KH. Moh. Zuhri Zaini : Perbuatan Dosa, Menjadikan Hati Menjadi Gelap

nuruljadid.net – Roda kehidupan selalu silih berganti, hidup tidak bisa ditebak, terkadang kenyataan hidup tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Dalam hidup semuanya bisa berubah, kecuali perubahan itu sendiri yang tidak pernah berubah. Layaknya siang dan malam, layaknya bahagia dan kesedihan, layaknya kesuksesan dan kegagalan, seperti itulah gambaran hati manusia selalu berubah – rubah terkadang dengan perbuatan dosa hati yang awalnya baik berubah menjadi jelek, hati yang awalnya terang bersinar berubah menjadi hati yang gelap gulita. Seperti itu pulah gambaran iman seseorang, terkadang dengan perbuatan baik, iman seseorang bertambah, terkadang pula dengan perbuatan jelek iman seseorang berkurang.

Dalam kondisi yang sudah tidak menentu ini, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, KH. Moh. Zuhri Zaini, dalam Pengajian Khotmil Kutub Bulan Ramadhan (Kitab Irsyadul ‘Ibad) mengingatkan bahwa ketika perbuatan dosa masuk kepada hati kita, maka iman akan tersingkir. Jangan pernah merasa suci, sekalipun kita sudah mengaji dengan istiqomah setiap hari, sebab yang namanya dosa ada yang nampak dan ada pula yang tidak. Seperti sifat sombong dan ngerasani orang, yang mengakibatkan hati menjad gelap.

Beliau melanjutkan penjelasannya, Hindari pergaulan bebas, yang mengara kepada perzinaan. Kalau orang ketika berbuat dosa hanya tenang – tenang saja, berarti orang tersebut hatinya sudah gelap. Kita menghindari pergaulan bebas yang mengara kepada perbuatan dosa, bukan berarti kita sok suci, tapi karena kita sering lupa bahwa perbuatan tersebut adalah dosa. Karna kita punya potensi berbuat dosa, maka hindari jalan2 yang mengantarkan kita kepada perbuatan dosa.

Demikian pesan singkat yang beliau sampaikan, semoga menjadi bekal kita semua, dalam menjalani kehidupan, untuk lebih berhati-hati agar tidak terjerumus kepada perbuatan dosa, yang mengakibatkan hati menjadi gelap. (zainul,zaky/red)

Kalau orang ketika berbuat dosa hanya tenang – tenang saja, berarti orang tersebut hatinya sudah gelap.

KH. Abd. Hamid Wahid : Santri Harus Mengamalkan 3 Point Penting

nuruljadid.net –  “Sebuah proses pelantikan kelulusan setelah menempuh masa belajar pada suatu instansi pendidikan”. Demikianlah banyak orang menyebutnya dengan wisuda. Ajang ini bolehlah bisa kita sebut sebagai momentum yang penting. Akan tetapi, hal ini bukan lantas menjadi sebuah tahap akhir dari tugas kita untuk terus selalu berjuang dan meneruskan belajar. Ini adalah sebuah pengingat bagi kita untuk terus menerus melakukan perjalanan dalam mencari ilmu.

Jangan pernah merasa bahwa dengan didapatkanya ijazah bahkan ijab sah sekalipun menjadi pertanda akan akhir dari proses pencarian ilmu. Termasuk komponen yang dimaksudkan di sini adalah santri. Santri adalah termasuk status yang tidak ada pensiun dan berhentinya. Sekali seseorang menjadi santri maka dalam seluruh lini kehidupanya mempunyai tugas kesantrian dan tugas belajar terus menerus tanpa ada batasnya.

Ada tiga poin penting sebenarnya yang ingin disampaikan dalam tulisan ini. Pertama adalah status dan posisi kita sebagai santri. santri adalah kader yang bertugas untuk berbuat dan mengabdikan diri kepada masyarakat. Dalam sebuah firman Allah Al-quran surat At-taubah ayat 122 yang artinya “tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam tentang agama dan untuk memberi peringatan pada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Kepala Pesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid (KH. Abd. Hamid Wahid) pada saat memberikan Tausiyah Wisuda Madrasah Diniyah Al Hasyimiyah. Foto (Zaky/Red)

Ayat ini merupakan peringatan kepada Rasulullah ketika gentingnya dalam masa-masa perang untuk tidak menyertakan seluruh umatnya ikut berperang. “Mbok ya jangan ikut perang semua sisakan satu kelompok untuk mendalami ilmu agama,” begitu kira-kira. Tujuanya adalah agar kelompok yang tidak ikut berperang tadi mendalami agama dan disyiarkan kepada masyarakat luas. Sebab, bagaimana mungkin akan lestari bila semisal seluruh umat islam pada waktu itu turut serta berperang semua dan gugur di medan perang? Hal ini yang tentunya tidak diinginkan.

Ini merupakan salah satu bagian tanggung jawab yang harus disandang santri. santri tidak cukup hanya hidup untuk dirinya saja tanpa pernah peduli memperjuangkan syiar agama islam. Santri juga harus memberikan sumbangsih pada masyarakatnya.  KH. Zaini Abdul Munim pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid sangat memperdulikan keadaan umatnya. Salah satu dauhnya yang sering digaungkan bahwa “Santri yang hanya sekedar hidup untuk dirinya sendiri sekedar untuk ekonominya sendiri, sekedar untuk pendidikanya sendiri  maka dia sudah berbuat maksiat pada Allah,”.

Dauh beliau ini untuk memperkuat dan memperkokoh pada status kesantrian kita bahwa santri adalah kader yang harus menjadi tanaman tumbuh dan bermanfaat, tumbuh dan berkembang, berkembang dan berbuah yang buahnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Meski beliau KH. Zaini tidak mengharuskan santrinya untuk menjadi Kiyai atau Bu Nyai saja. Tapi dalam tempat dan kondisi apapun ia berbuat silahkan asal dengan tetap membawa nilai-nilai kesantrian. Nilai ini yang sebenarnya dalam sistem pendidikan kita Pondok Pesantren terkandung dalam tiga hal komponen penting yakni trilogi santri.

Sebagai santri Nurul Jadid tentunya harus hafal pada trilogi santri ini. Komponen pertama  isi dari kandungan dari trilogi santri tersebut adalah santri mempunyai perhatian untuk melaksanakan Fardlu Ain. Kedua santri mempunyai perhatian untuk meninggalkan dosa-dosa besar. Ketiga mempunyai adab yang baik kepada Allah dan makhluknya. Ketiga hal tersebut bukan berarti apa yang dicari santri dan bukan berarti ketika tiga hal tersebut tercapai tugas santri selesai. Akan tetapi, ini adalah modal dasar hal fardlu ain yang wajib bagi mukallaf, muslim dan mukmin untuk melakukanya. Kemudian posisi yang kedua menularkan adalah perbuatan fardlu kifayah.

Maksudnya adalah sisi yang menjadi tugas eksklusif dari sebagian orang dan menjadi gugur tugas kewajiban itu bagi sebagian masyarakat yang lain. Kerap kali tidak kita sadari bahwa apa yang kita lakukan di pondok sebetulnya upaya persiapan besar yang akan kita lakukan ketika pulang. Tentang persiapan ini Imam Syafii pernah mengingatkan pada kita semua bahwa hendaknya kita mengkaji ilmu dan pengalaman sebelum kita menduduki pekerjaan dan jabatan.

Poin yang kedua adalah ilmu yang kita cari dan gali harus beriorientasi pada manfaat dan amal. Ilmu tanpa amal seperti pohon yang tak berbuah. Buah dari ilmu adalah amal. Santri ilmunya harus amaliyah dan amaliyahnya harus ilmiyah. Kita seharusnya selektif dalam memilih ilmu yang sesuai denga masa depan kita. Disesuaikan pada porsi yang dibutuhkan masyarakatnya.

Orang yang mencari ilmu tidak mesti ilmunya manfaat. Ilmu yang manfaat urusan Allah, bagian dari rahmat dan hidayah Allah. Tanda dari orang yang ilmunya manfaat dapat menyelamatkan da mendekatkan dirinya kepada Allah. Semakin menggairahkan kita untuk melakukan tugas dan kewajiban kita sebagai hamba. Orang yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya berarti ia jauh dari Allah.

