Pesan Kiai Zuhri Zaini Kepada Wisudawan “Belajarlah Dimanapun Kamu Berada, Bahkan di Tempat Kerjamu”

nuruljadid.net –Utlubul ‘Ilma Minal mahdi Ilallahdi bahwa dalam menimba ilmu itu mulai dari usia nol atau dari buaian seorang ibu hingga liang lahat, tidak ada tolak ukur dalam mencari ilmu.” Untaian kalimat mengawali sambutan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dalam upacara Wisuda Diploma, Sarjana, dan Magister Universitas Nurul Jadid pada hari Sabtu (29/10) pagi.

Dalam momen yang sama, pengasuh berpesan bahwa belajar tidak hanya pada tempat dan waktu tertentu, dalam konteks tersebut beliau memberikan contoh lembaga pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tunggi  yang membuat kita lebih cepat dan efektif mendapatkan ilmu. Akan tetapi, menurut beliau dimanapun berada kita bisa belajar dengan keinginan kita sendiri.

“Apalagi mencari ilmu itu tidak harus di ruang-ruang khusus, misalnya di madrasah, sekolah, sampai perguruan tinggi sekalipun. Itu cara cepat dan efektif untuk kita mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya, tapi kita bisa menimba ilmu dimanapun kalo kita mau,” dawuh beliau.

(KH. Moh Zuhri Zaini Pada Saat Memberikan Sambutan Kepada wisudawan Pada Acara Wisuda Ke V Universitas Nurul Jadid)

Pengasuh ke-4 PonPes Nurul Jadid ini menambahkan, bahwa tempat bekerja itu juga adalah tempat belajar. Tutur beliau, di tempat kerja itu kita bisa mengevaluasi hasil kerja kita sehingga terus meningkat serta bisa menghasilkan tambahan ilmu dari pengalaman bekerja.

“Bahkan ditempat kerja kita, andaikan kita bekerja itu adalah tempat belajar, dengan cara selalu mengevaluasi kerja kita sehingga lebih meningkat dan dari situlah kita akan mendapatkan tambahan ilmu sekalipun malalui pengalaman kerja,” imbuh beliau.

Kemudian Kiai Zuhri juga menyampaikan suatu hadist, “Man Amila Bima ‘Alima Warrotsahullohu ‘Ilma Maa Lam Ya’lam” artinya “orang yang mengamalkan ilmu yang sudah dia dapat, maka Allah akan memberi tambahan kepada orang itu pengetahuan sesuatu yang belum dia ketahui,” dawuh beliau.

 

(Humas Infokom)

Kiai Zuhri Zaini Sebut Peringatan Maulid Nabi Tahun ini Istimewa, Berikut Alasannya !

nuruljadid.net – Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini menyebutkan dalam sambutannya bahwa Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1444 H tahun ini istimewa. Kegiatan ini diselenggarakan di Halaman Pesantren yang diikuti oleh seluruh santri Nurul Jadid.

“Maulid sekarang istimewa. Jadi, selain memperingati kelahiran beliau, juga memperingai Hari Santri,” dawuh Kiai yang sangat sederhana dan bersahaja tersebut pada sabtu (22/10) malam.

Lanjut dalam sambutannya, kiai Zuhri menyampaikan harapannya terhadap pelaksanaan pengajian umum dalam rangka memperingati kelahiran Nabi akhir dan manusia paling mulia Muhammad Ibn Abdillah tersebut.

“Mudah-mudahan berkumpulnya kita di majelis yang mulia ini akan bersama dengan ridho serta maunah Allah SWT. Sehingga membawa kebaikan, keberkahan bagi kita, bagi pesantren, bahkan bagi masyarakat, ummat, bangsa dan negara,” tuturnya yang disambut dengan Amin oleh seluruh hadirin dan ribuan santri yang ikut pengajian tersebut.

“Dan mudah-mudahan dengan barokahnya Maulid pada malam hari ini, Iman takwa kita kepada Allah SWT akan semakin meningkat. Juga demikian Mahabbah kita kepada beliau yang kita peringati kelahirannya akan semakin menguat,” pengasuh menambahkan.

Sebab memang, sebagaimana yang disampaikan oleh pengasuh, acara seperti ini jangan hanya dijadikan kegiatan rutinitas yang berlalu begitu saja, tapi harus bermakna dan memberikan qudwah, uswah dan hikmah pada kita melalui sirah nabi Muhammad SAW. Kemudian Kiai Zuhri menjelaskan makna dari peringatan maulid ini kepada para santri.

“Peringatan Maulid ini adalah bentuk takdzim, bentuk syukur, serta ungkapan mahabbah kita, kepada beliau yang kita peringati Maulidnya, yaitu junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Sehingga itu menjadi modal bagi kita untuk mengikuti ajaran-ajarannya, mengikuti sunnah-sunnahnya, dan meniru akhlaknya. Dan harapan puncaknya adalah kita akan mendapat syafaatnya dan akan berkumpul kelak dengan beliau. Tentu kalau berlumpul dengan Nabi itu pasti di syurga. Sekalipun mungkin tempatnya tidak sama,” tutur putra kelima dari Kiai Zaini Mun’im dan Nyai Nafi’ah.

Untuk mengungkapkan mahabbah dan syukur kita atas kelahiran beliau, Lanjut kiai Zuhri tidak cukup hanya dengan mengadakan perayaan seperti ini, termasuk membaca sholawat (srakalan) itu penting, sebab itu syiar. Tetapi juga harus ditindaklanjuti dengan tindakan dan perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jadi kalau hanya ucapan, harapan dan doa tanpa ada tindakan, tidak ada manfaatnya.

Sebelum mengakhiri sambutannya, beliau berpesan kepada santri dan alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Maka dari itu, kita sebagai santri, baik yang masih ada di pondok, maupun yang sudah terjun ke masyarakat ini agar belajar dan terus belajar, sekalipun tidak di tempat-tempat formal atau khusus,” pesan pengasuh menutut sesi sambutannya.

 

 

(Humas Infokom)

Maknai liburan, Kiai Zuhri Sebut Santri Adalah Duta Pesantren di Tengah Masyarakat

nuruljadid.net – Dalam tausyiahnya untuk seluruh santri sebelum libur maulid, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini menyampaikan arti penting dari liburan maulid yang dilaksanakan di Masjid Jami’ Nurul Jadid untuk putra, dan melalui audio speaker di wilayah masing-masing untuk putri.

Dalam tausiah yang digelar pada Senin (3/10/2022) malam itu, kiai Zuhri menyampaikan beberapa hal penting. Mulai dari memaknai hari libur santri, pesan kepada santri ketika dirumah, harapan kepada orang tua, dan aturan pesantren yang harus diikuti.

”Libur itu istilahnya break sebentar, selama sepuluh hari untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas kita di pondok. Sebab kalau jenuh kita akan kehilangan semangat dan motivasi. Tapi harapan kita dengan adanya libur ini, kita akan segar kembali. Sehingga ketika balik ke pondok akan lebih semangat lagi,” dawuh Pengasuh.

