Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Pentingnya Menyadari Diri Sebagai Hamba Allah

nuruljadid.net – Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Ibadah memiliki makna yang luas, ibadah bukan hanya sekedar shalat atau zakat saja, namun pekerjaan hambaNya juga bisa disebut ibadah. Setiap pekerjaan yang diniatkan untuk mencari atau mengharap ridho Allah maka pekerjaan itu bernilai ibadah di hadapan Allah. Salah satu contohnya ketika kita berjuang di tengah masyarakat dengan dinitakan untuk mengharap ridho Allah maka perjuangan tersebut bernilai ibadah.

“Salah satu diantara bentuk ibadah adalah berjuang di tengah tengah masyarakat kalau di niatkan hanya untuk mengharap ridho Allah maka perjuangan tersebut akan bernialai ibadah.” Dawuh beliau dalam pengajian rutin kitab  Al Hikam karangan Ibnu Athoillah, Kamis (19/01/2017)

Beliau juga mengimbuhkan, sebagai hamba Allah yang mempunyai  misi dan tugas penghambaan perlu kita sadari bahwa sifat yang hakiki yang ada pada diri seorang hamba adalah sifat merasa lemah dan hina di hadapan Allah SWT.

Sangatlah penting bagi manusia untuk menyadari akan sifat hakiki tersebut. Agar manusia tidak terjebak dengan pemikiran bahwa dirinya mempunyai kemampuan dengan keberhasilan dan prestasi yang diraihnya tanpa bantuan Sang Pencipta. Padahal secara hakikat semua itu adalah bentuk dari pertolongan dan kekuasaan Allah untuk hambaNya.

“Semua kemampuan yang kita miliki adalah fasilitas dan yang menentukan berhasil dan tidaknya maanusia adalah takdir yang Allah gariskan kepada kita,” dawuh beliau.

“Manusia hanya mampu berusaha dan dibalik kesuksesan dan keberhasilan usaha tersebut adalah jalan Allah yang diberikan kepada hambaNya.” Tambah beliau.

Disinilah petingnya kita menyadari bahawa kita adalah Hamba Allah yang tak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Dan manusia juga seharusnya sadar bahwa dirinya adalah makhluk yang hina dihadapan Allah. Apabila manusia sudah menyadari dan mengakui bahwa dirinya adalah makhluk yang hina, maka Allah akan mengatrol kita dengan  sifat kemuliaanNya.

“Kita harus merasa hina hanya dihadapan Allah, kita tidak boleh menampakkan sifat kehinaan kepada hamba Nya namun bukan berarti kita boleh menampakkan kemewahan diri kita dihadapan hamba Allah, sebab kemewahan yang ada pada diri kita hanya berupa titipan Allah. Jika kemewahan yang ada pada diri kita ditampakkan, maka akan banyak menimbulkan kecemburuan sosial dan dapat memancing orang lain untuk berlomba lomba menampakkan kemewahan kemewahan mereka.” Nasihat beliau.

Namun pada kenyataannya, masih banyak ummat islam yang saling menampakkan kemewahan atas keberhasilan yang dia dapatkan didunia ini, padahal islam telah mengajarkan kepada ummatnya untuk membiasakan diri hidup sederhana tanpa harus menampakkan dan mengkultuskan harta dan tahta mereka. Sebagai hamba Allah, menyadari bahwa kita adalah hambaNya yang lemah harus kita kecamkan dalam kehidupan sehari hari agar tidak berpaling dari perintahNya.

“Dengan kita menyadari akan kelemahan kita dihadapan Allah maka Allah akan senantiasa menolong kita dengan kekuasaanNya.” Dawuh KH. Moh. Zuhri Zaini sekaligus sebagai nasihat beliau kepada santrinya.