Poin ketiga adalah bahwa nilai-nilai dari seseorang itu sama dengan baju yang dikenakan. Baju yang kita kenakan menjadi bagian hidup dari penampilan. Baju yang digunakan untuk beramal itu adalah akhlak dan adab, etika dan etiket. Ini hal penting yang harus diperhatikan dan terus kita pelihara sehingga menjadi kebiasaan dan watak kita. Watak adalah asalnya pengetahuan yang dibiasakan. Kebiasaan terbentuk menjadi ciri khas da karakter. Watak ini dapat dibentuk ketika dalam masa pembentukan karakternya. Dan tak akan dapat dibentuk lagi selagi sudah sampai pada usia 40 tahun. Akhlak yang baik diperoleh dari kebiasaan. Bagi manusia baju yang dipakai untuk berhias dan memperindahkan kehidupan adalah akhlak dan adab. Berilmu tidak berakhlak sama saja ilmunya tiada. Sebab ukuran manfaat dari ilmu adalah bagusnya perangai dan etika. Selamat Ber-etika! Wallahu a’lam bisshowab. (DL)

Sumber : Tausiyah Kepala Pesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid (KH. Abd. Hamid Wahid) Pada Kegiatan Wisuda Purna Awwaliyah III Madrasah Diniyah Al Hasyimiyah.

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid
KH. Moh. Zuhri Zaini : Tau Diri dan Sadar Diri Adalah Kunci Keselamatan Hidup

nuruljadid.net – Manusia mudah terbujuk dengan sesuatu yang tampak (Lahiriyah), tanpa melihat terhadap hikmah dan substansinya, manusia hanya berpikir tentang aspek lahiriyah dan kesenangan sesaat tanpa melihat dan menyadari posisi sebagai manusia.

Fenomena di era modernisasi yang menuntut manusia untuk mengimbangi dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Tanpa  harus menukar dan mengorbankan identitas serta posisi diri, sering kali manusia lupa dan tidak menyadari hakikat diri. Karena manusia sering  tertipu dengan bungkus yang sangat indah, sekalipun content-nya kering dari nilai – nilai atau substansi yang baik dan menyelamatkan.

Terkadang ketika manusia diberi nikmat, ketika itu juga terkadang manusia lupa, bahwa nikmat tersebut Allah yang memberikan, dengan kelalaiannya mengabaikan rasa syukur tehadap nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Ketika Allah tidak memberikan nikmat, seketika itu juga terkadang manusia tidak menyadari bahwa posisinya sebagai seorang hamba, hanyalah sebatas mampu meminta dan berkeinginan dan yang menentukan hanyalah Allah.

Ditengah lupanya manusia untuk ma’rifatun nafsi, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini mengingatkan, ”dengan ma’rifatun nafsi orang akan tau kepada posisi dirinya,” kadang – kadang kita lupa bahwa diri kita adalah makhluk”.

“Kita tidak sendirian, dalam hidup kita bersama Allah dan makhluk Allah yang lainnya. Kita harus tau kapasitas dan posisi kita, tau diri dan sadar diri, sekali kita jadi hamba jadilah hamba yang baik, ketika jadi guru jadilah guru yang baik, ketika jadi suami jadilah suami yang baik, artinya kita tau kepada keadaan/posisi kita. Kita sebagai makhluk sering kali terbujuk dengan benda – benda lain, sehingga kita lupa bahwa diri kita adalah makhlukNya.” Nasihat sekaligus penjelasan beliau dalam Pengajian rutin Kitab Al Hikam Karya Ibnu Athoillah As-Sukandari.

Tau diri dan sadar diri merupakan kunci serta jalan bagaimana cara meraih keselamatan di dunia dan akhirat, yang menjadi keinginan manusia. (Zhen/Red)

“Kita tidak sendirian, dalam hidup kita bersama Allah dan makhluk Allah yang lainnya. Kita harus tau kapasitas dan posisi kita, tau diri dan sadar diri, sekali kita jadi hamba jadilah hamba yang baik, ketika jadi guru jadilah guru yang baik, ketika jadi suami jadilah suami yang baik, artinya kita tau kepada keadaan/posisi kita. Kita sebagai makhluk sering kali terbujuk dengan benda – benda lain, sehingga kita lupa bahwa diri kita adalah makhlukNya.”

KH. Moh. Zuhri Zaini : Hidup Sederhana, Kunci Kelapangan Hidup

nuruljadid.net – Hidup serba mewah menjadi dambaan dan keinginan sebagian orang, yang tujuannya hanya mencari kemewahan dunia serta menghabiskan kenikmatan hanya didunia tanpa menyisakan kenikmatan untuk akhirat. Pola kehidupan yang tujuannya hanya untuk meraih kemewahan serta kenikmatan  didunia, merupakan tipikal manusia modren yang butuh terhadap siraman – siraman hikmah untuk menghidupkan spiritualitas, agar tidak menjadi kering dengan kemewahan serta kenikmatan dunia.

Kehidupan manusia selalu dibayangi dengan yang namanya “Kebutuhan Hidup”, didalam persepsi sebagian orang sudah tertanam bagaimana cara agar kebutuhan hidup terpenuhi, bahkan ada sebagian orang yang dengan beraneka ragam cara yang dilakukan agar kebutuhan hidup bisa terpenuhi, sekalipun dengan cara yang melanggar aturan – aturan Syari’at Islam. Bahkan orang berpikir bukan hanya kebutuhan hidup yang terpenuhi, dengan sikap rakusnya terkadang manusia melebihi dari kebutuhan hidupnya, semisal ada sebagian orang yang kebutuhannya satu bulan tiga juta, dengan sikap rakus bahkan ada yang lebih dari tiga juta, bahkan dua kali lipatnya tiga juta.

Kondisi di era moderen saat ini, menuntut masyarakat untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada, yang identik dengan hidup serba mewah, modren dan instan. Dengan alasan tetap memilih dan mengoreksi apakah moderen tersebut sesuai dengan tradisi keislaman dan budaya lokal indonesia.

Dalam kondisi masyarakat yang saling berlomba – lomba untuk mendapatkan kemewahan, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini mengingatkan.

“Kalau hanya nafsu yang diumbar, maka hidup bermewah – mewahan tidak akan ada cukup. Hidup di dunia ini seharusnya tidak bermewah – mewahan, karna kita harus berpayah – payah beramal dan mencari bekal untuk akhirat” Dawuh Beliau.

Beliau melanjutkan penjelasannya dalam Pengajian Kitab Riyadhoh As-Sholihin di Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

“Dengan meniru hidup Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat beliau yang hidup sederhana, hidup kita akan menjadi lapang”. Nasihat Beliau kepada santri.

Menjalani hidup sederhana amatlah sangat penting bagi manusia untuk meraih sukses yang hakiki, yaitu bukan hanya sukses didunia tetapi sukses di akhirat yang menjadi impian semua orang. (Zhen/Red)

“Kalau hanya nafsu yang diumbar, maka hidup bermewah – mewahan tidak akan ada cukup. Hidup di dunia ini seharusnya tidak bermewah – mewahan, karna kita harus berpayah – payah beramal dan mencari bekal untuk akhirat”

Mengenang Perjuangan Para Almarhumin Pondok Pesantren Nurul Jadid

nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid hari ini (23/04) telah berumur 68 tahun. Di usia yang ke 68 tahun ini beberapa perkembangan telah dilakukan menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang terjadi. Pondok Pesantren yang merupakan lembaga dakwah islamiyah ini memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak generasi yang berakhlakul karimah dan berinteligensi mapan. Itu terbukti dengan beberapa lembaga formal dan non formal yang berdiri di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Pemahaman tentang ilmu pengetahuan berbasis agama dan umum telah dilakukan oleh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Namun, jangan melihat Pondok Pesantren Nurul Jadid yang sekarang, lihatlah para almarhumin atau kiyai PP. Nurul Jadid terdahulu yang telah berjuang keras untuk membangun Pondok Pesantren Nurul Jadid yang mampu meminimaslisir bahkan menjawab kekhawatiran masyarakat.

KH. Zaini Abdul Mun’im contohnya, beliau yang dalam biografinya berjuang melawan penjajah dan mempertahakankan kemerdekaan RI rela untuk dikurung dalam sebuah sel oleh penjajah. Semangat melawan penindasan, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan telah tertanam di dalam diri Kiai Zaini Mun’im. Ini terlihat sejak masa mudanya, terutama setelah beliau pulang dari Makkah (1934). Ketika itu, beliau mulai memperhatikan berbagai persoalan yang melilit kehidupan masyarakat sekitar, sekaligus terlibat langsung dalam kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat banyak, khususnya dalam bidang sosial-ekonomi, beliau aktif dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Pamekasan. Meski sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Panggung Galis, beliau tidak segan segan ikut terjun langsung menangani berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, terutama tentang kebijakan pemerintah kolonial Belanda di bidang pertanian (tembakau).

Petuah KH. Zaini Abd. Mun’im

Selain itu, beliau juga aktif terlibat sebagai pejuang dalam mempertahankan NKRI, baik pada masa pendudukan Jepang maupun Belanda. Pada masa Jepang, beliau dipercaya sebagai pimpinan Barisan Pembela Tanah Air (PETA). Beliau pernah dikempe (suatu tanda akan dihukum mati) oleh tentara Jepang, namun akhirnya masih bisa diselamatkan. Selanjutnya, beliau juga dipercaya sebagai pimpinan Sabilillah ketika melakukan Serangan Umum 16 Agustus 1947 terhadap bala tentara Belanda yang menguasai Kota Pamekasan.