KH. Zuhri dalam tausiahnya menyebut santri sebagai duta pesantren di masyarakat.

“Para santri ini adalah Duta-duta dari pondok ini. Yang artinya, adalah perwakilan yang mencerminkan pondok, bagaimana bisa menjaga nilai kesantriannya, mulai dari ibadah, hingga akhlaknya,” tuturnya.

 

Suasana ketika Tausiah Pengasuh di dalam Masjid Jami’ Nurul Jadid

Oleh karena itu, beliau berpesan agar santri bisa mengisi liburan dengan hal yang bermanfaat. Mulai dari pekerjaan rumah, hingga aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

“Isilah libur ini selain dengan ibadah yang wajib, juga dengan kegiatan yang bermanfaat. Paling tidak ikut membantu pekerjaan dirumah. Menyapu umpamanya,”

Di sisi lain, beliau juga berharap kepada wali santri agar turut mengawasi putra-putrinya ketika pulang di rumah.

“kepada keluarga khususnya orang tua, saya berharap, agar lebih menyempatkan diri untuk ikut mengawasi putra putri kita,” pinta pengasuh.

Berulang kali Pengasuh menyampaikan dalam tausiahnya agar santri harus memiliki akhlak yang baik.

“Jadi sekali lagi, jagalah akhlak dengan berperilaku yang baik dan hindari perilaku yang buruk,” beliau menegaskan.

Di akhir tausiahnya, beliau berharap agar aturan-aturan pesantren harus tetap dilaksanakan dan diikuti dengan baik, termasuk ketentuan kapan santri harus pulang dan kembali.

Setelah tausiah usai, dilanjutkan dengan sesi penyampaian ketentuan Puber (Pulangan Bersama) yang disampaikan oleh bapak Rahmat.

 

 

(Humas Infokom)

KH. Moh. Zuhri Zaini: Halaqah Fikih Peradaban Bukan Hanya Silaturahim Biasa

nuruljadid.net – Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini mengungkapkan bahwa hadirnya Halaqah Fikih Peradaban ini bukan hanya silaturahim biasa atau ketemu muwajahah, tapi juga ada silatul afkar yaitu sambung pikiran dan pemahaman.

Memaknai hal tersebut, Kiai Zuhri berharap kita bisa saling menghargai jika terdapat perbedaan pendapat. Karena menurutnya, hidup ini tidak akan pernah selalu sama, jadi dengan adanya perbedaan pendapat asalkan disikapi dengan benar yaitu saling menerima dan saling mengisi, insyallah akan menjadi hikmah.

Hal ini disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini melalui sambutannya pada acara Halaqah Fikih Peradaban dalam rangka memperingati Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid, Ahad (2/10/2022).

(Potret suasana Halaqoh Fikih Peradaban di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Kiai yang akrab disapa dengan Kiai Zuhri ini melanjutkan, hadirnya Halaqah Fikih Peradaban di Pondok Pesantren Nurul Jadid merupakan obat rindu kami terhadap kegiatan-kegiatan NU yang sering diadakan beberapa tahun lalu.

“Adanya Halaqah Fikih Peradaban ini menghidupkan kembali sunnah-sunnah NU yang sudah kurang begitu diperhatikan, sebab masa yang lalu kita sering ketemu melalui kegiatan-kegiatan seperti ini. Saya mewakili pesantren sebagai shohibul bait, merasa mendapat kehormatan ditempati kegiatan ini, sebab sudah lama saya merindukan adanya kegiatan-kegiatan seperti ini,” ungkap Kiai Zuhri.

Kiai Zuhri berharap halaqah ini bisa membuahkan sesuatu yang konkrit, ada tindak lanjut, dan menjadi ruang bagi kita agar bisa saling mengenal satu sama lain, bukan hanya pribadinya tetapi juga pemikiran dan pemahamannya.

“Harapan kita adalah silaturahim ini sekalipun mungkin belum membuahkan sesuatu yang konkrit tapi mudah-mudahan ada tindak lanjut, tapi andaikan tidak, sudah bersyukur bisa ketemu seperti ini, sebab ketemu-ketemu sekarang ini sangat mahal, bukan mahal ongkosnya, tapi karena kesibukan kita masing-masing, ya mungkin ini adalah tanda sudah mendekatnya kiamat, katanya semakin dekat kiamat, kesibukan semakin banyak sehingga silaturrahim sulit untuk dilaksanakan,” dawuh Pengasuh.

Beliau juga mengucapkan terima kasih atas rawuhnya para masyayikh dan telah menjadikan Pondok Pesantren Nurul Jadid sebagai salah satu titik tempat digelarnya Halaqah Fikih Peradaban.

“Dan mohon untuk tidak kapok lagi untuk rawuh kesini dan mengadakan kegiatan disini, kami sangat terbuka, sangat welcome dengan kehadiran dan hadirnya kegiatan halaqoh disini,” dawuh pengasuh menutup sesi sambutannya.

 

(Humas Infokom)

KH. Moh. Zuhri Zaini : Pengurus dan Wali Asuh Mendidik Santri Harus Sabar dan Telaten

nuruljadid.net – Biro Kepesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid Bidang Bagian Konseling (BK) dan Wali Asuh (WA) mengadakan Ngaji Bareng pengasuh khusus pengurus dan wali asuh asrama pusat Selasa malam di Aula I KH. Zaini Mun’im (27/09/2022).

Ngaji bareng merupakan bentuk dari ngaji ruhul khidmah kepada pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini, sebagaimana disampaikan oleh Kabid. BK/WA dan Penataan Wilayah Ustaz Alief Hidayatullah bahwa kegiatan ini bertujuan dalam rangka me-refresh kembali semangat pengabdian dan meningkatkan layanan kepada santri di pesantren.

Acara yang dimulai sejak pukul 19.30 WIB ini diawali dengan pembacaan Maulid Simtudduror karena telah memasuki bulan Robiul Awal, sehingga ummat Islam disunnahkan perbanyak membaca sholawt dan pujian atas Nabi Muhammad SAW. Tepat pukul 20.15 WIB pembacaan simtudduror yang dipimpin oleh perwakilan wali asuh usai bersamaan dengan kedatangan pengasuh.

Moh. Zuhri Zaini dalam tausiyahnya berpesan kepada setiap pengurus yan hadir termasuk wali asuh untuk mengedepankan rasa kasih sayang dan sikap mengayomi melalui ketauladanan yang baik kepada santri agar dapat dicontoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, kiai Zuhri juga menjelaskan bahwa terdapat dua jenis emosi yang dimiliki oleh semua manusia normal yaitu pertama emosi yang berupa amarah dipicu oleh kebencian dan kedua emosi yang mengekspresikan perasaan senang berlebih. Beliau menyampaikan bahwa kita perlu menyeimbangkan keduanya agar diri kita dapat dikendalikan untuk tetap objektif dalam menilai sesuatu.

