Pos

KH. Zuhri Zaini; Bapak Habibie itu Pekerja Keras dalam Belajar dan Mengabdi

Sebuah ‘Pelajaran’ dari Nurul Jadid

nuruljadid.net- SUNGGUH, Kiyai Zuhri – pengasuh Pesantren Nurul Jadid ini tidak hanya sedang membaca kitab Adābu Sulūkil Murīd, kitab tentang akhlak yang disusun oleh Al-Habib Abdullah bin Alawy al-Haddad. Pun tidak cuma sekedar menjelaskan isinya secara panjang lebar, disertai dengan contoh-contoh kasus kekinian yang sangat menginspirasi.

Ya. Tidak hanya itu. Coba, perhatikanlah, bagaimana pemandangan dan suasana pengajian khatmil kutub —yaitu tradisi ngaji kitab sampai khatam menjelang dan selama bulan Ramadhan— yang disiarkan secara live streaming melalui facebook dan channel youtube itu. Ya Allah… Kiyai Zuhri mengenakan masker, dan di mejanya terlihat ada hand sanitizer.

Lihatlah, betapa beliau memberikan teladan yang amat menawan, bagaimana seharusnya kita berikhtiar dan meningkatkan kewaspadaan secara maksimal agar bisa terhindar dari risiko penularan virus yang sedang mewabah. Seolah hendak membantah orang yang mengatakan, “Aku hanya takut kepada Allah, tidak takut pada corona!.”

Lihatlah, betapa beliau memberikan contoh yang amat indah tentang disiplin dan kepatuhan dalam melaksanakan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ngaji dengan memakai alat pelindung diri. Lalu disiarkan secara live streaming agar santri yang sudah ‘dirumahkan’ tetap bisa mengaji. Begitupun masyarakat umum, termasuk saya dan sahabat-sahabat saya —para alumni.

Subhanallah. Kyai Zuhri mendidik para santrinya dengan teladan dan contoh konkrit. Sungguh ini sebuah pelajaran dari Nurul Jadid yang nilainya tiada terperi. Inilah salah satu hikmah dari musibah corona yang wajib kita syukuri.

 

* Penulis H Amin Said Husni, Pemerhati sosial keagamaan yang tinggal di Bondowoso

*)Tulisan Opini ini diambil dari timesindonesia.co.id

*) Publisher : Ponirin Mika

Cerita Seorang Gugas Covid-19, Saat Liburan Pesantren Tidak Pulang Kampung

nuruljadid.net- Menjalani rutinitas sebagai tim Gugus Tugas Pondok Pesantren Nurul Jadid, Saudara Isa tidak memutuskan pulang kampung saat liburan panjang Pesantren.

Padatnya kerja tim gugas pesantren untuk mencegah menyebarnya covid-19 di Pesantren dan lingkungan sekitar Pesantren menjadi alasan saudara Isa menghabiskan waktu libur di pesantren sebagai media pengabdiannya sebelum berhenti mondok.

Saat nuruljadid.net mewawancarai saudara Isa di Kantor Gugas Covid-19 PPNJ, Selasa siang (16/06). Isa mengatakan, saya memutuskan untuk tidak pulang kampung dan mau bertahan disini (pesantren) ingin membantu Pesantren dalam menangani tidak tersebarnya covid-19.

Saya sudah menelpon mama dan ayah bahwa saya tidak pulang liburan panjang kali ini. Ada kesan yang paling menarik bisa saya ambil setelah saya masuk tim Gugas Pesantren yaitu; saya bisa dekat dengan keluarga besar Pesantren Nurul Jadid dan bisa menjadi pejuang kemanusiaan,” Kata Isa.

Siswa kelas akhir SMA Nurul Jadid ini melanjutkan, saya banyak diajari untuk menjadi seorang pengabdi tanpa batas oleh Direktur Klinik Az-zainiyah Nyai.Hj Khodijatul Qodriyah.

Beliau selalu memberikan arahan dan motivasi tinggi pada saya sehingga saya merasa nyaman menjadi bagian dari tim Gugas Pesantren.

Ada pengalaman yang sangat berharga saya dapatkan pada saat memberikan pelayanan bagi masyarakat sekitar Pesantren. Melihat pelayanan kami yang optimal terkait protokol kesehatan covid-19, masyarakat merasa bahagia dan gembira.

Sebagian masyarakat memberi kue ke kami,” Imbuh Isa dengan terkekeh

Sebelum saya keluar dari Pesantren ini, Saya akan memberikan yang terbaik untuk Pesantren. Karena bagi saya, kebahagiaan di Pesantren bisa saya rasakan apabila Pesantren memberi kesempatan mengabdi pada saya,” Lanjutnya.

Saat ditanya apa tidak merasa rugi tidak pulang kampung saat liburan panjang Pesantren. Isa menjawab dengan singkat, Ngapain rugi, justru saya disini saat liburan Pesantren mendapatkan pengalaman yang jauh lebih penting ketimbang menghabiskan waktu dirumah. Apalagi dirumah tidak bisa kemana-mana juga,” Tegasnya.

Saya bersyukur sekali diberi kesempatan menjadi bagian pejuang kemanusiaan. Meskipun menjadi relawan menghadapi mewabahnya pandemi covid-19, banyak orang yang takut. Tapi kami dari tim Gugas PPNJ telah dibekali do’a dan obat agar terhindar dari virus mematikan,” Ujar isa sambil tertawa.

Pemuda kalem ini mengakhiri pernyataannya dengan sebuah kalimat yang menarik. Mumpung kita ada di Pesantren berikan yang terbaik untuk Pesantren, disitulah barokah akan di dapat,” Katanya.

Selamat berjuang saudara Isa.