Setelah KH. Zaini Mun’im wafat, perjuangan beliau diteruskan oleh Putera Putera beliau. KH. Hasyim Zaini yang merupakan Pengasuh Kedua Pondok Pesantren Nurul Jadid yang menggantikan Pengasuh dan Pendiri Pertama, ayahanda beliau, KH. Zaini Abdul Mun’im.

Setelah ayahanda wafat, kemudian KH. Moh. Hasyim Zaini melanjutkan perjuangan dan pengabdian ayahandanya sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid. Sebagai pengasuh kedua, selain tetap melanjutkan gagasan-gagasan ayahandanya, Kiai Hasyim juga memberi warna terhadap konsep pembinaan dan penataan lembaga pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Ketika menjadi Pimpinan Pesantren, selain dibantu oleh adik-adiknya, beliau juga dibantu oleh KH. Hasan Abdul Wafi, yang pada tahun 1976 dipercaya menjadi Dewan Pengawas Pondok Pesantren Nurul Jadid. Dengan semangat kebersamaan yang dibangun, akan lebih memudahkan pengembangan pesantren di berbagai bidang.

Pada masa Kiai Hasyim, di sektor pendidikan, santri terus diupayakan untuk memperdalam agama (tafaqquh fi addin). Dalam bidang keilmuan, santri terus ditempa untuk menguasai khazanah keilmuan klasik yang tertuang dalam kitab kuning, utamanya mereka yang duduk di jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Sedangkan bagi mereka yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) diarahkan untuk menguasai ilmu pengetahuan khususnya MAFIKIB (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi). Tapi bukan berarti mereka tidak menguasai bidang keagamaan, karena bidang tersebut digalakkan di asrama santri. Jadi, pola pendidikan dan pembinaan pada masa Kiai Hasyim ini dilakukan secara integral. Sehingga terjadi sebuah proses yang saling mendukung antara program di sekolah dan pesantren.

Selanjutnya, karena adanya perubahan dari Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), maka pada tahun 1977, Pendidikan Guru Agama Nurul Jadid (PGANJ) 6 tahun berubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Nurul Jadid (MTsNJ) untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan kelas IV, V dan VI menjadi Madrasah Aliyah Nurul Jadid (MANJ).

Petuah KH. Hasyim Zaini

Pada jenjang pendidikan tinggi juga mulai terlihat adanya peningkatan. Pada tahun 1979/1980 dirintis berdirinya Sekolah Tinggi Ilmu Syariah. Hal lainnya adalah, membekali santri dengan keterampilan hidup (life skill) melalui pendelegasian mengikuti pelatihan, baik tingkat wilayah maupun tingkat nasional. Selanjutnya, mulai dirintis pula adanya keterampilan santri, di antaranya adalah elektro, percetakan, jahit-menjahit, pertanian dan keterampilan berbahasa (Arab-Inggris). Selain itu, para santri dan alumni juga dianjurkan untuk mengisi birokrasi.

Adapun jumlah santri pada masa Kiai Hasyim Zaini meningkat drastis. Pada tahun 1983, jumlah santri Pondok Pesantren Nurul Jadid mencapai sekitar 2000 santri.

Perkembangan pesantren berjalan dengan cepat, dimulai dari banyaknya santri yang mondok di Pondok Pesantren Nurul Jadid hingga menyentuh kepada pembangunan sarana prasarana di Pesantren. Hal itu terus dilakukan oleh Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Sampai akhirnya pada tahun 2017 ini Pondok Pesantren Nurul Jadid sudah berusia 68 tahun. Terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Hal itu terbukti dengan bertambahnya kebutuhan sarana prasarana yang tak sebanding dengan jumlah santri saat ini.

Untuk mengenal lebih dalam tentang perjuangan almarhumin kiai pendahulu Pondok Pesantren Nurul Jadid, bisa merujuk ke halaman biografi.

Untuk mengetahui perkembangan Pondok Pesantren Nurul Jadid pantau terus di topik laporan perkembangan.

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Lunturnya Nilai–Nilai Substansi Dakwah

nuruljadid.net – Manusia diciptakan dengan membawa dua misi, yang pertama adalah misi beribadah kepada allah, yang kedua adalah misi khalifatullah. Dalam bahasa lain bagaimana manusia membangun hubungannya dengan sang maha pencipta melalui ibadah – ibadah mahdhoh seperti sholat. Dan membangun hubungan kepada sesama manusia dengan ibadah – ibadah ghairu mahdhoh seperti shodaqoh.

Manusia sebagai khalifatullah, adalah manusia yang nantinya akan menjadi seorang pemimpin di muka bumi, demi tegaknnya ajaran – ajaran islam rahmatan lil’alamin, manusia yang dimanapun berada selalu siap berjuang dan berdakwah mengajak masyarakat kearah yang lebih baik.

Misi dakwah inilah merupakan manifestasi dari khalifatullah, yang menjadi tugas dari setiap manusia agar tidak hanya memikirkan urusannya sendiri, tetapi harus mampu mengajak orang lain untuk berbuat baik dan bersama sama menjunjug tingg yang namanya nilai – nilai keislaman dalam tataran masyarakat.

Fenomina dakwah di era globalisasi terkadang hanya menjadi sebatas simbolisasi bagi ormas, kelompok dan partai tertentu untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan dan tujuan mereka. Dan mengakibatkan lunturnya nilai – nilai substansi yang terkandung didalam dakwah itu sendiri.

Fenomina sekarang ketika kepentingan sudah di peroleh seakan akan misi dakwah sudah selesai, padahal tujuan yang demikian sangat jauh dari nilai nilai suci yang menjadi tujuan dari dakwah islamiyah.

Hal ini tentunya membuat banyak kekahwatiran dikalangan para ulama, kiai dan intelektual muslim, salah satunya adalah Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, probolinngo, KH. Moh. Zuhri Zaini, mengingatkan.” Sifat kasih sayang merupakan keberhasilan dari dakwah yang di lakukan oleh seseorang, “ kekuasaan bukan alat untuk mendapatkan kesenangan, akan tetapi kekuasaan adalah alat untuk menegakkkan yang namanya kebaikan atau dakwah islamiyah. Penjelasan beliau dalam pengajian kitab Al-Hikam karya Imam Ibnu Athoillah, senin, 06/03/17.

Kiai Zuhri melanjutka penjelasannya.” Nasehat yang baik yang datang dari hati yang tulus, maka akan mudah diterima dengan hati yang tulus pula.” Beliau melajutkan.” Inilah pentingnya keikhlasan dalam perjuangan.

Demekian pesan singkat beliau terkait fenomina dakwah, yang sekarang sering menjadi kendaraan bagi golongan atau kelompok tertetu. (Zhen/Red)

Kekeringan Spiritual, Derita Manusia Modern

Semua manusia siapapun orangnya pasti mencita-citakan dan mendambakan kebahagiaan. Namun tidak semua manusia tahu dan mau serta mampu menempuh jalan menuju cita-cita tersebut. Mungkin karena tidak tahu. Mungkin tahu tapi tidak mau. Atau tahu dan mau tapi tidak mampu. Banyak orang mengira bahwa kebahagiaan dapat di raih dengan harta yang melimpah, jabatan yang tinggi atau popularitas yang luas. Namun setelah semua itu di raih, ternyata kebahagiaan tidak juga datang.

Banyak orang kaya tapi selalu di hantui ketakutan-ketakutan. Misalnya takut bangkrut. Bahkan tidak sedikit orang kaya tidak dapat menikmati kekayaannya karena ia terkena penyakit kikir. Ia hanya menumpuk-numpuk kekayaan dan sangat berat untuk membelanjakannya untuk amal-amal sosial dan bahkan untuk kepentingan dirinya sekalipun. Ada juga orang kaya yang bermewah-mewah dengan kekayaannya; namun ia tidak pernah puas ia mengidap penyakit tamak yang selalu merasa kurang dan kurang. Tidak pernah mensyukuri nikmat yang dia dapat.

Begitu pula dengan jabatan dan kekuasaan. Tidak semua orang yang mendapatkannya menjadi tenang dan bahagia. Semua itu terjadi karenan mereka telah mengalami kekeringan spiritual. Antara lain ditandai dengan kegelisahan batin, selalu tidak puas, merasa diri terasing, ketidak berartian hidup dan bahkan keputus asaan.