Beragam niat santri yang mondok di pesantren, ada tipe santri yang mondok sambil sekolah, ini baik karena tujuan utamanya adalah mondok untuk mengaji dan membina akhlaqul karimah. Sedangkan tipe santri yang lain yaitu niat sekolah sambil mondok dimana tujuan utamanya adalah sekolah formal, bukan mondoknya. Hal ini juga tidak sedikit datang dari fakor wali santri.

Dalam menyikapi hal tersebut kiai Zuhri berpesan agar pengurus harus perbanyak sabar dan telaten. Sabar dalam mendidik dan menganyomi serta telaten. Telaten artinya pengurus harus cermat, hati-hati, teliti, rajin, dan tekun untuk membimbing para santri tidak sembarangan karena mereka adalah amanah dari para orang tua juga masyarakat. Insyaallah jika hal ini dilakukan dengan penuh sabar dan ikhlas akan bernilai pahala dan kebarokahan yang luar biasa.

Beliau juga bercerita bahwa banyak orang yang menganggap peran pengasuh di pesantren sangat besar padahal itu tidak sepenuhnya benar. Beliau menganalogikan bahwa peran pengasuh itu ibarat pentolan tasbih yang besar dengan peran yang sangat kecil, sedangkan pengurus ibarat pentolah tasbih kecil berisi 99 biji yang perberan besar dalam berdzikir karena lebih banyak terhitung. Sedangkan pentolan tasbih besar hanya sesekali dilewati jika hendak mencapai hitungan seratus.

Di akhir tausiyah, Kiai Zuhri mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada seluruh pengurus dan wali asuh yang tetap berkhidmat kepada pesantren untuk mengemban amanah yang mulia ini. Beliau juga mendoakan semoga semuanya diberikan kesabaran dan kebarokahan dalam menjalankan tugas di pesantren. Acarapun diakhiri dengan doa dan penganugerahan pengurus berprestasi.

Turut hadir pada kegiatan Ngaji Bareng tersebut Kabid. Tarbiyah wa Ta’lim, ustaz Misbahul Munir; Kabid. BK WA dan Penataan Wilayah, ustaz Moh. Alief Hidayatullah; Kabid. Kesejahteraan Santri, ustaz Ghofur Haikal; Wakabid Kemanan dan Ketertiban, ustaz Afifi.

Kegiatan berjalan dengan khidmat, pengurus nampak sangat antusias dan khusyuk mendengarkan tausiyah pengasuh yang sesekali diselipi gurauan ringan khas beliau. Pengurus dan wali asuh merespon dengan senyum dan tertawa kecil tanpa menghilangkan kekhidmatan acara tersebut.

 

 

(Humas Infokom)

Kiai Zuhri Zaini : Manusia Bisa Lebih Mulia dari Malaikat Berkat Ilmu

nuruljadid.net – Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton Probolinggo, Kiai Zuhri Zaini, memberikan tausiah pada penutupan Orientasi Santri Baru (Osabar) 2022, Senin (04/07/2022) malam. Beliau menuturkan akan pentingnya sebuah ilmu dan akhlakul karimah.

Kiai Zuhri menerangkan bahwa ayat yang pertama kali turun yakni perintah membaca atau iqra’. Kata beliau ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu dan ilmu juga menaikkan derajat manusia.

“Bukan hanya manusia yang terangkat derajatnya saat ada ilmunya. Bahkan microphone pun akan terangkat derajatnya ketika dibuat oleh orang yang berilmu,” jelas beliau.

Akan tetapi, Kiai Zuhri mengingatkan ilmu yang bisa mengangkat derajat manusia yakni ilmu yang berguna. Sebab, kata beliau, terdapat orang yang memiliki ilmu tapi tidak berguna, yaitu, ilmu santet.

“Ilmu santet itu juga sebuah ilmu. Tapi membahayakan orang lain,” dawuhnya. Itu sebabnya, ilmu semacam itu bukan malah mengangkat derajat manusia, beliau menegaskan, tetapi justru menurunkannya.

Ilmu yang paling penting dan bisa mengantarkan kesuksesan bagi manusia, Kiai Zuhri melanjutkan, ialah ilmu agama. Sebab, ilmu agama berasal dari Allah yang menciptakan alam semesta ini dan juga manusia.

(Pengasuh Kiai Zuhri Zaini saat tengah memberikan tausyiah kepada santri bari pada acara Grand Closing OSABAR 2022 di Aula 1 Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Begitu pula orang pinter atau alim. Jika ia memiliki karakter buruk dan akhlaknya jelek, maka ilmunya hanya akan dibuat main-main saja. “Mungkin kita sudah sering mendengar para koruptor yang mengambil harta masyarakat dan negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok.”

“Koruptor itu bukan orang bodoh. Mereka berpendidikan tinggi. Bahkan mereka tau bahwa korupsi itu salah dan buruk,” imbuh beliau. Akan tetapi kenapa mereka korupsi. “Ilmu saja tidak cukup. Harus diiringi dengan membina karakter dan akhlak,” tegas Kiai Zuhri.

Meskipun ilmu itu penting, kata beliau, namun jika berada pada orang yang tidak berakhlak, maka akan menjadi buruk dan celaka. “Binalah karakter kita, binalah akhlak kita. Karena itu yang akan membuat kita mulia.”

Menurut beliau. 0ara santri baru juga diarahkan agar dipondok jangan numpuk ilmu saja. Tetapi, harus membina akhlakul karimah.

Pengasuh juga menyemangati para santri agar selalu bekerja keras dalam menuntut ilmu dan membina akhlakul karimah. Sebab, kata Kiai Zuhri, tidak mungkin cita-cita tinggi dicapai kalau bermalas-malasan.

Semangat belajar tersebut mesti diiringi dengan berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebab, sekeras apapun berusaha, beliau melanjutkan, tanpa pertolongan Allah, itu akan sulit. Lantaran yang menentukan keberhasilan itu adalah Allah. “Akan tetapi jangan hanya minta tolong dan memohon. Kewajiban kita kepada Allah juga dikerjakan,” jelas Kiai Zuhri.

Di penghujung tausiah, Kiai Zuhri menyampaikan, agar tetap harus bersemangat. “Bukan hanya saat Osabar saja. Tetapi, di kegiatan-kegiatan pesantren nantinya.” Beliau memohon agar para santri mendapatkan pertolongan dan bimbingan Allah. “Semoga diberikan kesuksesan oleh Allah,” harap beliau.

 

sumber: jatim.beritabaru.co

Pengasuh: “Tafaqquh Fiddin”, Pesantren Harus Bekali Santri Tidak Hanya Agama, Tapi Juga Karakter dan Etika

nuruljadid.net – (18/12) Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dalam sambutannya, memberikan apresiasi dan mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada pengurus pesantren yang telah menjalankan amanah program tahun 2021.

“Saya mengucapkan terima kasih atas kinerja pengurus selama ini. Dan saya mohon maaf karena tidak bisa ikut mendampingi terhadap kinerja pengurus terutama di akhir tahun untuk menyusun laporan dan program,” tutur KH. Moh. Zuhri Zaini.

