KH. Zaini Mun’im dan Syair yang Tak Pernah Mati
www.nuruljadid.net-berita- Di tengah hiruk pikuk zaman yang terus bergerak cepat, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, menghadirkan jeda yang penuh makna lewat Ngaji Karya Muassis, Kamis malam (3/7). Sekitar 200 pengurus dan wali asuh berkumpul di Aula I untuk menghidupkan kembali jejak spiritual KH. Zaini Mun’im melalui qasidah-qasidah sarat ruh dan pesan.
Pengajian malam itu bukan hanya rutinitas, tapi menjadi ruang perjumpaan batin dengan warisan keteladanan yang abadi. KH. Moh. Zuhri Zaini, yang memimpin langsung pengajian, membedah qasidah berjudul Tawassul — karya yang mencerminkan kepasrahan total kepada Allah, disertai permohonan perlindungan dari kaum mu’tadin, yakni mereka yang menzalimi dan merampas hak sesama.
Namun lebih dari itu, Tawassul membuka pemahaman spiritual yang mendalam: bahwa berdoa melalui perantara para kekasih Allah bukanlah bentuk pengultusan, melainkan wujud kesadaran akan keterbatasan diri dan keagungan Ilahi.
KH. Zuhri menegaskan bahwa spiritualitas KH. Zaini Mun’im bukan bertumpu pada karamah atau keajaiban, melainkan pada istiqamah — keteguhan dalam taat dan konsisten dalam kebaikan. Pesan ini selaras dengan firman Allah: “Alaa inna auliyaa Allahi laa khaufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun”, bahwa para wali Allah itu adalah mereka yang hidupnya penuh keyakinan, tanpa rasa takut dan sedih.
Tidak hanya menggubah qasidah, KH. Zaini juga menadhom kitab-kitab penting seperti Safinatun Najah dan Ghayatul Ushul, agar ilmu agama bisa lebih mudah diserap melalui keindahan syair. Di sinilah tampak jelas, bahwa syair-syair beliau bukan sekadar karya sastra, tapi media dakwah yang hidup dan menyentuh.
“KH. Zaini menulis dengan hati, dan setiap baitnya mengalirkan cahaya,” ungkap KH. Zuhri.
Kegiatan Ngaji Karya Muassis bukan hanya bentuk penghormatan pada sang pendiri, melainkan upaya konkret menanamkan kembali nilai-nilai keikhlasan, ketekunan, dan cinta ilmu dalam kehidupan pesantren hari ini.
Syair KH. Zaini Mun’im memang telah lama ditulis, namun maknanya tetap menyala — menghidupkan jiwa yang haus makna, dan membimbing langkah generasi yang mencari arah. Sebab bagi yang menghayati, syair beliau bukan sekadar untaian kata. Ia adalah warisan jiwa. Dan jiwa yang tulus… tak pernah mati.
Pewarta : Ponirin Mika
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!