Kiai Najib Wahid: Ibadah Adalah Ketundukan Batin kepada Allah

berita.nuruljadid.net- suasana pesantren kembali hidup setelah istirahat siang dengan lantunan nadham yang mengiringi para santri menuju pengajian. Dalam kesempatan itu, Kiai Najiburrahman Wahid menyampaikan bahwa ibadah sejatinya adalah bentuk ketundukan batin kepada Allah.

“Ibadah merupakan ketundukan yang muncul karena perasaan batin bahwa yang disembah adalah dzat yang maha agung, memiliki kekuasaan yang tidak bisa dicapai akal seluruh makhluk,” tutur Kiai Najib di hadapan para santri.

Menurutnya, manusia memiliki keterbatasan dalam memahami hakikat Tuhan. Bahkan, untuk mengetahui batas alam semesta pun hingga kini masih menjadi misteri. Karena itu, beliau berpesan agar santri tidak berusaha menggambarkan Tuhan secara fisik, melainkan cukup meyakini keberadaan-Nya.

“Dalam aspek dimensi ruang, kita tidak pernah tahu ujung alam semesta ini di mana. Apalagi dalam aspek waktu, apakah kita tahu apa yang terjadi miliaran tahun yang lalu? Oleh karena itu, kita jangan sok memahami Tuhan seperti apa. Makhluk-Nya saja tidak bisa kita pahami sepenuhnya, apalagi Pencipta-Nya. Kita cukup meyakini saja,” pesannya.

Lebih lanjut, Kiai Najib menjelaskan bahwa manusia secara naluriah membutuhkan agama karena menyadari keterbatasannya. Banyak hal terjadi di luar kendali manusia, seperti turunnya hujan, yang membuat mereka meyakini adanya dzat yang mengatur semuanya.

Dalam ceramahnya, beliau juga membagi hukum agama menjadi dua kategori berdasarkan logika manusia. Pertama, hukum yang mudah dipahami akal, seperti larangan mencuri dan berbuat kerusakan. Kedua, hukum yang sulit dipahami akal, seperti jumlah rakaat dalam sholat dan jumlah putaran thawaf.

“Ada hukum yang bisa diterima akal dan ada yang tidak. Namun, kita harus tetap tunduk dan menjalankannya sebagai bentuk kepatuhan kepada Allah,” tegasnya.

Melalui ceramahnya, Kiai Najib mengajak para santri untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah yang penuh kesadaran dan ketundukan.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Mengenal Ahlul Fatrah dan Keindahan Ilmu Bersama Kiai Imdad

berita.nuruljadid.net- Setelah membaca nadham dalam kitab Kharidatul Bahiyah bersama para santri, Kiai Imdad Rabbani mengawali tausiahnya dengan menjelaskan tentang sekelompok kaum yang hidup di daerah terpencil dan tidak pernah mengenal Islam karena dakwah tidak sampai kepada mereka. Pengajian sore yang digelar di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Rabu (05/03) itu berlangsung penuh perhatian dari para santri.

“Cara kita menanggapi orang seperti itu adalah dengan menyamakannya dengan Ahlul Fatrah, yaitu mereka yang hidup sebelum diutusnya Rasulullah. Mereka tidak langsung masuk surga atau neraka, melainkan akan diuji oleh Allah di akhirat,” jelasnya.

Kiai Imdad juga menerangkan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta telah diatur dan ditetapkan ukurannya oleh Allah. Semua benda, mulai dari tubuh makhluk hingga pergerakan di alam semesta, memiliki keseimbangan yang presisi.

“Posisi bumi ini sudah sangat pas. Jika sedikit saja mendekat ke matahari, bumi akan terbakar. Sebaliknya, jika sedikit menjauh, bumi akan membeku,” ujarnya memberikan perumpamaan.

Lebih lanjut, Kiai Imdad menuturkan bahwa semakin dalam seseorang memahami ilmu, maka semakin kuat pula imannya. Salah satu cara melatih kesabaran dalam menuntut ilmu adalah dengan menghadapi segala kesulitan dan tantangan, hingga sifat sabar tersebut menjadi karakter yang melekat dalam diri.

Dalam pengajian itu, Kiai Imdad juga menjelaskan pengertian hukum, yaitu meletakkan atau meniadakan sesuatu dalam kaitannya dengan hal lain. Salah satu konsep dalam hukum Islam adalah hukum ‘adi, di mana penerapannya didasarkan pada kebiasaan, pancaindra, serta eksperimen yang telah dilakukan.

Menutup tausiah, Kiai Imdad menekankan bahwa setiap orang yang bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu akan merasakan kenikmatan dari ilmu itu sendiri.

“Ilmu itu berat saat awal mencarinya. Namun, ketika kita sudah memahami bahkan menguasainya, kita akan merasakan lezatnya ilmu tersebut, hingga tanpa sadar bisa terlena di dalamnya,” pungkasnya, diselingi canda tawa yang membuat suasana pengajian semakin hangat.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Kiai Najib Tegaskan: Tidak Seorang pun Boleh Membuat Aturan Agama

berita.nuruljadid.net- Teriknya matahari yang menyengat tak menyurutkan semangat para santri untuk mengaji kepada para masyayikh di Masjid Jami’ Nurul Jadid. Meski berhalangan hadir, Kiai Najiburrahman Wahid tetap memberikan tausiahnya melalui rekaman. Dalam kesempatan itu, beliau menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh membuat aturan-aturan agama, Rabu (05/03).