Kekeringan spiritual di sebabkan karena lemahnya atau bahkan hilangnya hubungan baik antara diri seseorang dengan Tuhan, penciptanya, pemberi nikmat berupa fasilitas hidup baginya. Dan lemah atau hilangnya hubungan baik dengan Tuhan itu akan berdampak negatif terhadap hubungan baik dengan sesama manusia bahkan dengan dirinya sendiri dan juga makhluk-makhluk yang lain termasuk lingkungan hidupnya. Keadaan seperti ini banyak terjadi pada manusia modern.

Memang modernitas ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi. Disatu sisi ia (modernitas) membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain ia menimbulkan dampak samping yang negatif. Sisi positif dan negatif tersebut disebabkan sifat yang melekat pada diri manusia modern dan modernitas itu sendiri.

Manusia modern dengan modernitasnya ditandai antara lain dengan; selalu berfikir logis dan rasional (pertimbangan untung rugi terutama terkait dengan materi dan uang), bersikap dan bertindak serta bekerja secara profesional, dan mempunyai kemandirian dan kepercayaan diri yang tinggi serta cenderung individualistik.

Sikap rasional, profesional dan mandiri adalah sikap-sikap yang baik yang bisa mendorong kemajuaan dan kesuksesan terutama secara pribadi (perorangan). Namun kepercayaan diri yang berlebihan serta kecenderungan sikap individualitik dapat menyebabkan kerengggangan hubungan atau hubungan tidak baik antara diri seseorang dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia dan makhluk yang lain bahkan dengan tuhan. Aplagi sikap individualistik dan egois (mementingkan diri sendiri) adalah merupakan sifat dasar yang tak dapat dipisahkan dari diri manusia. Maka modernitas yang tidak diimbangi dengan spiritualitas yang tinggi akan lebih memperkuat sifat egoisme dan individualisme manusia.

Memang sifat egoisme dan individualisme tidak bisa dilepaskan dari diri manusia, karena ia memang merupakan watak dasar manusia sebagai makhluk individual. Bahkan dalam urusan ibadah dan pengabdian dan urusan akhirat yang lain, kita harus mendahulukan dan mementingkan diri sendiri. Artinya sebelum kita menyuruh orang lain melakukan ibadah atau pengabdian, hendaklah kita yang melakukannya lebih dulu sebelum mengajak orang lain melakukannya.

Sebaliknya dalam urusan dunia, (harta, kedudukan dan lain-lain) sebaiknya kita mengalah, mendahulukan orang lain bahkan mengorbankan hak diri kita untuk kepentingan orang lain. Sikap ini dalam bahasa Agama disebut dengan istilah ‘Itsar (mengalah). Sikap ‘itsar ini memang sangat dianjurkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia (harta dan lain-lain). Sedangkan dalam urusan akhirat seperti ibadah dan pengabdian misalnya bersedekah, maka sikap ‘itsar menjadi tidak baik.

Namun yang terjadi dalam masyarakat justru sebaliknya. Dalam urusan dunia kebanyakan kita berebutan, tidak bersikat ‘itsar. Sementara dalam urusan akhirat, misalnya dalam shalat jama’ah dan sedekah, justru saling “mengalah”. Bukannya berebut melakukannya sendiri, tetapi justru mempersilahkan orang lain melakukannya. Sementara dirinya melakukannya belakangan atau bahkan tdak melakukanya sama sekali.

Hal ini disebabkan karna mereka terbujuk oleh godaan nafsu dan keindahan dunia sehinga menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup dan target setiap usahanya. Godaan dunia itu telah menyebabkan mereka rebutan harta, jabatan dan pengaruh yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat, konflik dan ketegangan. Dan godaan dunia itu pula telah menjerumuskan banyak orang kepada korupsi, penipuan, pelacuran dan pelanggaran hukum dan etika yang lain.

Sering pula ketamakan akan kekayaan dan kemewahan telah menyebabkan mereka terbujuk oleh rayuan gombal dan janji-janji kekayaan sekalipun janji-janji itu tidak masuk akal. Misalnya janji-janji yang diberikan Dimas Kanjeng kepada para pengikutnya yang kemudian terbukti bohong dan palsu. Banyak orang yang mengorbankan kehormatan dirinya dan mengkhianati kebenaran yang diyakininya demi uang, kedudukan dan kesenangan sesaat.

Memang dampak modernitas tidak selamanya negatif. Berkat modernitas manusia di era modern ini telah mengalami kemajuan yang luar biasa baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maupun budaya. Dan berkat kemajuan IPTEK khususnya teknologi komunikasi dan informasi (ICT) semuanya berjalan dengan mudah, murah dan cepat. Mulai dari kegiatan berkomunikasi, mencari maupun menyampaikan informasi, usaha-usaha bisnis (ekonomi), pendidikan dan dakwah bahka politik, misalnya kampanye pemilu dan lain-lain.

Namun IPTEK dengan segala perangkatnya hanyalah alat (instrument). Nilainya tergantung kepada tujuan penggunaannya dan dampaknya. Dan pengguna teknologi itu adalah manusia yang selain mempunyai potensi kearah kebaikan juga mempunyai potensi kearah keburukan/kejahatan. Karena itu peerlu penguatan potensi baik pada diri manusia itu serta menekan dan meminimalisir-walaupun tidak dapat menghilangkan-potensi jeleknya.

Penguatan potensi baik adalah dengan peningkatan aspek spiritualitas dan pengendalian sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada diri manusia dengan cara menekan keinginan-keinginan nafsu melalui riyadoh dan mujahadah. Karena itu, kita yang hidup di era modern ini hendaknya meningkatkan aspek spiritualitas kita dengan memperkuat sambunga vertikal kita kepada Tuhan melalui pemahaman (makrifat) kita tentang Tuhan disertai perbaikan akhlak dan adab kita terutama kepada Tuhan dan kepada sesama manusia bahkan dengan makhluk yang lain.

Tentu untuk memperoleh pemahaman yang benar (makrifat) tentang Tuhan perlu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya yakni informasi dari Tuhan itu sendiri melalui orang yang juga dapat dipercaya yakni RasulNya dengan bukti-bukti yang meyakinkan yakni mu’jizat yang diberikan Allah kepada RasulNya. Karena itu hendaknya kita jangan mudah percaya kepada pengakuan (klaim) kebenaran tanpa dasar yang kuat dan bukti yang meyakinkan seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini.

Maka pemahaman ilmu wahyu (syariat) adalah suatu keniscayaan dan keharusan agar kita terhindar dari pemikiran-pemikiran yang menyesatkan dan informasi-informasi yang salah dan penipuan. Dan banyak-banyak lah melakukan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah sambil memohon bimbingan dan petunjukNya.

“SEMUA MANUSIA SIAPAPUN ORANGNYA PASTI MENCITA-CITAKAN DAN MENDAMBAKAN KEBAHAGIAAN. NAMUN TIDAK SEMUA MANUSIA TAHU DAN MAU SERTA MAMPU MENEMPUH JALAN MENUJU CITA-CITA TERSEBUT. MUNGKIN KARENA TIDAK TAHU. MUNGKIN TAHU TAPI TIDAK MAU. ATAU TAHU DAN MAU TAPI TIDAK MAMPU.”

Penulis : KH. Moh. Zuhri Zaini (Pengasuh PP. Nurul Jadid)

Sumber : Majalah Al Fikr no 29 November 2016 – April 2017

PARTAI POLITIK, Antara Harapan dan Kenyataan

Sebagai salah satu tonggak demokrasi, partai politik mempunyai kedudukan dan peran yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak berfungsi atau lemahnya partai politik akan berakibat matinya kehidupan demokrasi yang ditandai dengan kesewenang-wenangan penguasa; tertindasnya rakyat atau terjadinya anarki, dimana terjadi kekacauan dan ke-sewenang-wenangan dan yang kuat menindas yang lemah. Karenanya  agar kehidupan demokrasi tetap tegak, maka partai politik harus eksis dan melakukan fungsi dan peran-perannya dengan baik sebagai representasi kepentingan rakyat demi terciptanya masyarakat madani, dimana setiap warga masyarakat  menyadari dan melaksanakan hak serta kewajibannya  menuju masyarakat adil dan makmur, sejahtera lahir batin, fisik-material maupun mental spritual didalam naungan rahmat dan ridla Allah SWT.

Diantara fungsi dan peran partai politik adalah menampung dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Dalam menjalankan peran ini, partai politik harus secara proaktif berupaya untuk mengetahui kemauan, kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Para fungsionaris partai harus  membuka mata dan telinga lebar-lebar  serta mengasah kepekaan hati agar dapat menangkap aspirasi dan kepentingan rakyat. Mereka tidak seharusnya bersikap elitis, hidup dalam menara gading. Sebaliknya mereka harus dekat dengan rakyat baik secara fisik, terutama secara mental. Bahkan seharusnya merasa diri mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari rakyat, merasakan suka duka rakyat sebagai suka duka mereka sendiri. Kemudian  apa yang mereka tangkap dari rakyat, mereka perjuangkan dengan penuh amanah dan keikhlasan dengan tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak.