Begitu sangat istimewanya orang yang menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah yang memiliki sifat lemah dan hina dihadapanNya. Sebab hamba yang demikian adalah hamba yang akan mendapatkan beberapa keistimewaan dan akan diperlakukan istimewa dihadapan Allah. Beberapa keistimewaannya adalah sebagai berikut :

  1. Allah akan memberikan kemuliaan-Nya
  2. Allah akan memberikan pertolongan dengan kekuasaaan-Nya
  3. Allah akan memberikan nur cahaya dan kekuatan-Nya

Demikianlah beberapa keistimewaan yang akan diberikan Allah kepada hambaNya yang sadar bahwa dirinya adalah seorang hamba yang penuh dengan kekurangan. Maka dalam dewasa ini, tak pantas jika kita merasa lebih melebihi dari apa yang Allah berikan kepada kita. Dalam kehidupan sehari hari seharusnya kita hidup dengan sederhana dengan tanpa menghambur hamburkan kenikmatan yang Allah berikan kepada hambaNya.

KH Moh Zuhri Zaini BA

Menempa Diri di Pesantren

Oleh: KH. Moh Zuhri Zaini

Setiap manusia pasti mendambakan kebahagiaan berupa keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan lahir-batin, jasmani-rohani, materiil-inmateriil, baik dalam kehidupan sekarang di dunia (yang sementara) maupun kelak dalam kehidupan di akhirat (yang hakiki dan abadi).

Untuk mencapai tujuan ini manusia harus membekali diri dengan keyakinan yang benar dan mantap, kepribadian, akhlak yang baik, sikap yang benar, ilmu yang cukup, wawasan yang luas, keahlian dan keterampilan yang diperlukan.

Dalam rangka membantu para santri mendapatkan bekal-bekal hidup tersebut, pondok pesantren mendidik para santri agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berkepribadian dan berakhlak mulia, berilmu yang cukup dan berwawasan yang luas, berkeahlian dan berketerampilan di bidangnya, mandiri dan bermanfaat bagi lingkungan keluarga, masyarakat dan bangsa.

Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas, para santri hendaknya menempa dirinya dengan mengikuti dan menyelami semua program-program pendidikan yang telah ditetapkan pesantren, baik program wajib maupun pilihan. Program-program pendidikan tersebut, meliputi berbagai bidang sesuai dengan aspek-aspek diri dan kehidupan manusia, yaitu: pendidikan dan ketaqwaan, pendidikan kepribadian dan akhlak, pendidikan kemasyarakatan dan kebangsaan, pendidikan keilmuan dan wawasan, serta kewirausahaan. Bentuk kegiatan dan metodenya merupa penyampaian materi atau informasi dalam kegiatan belajar di sekolah, majelis pengajian, kursus-kursus, diskus, seminar, study laboratorium, atau lapangan, studi perpustaka dan lain-lain. Juga berupa indoktrinan, pengarahan-pengarahan, pembiasaan, bimbingan dan penyiluhan, pelatihan, bakti sosial/kerja bakti disamping penerapan aturan (norma-norma) baik di sekolah, di asrama mapun yang bersifat umum diserai sanksi-sanksi pelanggarannya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah percontohan dan keteladanan serta penciptaan lingkungan yang bersifat kondusif demi efektifitasnya program-program pendidikan yang telah ditetapkan.

Agar berhasil dalam menyelami pendidikan di pesantren, setiap santri harus mengikuti seluruh paket program pendidikan yang telah di tetapkan pesantren bagi tiap santri sesuai dengan tingkat kemampuan, bakat dan minat masing-masing santri. Dalam pelaksanaan program-program pendidikan yang harus diikuti setiap santri ada skla prioritas sesuai dengan status masing-masing program. Apakah program itu termasuk pendidikan dasar, pokok, penting atau hanya pelengkap. Program pendidikan yang bersifat dasar harus didahulukan dari pada yang hanya penting apalagi pelengkap. Misalnya ilmu yang menyangkut pokok-pokok aqidah dan ibadah hendaknya dipelajari lebih dahulu sebelum sebelum mempelajari ilmu-ilmu penunjang, lebih-lebih yang hanya pelengkap. Termahuk harus diprioritaskan adalah kemampuan-kemampuan Al furudl Al Ainiyah (hal-hal yag menyangkut aktifitas kita sehari-hari).