“Yang membuat aturan agama hanyalah Allah. Tidak ada seorang pun yang boleh membuat aturan, bahkan agama itu sendiri, selain Allah,” tegasnya.

Dalam ayat ke-4 Surah Al-Fatihah, مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ (mâliki yaumid-dîn), yang berarti Pemilik Hari Pembalasan, Kiai Najib menjelaskan bahwa pada hari pembalasan, tidak ada satu pun makhluk yang dapat mengubah ketetapan Allah. Allah akan membalas setiap perbuatan, sekecil apa pun, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Zalzalah ayat 7 dan 8:

“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat balasannya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia juga akan melihat balasannya.”

Lebih lanjut, Kiai Najib menuturkan bahwa Allah memberikan karunia kepada makhluk-Nya bukan semata karena keinginan mereka, melainkan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas masing-masing. Sebagai seorang muslim, beliau mengajak para santri untuk selalu mengharap rahmat (kasih sayang) Allah.

“Dibarengi dengan usaha, kita harus senantiasa mengharap rahmat Allah yang tiada batas. Oleh karena itu, kita tidak boleh putus asa atau kehilangan harapan untuk meraihnya,” ujar beliau.

Kiai Najib juga menekankan bahwa balasan di dunia hanyalah simbol dari balasan di akhirat. Karena akhirat adalah tempat makhluk menerima balasan yang sesungguhnya, maka ganjaran di dunia hanya bersifat peringatan.

“Balasan di dunia tidak bisa dikatakan setimpal, karena terkadang bisa dimanipulasi. Namun, berbeda dengan di Padang Mahsyar, di mana Allah akan menghakimi makhluk dengan seadil-adilnya dan memberikan ganjaran yang setara,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Kiai Imdad Awali Pengajian dengan Menjawab Pertanyaan Santri

berita.nuruljadid.net- Dalam pengajian sore di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Selasa (4/3), Kiai Imdad Rabbani mengawali kajiannya dengan menjawab pertanyaan seorang santri terkait akidah. Pertanyaan tersebut membahas tentang seseorang yang beribadah bukan semata-mata karena Allah, tetapi juga karena mengharapkan surga atau ingin terhindar dari siksa neraka.

“Tak masalah jika seseorang beramal dengan harapan mendapatkan surga, karena hal itu menunjukkan keimanannya terhadap janji Allah. Namun, idealnya ibadah dilakukan semata-mata untuk meraih kecintaan Allah,” ujar Kiai Imdad.

Beliau menambahkan bahwa setiap kebaikan yang dilakukan manusia dengan hati yang tulus menghadap kepada Allah tidak akan sia-sia. Selain itu, ia juga menjelaskan ciri-ciri orang yang sulit menerima nasihat, yakni mereka yang telah mengetahui kesalahan suatu perbuatan tetapi tetap melakukannya.

Lebih lanjut, Kiai Imdad menegaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang bisa menandingi kekuasaan Allah.

“Andai seluruh makhluk memiliki ketakwaan yang tinggi, hal itu tidak akan menambah kekuasaan Allah sedikit pun. Begitu pula sebaliknya, jika semua makhluk durhaka, itu tidak akan mengurangi kekuasaan-Nya,” tuturnya.

Beliau juga menyampaikan bahwa seseorang yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya akan mendapatkan tambahan ilmu dari Allah. Menurutnya, banyak orang yang menjadi mualaf karena mencari kebenaran Islam melalui kajian akidah.

Selain itu, Kiai Imdad menyoroti keistimewaan Al-Qur’an yang tidak dapat ditiru atau dibuat tandingannya. Ia menjelaskan bahwa Allah bahkan menantang manusia untuk membuat satu ayat yang menyerupai Al-Qur’an, namun hingga kini tidak ada yang mampu melakukannya karena kebenaran Al-Qur’an sangat rasional dan masuk akal.

Di akhir pengajian, Kiai Imdad mengingatkan para santri untuk mensyukuri nikmat Islam yang telah mereka anut sejak lahir.

“Syukurilah anugerah terlahir sebagai seorang Muslim dengan cara memperkuat akidah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. wildan Dhulfahmi
editor : Ahmad Zainul Khofi

 

Basmalah dan Keikhlasan: Pelajaran dari Tafsir Surah Al-Fatihah oleh Kiai Najiburrahman Wahid

penasantri.nuruljadid.net- Lafadz Basmalah yang tercantum dalam Surah Al-Fatihah mengajarkan manusia tentang arti keikhlasan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kiai Najiburrahman Wahid, saat mengampu kitab Tafsirul Fatihah di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Selasa (04/03).

“Basmalah mengajarkan kita tentang keikhlasan. Segala sesuatu yang kita lakukan harus diniatkan untuk mengharap rida Allah, bukan selain-Nya. Lafadz Basmalah juga menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang murni, bukan karangan Nabi Muhammad,” tutur Kiai Najib.