Selanjutnya agar kepentingan rakyat betul-betul terjaga, maka partai politik harus selalu melakukan kontrol terhadap pemegang kekuasaan (otoritas, resources dan power) dalam segala lini, mulai lembaga negara (legeslatif, eksekutif dan yudikatif) maupun lembaga non negara/pemerintah (Swasta, atau LSM dll), sehingga mereka (para pemegang kekuasaan) tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan kepentingan rakyat banyak (korupsi) baik yang mereka lakukan secara sendiri-sendiri  maupun bersama-sama (kolusi).

Disamping itu, demi tercapainya masyarakat madani, partai politik harus melakukan pemberdayaan masyarakat (rakyat), baik melalui pendidikan politik, bantuan hukum maupun pemberdayaan ekonomi. Pendidikan politik bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan hak dan kewajibannya, sehingga tidak terjadi penindasan,  kesewenang-wenangan dan anarki dimana setiap orang tidak hanya pandai menuntut hak tetapi juga harus mau memenuhi kewajibannya. Juga partai politik harus melakukan pembelaan bagi warga masyarakat yang lemah dengan memberikan  bantuan hukum kepada mereka dll.

Dalam bidang ekonomi, partai politik harus memperjuangkan hak rakyat untuk mendapatkan akses dan kesempatan usaha (produksi maupun pemasaran) dengan memberantas praktik monopoli serta akses untuk mendapatkan modal  dan pembinaan teknis, khususnya bagi pengusaha kecil. Demikian pula dalam bidang-bidang yang lain seperti kesehatan, jaminan sosial bagi anak terlantar, pengangguran dll.

Selain itu, partai politik harus berperan sebagai lembaga pemersatu dengan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kebersamaan dalam mencapai cita-cita dan tujuan bersama serta menciptakan budaya saling menghargai dan menerima perbedaan dan keragaman sebagai kenyataan hidup yang tidak bisa dihindari. Juga harus  mengupayakan terciptnya simpul-simpul kebersamaan melalui kegiatan dan aksi bersama antar kelompok serta berusaha meredam konflik-konflik melalui mediasi, negosiasi dan lobi-lobi. Diantara aksi bersama  tersebut adalah pembentukan kelompok usaha, seperti koperasi, kelompok tani, nelayan, pengrajin dll.

 Ini adalah beberapa peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh partai politik demi tercapainya cita-cita bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . Namun tidak semua yang kita harapkan menjadi kenyataan. Banyak partai politik yang semestinya menjadi ‘representasi’ kepentingan rakyat, berbalik menjadi alat kepentingan penguasa atau para elit partai untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Rakyat hanya dijadikan kedok. Pemilu hanya dijadikan alat legitimasi bagi partai dalam melakukan peran-peran, dan tindakan korupnya dengan menggunakan otoritas dan kewenangannya untuk kepentingan diri atau kelompoknya dan bukan untuk kepentingan  rakyat yang. diwakilinya. Rakyat diiming-imingi, janji-jani yang muluk-muluk; bahkan kalau perlu disertai rayuan dengan menabur uang atau bentuk bantuan yang lain demi mendapat dukungan mereka.

Padahal disisi lain, banyak hak-hak rakyat yang tidak dipenuhi yang nilainya jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam menjaring dukungan. Disamping itu, dalam perekrutan pengurus atau calon legeslatif (caleg) sering tidak didasarkan kemampuan dan kelayakan, tetapi didasarkan atas kedekatan hubungan (nepotisme) atau sekedar popularitas sebagai vote getter sehingga ketika telah menjadi pejabat mereka tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat dan bahkan tidak sedikit yang menggunakan fasilitas umum (negara) hanya untuk kepentingan diri dan keluarganya.

Agar partai politik berperan sesuai dengan fungsi yang seharusnya yakni sebagai representasi dan alat perjuangan rakyat, maka perlu upaya-upaya pembenahan baik internal mau di eksternal partai. Di internal partai penegasan visi dan misi partai yang berpihak kepada rakyat. Disamping itu perlu penciptaan budaya demokratis dan kerja professional. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah rekrutmen kader (pengurus partai atau calon pejabat legeslatif, eksekutif dll.) yang betul-betul selektif (baik dan layak). Untuk itu perlu pengkaderan secara berencana dan berjenjang dari bawah.

Di eksternal partai, perlu adanya peratuan perundang-undangan yang mengarah pada pemberdayaan partai, mencegah perilaku partai yang menyimpang, seperti money politik, KKN dll. Disamping itu harus dilakukan pendidikan politik bagi masyarakat (rakyat), sehingga mereka mengetahui hak-hak mereka agar mereka tidak menuntut lebih dan juga mengetahui kewajibannya sehingga tidak melalaikannya atau melanggar hak orang lain.

Namun dari itu semua yang paling menentukan adalan faktor sumber daya manusia (SDM)-nya. Maka penyiapan SDM yang berkualitas  melalui pendidikan  baik formal, non formal maupun informal adalah suatu keniscayaan. Untuk itu perlu perencanaan pendidikan manusia seutuhnya secara komprehensip dengan melibatkan semua komponen bangsa dan negara dalam semua sektor kehidupan mereka. Sebab jika kita ingin membenahi kehidupan bangsa, baik dalam bidang politik, ekonomi dll., maka semua komponen bangsa ini hendaknya menjadikan pendidikan sebagai program dan agenda prioritasnya. Jangan sampai sektor pendidikan dikorbankan untuk sektor yang lain. Kembalilah kepada kepentingan rakyat. Wa Allahu a’lam.

“Partai politik harus eksis dan melakukan fungsi dan peran-perannya dengan baik sebagai representasi kepentingan rakyat demi terciptanya masyarakat madani”

 

Penulis : KH. Moh. Zuhri Zaini (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Jangan Bergantung Kepada Selain Allah SWT

nuruljadid.net – Allah menciptakan kehidupan dunia sebagai mazro’atu al-akhirat ( ladang untuk akhirat ). Di utusnya Nabi Muhammad ke dunia dengan misi menyebarkan ajaran – ajaran islam rahmatan lil’alamin dalam tataran kehidupan dunia. Terutusnya sang pembawa risalah juga merupakan nikmat yang sangat besar yang patut kita syukuri, karna dengan risalah yang di bawahnya manusia tidak merasa bingung dalam mengarungi kehidupan dunia. Seiring dengan dinamika kehidupan yang terjadi di tengah – tengah masyarakat, juga berdampak terhadap berubahnya pola pikir dan tingkah laku masyarakat. Dengan kondisi masyarakat yang mengalami dinamika, dan ketergantungan hidup masyarakat  terhadap materi, tentunya sangat di perlupakn menempatkan ajaran – ajaran islam sebagai sebuah basis ke agamaan yang menjadi control dalam tataran masyarakat.

Pola hidup mewah juga berdampak terhadap berlomba lombanya masyarakat untuk mendapatkan materi, dan ketergantungan masyarakat terhadap materi sangat besar. Bahkan tidak jarang sebagian masyarakat yang menjadikan tujuan hidupnya hanya untuk mencari yang namanya materi dan kesenangan dunia.

Dalam kondisi sebagian  masyarakat, yang bergantung terhadap materi, pengasuh pondok pesantren , Nurul Jadid, karanganyar, paiton, probolinggo, mengingatkan ,” dalam usaha apapun, mencari ilmu, beribadah jangan mengandalakn kemampuan kita, andalkanlah allah,” dauh beliau dalam pengajian kitab Hikam karya Ibnu Athoillah, sabtu ( 04/02/2017 ).

Kiai Zuhri melanjutkan dauhnya ,” orang yang slalu bergantung kepada allah pasti orang tersebut akan slalu di bantu,”  ketika orang beribadah, berjuang, jangan mengandalkan didri sendiri andalkanlah allah.

Ketika manusia mengandalkan allah dalam setiap usahanya, tidak menjadikan materi sebagai tempat bergantungnya, maka allah  pasti memerikan pertolongan kepada orang tersebut.karna hanya kepada allah kita bergantung dan berharap dari apa yang kita inginkan.

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Jangan Mudah Terpengaruh Dengan Kesaktian

nuruljadid.net – Kemajuan teknologi di tengah – tengah masyarakat ,juga berdamapak terhadap  perubahan yang terjadi di tengah – tengah masyarakat. Seirng dengan semakin berkembangnya zaman pola hidup masyarakat juga mulai berkembang, baik dari aspek pola pikir, pergaulan, budaya dan lingkungan. Terdapat sebagian orang yang mempunyai pola pikir yang sangat sempit, mendadak kaya , dan gampang percaya terhadapa kesaktian – kesaktian duniawi yang menjamin kebahagian hidup dan kekayaan tanpa harus di lihat terlebih dahulu kesaktian tersebut sumbernya dari mana . orang yang demekian hanya melihat bungkusnya tidak bisa melihat nilai subtansi yang terkandung di dalamnya.