 

Pewarta : PM

Video Protokol Kesehatan Covid-19 Nurul Jadid, Hipnotis Para Pengunjung

nuruljadid.net- Pemutaran video protokol kesehatan covid-19 Pondok Pesantren Nurul Jadid dilakukan saat acara silaturrahmi Kapolres Probolinggo bersama rombongan ke Pesantren Nurul Jadid, Selasa pagi (10/06) di ruang Aula Mini Universitas Nurul Jadid.

Pemutaran video protokol kesehatan covid-19 menjadi salah satu rangkaian acara seremonial pada kunjungan tersebut.

Intel Polres Bapak Maryono memberikan apresiasi atas pembuatan video protokol kesehatan yang dibuat oleh Pesantren Nurul Jadid.

“Tidak ada kata yang pantas saya ucapkan selain kata ” Nurul Jadid luar biasa”. Nurul Jadid menjadi pesantren terdepan dan sangat bagus dalam membuat protokol kesehatan covid-19 dilengkapi dengan videonya,” Katanya.

Para peserta kunjungan yang ada diruangan serius menyaksikan pemutaran video tersebut. Sesekali anggukan kepala dilakukan oleh Kapolres Probolinggo Bapak AKBP Ferdy Irawan saat menonton pemutaran video protokol kesehatan.

Kami merasa senang dan bangga sekali melihat video itu. Dan rasanya Pesantren Nurul Jadid merupakan pesantren yang pertama membuat video protokol kesehatan covid-19,” Ujar salah satu peserta rombongan yang tidak mau disebutkan namanya.

Dengan adanya video ini, besar harapan kami agar semua warga pesantren bisa mengikuti protokol kesehatan covid-19 yang telah dibuat,” Kata Ketua Gugas Covid-19 Ustadz Abdul Kholid Fauzi.

Itu (video) merupakan salah satu cara dalam mensosialisasikan protokol kesehatan covid-19 yang diterapkan oleh pesantren Nurul Jadid. Dengan adanya video ini masyarakat bisa langsung menyaksikan bahwa Pesantren Nurul Jadid benar-benar telah mempersiapkan protokol kesehatan dalam menyambut kedatangan santri,” Tegas Ponirin Mika Kasubbag Humas Pesantren Nurul Jadid.

Saya bangga melihat pesantren Nurul Jadid yang sangat siap menyambut kedatangan santrinya dengan protokol yang begitu lengkap dan sistematis,” Tegas Anggota Polres yang enggan menyebutkan namanya.

Pewarta : PM

Kepala Kamtib; Bersama Kita Cegah Penyebaran Covid-19

nuruljadid.net- Penanganan dalam menanggulangi menyebarnya covid-19 perlu dilakukan oleh semua pihak. Pondok Pesantren tengah melakukan hal tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Ustadz Adiyatno Kepala Keamanan Pesantren Nurul Jadid, Selasa pagi (16/06).

Adiyatno melanjutkan, Pesantren telah siap menghadapi situasi pandemi covid-19 saat ini, tentu dengan mempersiapkan semua protokol kesehatan covid-19 yang dianjurkan oleh pemerintah dan tim medis.

Disamping itu kerjasama dalam penjagaan pintu masuk pesantren sangat ketat diakukan. Dalam penjagaan kita melibatkan semua unsur terkait mulai dari pengurus keamanan, pengurus pesantren dan gugus tugas,” Imbuhnya.

Kami akan terus melakukan penjagaan di pintu masuk pesantren sampai kondisi benar benar stabil.

Alhamdulillah, Gugas PPNJ telah melakukan sosialisasi secara intens baik secara langsung maupun melalui banner yang dibuat. Itu semua sangat membantu dalam memberikan pemahaman berkait protokol kesehatan covid-19. Contohnya banner yang terpasang di portal pos I,” Kata Ustadz Dayat.

 

 

Pewarta : PM

Kapolres Probolinggo; Nurul Jadid Sebagai Role Model Pesantren

nuruljadid.net- Setelah kami memasuki area Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, kami melihat protokol kesehatan covid-19 telah diterapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan kesehatan covid-19 yang ada. Hal ini disampaikan oleh Kapolres Probolinggo Bapak AKBP Ferdy Irawan saat memberi sambutan pada acara silaturrahim Kapolres Probolinggo bersama rombongan di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Selasa pagi (16/06) bertempat di ruang Aula Mini Universitas Nurul Jadid (UNUJA)

Ferdy Irawan menambahkan, semangat kami hadir ke Pesantren Nurul Jadid sebagai tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang kita lakukan bersama seluruh pesantren se-Kabupaten Probolinggo.

Masih kata Ferdy, ditunjuknya Pesantren Nurul Jadid sebagai pesantren tangguh karena kami melihat Pesantren Nurul Jadid sangat siap menyambut kedatangan santri dengan protokol kesehatan covid-19.

Pesantren Nurul Jadid menjadi role model bagi pesantren- pesantren yang ada khususnya Pesantren di Kabupaten Probolinggo. Harapan kami protokol yang dibuat oleh pesantren benar-benar dilaksanakan sebaik-baiknya,” Imbuhnya.

Hadir pada acara silaturrahmi tersebut, Pengasuh PPNJ KH. Moh. Zuhri Zaini, Wakil Kepala Pesantren KH. Najiburrahman Wahid, Sekretaris Pesantren Ustadz H. Faizin Syamwil, Direktur Klinik Az-Zainiyah Nyai Hj. Khodijatul Qodriyah, Wakil Sekretaris Ning Muthmainnah Waqid, Ketua Gugus Tugas PPNJ Ustadz Abdul Kholid Fauzi, Kabag Humpro Ustadz Ernawiyadi, Kapolres Probolinggo AKBP Bapak Ferdy Irawan bersama rombongan, Kapolsek Paiton Bapak Nur Choiri Rozak, SH bersama rombongan.