Dalam ayat kedua Surah Al-Fatihah, الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ (Ar-Rahmânir-Rahîm), disebutkan bahwa salah satu bukti rahmat Allah kepada seluruh makhluk-Nya adalah pemberian kehidupan dan kesehatan tanpa mereka memintanya.

Pada kesempatan tersebut, Kiai Najib juga menegaskan bahwa menafsirkan Al-Qur’an tidak boleh sembarangan. Para ulama yang menyusun kitab tafsir memiliki dasar keilmuan yang kuat dan metodologi yang jelas. Oleh karena itu, santri diingatkan agar tidak mengarang tafsir sendiri tanpa ilmu yang cukup.

Selain itu, Nabi Muhammad menganjurkan umatnya untuk mengucapkan Basmalah sebelum memulai pekerjaan baik, agar setiap amal yang dilakukan bernilai ibadah. Kiai Najib juga mengajarkan kepada para santri tentang anjuran dalam shalat Tarawih.

“Karena surah pertama yang diturunkan adalah Al-‘Alaq, dalam Syarah Fathul Mu’in, kita dianjurkan membaca surah tersebut pada rakaat pertama shalat Tarawih,” jelasnya.

Dalam ceramahnya, Kiai Najib juga membahas perbedaan pandangan antara Muslim dan non-Muslim terhadap Al-Qur’an. Umat Islam meyakini bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, sementara sebagian orang kafir menganggapnya sebagai karya Nabi Muhammad. Karena itulah, banyak pemikir Barat mengakui Nabi Muhammad sebagai sosok jenius.

Lebih lanjut, Kiai Najib menjelaskan bahwa makna khalifah bukan sekadar pemimpin dalam arti politik, tetapi juga sebagai penjaga keseimbangan alam semesta. Manusia diberikan akal dan wahyu sebagai pedoman dalam menjalankan tugasnya di bumi.

“Allah memberikan manusia potensi akal dan wahyu agar mereka dapat menjaga harmoni dalam kehidupan. Jika salah satu diabaikan—baik akal tanpa wahyu maupun wahyu tanpa akal—maka keseimbangan akan terganggu,” tegasnya.

Dalam konteks ini, Kiai Najib mengingatkan santri bahwa menjalani hidup dengan ikhlas bukan berarti pasif dan menerima keadaan tanpa usaha. Sebaliknya, keikhlasan yang diajarkan dalam Basmalah adalah motivasi untuk terus berbuat baik tanpa mengharapkan pujian atau balasan duniawi.

Ia juga menekankan pentingnya meneladani Rasulullah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam cara berdakwah. Menurutnya, salah satu faktor utama keberhasilan dakwah Nabi Muhammad adalah kelembutan dan kasih sayang yang sejalan dengan sifat Ar-Rahmân dan Ar-Rahîm yang terkandung dalam Basmalah.

“Islam tersebar bukan karena paksaan, tetapi karena keteladanan Rasulullah dalam bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang. Ini pelajaran besar bagi kita semua dalam berdakwah dan berinteraksi dengan sesama,” jelasnya.

Di akhir ceramahnya, Kiai Najib kembali mengingatkan para santri bahwa setiap aktivitas yang dimulai dengan Basmalah memiliki dimensi ibadah. Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya selalu mengaitkan setiap perbuatannya dengan niat karena Allah.

“Jika kita benar-benar memahami makna Basmalah, maka kita akan selalu merasa diawasi oleh Allah dan berusaha menjalani hidup dengan penuh keikhlasan serta tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Kiai Imdad Tegaskan Tugas Santri di Pesantren: Pahami dan Amalkan Agama

berita.nuruljadid.net- Kepala Biro Pengembangan sekaligus pengampu pengajian sore, Kiai Imdad Rabbani, menegaskan bahwa tugas seorang santri adalah memahami ilmu agama dengan akurat dan mengamalkannya dengan cara mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain.

Pernyataan ini disampaikan Kiai Imdad saat mengajarkan ilmu tauhid menggunakan kitab Kharidatul Bahiyah di Masjid Jami’ Nurul Jadid, Senin (03/03).

“Tugas santri adalah memahami agama dengan baik hingga benar-benar mengerti, dan setelah itu wajib menyampaikannya kepada orang lain dengan bahasa yang mudah dipahami agar orang lain juga dapat memahami apa yang disampaikan,” ungkap Kiai Imdad.

Lebih lanjut, Kiai Imdad mengingatkan bahwa mengikuti tren tanpa pertimbangan dapat menjadikan seseorang terperangkap dalam perbudakan tren tersebut. Hingga membuat dirinya mengeluarkan banyak hal tanpa disadari.

“Ketika kita terjebak mengikuti tren, kita telah menyia-nyiakan nikmat besar yang membedakan manusia dengan binatang, yaitu akal dan kemampuan berpikir,” kata beliau.

Dalam pengajian tersebut, Kiai Imdad juga menjelaskan bahwa tujuan seseorang mempelajari ilmu tauhid adalah untuk menumbuhkan keyakinan yang benar ketika membaca kalimat syahadat, bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah selain Allah, yang telah menciptakan segalanya.

Untuk menunjukkan sifat “wujud” Allah, Kiai Imdad mengutip contoh dari alam semesta yang mengalami permulaan, yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Menurut beliau, bukti adanya Tuhan dapat dilihat dari alam semesta yang ada.