Dengan kondisi sebagian masyarakat yang demikian dan pola pikir masyarakat yang masi sempit , gampang percaya terhadap kesaktian yang bersifat duniawi, pengasuh pondok pesantren nurul jadid , karanganyar , paiton , probolinggo ,” mengingatkan , kita jangan terpujuk dengan kesaktian , yang penting bagaimana kita berjalan di jalan yang benar, dauh kiai zuhri dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam , ahad .( 29/01/17 ).

Kiai zuhri melanjutkan penjelasannya,” orang yang istiqomah lalu orang itu mempunyai kesaktian , berarti kesaktian tersebut adalah karomah , tetapi kalau orangnya tidak istiqomah menjalankan perintah allah dan menjahui larangannya,  berarti kesaktian tersebut adalah istidroj,” kelebihan , kesaktian yang bersifat duniawi , itu tidak bisa di jadikan ukuran baik dan tidaknya seseorang,

Kiai zuhri melanjutkan dauhnya ,” ketika kita kagum sama seseorang bukan pada ke istiqomaanya dan orang itu kagum terhadap kelebihan yang bersifat duniawi, maka ucapan , tingkah laku orang yang di kagumi akan slalu di ikuti, beliau melanjutkan kembali dengan menjelaskan,” kita boleh mencari kesaktian , harta , jabatan , kalau semua itu di tujukan untuk semata mata berjuang di tengah – tengah masyarakat.

Dengan demikian kiai zuhri mengingatkan untuk tidak gampang percaya dan terpengaruh terhadap kesaktian yang terjadi di tengah – tengah masyarakat , kalau orang yang mempunyai kesaktian tersebut jauh dari kata istiqomah dalam menjalankan syari’at. Karna semua orang bisa memiliki kesaktian yang bersifat duniawi hal ini tentu memberikan kehati hatian untuk tidak tertipu dengan apa yang Nampak tetapi kita harus bisa melihat nilai sebtansi yang terkandung di dalamnya.

KH. Moh. Zuhri Zaini

KH. Moh. Zuhri Zaini : Jabatan Itu Amanah, Bukan Peluang

nuruljadid.net – Pelantikan Forum Komunikasi Osis (FKO) Puteri yang dimulai pada pukul 08.50 WIB disempurnakan dengan kehadirannya sosok Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini. Dalam acara kali ini, beliau diminta untuk memberikan tausiyah kepada pengurus FKO Terpilih maupun Devisioner. Beliau memberikan tausiyah setelah semua rentetan acara selesai dilaksanakan. Sehingga prosesi pelantikan dan pembacaan ikrar kepengurusan FKO Terpilih disaksikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Hal yang telah dinanti nantikan oleh seluruh undangan dan anggota FKO adalah tausiyah dari Pengasuh. Beliau, KH. Moh. Zuhri dengan kesederhanaan beliau beliau menyampaikan beberapa hal yang dirasa sangat perlu untuk dipelajari dan dilakukan dalam perjalanan kepengurusan FKO kedepan.

“Zaman sekarang, banyak sekali manusia yang tergila gila akan jabatan, padahal jabatan itu adalah amanah bukan peluang” dawuh beliau.

Jabatan memang memerlukan sosok yang pantas untuk mendapatkannya, namun, bukan berarti didalam mendapatkan jabatan tersebut, seseorang dapat melakukan apa saja. Kepintaran bukan menjadi tolak ukur kesuksesan manusia, namun kepintaran itu adalah sebuah anugerah dari Allah yang diberikan kepada manusia atas kerjakeras mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

“Sekarang, banyak sekali orang yang pintar, namun tak jarang mereka menggunakan kepintarannya untuk membodohi orang lain, salah satunya adalah koruptor. Mereka adalah orang pintar, namun mereka tidak menggunakan kepintarannya dengan baik” nasihat beliau kepada seluruh hadirin.

Dalam sambutan beliau, beliau juga mengingatkan kepada FKO Devisioner agar tidak lepas tanggung jawab dalam mengawal kepengurusan FKO yang baru.  Beliau menginginkan adanya pendampingan pendampingan kepada mereka (FKO Terpilih) agar mereka mampu berproses dengan baik.

“Pengabdian tidak dibatasi dengan jabatan. Sebab pengabdian harus dilakukan dimananpun dan kapanpun. Dan jiwa pengabdian juga tidak memandang jabatan seseorang. Orang yang tak memiliki jabatanpun berhak untuk mengabdi” Nasehat beliau.

Semangat mengabdi dalam pesantren harus dibiasakan sejak saat ini karena pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, namun pesantren adalah lembaga dakwah yang mampu mencetak kader kader yang berguna bagi semuanya terutama bagi masyarakat. Sehingga harapan Pengasuh kepada FKO kedepan adalah mereka mampu untuk menjadi sebuah organisasi yang mampu berguna bagi semuanya, dengan program program kerja yang dilaksanakan harus mengacu kepada visi, misi, budaya dan nilai nilai kepesantrenan karena FKO merupakan salah satu bagian dari Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“FKO boleh membuat beberapa program kerja yang dapat meningkatkan kreatifitasan anggotanya, namun ingat, FKO ini berada dibawah naungan pesantren. Oleh karenanya jangan sampai “latah” dengan meniru program kerja organisasi yang ada diluar sana. Program kerja FKO harus berdasarkan visi, misi, budaya dan nilai nilai kepesantrenan” dawuh Pengasuh ke IV Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Dalam berorganisasi kerja keras, kerja baik dan kerjasama adalah hal yang harus dilakukan. Tanpa adanya kesinambungan diantara ketiganya maka organisasi tersebut tidak akan berjalan dengan maksimal.

“Kerja keras, kerja baik dan kerjasama adalah kunci dari kesuksesan dari sebuah organisasi. Untuk menggapai cita cita maka yang harus dilakukan adalah usaha yang keras. Namun setelah semua itu dilakukan maka serahkanlah kepada Yang Diatas, karena Dialah yang berhak menentukan semuanya” dawuh Pengasuh.

Beliau juga menambahkan, Ibadah adalah pengabdian kepada Allah SWT, sedangkan hikmah adalah pengabdian kepada sesama. Oleh karenanya, dalam kehidupan sehari hari kita harus memperhatikan garis vertikal (menghamba kepada Allah) dan juga memperhatikan garis horizontal (sebagai makhluk sosial).

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Mengontrol Diri dengan Riyadoh

nuruljadid.net – Kemajuan teknologi informasi menjadikan hidup manusia serba instan membuat kebutuhan manusia semakin mudah untuk didapatkan. Bahkan tak hanya itu saja, mereka juga dapat mengetahui kejadian ditempat yang jauh hanya dengan mengakses internet dan mengakses beberapa situs, google misalnya. Dan tak jarang didunia yang rata – rata manusia sudah mengkultuskan terknologi, keseharian mereka terutama dalam pola hidup mereka diatur oleh kecanggihan teknologi.

Berkembang pesatnya dunia teknologi juga berdampak terhadap perubahan pola hidup masyarakat baik dari aspek ekomomi, lingkungan dan gaya hidup mereka. Bisa jadi, dengan canggihnya teknologi, budaya budaya luar yang tak sepantasnya beredar ditengah tengah masyarakat, kini sudah mulai menjamah kehidupan masyarakat. Gaya hidup ala kebarat baratan contohnya, banyak sekali orang orang jaman sekrang mengikuti pola hidup seperti orang barat, bahasa yang lebih terkenal dikalangan anak anak muda adalah “Gaul”. Sehingga budaya budaya negeri ini sedikit demi sedikit terkikis dengan maraknya teknologi yang membuat anak bangsa kecaduan dalam penggunannya.

Dewasa ini, kemajuan dan berkembangnya dunia teknologi memang tidak bisa kita hindari, namun salah satu cara mengatasi kemajuan dan perkembangan teknologi tersebut adalah dengan cara mengimbanginya.

“Apabila kita tidak bisa mengimbanginya maka kita akan menjadi orang yang minoritas dan ketika kita menjadi orang minoritas kita tidak akan dibaca ditengah tengah masyarakat.” Dawuh Pengasuh ke IV Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Kemajuan teknologi mampu menyentuh kehidupan masyarakat. Dari kehidupan masyarakat yang paling atas samapai kehidupan masyarakat yang paling bawah. Kalau dulu mungkin hanya orang orang kota yang merasakan perkembangan teknologi tetapi sekarang seiring dengan kemajuan yang sangat pesat orang orang desa juga ikut serta menikmati kemajuan teknologi informasi.” tambah beliau.