Pada sambutan yang juga sekaligus tausyiah tersebut, Kiai Zuhri menyampaikan tujuan pesantren bahwa pesantren memiliki banyak fungsi.

“Pesantren mempunyai beberapa fungsi sebagai Lembaga Dakwah, Pendidikan, Pengkaderan dan Pemberdayaan. Tentu pesantren harus terus melakukan upaya perbaikan-perbaikan demi mewujudkan visi dan misi yang diemban pesantren,” imbuhnya.

(Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini tengah menyampaikan tausyiah pada kegiatan Penetapan Program/Anggaran Tahun 2022 di Aula 1 PPNJ)

Pesantren sebagai lembaga pendidikan harus terus berinovasi dalam mendesain pendidikan yang dapat membekali santri dengan ilmu agama tanpa menafikan pentingnya ilmu umum serta penguasaan teknologi di era disruptif dewasa ini.

Pesantren sebagai lembaga dakwah yaitu agen perubahan. Dakwah dalam arti mengubah dari hal yang tidak baik menjadi hal yang baik dan meningkatkan yang sudah baik dalam segala aspek kehidupan. Hal ini berkesinambungan dengan misi pendahulu kita (misi risalah Rasul) yang diteruskan oleh para ulama.

Kaderisasi santri merupakan salah satu fungsi pesantren, bagaimana pesantren mampu mengkader santri dengan kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan pesantren dan masyarakat kelak. Hal ini diimplementasikan dengan penjaringan santri yang memiliki potensi dengan berbagai program penguatan keahlian.

Pesantren juga berfungsi sebagai pemberdayaan melalui pelayanan kepada masyarakat atau ummat, baik kepada santri maupun masyarakat secara umum. Karena keberadaaan pesantren sejak awal merupakan bagian struktur sosial masyarakat yang tak terpisahkan.

Sebuah keniscayaan bahwa kerja besar itu butuh manajemen organisasi yang baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pendampingan dan pengawasan hingga evaluasi.

“Evaluasi dan perbaikan harus terus dilakukan. Lebih-lebih dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin berkembang,” ungkapnya.

Kiai Zuhri menyampaikan perlu adanya penguatan di setiap lini. Sesudah berhasil membuat perencanaan program setahun kedepan mengacu pada hasil evaluasi akhir tahun. Oleh karenanya, pengelolaan kelembagaan dan organisasi yang profesional mutlak menjadi sebuah kebutuhan bersama.

(Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini tengah menyampaikan tausyiah pada kegiatan Penetapan Program/Anggaran Tahun 2022 di Aula 1 PPNJ)

Tidak kalah penting, Kiai Zuhri menguatkan pesan dalam tausyiahnya bahwa misi pesantren sebagai tafaqquh fiddin harus membekali santri tidak hanya agama, tapi juga karakter dan etika karena dewasa ini bangsa dan dunia tengah menghadapi krisis ketauladanan dan moral.

Poin selanjutnya yang Kiai Zuhri sampaikan adalah penguatan ekonomi mandiri Pesantren. Pesantren jangan sampai hanya bergantung pada dana yang dipungut dari santri dan Wali Santri. Sehingga pesantren perlu untuk terus berupaya melakukan pembangunan dan penguatan ekonomi. Belajar dari orang kita (NU) sendiri yang sudah berhasil, karena kerja bisnis tidak perlu terlalu teoritis, terpenting mau bekerja keras dan tekun.

Di Pondok Pesantren Nurul Jadid program penugasan tenaga pendidik belum menjadi tradisi. Kedepan perlu ditekankan dalam menggembleng santri yang disiapkan menjadi pendidik. Penguatan tidak sekedar akademik atau keilmuannya saja, namun juga kepribadian, tradisi pesantren dan nilai-nilai pesantren yang harus dikenalkan kepada masyarakat melalui penjalinan kerjasama dengan pihak luar.

 

(Humas Infokom)

Kitab Khotmil Kutub KH. Moh. Zuhri Zaini - Kitab Nashoikhul I'bad

Khotmil Kutub KH. Moh. Zuhri Zaini – Kitab Nashoikhul I’bad

Khotmil Kutub KH. Moh. Zuhri Zaini – Kitab Nashoikhul I’bad

Silahkan Download Kitab Nashoikhul I’bad.pdf  link di bawah:

————————

Kritik Kiai Zaini Mun’im Atas Tafsir Jalalain

nuruljadid.net-Dalam tulisan sebelumnya, hamba sebut bahwa kitab kesukaan Kiai Zaini Mun’im, pendiri Pesantren Nurul Jadid Paiton, sebagaimana dituturkan putra beliau, Kiai Zuhri Zaini, adalah kitab Tafsir Jalalain Dan Kitab Riyadl al-Shalihin. Nama pertama adalah kitab tafsir yang menjadi banyak bacaan di Pesantren di Indonesia. Sementara nama kedua adalah nama kitab yang berisi hadis-hadis nabi yang ditulis oleh al-Imam al-Nawawi. Dua kitab itulah yang menjadi bacaan kesukaan beliau di hadapan santri Nurul Jadid masa-masa awal.

Kiai Zaini Mun’im ini adalah satu dari beberapa kiai yang diakui kealimannya oleh Kiai As’ad Syamsul Arifin. Bahkan, dalam sebuah kesempatan, beliau menjadikan Kiai Zaini sebagai protype kiai dalam hal ilmu agamanya, dalam sebuah momen, beliau berdawuh, “Tujuan Ma’had Aly Situbondo bukan politik tetapi ingin cetak ulama seperti Kiai Zaini Mun’im dan Kiai Asnawi Kudus.”  Kiai As’ad mengenal Kiai Zaini dalam waktu yang cukup lama. Keduanya nyantri kepada Syaichona Kholil Bangkalan dalam waktu yang bersamaan. Bedanya; jika Kiai As’ad sering bertugas di dhalem Kiai Kholil, maka Kiai Zaini bertugas di musalla pesantren. Itulah kisah yang penulis sempat dengar dari beberapa sumber.

Sepulang dari Bangkalan, keduanya menjadi kiai terkemuka, Kiai As’ad meneruskan ayahnya, Kiai Syamsul Arifin, mengasuh Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo, sementara Kiai Zaini Mun’im, mendirikan pesantren Nurul Jadid, di daerah Paiton Probolinggo. Nah, di pesantren yang ia rintis, Kiai Zaini rutin memberikan pengajian Tafsir Jalalain dan Riyadl al-Shalihin.

Kepakaran Kiai Zaini dalam ilmu keagamaan khususnya tafsir dan fikih tidak diragukan. Khusus dalam bidang tafsir, salah seorang kawan saya, Irfan, santri Ma’had Aly Nurul Jadid, bercerita bahwa Kiai Zaini memiliki karya dalam bidang tafsir, hanya saja tidak sampai selesai ditulis beliau sudah menghembuskan nafas terakhir. Keahlian beliau dalam bidang tafsir terbaca juga ketika memberi pengajian di hadapan santri, tak jarang beliau memberikan “keberatan” atas penafsiran dari seorang mufassir. Misal seperti penolakan beliau kepada penafsrian al-Suyuti ketika menafsiri salah satu ayat dalam Surat Yusuf.