“Bukti adanya Tuhan bisa kita lihat dari adanya alam semesta ini, yang mengalami permulaan, dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada,” jelas Kiai Imdad.

Di era modern ini, banyak ilmuwan Barat yang memeluk agama Islam setelah menemukan kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an. Berbagai penemuan ilmiah baru kini telah membuktikan kebenaran Al-Qur’an yang sudah dijelaskan lebih dari 1400 tahun yang lalu.

Di akhir pengajian, Kiai Imdad mengingatkan bahwa seseorang yang merasa sudah tahu akan cenderung berhenti belajar.

“Bahkan seorang yang sangat alim pun, jika berhenti belajar, maka seketika itu dia akan menjadi bodoh,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ahmad Zainul Khofi

Kiai Najib Jabarkan Keterkaitan Ayat-ayat dalam Surah Al-Fatihah

berita.nuruljadid.net- Di tengah teriknya matahari, suara pengajian menggema dari Masjid Jami’ Nurul Jadid, menyebar ke segala penjuru. Dalam pengajian tersebut, Kiai Najiburrahman Wahid mengajarkan keterkaitan ayat 5 hingga 7 dari Surah Al-Fatihah kepada para santri pada Senin (03/03).

Kiai Najib menjelaskan makna petikan lafaz اِيَّاكَ نَعْبُدُ (iyyâka na‘budu), bahwa Allah mengajarkan manusia cara memohon yang benar. Dalam kitab Fathul Mun‘in dijelaskan bahwa seseorang diperbolehkan mengulang-ulang bacaan surah Al-Fatihah agar doanya semakin khusyuk.

“Gus Mus pernah memberi ijazah, salah satu cara agar doa dikabulkan adalah dengan membaca ayat kelima Surah Al-Fatihah. Lisan mengucapkan lafaznya, sementara hati meminta pertolongan sesuai dengan hajat masing-masing,” tuturnya.

Pada ayat ke-6, اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ (ihdinash-shirâthal-mustaqîm), Allah mengajarkan manusia cara meminta pertolongan terbaik, yakni dengan menjalankan ibadah yang lurus. Kiai Najib menekankan bahwa semua pekerjaan yang dilakukan dengan kepatuhan kepada Allah akan bernilai ibadah.

“Tak hanya sholat, mencari nafkah yang halal untuk keluarga juga merupakan ibadah di sisi Allah,” ucap beliau.

Lebih lanjut, Kiai Najib mengingatkan jamaah agar tidak mengubah tata cara ibadah mahdhah (ibadah murni) seperti sholat agar terhindar dari kebid‘ahan.

“Kita harus mengikuti petunjuk yang telah diajarkan Nabi. Jangan sampai mengarang sendiri,” tegasnya.

Dalam suasana siang menjelang sore itu, Kiai Najib juga menjelaskan pengertian ijtihad sebagai upaya yang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh para pakar untuk menemukan kebenaran.

“Seorang mujtahid yang hasil ijtihadnya benar akan mendapatkan dua pahala, sedangkan jika salah tetap mendapatkan satu pahala,” jelasnya.

Terakhir, Kiai Najib menguraikan maksud dari petikan ayat ke-7, غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ (ghairil-maghdlûbi).

“Ayat ini merujuk pada mereka yang telah mengetahui kebenaran tetapi menolak untuk mengakuinya, seperti bangsa Yahudi yang menolak Nabi akhir zaman meskipun sudah diberikan petunjuk. Oleh karena itu, Allah murka kepada mereka,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Makna Sholawat dalam Kitab Kharidatul Bahiyah Karangan Syekh Ahmad Ad-Dardiri

berita.nuruljadid.net- Seusai salat Asar, terdengar lantunan nadhom dikumandangkan dari masjid, menandakan bahwa pengajian kitab sore akan segera dimulai. Dalam pengajian tersebut, Gus Imdad Rabbani yang mengampu kitab Kharidatul Bahiyah karangan Syekh Ahmad Ad-Dardiri menjelaskan makna sholawat, pada Minggu (02/03).

Gus Imdad menjelaskan bahwa definisi kata sholawat akan berubah sesuai dengan kepada siapa kata tersebut disandarkan.

“Jika sholawat disandarkan kepada Allah, maka bermakna dzikir. Jika disandarkan kepada manusia, maka bermakna doa. Sedangkan jika disandarkan kepada malaikat, maka bermakna istighfar,” ungkapnya.

Beliau juga memaparkan empat jenis pujian, yaitu:
Pujian Allah untuk diri-Nya sendiri,
Pujian Allah kepada makhluk-Nya,
Pujian makhluk kepada Allah, dan
Pujian antarsesama makhluk.

Gus Imdad menegaskan pentingnya menghormati para sahabat Nabi yang telah banyak berkorban demi Islam.

“Jangan menjadi orang yang tidak tahu berterima kasih. Penghormatan kita kepada para sahabat Nabi adalah bentuk kesadaran bahwa kita berutang budi kepada mereka atas jasa-jasa yang telah mereka berikan,” tegasnya.

Dalam sesi tanya jawab, seorang santriwati menanyakan tentang takdir yang telah ditetapkan Allah.