Dengan melihat berbagai program pendidikan pesantren dengan berbagai bidang, bentuk dan metodenya, jelaslah bahwa pendidikan agama tidak hanya bertujuan mencerdaskan otak melalui pelatihan dan pengajaran ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi lebih dari itu pendidikan agama bertujuan untuk memperbaiki watak (karakter dan akhlak) melalui penyuluhan, pengarahan, keteladanan dan latihan kejiwaan (riyaadlatun nafsyi) berupa amaliyah-amaliyah ibadah melaui (sholat, puasa, aurat-aurat dan lain-lain) maupun amaliyah ibadah sosial (bakti sosial, kerja bakti, dll) disamping penegakan disiplin dan aturan/norma berikut sanksi-sanksi, baik dilingkungan sekolah, asrama, maupun secara umum. Maka demi keberhasilan pendidikannya, setiap santri selain siap belajar dan mencerna ilmu pengetahuan juga harus siap menerima pelatihan dan berlatih diri baik dalam beramal maupun bergaul sehingga selain berilmu dan berotak cerdas juga berakhlak dan berjiwa waras (sehat).

Memang tidak mudah menjalani program-program pendidikan komprehensif seperti yang dilaksanakan di pondok pesantren. Banyak kendala-kendala dan hambatan yang harus dihadapi. Diantaranya: kendala yang pertama adalah, diri/maksa diri kita sendiri. Nafsu manusia cenderung bersenang-senang, bersantai dan bermalas-malasan. Jadi, hanya ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan, sekalipun hal tersebut membahayakan hidupnya (narkoba, zina, minuman keras, judi, dll). Sebailiknya nafsu selalu ingin menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun hal tersebut sangat dibutuhkan untuk kemaslahatan hidupnya (misalnya: memberi obat bagi orang sakit). Dengan mengetahui sifat nafsu yang demikian itu, maka seorang santri harus bisa melawan nafsunya mengajak pada hal-hal yang bermanfaat sekalipun kadang-kadang tidak disenangi-nya. Untuk menundukkan dan mengendalikan nafsu diperlukan pelatihan-pelatihan melalui amal-amal ibadah (murni atau sosial), bimbingan dan penyuluhan, mengikuti aturan-aturan/norma-norma disamping berdoa memohon pertolongan Allah Swt.

Kendala-kendala lain adalah lingkungan yang jelek berupa pergaulan dan teman yang mengajak kita kepada perilaku yang merugikan, karena tidak jarang orang yang semula baik tapi karena pengaruh teman dan lingkungannya menjadi jelek. Karena seorang santri harus berupaya menciptakan lingkungan yang baik yang menunjang keberhasilan cita-cita dan tujuan mondoknya dengan melakukan amar-makruf dan nahi-mungkar. Jika tidak mampu melakukannya, hendaknya menjauhi lingkungan tersebut. Walaupun tidak perlu membenci atau memusuhi siapa pun.

Selain kedua kendala di atas, ada kendala yang lain, yaitu masalah bekal (materi), baik yang berlebihan maupun yang kekurangan. Santri yang berbekal lebih, sering tidak bisa mengendalikan nafsunya sehingga ia berlaku boros, berpergian atau berbelanja yang tidak perlu. Sehingga mengganggu kegiatan pendidikannyadi pondok. Untuk santri yang demikian perlu pengendalian nafsu dan mengelola keuangannya dengan baik untuk hal yang perlu saja. Dengan mangalami hidup prihatin di pondok, justru akan mendatangkan hikmah tersendiri.

Selain menanggulangi kendala-kendala tersebut, agar berhasil dalam pendidikannya seorang santri harus bisa memanage diri, waktu, fasilitas termasuk dana yang dimiliki dengan membuat program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Jika perlu, konsultasilah pada guru, atau pengurus senior, BP, atau bahkan kepada pengasuh.

Dan yang paling terakhir, hendaklah selalu berdo’a, memohon pertolongan Allah melalui dzikir dan shalat. Agar yang dicita-citakan dapat tercapai dengan sempurna bersama ridlonya. Sehingga menjadi orang yang selamat, bermanfaat, dan bahagia dunia-akhirat.

Dimuat dalam Rubrik Lentera Hati, Majalah MISI, SMU Nurul Jadid,

Edisi X / April-Oktober-2002