Baca juga:  Sabilus Salikin (14): Rabitah (Merabit)

Cerita ini dikisahkan oleh Kiai Zainul Muin Husni, santri Nurul Jadid di masa Kiai Zaini Mun’im, yang saat ini menjadi dosen penulis di Ma’had Aly Situbondo. Dalam sebuah kesempatan, Kiai Zainul bercerita bahwa ketika menafsiri kisah asmara nabi Yusuf dan Zalikha dalam Qs. Yusuf 24, Kiai Zaini tampak tak setuju dengan penafsiran al-Suyuti. Secara lengkap, ayat tersebut berbunyi:

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَانَ رَبِّهِ

“Dan Sungguh, perempuan itu (Imraah aziz) telah berkehendak kepadanya (Yusuf). Dan Yusuf berkehendak kepadanya (Imra’atu Aziz) seandainya dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.” (Qs. Yusuf [12]: 24)

Ketika menjelaskan “tanda” itu al-Suyuti mengutip Ibnu Abbas yang menyebut bahwa saat itu Nabi Ya’qub, ayahanda Nabi Yusuf, tiba-tiba tampak di hadapan putranya itu, lalu beliau menepuk dada anaknya dan seketika hasratnya pudar seperti keluar dari jari-jarinya. Yang membuat Kiai Zaini Mun’im memberi kritik keras adalah tatkala al-Suyuti menafsiri jawab laula (لولا) pada ayat di atas dengan kata “Lajama’aha” (لجامعها), seperti yang ditulis al-Suyuti Tafsir al-Jalalain:

وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ} قَصَدَتْ مِنْهُ الْجِمَاع {وَهَمَّ بِهَا} قَصَدَ ذَلِكَ {لَوْلَا أَنْ رَأَى بُرْهَان ربه} قال بن عَبَّاس مُثِّلَ لَهُ يَعْقُوب فَضَرَبَ صَدْره فَخَرَجَتْ شَهْوَته مِنْ أَنَامِله وَجَوَاب لَوْلَا لَجَامَعَهَا

Baca juga:  Bagaimana Imam al-Qusyairi Menafsirkan Nahwu dalam Dunia Tasawuf?

“(Dan dia (perempuan) itu berkehendak kepadanya), artinya perempuan itu hendak bersetubuh dengan Yusuf. (Dan Yusuf pun berkehendak kepadanya), yakni berkehendak seperti itu. (Seandainya Yusuf tidak melihat tanda dari Tuhannya) Ibnu Abbas berkata, “Yakqub menampakkan diri di hadapan Yusuf lalu memukul dadanya, maka keluarlah syahwatnya dari jari-jemarinya. Jawab dari kata “laula” adalah “lajama’aha.”  

sehingga secara utuh pemahaman redaksi ayatnya begini, “Seandainya dia (Yusuf) tidak melihat tanda dari Tuhannya niscaya dia telah menyetubuhi perempuan itu.”

Titik kritik Kiai Zaini adalah penafsiran di atas tidak sesuai dengan posisi kenabian yang digaransi dengan sikap ma’shum, yaitu keterjagaan dari melakukan dosa baik sebelum atau sesudah menjadi nabi. Dalam pandangan Kiai Zaini, untuk keluar dari tudingan tidak baik kepada nabi Yusuf, maka jawab dari “Laula” pada ayat di atas adalah disebutkan sebelumnya, yaitu lafaz “Hamma”, berkehendak (dalam ilmu Nahwu ada keterangan boleh mendahulukan jawab atas syarat). Sehingga redaksi penafsiran yang ditawarkan oleh beliau adalah:

“Seandainya dia (Nabi Yusuf) tidak melihat tanda dari Tuhannya, niscaya dia telah berhasrat pada perempuan itu.” Mafhum dari penafsiran ini adalah, karena tanda itu ada, maka jangankan menyetubuhi, berhasrat saja tidak. Model tafsir ini bisa disebut tafsir yang menghindar dari penafsiran yang agak ngeri-ngeri sedap, yang mengatakan bahwa seandainya tidak ada tanda dari Tuhan, maka nabi Yusuf akan menyetubuhi Zalikha.

Baca juga:  Indonesia: Negara Kesejahteraan

Alur fikir seperti yang diambil Kiai Zaini Mun’im adalah persis seperti sikap penulis Hasyiyah (catatan) pada Tafsir Jalalain, yaitu Syaikh Ahmad al-Shawi dalam Hasyisyah al-Shawi. Beliau menulis ketika menafsiri ayat di atas:

وقيل ان قوله وهم بها هو الجواب والمعنى لولا ان راى برهان ربه لهم بها امتنع همه بها لرؤية برهان ربه فلم يقع  هم اصلا وحينئذ فالوقف على قوله ولقد همت به وهذ هو الاحسن في هذ المقام لخلوه من الكلفة والشبهة.

“Dan dikatakan bahwa firman Allah, “ia (Yusuf) berkehendak adalah jawab. Jadi artinya, sekiranya Yusuf tidak melihat tanda dari Tuhannya, niscaya ia akan bermaksud untuk menyetubuhi perempuan itu. Di sini berkehendak dari selingkuh tercegah, karena Yusuf melihat tanda dari Tuhannya. Maka tak ada kehendak untuk itu sama sekali. Dengan demikian pembacaan ayat ini diwaqafkan (berhenti) pada kalimat pada kalimat “Wahamma biha” Pendapat ini merupakan pendapat yang terbaik dalam konteks pembahasan ini karena terhindar dari pemaksaan dan kerancuan.”

Dalam cerita Kiai Zainul Muin, ketika sampai pada pembahasan ayat di atas itu, biasanya Kiai Zaini dengan tegas mengatakan, “Ini penafsiran yang keliru!”

Beliau tak seperti biasanya yang jika menemukan penafsiran yang menurut beliau salah, berkomentar, “Ini salah cetak, yang benar kira-kira begini”.

 

 

*) Penulis : Ahmad Husain Fahabu (Saktri aktif Pondok Pesantren Sukorejo, Situbondo, Jatim)

*) Tulisan ini diambil dari alif.id

*) Publisher : Ponirin Mika

 

Kiai Zuhri Ungkap Manfaat Menghidupkan Waktu Sehabis Sholat Subuh Dan Asar Dengan Dzikir

nuruljadid.net- Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo menyampaikan terkait manfaat memakmurkan waktu sehabis waktu subuh dan setelah asar hingga terbenam matahari.

Dalam penuturannya, saat memberikan pengajian kitab adabu salikul murid, Selasa malam (28/04) di Musalla Riyadhus Sholihin. Kiai Zuhri menyampaikan, waktu sehabis subuh dan asar merupakan waktu mulia yang bisa menandingi waktu malam karena pada waktu itu mengalirnya tambahan pertolongan Allah dan sedang dibuka lebar-lebar.