Gus Imdad menjawab, “Segala sesuatu terjadi karena kekuasaan Allah. Namun, manusia yang sadar dan berakal memiliki pilihan dalam menjalani hidupnya. Orang yang sudah mukalaf akan bertanggung jawab atas semua pilihannya yang berada dalam kendalinya,” ucap beliau.

Lebih lanjut, beliau menegaskan bahwa Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban seseorang di luar batas kemampuannya. Hal ini telah Allah pertegas dalam Surah Al-Baqarah ayat 286:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Gus Imdad juga menyampaikan bahwa seseorang yang sepanjang hidupnya rajin beribadah tetapi meninggal dalam keadaan su’ul khotimah biasanya memiliki niat yang tidak tulus dalam beramal.

Terakhir, beliau menuturkan bahwa tujuan utama dalam menuntut ilmu agama adalah membentuk diri menjadi seorang Muslim yang sejati.

“Belajar agama tidak boleh melompat-lompat. Harus bertahap, dan itu sangat penting. Karena belajar bertahap, maka kita harus bersabar,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Ampu Kitab Karangan Kiai Zaini Mun’im, Kiai Najib Jelaskan Keagungan Ayat Al-Fatihah

berita.nuruljadid.net- Dalam pengajian siang di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Minggu (02/03), Kiai Najiburrahman Wahid menguraikan setiap penggalan kalimat dalam kitab Tafsirul Fatihah karangan Kiai Zaini Mun’im. Pada kesempatan itu, beliau membahas tentang keagungan ayat pertama dalam surah Al-Fatihah.

Menurut Kiai Najib, makna dari ayat pertama Al-Fatihah, yaitu اَلْحَمْدُ (Alhamdu), menunjukkan bahwa segala bentuk pujian pada hakikatnya adalah milik Allah.

“Ketika kita mengagumi seseorang atau sesuatu, kita harus menyadari bahwa Allah-lah yang menciptakan segala hal yang kita kagumi itu. Oleh karena itu, selain memuji ciptaan-Nya, kita tidak boleh lupa kepada Sang Pencipta,” ujar beliau.

Selama di dunia, makhluk mukalaf—yakni manusia dan jin—dibebani dengan perintah dan larangan Allah sebagai ujian hidup. Jika seseorang senantiasa melaksanakan perintah-Nya, maka ia akan selamat. Sebaliknya, jika ia terus-menerus melanggar larangan-Nya, maka ia akan celaka. Agar tidak tersesat, Allah memberikan petunjuk kepada makhluk mukalaf agar mereka dapat berjalan di jalan yang benar menuju keselamatan dan kebahagiaan.

Kiai Najib juga menjelaskan bahwa Allah mendidik manusia baik secara fisik maupun rohani.

“Dari segi jasmani, manusia dirawat melalui mekanisme tubuhnya, seperti antibodi dan sistem pertahanan lainnya. Sedangkan dari segi rohani, Allah merawat manusia dengan menganugerahkan akal sehat, mengutus para rasul, serta menurunkan kitab-kitab suci,” jelasnya.

Lebih lanjut, Kiai Najib menegaskan bahwa hal terpenting dalam kehidupan adalah iman, karena iman merupakan kunci keselamatan di dunia maupun di akhirat.

“Iman seseorang akan bertambah jika ia sering mengkaji ilmu dan berbuat amal saleh. Namun, jika kebodohan dibiarkan, dikhawatirkan imannya akan goyah,” tutur beliau.

Sebagai seorang Muslim, seseorang harus memiliki visi yang jauh ke depan, bukan hanya untuk kehidupan dunia, tetapi juga kehidupan setelah kematian.

Terakhir, Kiai Najib mengungkapkan bahwa puncak kesempurnaan iman adalah kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi segala sesuatu. Orang beriman yang diberi nikmat akan bersyukur, sedangkan ketika diuji dengan cobaan, ia akan bersabar dalam menghadapinya.

“Orang yang imannya kuat akan terbebas dari rasa waswas. Namun, jika imannya lemah, ia akan menjadi penakut,” pungkasnya.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Kiai Zuhri Zaini Berikan Wejangan Menjelang Kegiatan Semarak Ramadhan

berita.nuruljadid.net- Sebelum dimulai detik-detik pembukaan kegiatan semarak Ramadhan, panitia memberikan kesempatan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kiai Zuhri Zaini, untuk memberikan wejangan terkait bulan Ramadhan. Acara tersebut berlangsung di Aula 2 PPNJ, Selasa (25/02).

Dalam tausiyahnya, Kiai Zuhri menyampaikan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh kemuliaan. Pasalnya, di bulan yang suci ini, Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia. Al-Qur’an yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW, diharapkan menjadi petunjuk hidup agar umat manusia tidak kebingungan dalam menjalani kehidupan.

“Al-Qur’an turun sebagai pedoman hidup. Tidak hanya sekadar dibaca, tetapi juga harus dikaji, dipahami, dan diamalkan,” ujar Kiai Zuhri.

Dengan diturunkannya Al-Qur’an, Allah memerintahkan umat manusia untuk mensyukuri anugerah besar tersebut dengan cara berpuasa. Menurut Kiai Zuhri, bersyukur tidak selalu harus dilakukan dengan makan bersama, melainkan melalui puasa sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta.