Kemajuan teknologi tentunya bukan hanya memberikan dampak yang negatif terhadap pola hidup masyarakat,  tetapi kemajuan tersebut juga dapat memberikan dampak yang positif terhadap pola hidup masyarakat. Salah satu contohnya adalah ketika kita jadikan teknologi itu sebagai media dakwah untuk mengajak orang – orang ke jalan yang benar dengan mengisi media media sosial dengan tampilan tampilan yang islami serta menampilkan gambar yang islami dan menampilkan tulisan yang mengajak manusia untuk slalu berbuat baik. Disamping kita juga mengimbangi kemajuan teknologi dengan sesuatu yang bermanfaat. Tentunya di perlukan cara lain agar kemajuan tersebut membawa kebaikan bagi diri kita lebih – lebih kepada masyarakat.

Dalam kondisi yang seperti ini Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton, Probolinggo, KH. Moh. Zuhri Zaini berdawuh dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam  karya Ibnu Athoillah Al – Sakandari, kamis (26/01/2017), “meningatkan ilmu juga harus ditirakati, anak juga harus ditirakati, pesantrenpun juga harus ditirakati.”

Kiai Zuhri melanjutkan, di Pondok jangan mengumbar nafsu harus riyadoh untuk mengimbangi agar kita tidak terlena dengan kemajuan yang ada. Karena kemajuan yang ada tidak selamanya menjanjikan keselamatan dan kebahagian hidup bagi manusia, sangat perlu bagi kita untuk menjaga dan menahan diri kita dengan melakukan yang namanya riyadoh sebagai control bagi diri kita didalam menikmati kemajuan teknologi. Sebab kemajuan teknologi yang memberikan tampilan dan pola hidup yang berbeda beda perlu ada semacam control dalam diri kita agar tetap berada pada kehidupan yang benar. Dengan riyadoh merupakan salah satu cara agar bisa mengontrol diri kita.

KH Moh Zuhri Zaini BA

KH. Moh. Zuhri Zaini; NU dan Politik

Oleh: KH. Moh Zuhri Zaini

( Penulis Adalah Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

Jika berpolitik dimaknai keterlibatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka ia (berpolitik) adalah suatu keniscayaan yang tak terhindarkan dari peran dan khidmah NU (Nahdhatul Ulama). Ini sesuai dengan pernyataan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar NU yang berbunyi: “Menyadari bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya bisa diwujudkan secara utuh apabila potensi nasional dimamfaatkan secara baik, maka NU berkeyakinan bahwa keterlibatannya (NU) secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan keharusan yang mesti dilakukan’.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah: Peran politik apakah yang harus dilakukan NU dan bagaiman NU harus melakukan peran politik itu? Karena dalam realitas dan prakteknya, kegiatan politik dapat dibedakan berdasarkan tujuan, target, dan cara (proses) nya, sehingga timbul istilah politik kebangsaan, politik golongan, politik kekuasaan, politik kotor dan lain-lain. Dan masing-masing jenis politik tersebut mempunyai dampak yang berbeda, baik positif maupun negatif, bagi masyarakat atau bangsa.

Memang kegiatan politik seyogyanya ditujukan untuk memberikan sebesar-besar mamfaat dan menghindarkan se-kecil-kecil madlarat (bahaya) terhadap masyarakat atau rakyat atau bangsa. Namun realitasnya tidak selalu sesuai dengan yang di idealkan (seharusnya). Banyak faktor yang dapat mendistorsi atau bahkan membelokkan tindakan politik dari tujuan idealnya. Misalnya, kepentingan pribadi atau kelompok yang—baik disadari atau tidak—sering ikut menentukan target dan cara (proses) kegiatan politik tersebut. Dan kemudian dikemas dengan kemasan “kepentingan umum”. Adanya kepentingan-kepentingan, baik pribadi maupun kelompok, sering menjadi pemicu terjadinya konflik antara pelaku politik, baik secara internal (dalam satu partai) maupun dengan pelaku politik dari kelompok atau partai yang lain. Dan yang tak kalah besar perannya, sebagai pemicu konflik adalah cara atau proses melakukan tindakan politik tersebut. Tak jarang karena didorong oleh ambisi dan emosi, sering tindakan politik dilakukan secara tidak terkontrol, sehingga melanggar rambu-rambu baik etik maupun hukum. Dalam kondisi seperti ini, aktivitas politik yang semestinya bermamfaat untuk masyarakat atau rakyat, justru berbalik merugikan dan—bahkan—menghancurkan mereka. Masyarakat menjadi terkotak-kotak, bukan hanya dalam kubu-kubu atau golongan politik, tetapi juga akan terjadi kerenggangan dan ketegangan dalam kehidupan keseharian. Silaturrahmi menjadi tersendat bahkan bisa terputus. Terjadi hilangnya rasa hormat dan kepercayaan kepada tokoh dan pemimpin masyarakat, baik individual maupun kolektif atau institusional (termasuk terhadap NU dan pemimpinnya). Dan kalau ini terus terjadi, pada gilirannya akan membikin umat atau masyarakat akan kehilangan pegangan, orientasi dan tauladan.

Dengan adanya beberapa kenyataan tersebut, sudah seharusnya bila NU kembali atau setidak-tidaknya lebih menekankan dan menseriusi pokok inti perjuangannya seperti telah digariskan para muassis (founding father) nya. Yaitu mengembangkan nilai Islam Ahl assunnah Wa aljama’ah dan melakukan upaya-upaya kemaslahatan umat dan bangsa termasuk didalamnya gerakan bela negara, memperkokoh persatuan bangsa dan bersama komponen bangsa yang lain, ikut melakukan pembangunan bangsa disegala bidang, baik agama (ahlaq dan moral bangsa) ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Terutama usaha-usaha yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat atau umat, misalnya pemberdayaan ekonomi umat, penanggulangan bencana dan kegiatan sosial lainnya.

Dalam ranah politik praktis, seyogyanya NU cukup melakukan gerakan moral dengan melakukan taushiyah dan contoh-contoh keteladanan yang baik bagi semua pihak terutama bagi kalangan warga NU sendiri. Menghindari kegiatan politik praktis yang secara langsung berorientasi kepada kekuasaan adalah agar tidak terjebak dalam konflik kepentingan dengan warga NU yang berbeda aspirasi politiknya yang mestinya, mereka harus diayomi oleh NU. Sehingga NU menjadi pengayom dan sekaligus wasit atau penengah bila terjadi konflik politik antar warga NU. Dalam hubungan dengan kekuatan politik yang ada, seyogyanya NU menjaga jarak yang sama dengan mereka serta menghindari keterlibatan pengurus (khususnya pengurus inti) dalam politik kekuasan, misalnya dengan melakukan aksi dukung mendukung terhadap orang atau kelompok tertentu. Sebagai gantinya, NU hendaknya melakukan pengayoman terhadap semua kelompok dan golongan, khususnya kader-kader NU yang ada diberbagai kekuatan politik, terutama terhadap orang-orang yang selama ini merasa dipinggirkan oleh elit NU. Sehingga mereka akan tetap merasa bagian dari NU dan memberikan kontribusi pada perjuangan NU untuk umat dan bangsa.

Tugas NU yang terpenting saat ini adalah mempersiapkan kader-kader umat atau bangsa dalam berbagai bidang. Misalnya dalam bidang politik, NU mempersiapkan kader-kader politisi dan calon-calon pemimpin bangsa yang handal, bermoral dan mempunyai integritas serta mempunyai komitmen keumatan dan kebangsaan yang kuat. Dalam bidang keilmuan dengan menyiapkan ilmuwan dan teknolog maupun teknokrat yang kompeten dan bermoral. Dalam bidang ekonomi, dengan menyiapkan ekonom, baik praktisi maupun teoritisi, yang bermoral dan mempunya komitmen kerakyatan dan kepedulian sosial yang tinggi. Dalam bidang da’wah dan pendidikan dengan menyiapkan da’i-da’i dan pendidik yang mempunyai integritas dan kemampuan teknis dan sosial yang tinggi serta memahami kondisi riil umat atau masyarakat. Demikian pula di bidang-bidan lain seperti seni budaya, kesehatan, hankam (pertahanan dan keamanan) dan lain-lain, NU hendaknya juga melakukan pengkaderan sehingga misi NU sebagai rahmatan lil ‘alamin betul-betul menjadi kenyataan. Semoga. Amin

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Meraih Karomah Dengan Istiqomah

nuruljadid.net – Di zaman modernisasi yang ditandai dengan proses bergesernya sikap dan mentalitas suatu warga masyarakat agar tetap hidup dengan tuntutan masa kini membuat kondisi masyarakat berangsur angsur berubah, sebagian masyarakat yang memiliki persepsi yang keliru dan tidak dibenarkan dalam agama islam. Ada sebagian masyarakat yang memiliki pemikiran dengan melakukan ritual – ritual tertentu, agar orang tersebut bisa mendapatkan kesaktian. Salah satu contohnya adalah melakukan ritual ritual khusus untuk mendapatkan uang dengan tanpa harus bekerja terlebih dahulu. Dengan melakukan amalan – amalan tertentu yang tidak dibenarkan dalam ajaran ajaran, islam orang tersebut bisa menggandakan uang, sekalipun orang yang membacanya jauh dari kata istiqomah dalam menjalankan syari’at islam. Banyak masyarakat yang tertipu dengan istilah “karomah”.