“Dzikir itu bisa dilakukan kapan saja, hanya saja ada waktu-waktu tertentu aliran madad pertolongan Allah sangat deras. Di pesantren-pesantren pada waktu yang disebutkan, diisi dengan dzikir, istighosah,” Dawuhnya.

Kiai Zuhri melanjutkan, orang yang menghidupkan waktu sehabis subuh dengan dzikir dia akan memperoleh rezeki.

“Rezeki ada yang bersifat jasmani dan rohani. Yang bersifat jasmani berupa materi dan kesehatan. Orang yang istikamah berdzikir sehabis subuh, akan dimudahkan rezekinya. Sementara orang yang menghidupkan waktu setelah asar dengan dzikir, maka dia akan mendapatkan rezeki yang bersifat qolbiyah seperti ilmu dan keistikamahan,” Tambah Kiai Zuhri.

“Tentu pada waktu-waktu aliran tambahan pertolongan Allah itu, kita harus proaktif dengan melakukan sabab,” Lanjutnya.

 

 

Pewarta : PM

Pelanggaran Hak Kepada Manusia Itu Berat, Ini Ulasan KH. Moh. Zuhri Zaini

nuruljadid.net- Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo KH. Moh. Zuhri Zaini,  tentang pentingnya melaksanakan taubat  terhadap kesalahan yang dilakukan oleh setiap orang. Pada pengajian kitab adab salikul murid, bertempat di Musalla Riyadhus Sholihin (16/04), beliau dengan rinci menjelaskan tentang taubat dan cara menyesalinya.

“Sebagai orang yang beriman jangan berangan-angan apalagi berencana untuk berbuat dosa. Kalau kebetulan tergelincir berbuat dosa, segera bertaubat,” Katanya.

Dalam melaksanakan taubat, seseorang harus merasa bersalah dan mengakuinya dengan penuh penyesalan.

Kiai Zuhri melanjutkan, orang yang tidak merasa bersalah dari dosa yang dilakukannya, maka taubatnya tidak akan diterima. Jangan bosan-bosan bertaubat seperti kita tidak pernah bosan melakukan dosa. Kita jangan pernah putus asa kalau kita mau berbenah diri.

Masih kata Kiai Zuhri, dosa itu tidak hanya melanggar hak Allah, tetapi juga melanggar hak sesama. Bahkan bukan hanya kepada sesama manusia, tapi melanggar kepada binatang itu juga dosa. Orang mati syahid, jika memiliki dosa kepada Allah, maka segera dihapus olehNya. Tapi  jika memiliki dosa kepada sesama tidak akan dihapus oleh Allah sebelum orang tersebut memaafkan nya.

Manusia itu tidak bisa terhindar dari kesalahan, tapi Allah memberikan solusi yaitu segera bertaubat,” Sambungnya.

 

Pewarta : PM

Kiai Zuhri: Orang Atheis Bukan Semuanya Tidak Percaya Pada Tuhan

nuruljadid.net-  Pengajian KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo pada kegiatan khotmil kutub di Pondok Pesantren telah memasuki hari ke empat, setelah dimulai pada, Sabtu malam (11/04). Dalam kitab adabu salikul murid yang dibaca, salah satu penjelasan beliau menerangkan tentang pentingnya berdzikir (ingat kepada Allah).

“Ingat kepada Allah harus benar dan baik. Kalau ingat kepada Allah dalam keadaan benci itu jelek. Sebab, orang yang berdzikir kepada Allah harus memiliki pikiran yang positif,” Katanya.

Oleh karena itu, orang yang masih hatinya keras, jangan langsung diajak berdzikir dikhawatirkan takut marah-marah pada Allah. Dan orang yang memiliki akhlak yang jelek ia akan selalu berbuat suudzan pada Allah.. Karena dzikir itu harus dimulai dengan makrifat (mengenal Allah) dan penanaman akhlakul karimah. Orang yang mengenal Allah dengan benar pasti akan takdhim,” Imbuhnya.

Dakwah yang tidak berhasil itu bukan karena Islam tidak benar atau tidak baik tapi karena orang atau pendakwahnya tidak benar dan kurang baik,” Lanjutnya.

Selain tentang dzikir, Kiai Zuhri menyampaikan tentang kedekatan Tuhan pada manusia.

“Kedekatan Tuhan pada manusia dalam batin atau dalam hati. Kalau kita ingat pada Tuhan dengan ingat yang baik, tunduk dan patuh berarti kita dekat dengan tuhan. Kalu kita lupa pada pada Tuhan atau ingat dalam keadaan mel akukan perbuatan maksiat berate kita jauh,” Tegasnya.

Lebih jauh, sosok kiai yang dikenal low profile ini menyampaikan bahwa Tuhan selalu hadir pada kehidupan kita tapi kadang-kadang kita gaflah lalai dan tidak menyadarinya. Orang yang lalai pada Tuhan yang begitu tampak ia tidak akan musyahadah.  Orang atheis tidak semuanya tidak percaya pada Tuhan tapi hanya kadang-kadang tak peduli pada Tuhan.

Orang yang terhijab pada Allah, maka ia akan dikendalikan oleh nafsunya, ia tidak akan menjadi abdullah tapi menjadi abdul hawa,” Terangnya.

 

Pewarta : PM

KH. Moh. Zuhri Zaini; Dalam Keprihatinan ini, kita perlu Memperkuat Sambungan kepada Allah SWT

nuruljadid.net – “Jadi kita sekarang ini memang sedang prihatin, maka dalam keprihatinan ini kita perlu memperkuat sambungan kita pada Allah Swt, keyakinan dan tawakkal kita pada Allah Swt, dengan tetap tidak mengurangi ikhtiar, dengan memperbanyak dzikir, perbanyak amal-amal ibadah, baik ibadah ritual seperti sholat baca qur’an dan lain sebagainya. Termasuk tetap belajar dan tetap ibadah-ibadah sosial barangkali tentu yang tidak mengandung resiko”.

Hal itu didawuhkan oleh Pengasuh PP. Nurul Jadid, KH. Moh Zuhri Zaini pada acara Do’a Bersama dan Tausiyah Pengasuh dalam rangka Haul Masyayikh PP. Nurul Jadid ke 71. Ahad Pagi (22/03/2020).

Selain itu, beliau turut merasa senang karena tetap bisa melaksanakan kegiatan tahunan PP. Nurul Jadid itu dengan sehat dan selamat.

“Haul masyayikh ini merupakan dalam rangka rasa syukur kita, selain syukur atas tetap eksisnya pesantren ini, syukur kepada jasa-jasa para muassis dan para masyayikh lebih-lebih kita masih diberi kesehatan dan keselamatan oleh Allah Swt sekalipun kita melaksanakan kegiatan ini dalam keadaan keprihatinan. Dalam keadaan seperti ini tentunya kita lebih memperkuat keyakinan dan keimanan kita pada Allah Swt. Apalagi pas ini momennya pelaksanaan peringatan ini tentunya do’a pada tanggal 20 rajab terjadinya isra’mi’raj yang merupakan saat itu, disebut tahun keprihatinan,” tutur beliau dengan ramah lembut.

Beliau menjelaskan, untuk tetap tenang didalam marak wabahnya virus corona, karena keyakinan bahwa semua yang berkuasa adalah Allah Swt. Dan dengan tenang dapat meningkatkan imunitas mental dan batin.

“Ketika Nabi Muhammad Saw mengalami keprihatinan dalam perjalanan dakwah beliau, dimana 2 penolong sekalipun penolongnya itu istri dan paman beliau, nabi begitu prihatin, begitu sedih sehingga beliau mencari bantuan ke dhaif dan ternyata disana orang mekkah mendahului nabi. Dan orang mekkah itu memprovokasi orang dhaif. Ketika nabi sampai di dhoif beliau bukan disambut dengan sambutan yang kehormatan tapi pemuda – pemuda dhoif melempari nabi dengan batu sehingga beliau berdarah – berdarah. Maka lalu Allah Swt memperlihatkan kekuasaannya dengan panggilan beliau untuk menghadap kepadanya melalui isra’ mi’raj. barang kali ini adalah keprihatinan kita dan ini juga merupakan bukti nyata kekuasan Allah Swt jadi kita dengan ikhtiar dengan kemampuan teknologi dan sebagainya jika Allah Swt menghendaki lain. Maka semuanya akan menjadi lumpuh,” tutur beliau.

“Tentu seperti yang disampaikan oleh kepala pesantren bahwa keyakinan kita kepada Allah Swt, ketawakkalan kita kepada Allah Swt bukan berarti menghilangkan ikhtiar, artinya tawakkal itu adalah kita mengandalkan Allah Swt tidak mengandalkan ikhtiar kita, tapi kita tetap ikhtiar. Satu ketika Khalifah Sayyidina Umar melihat orang pengangguran tidak bekerja, beliau menegur. “Kamu itu kaum apa?” Kemudian kaum itu menjawab, “kami ini kaum tawakkal”. Lalu Khalifah Sayyidina Umar berdawuh, “langit tidak akan menurunkan hujan emas”. Artinya kalau kamu ingin makan tidak cukup tawakkal – tawakkal saja,” ungkap beliau sembari tersenyum.

Kemudian beliau bercerita tentang sebuah pasukan yang dikirim Khalifah Sayyidina Umar ke Syam. Sampai ditengah perjalanan pasukan mendengar informasi bahwa daerah dituju terdapat sebuah wabah yang sangat mematikan. Lalu sahabat ada yang berpendapat “Kita teruskan saja, semua yang menentukan itu Allah Swt” sebagian yang lain berkata, “jangan, sebab kita inikan tidak boleh menjerumuskan diri kepada kebinasaan,” dan akhirnya lapor kepada Khalifah Sayyidina Umar. Dan Khalifah Sayyidina Umar menyuruh mereka untuk pulang. Kemudian Khalifah Sayyidina Umar berdawuh “kita ini lari dari takdir Allah Swt ke takdir yang lain,” cerita beliau.

“Jadi pulang itu merupakan takdir Allah Swt, sehingga selamat dari wabah kalau kita maksa kemudian kita sakit, itu juga takdir Allah Swt. Tapi takdir yang kurang enak,” jelas beliau.

Tampak para pengurus, karyawan, dan dosen memadati lantai 1 Masjid Jami' Nurul Jadid dalam acara Doa Bersama dan Tausiyah Pengasuh

Tampak para pengurus, karyawan, dan dosen memadati lantai 1 Masjid Jami’ Nurul Jadid dalam acara Doa Bersama dan Tausiyah Pengasuh

Lebih lanjut, beliau menyarankan kepada seluruh hadirin untuk mencari takdir yang lebih baik. Perkara terdapat takdir yang kurang baik untuk diambil hikmahnya, sebab semua ada hikmahnya termasuk sakit dan sabar.

“Oleh karena itu, saya berharap prosedur kesehatan yang sudah ditetapkan oleh otoritas tentang kesehatan itu saya harap kita lakukan semaksimal kita tapi jangan perlu panik dan setres. Jadi seperti tadi yang telah disampaikan oleh klinik jaga kebersihan dan peluang infeksi virus baik tertular maupun menularkan ini kita upayakan sebisa mungkin kecuali sangat darurat seperti hari ini,” harap beliau.

Selain itu, beliau turut berpesan kepada para santri untuk mengikuti instruksi dari para pengurus, menjaga daya tahan tubuh, dan olahraga ringan.

“Kemudian, tentu kewaspadaan itu tidak hanya menjaga stamina dan daya tahan tubuh tapi misalnya disekitar kita ada orang yang terindikasi penyakit, saya kira perlu segera dengan kesadaran sendiri untuk cek kesehatan. Tapi tidak mesti yang indikasi – indikasi itu mesti virus corona,” ungkap beliau.

“Sekedar ungkapan syukur saya atas nikmat ini. Pertama, tetap eksisnya pesantren ini dan kedua kita tetap diberi kesehatan dan ini perlu kita rawat dan perlu kita jaga dan mengikuti prosedur kesehatan yang telah diterapkan,” pungkas beliau.

Penulis : Ahmad

Editor : Ponirin

KH. Moh. Zuhri Zaini, Mengabdi di Pesantren Harus Ikhlas

nuruljadid.net – “Mengabdi pada dasarnya belajar, begitupun mengajar. Pada dasarnya sedang belajar, tentu dalam mencapai hasil yang baik yang pertama, ikhlas karena Allah SWT. Sebab keikhlasan disamping mendatangkan pahala, juga ada pertolongan dari Allah SWT”.

Hal itu didawuhkan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini pada kegiatan Tausiyah Pengasuh yang diadakan oleh Biro Kepesantrenan bidang Penataan Wilayah. Senin (17/02/2020).

Kemudian, KH. Moh. Zuhri Zaini menjelaskan jika ibadah dilakukan dengan bersungguh – sungguh akan ada barokah dan pahalanya, “Jadi kalau pahala itu di akhirat dan barokah itu dunia dan akhirat,” ungkap beliau

beliau turut menerangkan bahwa wali asuh merupakan ujung tombak pesantren. melalui wali asuh pesantren mendidik santri, menanamkan ruhul jihad dan pengabdian. Sebab, menurut beliau sebanyak apapun ilmu yang dimiliki dan lengkapnya fasilitas jika tidak memiliki semangat juang dan pengabdian maka hal itu tidak akan berguna.

“Sebab dulu ada kiai mondoknya di PP. Zainul Hasan Genggong, yang satu sekarang ada di Probolinggo dan satunya lagi di Bondowoso. Waktu mondok di Genggong, karena cara dulu mengabdinya itu sangat perhatian terhadap kiainya yaitu KH. Hasan Genggong. Jadi setiap kiainya itu pergi ke masjid itu sandalnya langsung dibetulkan dan dibalik menghadap keluar. Dan suatu ketika cincinnya Kiai Hasan Genggong itu jatuh ke waduknya toilet. Dan 2 santri itu secara sukarela mengaduk – aduk isi WC itu. Untuk mencari cincin tersebut.,” cerita beliau.