“Puasa merupakan bentuk syukur kepada Allah. Dengan berpuasa, kita melatih diri untuk mengendalikan nafsu, sehingga mampu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,” tambahnya.

Kiai Zuhri menjelaskan, untuk mengamalkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, manusia harus mampu melawan hawa nafsu. Oleh karena itu, puasa di bulan Ramadhan menjadi sarana untuk melatih diri agar mampu mengendalikan nafsu dan menahan diri dari hal-hal yang dapat merugikan.

“Jika kita dapat mengendalikan nafsu, kita akan mudah untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya,” tegasnya.

Lebih lanjut, dalam kesempatan tersebut, Kiai Zuhri mengingatkan kepada para santri untuk membiasakan diri melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ia menekankan bahwa apapun yang dilakukan secara rutin, akan menjadi kebiasaan.

“Tentu saja kebiasaan itu tidak selalu baik. Ada kebiasaan baik dan buruk. Maka, jika ingin terbiasa dengan sesuatu, biasakanlah hal-hal yang baik,” tuturnya.

Kiai Zuhri juga menegaskan bahwa salah satu tanda diterimanya ibadah adalah rasa semangat yang muncul untuk melaksanakan ibadah tersebut dengan lebih baik lagi. Oleh karena itu, ia mengajak para santri untuk menjalankan puasa dengan sehat agar bisa mendapatkan hikmah dari ibadah puasa.

Terakhir, Kiai Zuhri mengingatkan agar para santri tidak menganggap puasa sebagai beban yang berat.

“Puasa itu menyehatkan, baik secara fisik maupun mental, asalkan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Jadi, jangan melihat puasa sebagai hal yang berat, tetapi sambutlah dengan kegembiraan karena ini kesempatan untuk meningkatkan kesehatan dan keilmuan kita,” pungkas Kiai Zuhri.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ahmad Zainul Khofi

 

Semarak Ramadhan di Pesantren Nurul Jadid: Berkah Ibadah dan Kreativitas Santri

berita.nuruljadid.net- Pondok Pesantren Nurul Jadid (PPNJ) kembali menggelar kegiatan Semarak Ramadhan sebagai bagian dari tradisi tahunan dalam menyambut bulan suci. Acara ini resmi dibuka pada Selasa (25/02) di Aula 1 PPNJ dan akan berlangsung hingga 15 Ramadhan, dua hari sebelum kepulangan santri.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan memperkaya pengalaman spiritual santri. Sebelum acara utama dimulai, panitia menampilkan berbagai kreasi seni dari perwakilan lembaga guna menambah semarak dan menghilangkan kejenuhan santri.

Sekretaris Pondok Pesantren Nurul Jadid, Tahiruddin, dalam sambutannya menjelaskan bahwa Semarak Ramadhan akan diisi dengan berbagai program utama, seperti pengajian kitab yang dilaksanakan pagi, siang, dan sore hari sesuai jadwal pengampu.

“Selain pengajian, kami juga menggelar bazar ta’jil menjelang berbuka puasa, iftar bersama, patroli sahur, serta santunan untuk anak yatim,” ujar Tahiruddin.

Tak hanya berfokus pada ibadah, Semarak Ramadhan juga menghadirkan program pengembangan keterampilan bagi santri, seperti jurnalistik, desain grafis, dan public speaking. Selain itu, kelas intensif penguatan bahasa Arab, ilmu alat, serta pembinaan Al-Qur’an turut menjadi bagian dari rangkaian acara. Sebagai puncak kegiatan, acara akan ditutup dengan majelis sholawat bersama Majelis Ahbabul Musthofa.

Tahiruddin berharap kegiatan ini dapat membentuk santri yang lebih terampil dan berkembang, baik dalam aspek spiritual maupun keterampilan praktis, sehingga mereka siap menghadapi tantangan di masa depan.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Pelantikan Anggota Pramuka Penggalang Ramu Angkatan VI MI Nurul Mun’im Berlangsung Khidmat

berita.nuruljadid.net– Madrasah Ibtidaiyah (MI) Nurul Mun’im menggelar pelantikan anggota Pramuka Penggalang Tingkat Ramu Angkatan VI pada Ahad, 23 Februari 2025. Acara yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 15.00 WIB ini diikuti oleh 15 peserta didik yang telah menyelesaikan Syarat Kecakapan Umum (SKU) tingkat Ramu.

Pelantikan dipimpin langsung oleh Bapak Mujiburahman Bakri, selaku Pembina Apel Pelantikan Pramuka Penggalang MI Nurul Mun’im. Turut hadir dalam acara tersebut para pembina lainnya, yakni Kak Umar Falas (Wakil Kepala Bidang Kesiswaan), Kak Muhammad Syarqowi (Pembina Gugus Depan), Kak Roisul Arifin (Pembina Satuan Putra), dan Kak Wildatus Sholehah (Pembina Satuan Putri).