 

Pewarta : PM

Terapkan Protokol Kesehatan di Kegiatan Perdana

nuruljadid.net- Kegiatan perdana tarbiyah watta’lim putri dilaksanakan mulai Ahad pagi (14/06) bertempat di Musalla Az-zainiyah Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Kabid Tarbiyah Watta’lim Putri Ning Mamnuhaturrahmah menuturkan, Kegiatan perdana ini dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker dan jaga jarak (physical distancing).

Ning Mam (sapaan akrabnya) menambahkan, kegiatan tersebut dimulai sejak hari ahad pagi setelah santri yang berstatus pengurus itu melaksanakan senam pagi.

Menurutnya, materi yang diberikan pada kegiatan itu seputar penguatan tentang darah wanita yang dibina oleh Ny. Hj. Hanunah Nafi’iyah, M.Pd  bergantian dengan Dr. K. Imdad Robbani yang mengampu kitab Muntholaqot Fie Bina-i Dzawaati Al-Daaiyat karangan Habib Umar bin Hafidz pada pagi hari pukul 09 : 00 WIB sampai selesai.

Selanjutnya, Pengajian kitab Qudwatul Hasanah diampu oleh KH. Moh. Zuhri Zaini secara paralel dari Masjid Jami’ Nurul Jadid ke Musalla- musalla wilayah putri pada  pukul 15.30 WIB -16.30 WIB,” Ujarnya.

Disamping itu, Kegiatan olah batin yang diberi nama gerakan batin (Gerbat) sekaligus kegiatan sharing Pengurus pada pukul 20 : 00 WIB di wilayah atau asrama masing-masing pengurus,” Sambungnya.

 

Pewarta : PM

Pemprov Jatim Sumbang APD Ke Pesantren Nurul Jadid

nuruljadid.net- Untuk mendeteksi seluruh santri apakah mereka reaktif atau non reaktif covid-19, Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo melakukan rapid test. Rapid test ini dilaksanakan pada saat santri kembali ke Pesantren setelah mereka berlibur panjang. Kurang lebih 3 bulan liburan yang diberikan kepada santri, berbeda dengan liburan Pesantren tahun sebelumnya.

Ketua Gugas PPNJ Ustadz Abdul Kholid mengatakan, rapid test ini bagian dari salah satu langkah untuk mengskrining santri yang kembali ke Pesantren. Kali ini pengurus pesantren yang lebih di dahulukan kembali ke Pesantren dan di rapid test, setelah itu santri secara umum yang akan dilaksanakan secara bertahap mulai dari tanggal 10 Juli sampai 17 Agustus 2020.

Upaya maksimal dilakukan oleh Pengurus Pesantren Nurul Jadid berkait akan dikembalikannya santri dengan bentuk koordinasi bersama instansi terkait, seperti berkoordinasi dengan Pemda Kabupaten Probolinggo, Polres Probiolinggo, RMI, ISNU Jatim, Pengurus P4NJ, Para dokter.  Seluruh instansi menyambut baik usaha yang dilakukan oleh Pesantren Nurul Jadid.

Bahkan Gugas Kabupaten Probolinggo memberikan apresiasi terhadap protokol kesehatan yang dibuat oleh Pesantren Nurul Jadid.

“Protokol kesehatan covid-19 yang dibuat oleh Pesantren Nurul Jadid sangat bagus. Sudah memenuhi standar umum protokol kesehatan dan bahkan sangat rinci sekali. Pesantren yang lain bisa mencontoh protokol yang telah dibuat oleh Pesantren Nurul Jadid. Insya Allah akan dikirim ke beberapa Pesantren di Probolinggo, supaya dapat mencontohnya,” Tutur Bapak Fathorrazi, Bagian Sosialisasi dan Komunikasi Gugas Kabupaten Probolinggo.

Melihat keseriusan Pesantren Nurul Jadid dalam memberikan pelayanan maksimal pada santri yang akan kembali ke Pesantren agar terbebas dari covid-19, Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan bantuan Alat Pelindung diri (APD), Kamis pagi (11/06) penyerahan dilakukan di ruang rapid test, yaitu Gedung Universitas Nurul Jadid (UNUJA).

dr. Durratun Nafisah Shofwan perwakilan Pemerintah Provensi menyampaikan, dengan sumbangan ini, berharap Pesantren Nurul Jadid terus maju menjadi Pesantren tangguh dan siap menghadapi new normal.

“Sumbangan Pemprov berupa baju hazmat 6 pcs, sepatu boot6 buah, kacamata goggle 6 pcs, face shield 7 pcs,” Ucap dr. Choky melalui pesan WA.

Terkait sumbangan Pemprov ini, Direktur Klinik Az-zainiyah sekaligus Penanggung Jawab Gugas Covid-19 Ny. HJ. Khodijatul Qodriyah menuturkan, sumbangan APD dari pemprov atau sumbangan-sumbangan lain dari berbagai pihak baik berupa tenaga / SDM, sarpras dan lain-lain, Tentu menjadi sumbangsih bagi pesantren agar semakin maksimal memberikan pelayanan ke santri/ pengurus yang kembali ke Pesantren. Semoga upaya-upaya sinergi ini semakin memperkokoh kita sebagai pesantren tangguh yang siap dengan situasi ” berdamai” mencegah dini dari tertularnya virus corona yang masih merebak.