“Anehnya oleh sebagian masyarakat orang yang melakukan demikian dianggap sesuatu yang benar dan dianggap sebuah karomah padahal orang yang melakukannya adalah orang yang jauh dari kata istiqomah dalam menjalakan syari’at. Dan lebih aneh lagi ketika terjadi sesuatu yang demikian ditengah – tengah masyarakat baginya dianggap suatu kemajuan dan kelebihan dalam masyarakat tersebut.” Dawuh KH. Zuhri Zaini dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam Ibnu Athoillah Al-Sakandari, senin (23/01/2017).

Padahal tidak selamanya kelebihan dan kemajuan akan selalu mengarah kepada kebaikan, bisa saja kelebihan dan kemajuan tersebut mengakibatkan kondisi masyarakat mengalami dekadensi baik dari aspek moralitas, pemikiran dan nilai – nilai sosial yang berada di tengah – tengah masyarakat.

Ditengah kondisi zaman yang demikian, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton Probolinggo, KH. Moh. Zuhri Zaini, mengingatkan agar manusia tidak terjebak dengan pemikiran yang salah, pemikiran yang  berdasarkan hawa nafsu yang tujuan akhirnya mencelakakan manusia itu sendiri,” dawuh Kiai Zuhri dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam Ibnu Athoillah Al-Sakandari, senin (23/01/2017).

Kiai Zuhri melanjutkan, kesaktian yang tidak disertai dengan ridho Allah itu adalah istidroj, salah satu tanda orang ridho kepada Allah adalah orang tersebut istiqomah dijalanNya. Beliau melanjutkan penjelasannya dalam kitab Al Hikam dengan membagi karomah menjadi dua bagian.

Pertama, karomah keimanan, kedua, karomah amal. Lebih lanjut beliau menjelaskan, karomah yang sebenarnya adalah ketika orang tersebut mencapai istiqomah dan mencapai sempurnanya keistiqomaan, karena pada hakikatnya, karomah yang sebenarnya adalah beribadah dengan istiqomah.

Sementara ini banyak orang yang menganggap kesaktian yang dimiliki oleh seseorang adalah sebuah karomah tanpa terlebih dahulu melihat orang yang memiliki kesaktian tersebut apakah istiqomah dalam ibadahnya.

“Kalau orangnya istiqomah dalam beribadah bisa jadi itu adalah karomah yang sesungguhnya, namun jika orangnya tidak istiqomah dalam ibadah bisa jadi itu adalah istidroj. Karena yang namanya kesaktian bisa saja dimiliki oleh semua orang” Dawuh Kiai Zuhri ketika memaparkan karomah dan kekaromahan.

Oleh karena itu, kita harus melihat terlebih dahulu jangan samapai terpujuk dengan dhohirnya saja dengan menghilangkan aspek substansi terhadap sesuatu yang kita lihat. Di zaman sekarang sesuatu yang tidak benar dianggap benar, karna dibungkus dengan bungkusan yang menggoda secara lahiriah dan hawa nafsu. Kita seringkali terjebak dengan hal hal demikian karena menjadikannya sesuatu yang nampak sebagai ukuran baik dan tidaknya sesuatu tersebut. Dan menjadikan hawa nafsu sebagai alat untuk mengukurnya serta mengabaikan agama sebagai barometernya. Akhirnya kita mengarungi kehidupan seakan akan berada pada jalan yang benar, padahal jalan tersebut adalah jalan yang salah karna kita terjebak dengan hawa nafsu dan keindahan lahiriah saja.

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Pentingnya Menyadari Diri Sebagai Hamba Allah

nuruljadid.net – Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Ibadah memiliki makna yang luas, ibadah bukan hanya sekedar shalat atau zakat saja, namun pekerjaan hambaNya juga bisa disebut ibadah. Setiap pekerjaan yang diniatkan untuk mencari atau mengharap ridho Allah maka pekerjaan itu bernilai ibadah di hadapan Allah. Salah satu contohnya ketika kita berjuang di tengah masyarakat dengan dinitakan untuk mengharap ridho Allah maka perjuangan tersebut bernilai ibadah.

“Salah satu diantara bentuk ibadah adalah berjuang di tengah tengah masyarakat kalau di niatkan hanya untuk mengharap ridho Allah maka perjuangan tersebut akan bernialai ibadah.” Dawuh beliau dalam pengajian rutin kitab  Al Hikam karangan Ibnu Athoillah, Kamis (19/01/2017)

Beliau juga mengimbuhkan, sebagai hamba Allah yang mempunyai  misi dan tugas penghambaan perlu kita sadari bahwa sifat yang hakiki yang ada pada diri seorang hamba adalah sifat merasa lemah dan hina di hadapan Allah SWT.

Sangatlah penting bagi manusia untuk menyadari akan sifat hakiki tersebut. Agar manusia tidak terjebak dengan pemikiran bahwa dirinya mempunyai kemampuan dengan keberhasilan dan prestasi yang diraihnya tanpa bantuan Sang Pencipta. Padahal secara hakikat semua itu adalah bentuk dari pertolongan dan kekuasaan Allah untuk hambaNya.

“Semua kemampuan yang kita miliki adalah fasilitas dan yang menentukan berhasil dan tidaknya maanusia adalah takdir yang Allah gariskan kepada kita,” dawuh beliau.

“Manusia hanya mampu berusaha dan dibalik kesuksesan dan keberhasilan usaha tersebut adalah jalan Allah yang diberikan kepada hambaNya.” Tambah beliau.

Disinilah petingnya kita menyadari bahawa kita adalah Hamba Allah yang tak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Dan manusia juga seharusnya sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang hina dihadapan Allah. Apabila manusia sudah menyadari dan mengakui bahwa dirinya adalah makhluk yang hina, maka Allah akan mengatrol kita dengan  sifat kemuliaanNya.

“Kita harus merasa hina hanya dihadapan Allah, kita tidak boleh menampakkan sifat kehinaan kepada hamba Nya namun bukan berarti kita boleh menampakkan kemewahan diri kita dihadapan hamba Allah, sebab kemewahan yang ada pada diri kita hanya berupa titipan Allah. Jika kemewahan yang ada pada diri kita ditampakkan, maka akan banyak menimbulkan kecemburuan sosial dan dapat memancing orang lain untuk berlomba lomba menampakkan kemewahan kemewahan mereka.” Nasihat beliau.

Namun pada kenyataannya, masih banyak ummat islam yang saling menampakkan kemewahan atas keberhasilan yang dia dapatkan didunia ini, padahal islam telah mengajarkan kepada ummatnya untuk membiasakan diri hidup sederhana tanpa harus menampakkan dan mengkultuskan harta dan tahta mereka. Sebagai hamba Allah, menyadari bahwa kita adalah hambaNya yang lemah harus kita kecamkan dalam kehidupan sehari hari agar tidak berpaling dari perintahNya.

“Dengan kita menyadari akan kelemahan kita dihadapan Allah maka Allah akan senantiasa menolong kita dengan kekuasaanNya.” Dawuh KH. Moh. Zuhri Zaini sekaligus sebagai nasihat beliau kepada santrinya.

Begitu sangat istimewanya orang yang menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah yang memiliki sifat lemah dan hina dihadapanNya. Sebab hamba yang demikian adalah hamba yang akan mendapatkan beberapa keistimewaan dan akan diperlakukan istimewa dihadapan Allah. Beberapa keistimewaannya adalah sebagai berikut :

  1. Allah akan memberikan kemuliaan-Nya
  2. Allah akan memberikan pertolongan dengan kekuasaaan-Nya
  3. Allah akan memberikan nur cahaya dan kekuatan-Nya

Demikianlah beberapa keistimewaan yang akan diberikan Allah kepada hambaNya yang sadar bahwa dirinya adalah seorang hamba yang penuh dengan kekurangan. Maka dalam dewasa ini, tak pantas jika kita merasa lebih melebihi dari apa yang Allah berikan kepada kita. Dalam kehidupan sehari hari seharusnya kita hidup dengan sederhana dengan tanpa menghambur hamburkan kenikmatan yang Allah berikan kepada hambaNya.