Prosesi pelantikan berlangsung khidmat, diawali dengan pembacaan Ikrar Trisatya oleh para peserta. Selanjutnya, penyematan Tanda Kecakapan Umum (TKU) Ramu dilakukan oleh Bapak Mujiburahman Bakri, diikuti prosesi siraman bunga sebagai simbol penyegaran dan harapan agar para anggota baru dapat mengharumkan nama baik almamater serta menjadi pemimpin di masa depan.

Selain pelantikan, acara ini juga menjadi ajang penghargaan bagi peserta didik teraktif selama semester ganjil tahun ajaran 2024/2025. Penghargaan diberikan kepada peserta dengan tingkat kehadiran 100% dalam kegiatan Pramuka, sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan kedisiplinan mereka.

Dalam sambutannya, Bapak Mujiburahman Bakri menyampaikan rasa bangga atas keaktifan serta eksistensi kegiatan Pramuka di MI Nurul Mun’im. Beliau berharap semangat dan prestasi ini dapat menjadi contoh bagi lembaga-lembaga lain. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak madrasah dan pimpinan, khususnya di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Jadid, atas dukungan penuh terhadap kegiatan Pramuka.

Pelantikan ini menjadi momen bersejarah bagi anggota Pramuka Penggalang Ramu Angkatan VI, sekaligus motivasi bagi mereka untuk terus berkembang serta berkontribusi positif bagi madrasah dan masyarakat.

Pewarta : Kadafi Ananda
Editor     : Ponirin Mika

Wisuda Mahasantri Ma’had Aly: Gus Fayyadl Tekankan Pentingnya Belajar dan Mengaji Sepanjang Hayat

berita.nuruljadid.net– Mudir Ma’had Aly Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kiai Muhammad Al-Fayyadl, secara resmi melantik 93 wisudawan dan wisudawati program Marhalah Ula (M.1) dan Marhalah Tsani (M.2) dalam acara wisuda tahunan yang berlangsung pada 22-23 Februari 2025. Wisuda ini menjadi momentum penting dalam mencetak kader ulama dan intelektual yang siap menghadapi tantangan zaman.

Dalam sambutannya, Gus Fayyadl menyampaikan bahwa wisuda bukan sekadar seremoni akademik, tetapi juga bentuk rasa syukur atas nikmat ilmu yang telah diberikan Allah melalui bimbingan para masyayikh, dosen, dan pengurus Ma’had Aly selama satu tahun terakhir.

“Acara ini adalah ungkapan rasa syukur atas ilmu yang telah dianugerahkan Allah kepada para mahasantri melalui bimbingan para guru. Ini juga menjadi ajang silaturahmi dan refleksi atas perjalanan panjang mereka dalam menuntut ilmu,” tuturnya.

Beliau menjelaskan bahwa sebelum mencapai tahap ini, para mahasantri telah melalui berbagai fase pendidikan, dimulai dari pra-Ma’had Aly, di mana mereka dibimbing dengan kitab-kitab dasar, hingga proses pembelajaran intensif selama empat tahun atau lebih. Wisuda ini menjadi penanda keberhasilan mereka dalam menyelesaikan tugas akhir berupa kajian ilmiah dalam bahasa Arab atau syarah atas kitab-kitab klasik.

Gus Fayyadl menekankan bahwa wisuda bukanlah akhir dari perjalanan ilmu. Ia mengingatkan para mahasantri untuk terus belajar dan mengaji sepanjang hayat, sebagaimana tujuan didirikannya Ma’had Aly oleh para masyayikh.

“Ma’had Aly ini didirikan bukan hanya untuk mencetak lulusan, tetapi untuk melahirkan orang-orang yang tekun mengaji, terus belajar, dan mengajarkan kitab kuning,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Gus Fayyadl juga menyampaikan pesan dari Mudir ke-2 Ma’had Aly, almarhum Kiai Romzi Al-Amiri Mannan, yang menekankan pentingnya pengembangan lembaga ini sejak didirikan pada tahun 2004. Salah satu amanatnya adalah agar para mahasantri tidak hanya menjadi kader ulama, tetapi juga intelektual yang mampu menulis karya ilmiah.

“Almarhum Kiai Romzi berpesan, kalau bisa, anak-anak diajari menulis. Karena itu, saya mewajibkan mahasantri untuk menulis, agar mereka bisa menjadi mushonnif (pengarang) yang andal, bukan sekadar ulama, tetapi juga intelektual,” ujarnya.

Selama tahun ajaran berlangsung, Ma’had Aly telah menjalin kerja sama dengan Lembaga Pengembangan Pesantren dan Diniyah (LPPD) Provinsi Jawa Timur serta Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sejak tahun 2021. Selain itu, Ma’had Aly juga mengirimkan mahasantri dalam program pengabdian ke 13 pondok pesantren di Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera.

“Ini adalah harapan dari pondok pesantren, agar kebermanfaatan ilmu yang diperoleh para mahasantri juga bisa dirasakan oleh masyarakat luas,” pungkas Gus Fayyadl.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

Dalam Sepekan, LIPS Nurul Jadid Sabet Enam Gelar Juara Nasional

berita.nuruljadid.net – Prestasi gemilang kembali ditorehkan oleh siswa Language Intensive Programs of SMP Nurul Jadid (LIPS). Dalam kurun waktu sepekan, mereka berhasil meraih enam gelar juara dalam ajang kompetisi kebahasaan tingkat nasional yang digelar di dua lokasi berbeda, yakni MBI Big Fair Mojokerto dan Gebyar Nasional MA Annuqayah Madura.

