuangan tidak bisa dilupakan dalam narasi sejarah bangsa Indonesia. Kontribusi tak bisa dihilangkan dalam putaran sejarah, mereka terbukti kokoh dalam menguatkan pondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Para santri membentengi Indonesia dari pelbagai ancaman selama beradab-abad, dari serbuan kolonial, agresi militer hingga ancaman terhadap ideologi Pancasila sebagai pemersatu bangsa,” kata Munawir Aziz, penulis buku ‘Pahlawan Santri, Tulang Punggung Pergerakan Nasional’ dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Sabtu (7/5/2016).

Barisan pejuang kiai-santri yang tergabung dalam Laskar Hizbullah (dikomando Kiai Zainul Arifin), Laskar Sabilillah (dikomando Kiai Masykur) dan Laskar Mujahidin pimpinan Kiai Wahab Chasbullah, merupakan jaringan militer dari pesantren yang dibentuk sebagai tulang punggung perjuangan kemerdekaan. Mereka bergabung bersama barisan militer dari pemuda dan tentara, sebagai penopang perjuangan kemerdekaan. Kontribusi para kiai dalam menggerakkan pemuda santri dan warga dalam mengawal kemerdekaan terjadi dengan koneksi yang berlangsung lama, dalam hubungan guru-murid antar pesantren di Nusantara.

Resolusi Jihad yang digelorakan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi pemantik semangat dan menginspirasi pejuang santri dan warga untuk terjun ke medan laga melawan penjajah. Pertempuran berlangsung di berbagai daerah secara serempak, demi mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan NKRI. Palagan Ambarawa di Jawa Tengah dan pertempuran di Surabaya, Jawa Timur pada November 1945 merupakan cermin kekuatan pemuda santri dan warga yang digerakkan oleh semangat jihad mempertahankan tanah air. Pertempuran heroik 10 November 1945 diabadikan sebagai ‘Hari Pahlawan’ oleh pemerintah Indonesia, untuk mengenang jasa-jasa pahlawan yang berjuang dengan nyawa, darah dan air mata.

“Sayangnya para pejuang militer dari kalangan santri tidak banyak ditulis dalam catatan sejarah. Dengan sumbangsih terhadap perjuangan kemerdekaan, sudah semestinya kiai-kiai pesantren mendapatkan perhatian utama sebagai pahlawan bangsa,” ujar Munawir yang pernah melakukan riset akademis di beberapa universitas di Jerman, Belanda, dan Prancis pada 2011 dan 2013.
Untuk itu, perayaan Hari Santri tidak hanya dipahami sebagai bentuk kenang dari perjuangan kaum santri dalam memberikan pengorbanannya terhadap bangsa, akan tetapi ini merupakan jalan agar setiap anak bangsa mampu meneladaninya. Paling tidak ada tiga hal yang harus didapat dalam semat patriot kaum sarungan. Pertama: Mengingat bahwa keutuhan dalam mempertahankan bangsa, terlahir dari masyarakat Pesantren. Kedua: Santri dengan caranya masing-masing bergabung bersama elemen bangsa, melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, mengatur strategi, dan mengajarkan kesadaran tentang arti kemerdekaan, seperti yang diutaran Presiden Jko Widodo. Hal ini mengisyaratkan bahwa perjuangan kaum santri dalam memerdekakan bangsa adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan. ketiga: Pesantren tidak hanya mengajari hubungan mahluk pada khaliqnya, lebih dari itu, kecintaan terhadap tanah air merupakan kewajiban yang harus terpatri dalam jiwa raganya. Dengan pelaksanaan Hari Santri Nasional (HSN), anak bangsa mampu menumbuhkan semangat menyatukan dalam keberagaman, semangat menjadi satu nafas untuk Indonesia. Ditengah terpaan arus globalisasi dan tantangan dunia modern budaya melekat nilai-nilai untuk saling menghargai, saling menjaga toleransi, dan saling menguatkan tali persaudaraan antaranak bangsa terkadang menjadi ancaman cukup serius, sehingga Bhinneka Tunggal Ika akan menjadi taruhan. Sangat menggetarkan saat kalimat ini terungkap dari kaum santri “Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap individu“. Ini menandakan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari kehidupannya. Itulah mengapa tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Dari Santri Untuk NKRI

Ponirin Mika
Sekretaris Biro Kepesantrenan PP. Nurul Jadid Paiton Probolinggo

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *