Ketua LP Ma’arif NU Pusat, KH. Zainul Arifin Junaidi: Pesantren Khittah Pendidikan Indonesia
nuruljadid.net- Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Pusat, KH. Zainul Arifin Junaidi mengatakan santri harus berani menunjukkan identitasnya kepada publik. Sebab paham-paham radikal selalu menunjukkan identitasnya yang pada akhirnya dianggap sebagai ideologi.
Hal itu disampaikan di Aula Institut Agama Islam Nurul Jadid dalam seminar pendidikan, Rabu (18/10/2017) dengan tema pesantren kiblat pendidikan karakter. Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan peringatan Hari Santri Nasional, Minggu (22/10/2017) di Pondok Pesantren Nurul Jadid.
“Sarung ini menunjukkan bahwa kita santri,” kata alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid ini sambil memperlihatkan sarungnya kepada peserta. Oleh karena pesantren adalah khittah pendidikan Indonesia. Dulu pada zaman Hindhu Budha pendidikan disebut karsa dari kata karso yang berarti kehendak.
Pendidikannya terintegrasi dalam suatu lembaga yang disebut patapan dimana antara murid dan guru hidup bersama disatu lingkungan. Lalu Wali Songo datang mengadopsi sistem pendidikan Hindu Budha dan menyebutnya pasastrian yang berarti orang yang berkehendak sastri atau ingin belajar. “Disebut pesantren karena lidah orang-orang Madura sulit menyebut kata pasatrian,” terang Junaidi.
Setelah itu kemudian Belanda datang memperkenalkan sistem pendidikan sekolah tahun 1906. Sistem ini dikhususkan untuk anak-anak Belanda. Anehnya ketika Indonesia merdeka sistem pendidikan tersebut malah diteruskan. Padahal KH Wahid Hasyim tahun 1929 telah memperkenalkan sistem pendidikan klasikal atau yang dikenal dengan sebutan madrasah nidhomim di Pondok Pesantren Tebuireng.
“Makanya kalau sekarang pendidikan di sekolah morat-marit itu karena sistem pendidikan kita tidak memfokuskan pada pendidikan karakter,”ungkapnya. Maka pendidikan pesantren, tambah Junaidi, harus dirawat agar tetap mempertahankan keaslian tradisinya. (Rizky)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!