 

Pewarta : PM

Ning Iah; Rapid Test Berjalan Lancar

nuruljadid.net- Pelaksanaan rapid test perdana di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo berjalan lancar. Dengan pelayanan kurang lebih 700 santri yang berstatus pengurus baik putra maupun putri yang dilaksanakan selama 2 hari. Ungkapan ini disampaikan oleh Direktur Klinik Az-Zainiyah sekaligus Penanggung Jawab Gugas Covid-19 PPNJ Nyai Hj. Khodijatul Qodriyah.

Istri Kiai Hamid, Kepala Pesantren Nurul Jadid ini menambahkan, semoga ikhtiar manusia ini bisa turut membantu dan memfilter para pengurus yang datang di gelombang I ini, sehingga pesantren bisa mengambil langkah berikut dengan melockdown mereka di dalam pesantren setelah mereka dipastikan non reaktif (NR). Mereka akan di karantina 14 hari dengan pantauan ketat khususnya berkait kesehatan mereka mulai pagi hari sampai sore hari oleh tim Gugas hingga pengembalian santri gelombang ke II datang.

Masih kata Ning Iah (sapaan familiar beliau), terima kasih kerjasama dan perhatian semua pihak, semoga Allah melindungi para keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Jadid, para pengabdi, pengurus, santri.

Ungkapan ning iah direspon dengan baik oleh seluruh tim yang ikut terlibat dalam proses rapid test. Mereka membalasnya dengan kalimat “amin”.

 

Pewarta : PM

Pengurus Putra Rela Antri Untuk Dapatkan Rapid Test

nuruljadid.net- Kami rela antri sejak dari pagi untuk melakukan rapid test. Sebab, rapid test ini sangat kami butuhkan pada situasi sekarang ini. Kalimat tersebut diungkapkan oleh Ustadz Qomaruddin, Pengurus Pesantren Putra yang berasal dari Gending, Probolinggo saat duduk di kursi antrian menunggu gilirannya untuk di rapid test.

Ustad Udin sapaan akrab Qomaruddin melanjutkan, Alhamdulillah di Pesantren Nurul Jadid rapid test ini digratiskan. Padahal diluar sana, untuk melakukan rapid test butuh biaya kisaran 350, 450 hingga 500 ribu rupiah. Kami sangat berterima kasih kepada Pesantren Nurul Jadid.

Ini merupakan hari ke II Pesantren melakukan rapid test bagi pengurus Pesantren. Hari pertama, rabu (10/06) pagi, untuk Pengurus putri dan saat ini untuk Pengurus putra. Untuk pengurus putra pagi ini, Kamis (11/06), insya Allah kurang lebih 200 pengurus yang akan menjalani rapid test” Tegas Ustadz Fathollatif Kabid Wilayah Biro Kepesantrenan PPNJ.

Masih kata Ustadz Fathol, Kami bersyukur Pengurus putra banyak yang kembali ke Pesantren pagi ini, sampai siang nanti pengurus putra akan terus berdatangan.

 

 

Pewarta : PM

Surat Resmi Pengembalian Santri

nuruljadid.net- Pondok Pesantren Nurul Jadid resmi mengeluarkan surat edaran tentang pengembalian Santri. Surat edaran ini ditanda tangani oleh Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo KH. Abdul Hamid Wahid, M.Ag.

Memerhatikan Surat edaran bernomor: NJ-B/0250/A.III/06.2020 pada tangal 05 Juni 2020 tentang menyambut kedatangan santri dan tanggal pengembalian santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, dilengkapi dengan protokol kesehatan, mulai dari protokol persiapan keberangkatan, selama dalam perjalanan, saat tiba di pesantren dan selama berada di pesantren  . Adapun surat edaran sebagai berikut :

adaapun surat lampiran terkait pernyataan kembali santri dapat di unduh pada link di bawah :

20200608_lampiran-2-dan-3

 

Pribadi Bersih Baginda Nabi

Kebersihan menjadi barometer terjaga nya kesehatan baik dalam badan maupun lingkungan. apalagi di musim pandemi ini, semua orang di wanti-wanti untuk selalu mencuci tangan, menjaga stamina tubuh, menggunakan masker, menjauh dari keramaian, serta mengurangi sentuhan ke area wajah dan benda-beda di tempat umum sebagai upaya menghindari terjangkit virus covid 19.

Sebagai inspirasi terbesar dalam gerik gerik kehidupan dan sosok suri teladan, Nabi juga sangat memperhatikan kebersihan badan beliau. Indikasi terbesar bahwa baginda merupakan sosok yang sangat menjaga kebersihan ialah keistimewaan beliau, yakni memiliki keharuman badan dan keringat yang melebihi bau minyak wangi dan aroma misik.

Uraian tentang sosok pribadi yang sangat memperhatikan kebersihan anggota badannya ini dapat dibaca dalam kitab berjudul Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam al-Insan al-Kamil karya Sayyid Muhamad bin Sayyid Alawi bin Sayyid Abbas al-Maliki al-Hasani dalam bab كمال إعتنائه بمظهره الشريف Berikut penjelasannya,  

Pertama, Sayyid Alawi al-Maliki memaparkan bahwa Nabi selalu menjalankan aktivitas mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah makan, senantiasa bersiwak dalam segala keadaan, memelihara kebersihan sisi-sisi tubuh dengan memotong kuku dan kumis serta mencabut bulu ketiak. Rasulullah juga memerintahkan umatnya untuk selalu menjaga kebersihan, sebab Allah sebagai  zat yang maha bersih mencintai kebersihan. Beliau mengutip hadis yang diriwayatkan oleh imam Thurmudzi,  Rasulullah bersabda:

إن الله طيب يحب الطيب نظيف يحب النظافة وكريم يحب الكرم جواد يحب الجود

(sesungguhnya Allah adalah zat yang maha baik (dan) mencintai kebaikan, maha bersih (dan) mencitai kebersihan, maha mulia (dan) mencintai kemuliaan, maha dermawan( dan) mencintai kedermawanan) (H.R. Thurmudzi)

Kedua, memperhatikan kebersihan rambut dan dan bercelak. Nabi tidak hanya membersihkan rambutnya, tetapi juga melumuri dengan minyak rambut. Sayyid al-Maliki mengutip dari Sebuah riwayat dikisahkan dari sahabat Anas r.a bahwa Nabi sering menggunakan minyak rambut dan mengurai jenggot nya serta menggunakan qana’ (sepotong kain kepala yang melindungi serban ketika menggunakan minyak rambut), beliau juga memakai celak disetiap malam.