Menghayati: Tampak para wali asuh sedang takdzim menghayati tausiyah dari pengasuh PP. Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini

Menghayati: Tampak para wali asuh sedang takdzim menghayati tausiyah dari pengasuh PP. Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini

“Tapi bagaimana ketika 2 santri itu pulang ke masyarakat?, ilmunya tidak seberapa. Tapi ketika pulang mereka itu bisa mendirikan pesantren dan mungkin tidak mengajar sendiri tapi mencari guru dan ustadz,” lanjut beliau.

Lebih lanjut, beliau turut menuturkan manfaat dari pengabdian selain bisa mendapatkan ilmu dan keterampilang secara langsung. “Lalu dari mengabdi inikan termasuk bekerja, ilmu kita akan bertambah. Dan ilmu kita itu bisa dikatakan ilmu ladunni. Jadi tanpa belajar secara khusus tapi ilmu kita bertambah,” ungkap beliau.

Selain itu, beliau menyarankan kepada segenap pengurus dan wali asuh yang hadir untuk mengabdi dengan ikhlas, karena dengan ikhlas. Selain bernilai ibadah dan mendapatkan pahala tapi juga akan mendapatkan pertolongan.

“Dan kalau kita berjuang berkhidmat mengabdi dengan ikhlas berarti kita bekerja untuk Allah SWT, seolah-olah seperti itu, sekalipun Allah SWT itu tidak butuh pertolongan kita, tidak butuh jasa kita, sebab apa yang kita lakukan itu kembalinya kepada kita,” tutur beliau.

“Kalau kita bekerja untuk Allah SWT, maka Allah SWT akan memfasilitasi kita. Tentu akan lebih sempurna, tapi tidak hanya dalam bentuk materi tapi bisa saja dalam bentuk non materi berupa kelapangan hidup, kesehatan, dan ketenangan. Itu suatu rezeki yang besar. Apa artinya materi yang melimpah kalau kita sakit – sakitan atau punya banyak masalah hidup,” lanjut beliau.

Bertempat di Aula Pesantren I, beliau menerangkan bahwa dalam mengabdi tidak cukup ikhlas. Namun butuh strategi, rencana, dan pembagian tugas. Kemudian pentingnya tukar pengalaman antar sesama wali asuh dan pengurus.

“Insya Allah dengan demikian, jika kita bekerja dengan proffesional mengembalikan semuannya kepada Allah SWT, bukan kepada kemampuan kita. Maka pengabdian kita itu akan membuahkan hasil, sekalipun tetap semuanya itu kembali kepada Allah SWT,” tutur beliau dengan lemah lembut.

Diakhir tausiyah, beliau merekomendasikan kepada seluruh wali asuh jika telah melaksanakan semua tugas pokoknya untuk ikhtiar. “Sebagai simbol dan ungkapan kita itu, tawakkal dengan do’a. sebab kita yakin bahwa yang menentukan hasil itu Allah SWT apalagi ini yang terkait manusia yang paling inti itu Hati. Jadi doakan. Kalau perlu pas malem kita sholat tahajjud dan sholat hajat, kalau ada anak asuh yang nakal, jadi didoakan,” ungkap beliau.

“Jadi pendekatan kita kepada para santri ini, pendekatan persuasif. Sebaiknya jangan lalu dengan cara menakutkan apalagi kekerasan, walaupun terkadang perilaku santri itu menjengkelkan. Tapi disitulah letak jihadnya jihad nafsu melawan emosi. Semoga dengan kita bertemu seperti ini, semangat kita akan terus menyala. kita semuanya, saya dan kepala wilayah, dan pengurus pesantren juga,” pungkas beliau.

Penulis : Ahmad

Editor : Ponirin

Santri Harus Merawat Perbedaan

nuruljadid.net-Perbedaan merupakan rahmat yang harus disyukuri dan bukan menjadi alasan untuk berpecah belah. Untuk itulah, para santri memiliki tanggung jawab untuk terus merawat perbedaan tersebut di tengah keberagaman Indonesia.

Pesan yang disampaikan oleh Pengasuh Ponpes Nurul Jadid KH Zuhri Zaini dalam kegiatan pertemuan alumni PP Nurul Jadid di Desa/Kecamatan Tanggul kemarin (11/3). Kegiatan rutin tiga bulan sekali  itu dihadiri ratusan para alumni yang tersebar se Jember.

“Alumni harus melanjutkan perjuangan kiai, terutama Alm  KH Zaini Abdul Mun’im,” katanya. Perjuangan itu mulai dari berbagai bidang sesuai dengan pekerjaan yang sedang ditekuni. Namun, tetapi dibawah naungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Para kiai, kata dia, selalu  istiqomah memperjuangkan NU karena paling sesuai dengan Islam Nusantara. Yakni Islam  tawassuth  atau moderat dan menghargai segala jenis perbedaan. Seperti yang sudah dilakukan oleh  Nabi Muhammad SAW yang tertuang dalam piagam madinah.

Sekarang, lanjut dia, mulai tumbuh bibit kelompok  yang ingin merongrong NU dan keutuhan NKRI. Untuk itulah, alumni santri harus menghindari dan  menentang kelompok-kelompok tersebut. Sebab ingin melakukan pecah belah. “Indonesia masih aman dari perang saudara seperti yang terjadi di Afghanistan,” tuturnya.

Kerukunan yang selama ini sudah berlangsung, harus dijaga dan dilestarikan bersama. Apalagi sekarang masuk tahun  politik. “Alumni bebas menyalurkan aspirasi politik lewat mana saja, yang terpenting satu tujuan dan menggunakan kendaraan yang mengarah pada tujuan yang sama,” jelasnya.

Sebab,  hampir semua partai politik  lebih berorientasi program  dan figur, bukan lagi pada ideologi. Kendati demikian, berpolitik juga bukan alasan untuk tidak menghargai perbedaan yang ada. Namun, tetap saling menghormati. “Alumni harus kompak  dan bersatu, meskipun berada ditempat atau bidang kehidupan yang berbeda-beda,” paparnya.

Perbedaan pendapat merupakan  hal yang wajar,  terpenting harus saling menghargai perbedaan  menjauhi  perpecahan. Dalam berjuang, para alumni santri menyesuaikan dengan keahlian bidang masing-masing. “Misal dalam ekonomi birokrasi,” ujarnya.

Sementara itu,  Endra Hardianto, ketua panitia kegiatan menambahkan pertemuan alumni itu untuk memperkuat ikatan silaturahmi para alumni Ponpes Nurul Jadid. Untuk pengembangan ekonomi, para alumni sepakat membentuk koperasi Baitul Mal Wattanwil (BMT). “Kemudian juga makan nasi tabhek bersama,” pungkasnya.

Sumber Berita : p4njjember.com