Makan Tabhek : Memper-erat Sosial dan Memper-irit Uang Saku
Bulan Oktober merupakan bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh kaum sarungan (santri) sejak Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari santri Nasional yang ditetapkan pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo melalui keputusan Presiden nomor 22 Tahun 2015.
Hari Santri Nasional merupakan peringatan untuk mengenang kembali jasa para Kiai-kiai dan kaum sarungan (santri) didalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dari cengkraman para penjajah kala itu. Kesepakatan tanggal 22 sebagai Hari Santri Nasional berkenaan dengan Resolusi Jihad Kiai Haji Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945 sebagai sebuah keputusan yang dihasilkan dari rapat besar konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura, 21-22 Oktober 1945 di Surabaya, Jawa Timur.
Di Pesantrenku Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolingo merayakannya dengan beberapa serangkaian acara diantaranya adalah Seminar, Lomba, Stand Bazar, Upacara, dan tak kalah menariknya lagi adalah makan bersama atau di pesantrenku lebih dikenal dengan istilah Tabhek.
Makan Tabhek tersebut akan dilaksanakan dipenghujung acara yaitu 22 Oktober besok. Makan “Tabhek” tersebut akan diikuti oleh 10.000 Santri yang siap akan melahap Nasi Gulung (Nasi yang dibungkus daun pisang) secara bersama-sama. Dan ini merupakan pemecah rekor Muri.
Istilah Tabhek sudah tidak asing lagi di telinga ribuan santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, hampir tiap hari santri pasti melaksanakan yang namanya makan bersama Tabhek. Apalagi setiap ada wali santri yang menjenguk anaknya pasti membawa nasi dan pada saat itulah pasukan santri siap untuk menghabiskan kiriman tersebut seketika itu juga dengan cara “Tabhek”. Karena momentum seperti itulah yang diharapkan santri didalam merajut kebersamaan, pahit dan manis selalu dijalankan secara bersama.
Dalam keseharian santri, makan Tabhek ada beberapa keuntungan yang menarik disamping untuk memper-erat rasa solidaritas sosial juga memper-irit uang saku yang dikirim oleh orang tua. Kadang santri hanya sumbangan Rp 2000 Rupiah itu bisa kenyang salah satunya dengan makan Tabhek itu tadi. Karena didalam makan Tabhek itu sendiri ukuran kenyang tidak dapat di ukur dari berapa banyak uang yang kita miliki, dan berapa banyak Nasi dihidangkan, akan tetapi kebersamaanlah yang bisa merasakan kenyang itu sendiri.
Selain itu ada hikmah yang menarik didalam pelaksaan makan Tabhek itu sendiri. Pelaksaan makan Tabhek tidak sembarangan dimulai apabila peserta atau teman kita kurang lengkap. Kenapa demikian? karena kecepatan makan Tabhek bagaikan kecepatan kereta yang berjalan diatas Rel. Maklum saja kenapa makan Tabhek tersebut harus menunggu berkumpulnya santri agar semuanya kebagian dan merasakan kekompakan.
Makan secara Tabhek tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki oleh pesantren sebagai pembentuk rasa solidaritas sosial ditengah-tengah masyarakat kita yang sudah bersifat individualistik (mementingkan diri sendiri) akibat pengaruh budaya luar.
Untuk itu kita semua bisa mengambil pelajaran dari adanya makan Tabhek 10.000 santri yang diadakan oleh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini dalam rangka semarak Hari Santri Nasional di puncak acara 22 Oktober 2017.
Dengan adanya kegiatan tersebut bukan hanya sekedar makan yang kemudian kenyang lalu buang air besar. Namun harapan penulis agar supaya kekerabatan antara umat beragama berbangsa dan bernegara semakin solid tidak pecah belah demi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah dibangun kokoh oleh para Ulama’ yang notabene lahir dari pesantren. Waallahua’lam
ACH. YANI (Nuruljadid.net)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!