Kejuaraan yang berlangsung pada 15–22 Februari 2025 itu melibatkan kompetisi pidato dan bercerita dalam Bahasa Inggris dan Arab. Di ajang Gebyar Nasional MA Annuqayah Madura, tiga siswa LIPS menunjukkan kepiawaian mereka, yakni M. Ubaidillah meraih Juara 1 Pidato Bahasa Inggris, Azman Ribbyl Hasan meraih Juara 2 Pidato Bahasa Arab, dan Reifal Aprilio Juara 3 Pidato Bahasa Inggris.

Sementara itu, pada MBI Big Fair Mojokerto, Azman Ribbyl Hasan kembali meraih trofi, yakni Juara 1 Pidato Bahasa Arab, kemudian Selviana Risvi meraih Juara 2 Pidato Bahasa Inggris, serta Siti Hafizzahro Putri M.O. meraih gelar Runner-Up dalam kategori Bercerita Bahasa Inggris.

Pembina lomba, Ridwan Adi Wijaya, mengungkapkan bahwa setiap dari mereka menghadapi tantangan berbeda dalam tiap kompetisi. Khusus di ajang Gebyar Nasional MA Annuqayah Madura, peserta harus melewati seleksi daring sebelum bertanding secara langsung di babak grand final. Sementara itu, di MBI Big Fair Mojokerto, para peserta langsung berkompetisi secara tatap muka.

“Masing-masing event memiliki tantangan tersendiri. Ada peserta yang menghadapi kesulitan dalam proses perekaman video untuk seleksi daring, sementara yang bertanding langsung di lokasi harus berhadapan dengan rasa gugup sebelum tampil,” ungkap Ridwan.

Namun, lanjut Ridwan, berkat kerja keras dan ketekunan dalam latihan, para santri mampu membuktikan bahwa mereka layak bersaing di kancah nasional. Ridwan menambahkan bahwa selain berlatih, santri tersebut juga tekun mengikuti program-program pembelajaran bahasa di Asrama LIPS, sehingga mereka mampu tampil sejajar dengan peserta dari berbagai lembaga di luar pesantren.

“Semoga pencapaian ini menjadi motivasi bagi teman-teman santri lainnya untuk terus mengasah bakat dan keberanian untuk berkompetisi di tingkat yang lebih luas,” pungkasnya.

 

Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika

Pengurus Daerah dan Wilayah Resmi Dilantik, Gus Hilman Beri Motivasi Pengabdian

berita.nuruljadid.net – Kepala Biro Kepesantrenan Pondok Pesantren Nurul Jadid, Kiai Ahmad Madarik, resmi melantik 205 Pengurus Daerah dan Wilayah Syekh Jumadil Kubro periode 2025-2027 di Masjid Jami’ Nurul Jadid pada Sabtu (21/02/25). Pelantikan ini merupakan kegiatan rutin Biro Kepesantrenan yang diadakan setiap dua tahun sekali demi menjaga keberlanjutan generasi pengurus wilayah maupun daerah.

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Kepala I Biro Kepesantrenan, KH. M. Zidny Hilman menekankan bahwa melakukan pengabdian di tempat dirinya menimba ilmu adalah kesempatan yang tak semua orang bisa dapatkan.

“Banyak santri yang memiliki kesempatan untuk belajar dan menimba ilmu di pesantren, namun tidak semua orang memiliki kesempatan untuk melakukan pengabdian kepada pesantren,” tuturnya.

Selain itu, Gus Hilman juga menjabarkan berbagai jenis pengabdian, yaitu mengabdi kepada Allah SWT dengan melakukan ibadah atau melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya. Kemudian pengabdian terhadap pesantren, yakni bukan tentang diangkatnya seseorang tersebut menjadi pengurus melainkan bagaimana cara ia mengemban tugas pengabdian dengan baik.

Menurut Gus Hilman, seorang muslim memiliki sesuatu yang begitu mahal di dalam dirinya. Sesuatu tersebut adalah hidayah, sebab tidak semua orang bisa mendapatkan sebuah hidayah. Beliau memberi contoh Abu Thalib yang selalu menjadi tameng Nabi Muhammad SAW dalam melakukan dakwah, namun wafat tanpa membawa iman.

“Semoga dengan adanya pengabdian ini, kita semua bisa mendapatkan hidayah,” ujarnya disusul oleh para calon pengurus yang mengamini.

Tidak ada rasa nyaman dan enak, lanjut beliau, selama pengabdian tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh. Menurut beliau, apabila terdapat pengurus yang begitu nyaman dengan dedikasinya, maka pengurus tersebut telah keliru dalam memahami arti pengabdian itu sendiri.

Tak hanya itu, Gus Hilman juga mewanti-wanti calon pengurus untuk kembali memperbaiki niat pengabdian.

“Perbaiki niatnya menjadi baik. Niatkan dalam hati bahwa saya ingin diakui sebagai Santri Nurul Jadid dan membantu meringankan beban-beban masyayikh dalam mengurus santri,” pungkasnya.

 

Pewarta: Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor: Ahmad Zainul Khofi