Ketiga, memelihara kebersihan gigi. Nabi selalu memastikan kebersihan di sela-sela gigi beliau setelah mengunyah makanan. Sayyid Alawi al-Maliki melanjutkan bahwa Nabi dalam upaya menjaga kebersihan dan wangi nya mulut senantiasa bersiwak di setiap keadaan, seperti ketika hendak melaksanakan sholat dan melantunkan al-Quran, ketika akan dan setelah bangun dari tidur, ketika hendak berangkat atau setelah kembali dari perjalanan, bahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhori Nabi bersabda;

لولا ان اشق على امتي لأمرتهم بالسواك

 “andai saja tidak memberatkan atas umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak” (H.R. Bukhori) dalam riwayat lain dari Imam al-Barazi dan al-Tabrani menggunakan redaksi “ Niscaya akan aku wajibkan bersiwak atas mereka ketika hendak menunaikan shalat sebagaimana aku wajibkan atas mereka berwudhu’ ”

 Keempat, perhatian atas pakaian. Sayyid Alawi al-Maliki menuturkan bahwa Nabi Muhammad merupakan pemimpin para nabi, oleh sebab itu beliau merupakan paling bersihnya mahluk Allah dalam segi badan, pakaian, rumah dan majelis nya. Sebuah hadis diriwayatkan oleh Ibnu Sinni bercerita bahwa Nabi memperindah diri dan menganjurkan untuk melakukan hal serupa, beliau bersabda;

ان  االله  الجميل يحب الجمال

“sesungguhnya Allah adalah zat yang maha indah (dan) mencintai keindahan”

 Sayyid Alawi al-Maliki mengutip sebuah kisah ketika ada beberapa utusan datang kepada Nabi, beliau terlebih dahulu memperindah diri dengan pakaiannya sebelum menemui mereka. Ketika hari raya datang beliau memakai pakaian yang khusus sebagaimana juga beliau lakukan pada saat mendirikan shalat jumat, hal itu senada dengan perintah beliau dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam al-Hakim

أحسنوا لباسكم وأصلحوا رحالكم  حتى تكونوا كأنكم شامت في الناس

”Perindahlah pakaian dan perbaikilah tunggangan kalian sehingga kalian seakan-akan terlihat gembira dihadapan orang” (H.R. Ibnu Sinni), tentu hal ini bukan untuk memamerkan diri atau kekayaan, akan tetapi agar menciptakan sebuah kondisi yang menyenangkan satu sama lain.

Akhirnya sebagai diri yang sempurna, Rasulullah juga mengajarkan akan pentingnya aspek-aspek lahiriah untuk dijaga disamping selalu memperbaiki jiwa rohani kita, hal ini adalah upaya terciptanya stabilitas dalam hidup baik dalam aspek lahiriah lebih-lebih dalam aspek batiniah manusia, sebab selama masih hidup didunia manusia tidak akan terlepas dari dua hal tersebut.

 Penulis : Nadzif Fikri Abady

Editor : Ponirin Mika

18 Ramadan 1441 H

Tangisan Rindu Nurul Jadid, Santri Asal Kepulauan

nuruljadid.net- “Pada saat terbangun dari tidur, aku selalu ingat pada teman-temanku di Pondok, ingat pada kiai dan guru-guru. Terkadang aku menangis mama, hingga air mata membasahi bajuku. Lihat jika mama tidak percaya” Kalimat ini diucapkan oleh Ahmad Subhan, Santri yang berasal dari Pulau Kangean Madura.

Setelah Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo, Jawa Timur memutuskan liburan Pesantren lebih awal akibat mewabahnya pandemi covid-19 di Indonesia. Maka liburan panjang dialami oleh santri-santri Nurul Jadid.
Akibatnya, banyak ungkapan kerinduan pada Pesantren. Kerinduan tersebut diungkapkan melalui video pendek dengan berbagam macam kalimat. Berbeda dengan santri yang bernama Ahmad Subhan. Ia lebih menceritakan kerinduannya pada mama dan ayahnya.

Ahmad Subhan santri berasal dari Kepulauan Kangean, Sumenep, Maduara. Ia merupakan santri yang berstatus siswa di Madrasah Aliyah Nurul Jadid (MANJ) bertempat di kelas XI, ingin segera balik ke Pondok. Ia menceritakan kerinduan untuk balik ke Pesantren kepada mamanya hampir setiap hari dengan mata yang membengkak akibat menangis yang tak berkesudahan. Sehingga membuat mamanya tidak mampu menahan air matanya juga, sembari berkata:

“Nak, kita berdo’a ya, agar virus corona segera hilang di dunia ini terutama di Indonesia. Nanti setelah virus ini tiada, Pesantren akan mengeluarkan pemberitahuan waktu kembalian santri dengan segera. Saya yakin itu nak. Makanya disamping kita harus mengikuti protap yang ditetapkan pemerintah, kita jangan lalai berdo’a kepada Allah. Karena Dialah dzat yang mengatur segalanya,” Ucap Siti Maryam, Mamanya Ahmad Subhan dengan suara terbata-bata.

Iya ma, saya selalu memanjatkan do’a saya pada Tuhan. Saya meminta agar virus yang menakutkan ini segera berakhir dan semua sahabat-sahabat saya santri yang lain bisa belajar lagi di Pesantren.

Diam dirumah dan tidak memiliki aktifitas yang produktif ini sangat membosankan. Tidur, bangun, main HP, tidur lagi, bangun lagi. Ini sebenarnya saya lakukan untuk menghilangkan kejenuhan. Saya ingin belajar seperti di Pesantren Nurul Jadid tempat saya mondok, yang sangat teratur, ada guru pendamping yang paling sangat saya ingat saat ngaji kepada para kiai di Pesantren,” Kata Ahmad Subhan pada nuruljadid.net-.

Pria yang berumur 17 tahun ini, mengungkapan kerinduan pada Pesantren kepada teman-temannya, ini salah satu cara agar kerinduannya bisa sedikit terobati.

“Lewat do’a saya, terpanjat harapan agar semua keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Jadid dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Begitu juga guru dan sahabat-sahabat saya, semoga Tuhan melimpahkan kasih sayang pada mereka,” Tambahnya.

 

Pewarta : PM

Kapolres Probolinggo Sowan Ke Ponpes Nurul Jadid

nuruljadid.net- Kapolres Probolinggo AKBP Ferdy Irawan sowan ke kediaman Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton, Probolinggo KH. Moh. Zuhri Zaini, Kamis siang (14/05).

Kedatangan kapolres bersama anggotanya disambut oleh Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini, Sekretaris Yayasan KH. Hefny Rozak, Kabag Humpro Ustadz Ernawiyadi, Kasubbag Humas Ponirin Mika, Kasubbag Protokoler Ustadz Bashori Alwi.

Bapak Ferdy Irawan menyampaikan, sebenarnya keinginan saya untuk berkunjung ke Ponpes Nurul Jadid cukup lama, hanya terbentur dengan adanya wabah virus corona. Dan ada protap pemerintah dan bagian kesehatan harus diikuti. Jadi ditunda sampai hari ini. Kami bersilaturrahmi ke Ponpes Nurul Jadid untuk membangun sinergitas antara polres dan Pesantren Nurul Jadid.

“Kami siap bekerjasama dengan Pesantren Nurul Jadid, jika ada kegiatan di Pesantren ini, kami siap mengawal,” Ucapnya.

Mantan Kapolres Tanggerang selatan ini banyak bertanya tetang sejarah Pondok Pesantren Nurul Jadid dan jumlah santri yang mondok di Pesantren Nurul Jadid.

Kiai Zuhri menjelaskan dengan detail berkait sejarah Pondok Pesantren Nurul Jadid sekaligur profil singkat pendiri Pesantren KH. Zaini Mun’im.

Bapak Ferdy Irawan yang baru menjabat tiga bulan di polres probolinggo banyak bercerita tentang kondisi covid-19 yang saat ini mewabah.

” Dalam kondisi saat ini, lebih utama kita mengikuti protap kesehatan dan juga ketahanan tubuh (imun) perlu di jaga. Disamping itu, kejujuran masyarakat menjadi kunci keselamatan,” Kata AKBP Ferdy.

“Yang penting jangan takut berlebihan,khawatir ketakutan itu malah membuat persoalan baru,” Sambung Kiai Zuhri.

Pewarta : PM

Korban Framing Kekerasan Wacana dan Kekerasan Fisik

Korban Framing Kekerasan Wacana dan Kekerasan Fisik: Andai Kalimat Tauhid tidak Dijadikan Simbol Bendera ISIS dan Hizb al-Tahrīr.

Kalimat “lā ilāha illa Allāh Muhammad rasūl Allāh” merupakan kalimat paling agung dan paling sakral bagi pemeluk agama Islam. Karena salah satu keistimewaannya adalah kandungan dua kalimat tersebut mampu mencakup semua ajaran-ajaran Islam dan menjadi pondasinya. Kalimat ini, menjadi pintu pertama untuk masuk ke dalam agama Islam dan menjadi syarat mutlak untuk diakui keislaman seseorang di dunia ini, terutama di akhirat nanti. Juga, semua umat Islam pastinya mendambakan agar akhir hidupnya membawa bekal dan ditutup dengan dua kalimat di atas.

Tapi entah mengapa, belakangan ini, saya pribadi terkadang merasa risih tidak enak, seperti ada perasaan yang mengganjal dan rasa hawatir, ketika akan menuliskan kalimat ini di publik atau sekadar untuk menyampaikan dalam sebuah pengajian. Ini mungkin karena alam bawah sadar saya mulai terjajah oleh framing yang seolah-olah dua kalimat sakral ini memiliki stigma negatif, -antara lain- akibat dipakai sebagai simbol bendera organisasi Hizb al-Tahrīr yang saat ini menjadi organisasi terlarang di banyak negara di dunia. Juga, menjadi simbol bendera organisasi ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) yang kerap terlihat melakukan penindasan dan kekejamannya sambil mengibarkan panji tauhid dan mengikat kepalanya dengan simbol kalimat tauhid yang sakral itu, sehingga menjadikan trauma masyarakat dunia, bahkan berujung pada phobia terhadap Islam.

Jujur, saya tidak sepakat dengan konsep dan pergerakan ISIS serta khilafah yang diusung oleh Hizbu Al-Tahrīr. Alih-alih, jika akan diterapkan di Indonesia yang faktanya berideologi Pancasila yang notabene adalah ‘mitsāqon ghalīda dan konsensus perjanjian bersama atas seluruh elemen masyarakat Indonesia dengan berbagai latarbelakang yang berbeda-beda. Apakah umat Islam akan menjadi umat yang pertama kali atau paling awal yang akan merusak dan mengkhianati perjanjian dan kesepakatan bersama ini? Tentu jawabannya adalah tidak, karena memang dalam Islam tidak terdapat nash qath’i yang mengatur secara rijit terkait bentuk dan sistem negara. Sementara itu, di Indonesia secara khusus, konsep khilafah ini tidak memiliki landasan historis dan normatif, bahkan bertolak belakang dengan ideologi negara dan konsensus bersama.

Kembali pada pembahasan perasaan tidak enak dan risih pada saat menulis atau melihat dua kalimat sakral di atas. Rasa risih ini, misalnya untuk saya pribadi, juga seringkali muncul ketika melihat tulisan kalimat tauhid tersebut di media-media sosial, pada pigora yang biasanya terpampang di ruang tamu, saat mendengar ceramah-ceramah dan semacamnya. Anehnya, terkadang ketika melihat dua kalimat tersebut, tiba-tiba yang tergambar dan terlintas pertama kali di benak dan alarm pikiran saya adalah langsung mengarah kepada HT dan ISIS, bukan pada keagungan dua kalimat tersebut atau mengingat Allah dan rasul-Nya. Inilah yang saya sesalkan. Andai saja ISIS dan HT tidak menggunakan simbol kalimat sakral itu dalam benderanya, barangkali fenomena perasaan semacam ini tidak akan terjadi dalam diri dan benak saya yang semestinya di saat melihat tulisan ini bisa langsung mengingatkan pada Tuhan, tapi kok malah berubah jadi ingat HT dan ISIS.

Selain itu, perasaan yang sangat mengganggu psikis saya ini, juga kadang timbul karena saya hawatir dituduh atau sekadar dianggap sebagai pengikut atau simpatisan kelompok ekstrim kanan. Ya entahlah, mengapa bisa muncul perasaan seperti ini. Barangkali karena saya gagal faham atau memang akibat framing liar yang terlanjur terbaca saat berseliweran di beranda internet dan media sosial saya sebelum-sebelumnya, yang bisa jadi kontennya tidak komprehensif,  sepotong-sepotong dan tidak mendudukkan terlebih dahulu terkait sudut pandang kalimat sakral ini, apakah dalam konteks ceramah keagamaan, konteks ajaran agama Islam, konteks organisasi, konteks dunia perpolitikan global serta tidak mendudukkan antara agama dan oknum pemeluknya. Dan yang lebih parah adalah berita-berita kekerasan, baik kekerasan wacana maupun kekerasan fisik.

Dari fenomena di atas, saya menjadi sadar bahwa menjadikan simbol-simbol sakral dan kata kunci keagamaan dalam dunia politik, jika tidak tepat dan bijak, maka dapat berefek negatif pada agamanya dan dapat mengotori kesucian dari kalimat sakral dan agama itu sendiri. Itulah mengapa ulama kita dan founding fathers bangsa ini, tidak menjadikan kata kunci dan istilah kunci agama sebagai simbol negara. Karena memang, jika simbol agama tersebut dipakai sebagai ideologi negara dan ternyata di kemudian hari tidak mampu menjaga marwah simbol tersebut dalam realitasnya, maka agama akan terkena imbasnya juga. Itulah salah satu hebatnya mengapa ulama kita tidak memasukkan istilah-istilah kunci agama dalam bernegara demi menjaga kesucian dan kesakralan sebuah agama serta keutuhan bangsa.

Jadi, meskipun ulama kita tidak memakai istilah Islam secara eksplisit dalam bernegara, bukan berarti beliau-beliau itu anti Islam atau tidak islami. Juga sebaliknya, seumpama ada suatu kelompok yang menggunakan simbol-simbol Islam dalam dunia perpolitikan, juga belum tentu kelompok tersebut adalah pro lahir batin pada Islam, contohnya seperti kelompok ISIS yang muncul di Timur Tengah. Ini barangkali yang perlu digaris bawahi agak tebal.

Selanjutnya, selain kalimat sakral di atas, masih ada banyak istilah-istilah kunci yang kerap mengganggu kondisi batin saya. Misalnya di saat menyebut istilah “tauhid”, “syariat Islam”, “syariat Allah”, “jihad”, “hijrah”, “Ikhwan” dan lain sebagainya. Padahal kalimat tersebut merupakan istilah-istilah kunci yang memang terdapat dalam al-Quran, al-Hadits, kitab-kitab klasik dan sumber agama Islam  lainnya. Bahkan juga digunakan dalam praktik keagamaan umat Islam. Salah satu contoh seperti kata “ikhwan”. Istilah ini sering dipakai dalam komunitas tarekat sebagai kata sapaan. Tapi yang membuat saya tidak habis fikir adalah ketika menyebut atau mendengar istilah “ikhwan” tersebut, maka kadang yang terlintas pertama kali di benak saya adalah organisasi Ikhwanul Muslimin wa Akhowatuha. Ini masalah namanya.

Fenomena seperti di atas, juga bisa saja terjadi akibat seringnya istilah-istilah kunci tersebut dibenturkan atau digunakan pada tempat yang tidak semestinya. Semisal, istilah “tauhid” ini sering digaungkan para teroris saat melakukan kejahatannya, istilah “syariat” dipakai untuk menggaungkan slogan “NKRI bersyariah”. Sementara istilah “jihad” dan “hijrah” juga kerap dipakai oleh kelompok jihadis dan para teroris dengan cara mempersempit dan mereduksi makna keduanya untuk kepentingan mereka.

Baik, di sini akan saya coba ulas sedikit terkait masalah jihad di atas sejauh pemahaman saya. Ajaran jihad yang bermakna (perang) dalam agamà Islam  memang benar adanya, tapi kapan ajaran ini boleh diamalkan? apa alasannya sehingga harus berjihad? bolehkah mengobarkan semangat jihad perang sembarangan?. Ajaran jihad memang boleh diamalkan jika waktu, cara dan alasannya jelas dan benar, misalnya seperti saat resolusi jihad pada tahun 1945. Itupun masih tetap dalam batasan etika/moral yang harus tetap dijaga dan tidak boleh serampangan dalam berjihad. Jika suatu negeri dalam kondisi damai, tidak dalam kondisi agama diserang, tidak dalam upaya membela negara, tidak dalam kondisi diusir dari tanah air, tidak dalam kondisi dihalang-halangi dan tidak diganggu dalam menjalankan agama, maka jihad perang tidak boleh diamalkan karena tidak ada sebab dan tidak memenuhi syarat untuk berjihad. Hal ini dapat dianalogikan misalnya dengan ajaran Islam tentang kewajiban melaksanakan salat maktūbah. Contoh, salat dzuhur memang wajib dilaksanakan bagi tiap-tiap muslim yang ‘āqil bāligh. Tapi kapan?, apakah boleh salat dzuhur (adā’an) pada pukul 7 pagi? apakah boleh salat dzuhur tanpa wudu’ dalam kondisi normal? bolehkah salat dzuhur dalam keadaan haid?, Kesemuanya, jawabannya adalah tidak boleh.

Nah, karena itu, dalam upaya menjalankan hukum Islam, tidak cukup hanya memahami hukum taklifi (wajib, sunnah, makruh, haram dan mubah). Tapi lebih dari itu, harus juga memperhatikan hukum wadh’inya. Terlebih, ketika akan mengamalkan atau menerapkan hukum taklifi tersebut di lapangan. Misalnya, apakah sebabnya sudah ada?, apakah syarat-syaratnya sudah terpenuhi semuanya?, apakah masih ada penghalang (mani’) atau tidak?, dan lain sebagainya.

Barangkali fenomena seperti inilah yang juga perlu direnungkan, terutama bagi saya pribadi, agar perasaan yang cukup mengganggu batin saya ini tidak berubah meningkat dan menjelma ke ranah phobia terhadap istilah-istilah kunci agama Islam yang sebenarnya berpengaruh besar bagi kehidupan dan pandangan hidup umat Islam secara umum. Karena itu, ke depan harus lebih bijak lagi dalam menggunakan simbol-simbol Islam dan sebisa mungkin menempatkannya pada tempat yang semestinya, tidak serta-merta menuduh dan prasangka negatif pada sesama, berusaha hidup rukun, bersatu dan bekerjasama dalam merawat perdamaian dan kebhinekaan.

Selain itu, dalam upaya menjaga kesucian agama Islam adalah berusaha untuk tidak mengunakan dalil-dalil agama sebagai justifikasi teologis pada hal-hal yang nyatanya masih belum jelas benar-salahnya agar tidak terjerumus pada prilaku “cocoklogi” yang tidak jarang sampai memperkosa dalil al-Quran dan al-Hadits dengan penjelasan yang tidak seharusnya dan memasukkan kepentingan-kepentingan kotor yang tidak sejalan dengan makna sesungguhnya.

Efek daŕi yang demikian itu, antara lain dapat meresahkan masyarakat awam, bahkan bisa  membuat mereka bergabung dengan kelompok-kelompok garis keras karena terlanjur takut menolak doktrin penjelasan mentornya yang kebetulan melegitimasi pendapatnya yang salah dan penuh kepentingan tersebut dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran dan Hadits. Hal ini terjadi karena kalangan awam menganggap bahwa jika menolak penjelasan mentornya dengan tipe di atas, berarti seolah menolak al-Quran dan al-Hadits. Padahal tidak seperti itu. Karena itu, harus dibedakan, yang mana teks Quran dan teks Hadits, yang mana tafsir, mana produk penjelasan atau ulasan yang disandarkan pada al-Quran dan al-Hadits.

Misalnya, ketika ada muballig menafsirkan ayat اني جاعل فى الارض خليفة dengan memaknai dan menjelaskan makna “khalifah” dalam ayat itu dengan arti “negara khilafah ala Taqiyuddin An-Nabhani”. Maka, saya pasti akan menolak penjelasan tafsir seperti itu. Jadi, dalam konteks penolakan ini, yang saya tolak bukan teks suci al-Quran nya. Tapi, yang saya tolak adalah produk penafsirannya yang salah, karena menerjemahkan kata “khalifah” dalam teks ayat tersebut dengan makna “Negara Khilafah”, yang dalam pandangan saya merupakan salah satu bentuk pemaksaan penafsiran atau distorsi penafsiran. Contoh lain misalnya, yang tidak jauh beda dengan fenomena di atas adalah rumor yang cukup meresahkan masyarakat luas belakangan ini, yakni, isu ramalan tentang bakal terjadinya peristiwa “dukhon” yang katanya akan terjadi pada hari jumat (8/5/2020) pertengahan bulan ramadan 1441 tahun ini.

Barangkali, itulah beberapa “curhatan akademik” suatu pengalaman pribadi yang selama ini sempat mengganggu dan menyerang sisi psikologis saya. Kini, saya sadar bahwa dunia maya di samping memiliki sisi positif tapi juga bisa berdampak negatif. Tergantung bagaimana cara kita menggunakan dan menyikapinya. Karena itu, saring dulu sebelum share, jangan lupa filter dan perkuat anti virusnya. (AHM)

Wa allāhu a’lam bi al-Şawāb.

Penulis : Abdul Hafidz Muhammad, Alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid

Editor : Ponirin Mika