Kami, Santri Nurul Jadid, Berjuang Untuk NKRI (Refleksi Menyambut Hari Santri Nasional)

Tidak ada yang perlu diragukan dalam perjuangan kaum sarungan, berkait ke-ikut-sertaannya memperjuangkan kemerdekaan Nusantara. Semangat pantang menyerah, terbukti mampu meluluhlantakkan semangat agresi kolonealisme di Bumi Pertiwi. Pemikiran santri tidak terbatas pada keingin tahuan baca kitab kuning dan penguasaan terhadap Al-furudhul –Ainiyah. Melainkan terpatri sikap juang dalam membela Tanah Air dan jajahan para penjajah bangsa.  Ada pernyataan cukup fenomenal dalam memmbangkitkan semangat kaum sarungan, adalah Alm. Kiai Zaini Mun’im Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid pertama dalam pernyataannya bahwa “ Orang yang hidup di Indonesia, kemudian tidak melakukan perjuanga, dia telah berbuat maksiat. Orang yang hanya memikirkan masalah ekonominya saja dan pendidikannya sendiri, maka orang itu telah berbuat maksiat. Kita semua harus memikirkan perjuangan rakyat banyak.  Satu diantara beberapa kiai pejuang bangsa yang pernah ada di negeri ini, Kiai Zaini, mampu menanamkan semangat patriot pada seluruh santri dan kawan seperjuangannya. Bahwa, perjuangan untuk kemaslahatan orang banyak merupakan keniscayaan yang harus menjadi prioritas perjuangannya. Orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri adalah mereka yang tidak layak untuk menempati bangsa ini. Karena, bangsa ini merdeka berkat perjuangan para pejuang yang rela mengorbankan jiwa-raga demi tercapainya kesejahteraan anak bangsa sendiri. Sangat disayangkan jika para pahlawan-pahlawan pesantren seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Wahid Hasyim, KH. As’ad Syamsul Arifin, KH. Zaini Mun’im dan beberapa kiai pejuang lainnya, hanya bagaikan cerita-cerita pelengkap dalam sejarah. Seyoyanya harus mampu menjadi  nafas perjuangan santri sesudahnya dalam mempertahankan bangsa dari kemerdekaan.

Santri Nurul Jadid Untuk NKRI

Semua santri, mempunyai komitmen dalam menjalankan amanah agama dan Negara. Melalui, sikap juangnya, meski terkadang memakai jalan yang berbeda-beda. Santri terlahir dari tempat dimana didalamnya terlatih untuk terus peka terhadap persoalan agama dan banga. Ideologinya senafas dengan ideologi NKRI. Maka, tidak salah jika bangsanya di usik mereka akan melakukan perlawanan sesuai dengan kapasitasnya. Lebih lebih saat ideologi Negara terancam oleh ideologi transnasional yang akan merusak karakter dan budaya bangsa. Banyak ancaman-ancaman yang sedang meng-ideologi-sasi rakyat, untuk melawan bahkan keluar dari ideologi Negara yang telah menjadi kesepakatan founding father. Dan, ini merupakan ancaman serius, akan akan membawa terhadap ketidak utuhan bangsa.  Ke-ingin-an (mereka) untuk merubah azas Negara, tidak perlu dipandang remeh, ini persoalan serius yang harus menjadi perhatian semua elemen. Kita tidak menginginkan Negara berada dalam perseteruan berkepanjangan, lebih-lebih terusik oleh anak bangsa sendiri.

Momentum Hari Santri Nasional, memang bukan satu-satunya alat untuk mempertahankan ideologi bangsa. Akan tetapi ini merupakan kesempatan untuk mensiarkan agar bangsa tetap berada pada jalan yang mana disana bangsa dilahirkan. Binnheka Tunggal Ika, tidak hanya semboyan belaka, namun ia merupakan filosofi negara untuk menjaga keutuhannya. Suku, ras, warna kulit, bahasa yang berbeda-beda, termaktub didalamnya, hingga mampu termanisfestasi menjadi Negara yang majemuk. Dengan, semangat persaudaraan-persatuan yang tiada duanya.

Perjuangan Belum Selesai

Santri Nurul Jadid, menjadikan hari bersejarah ini (HSN) sebagai moment untuk mengingat perjuangan berdarah-darah para pejuang. Tidak hanya, membalas budi para syuhada, akan tetapi untuk menanamkan spirit perjuangan, agar kita tidak menjadi bangsa yang lemah, hedonis dan terbawa arus untuk merusak azas bangsa. Patut, memperingati HSN sebagai wujud syukur akan kemenangan kaum sarungan. Dan, salurkan dalam nafas kita sebagai penerusnya agar kita tidak menjadi bangsa yang tak tau diri, hanya sebagai penikmat hasil perjuangan pejuang terdahulu.

Perkembangan IPTEK semakin tak terbantahkan, tuntutan penyesuaian sebuah keharusan. Disitulah, memerlukan spirit juang untuk bisa menjadi cultur broker. Tidak antipati, juga tidak larut hingga akhirnya mempertaruhkan nasib bangsa. Kapitalisme semakin meraja rela, para koorporat seakan tak terbendung melakukan aksinya, hingga nasib rakyat harus tetap terkawal agar bisa hidup nyaman di rumahnya sendiri. Indonesia rumah kita, tidak perlu kita gadaikan kepada para investor. Bagaimana nasib petani garam di Madura, mereka menangis kehilangan penghasilan layak. Tepat sekali KH. Abd. A’la menyuarakan nasib petani garam di depan Presiden RI Ir. H. Joko Widodo, saat menghadiri acara Hari Perdamaian Dunia. Saat (mereka) bukan santri tidak berani menyuarakan nasib para petani, santri harus mampu menjadi mediator, agar keinginan para rakyat kecil tersampaikan.

 

Oleh: Ponirin Mika (Sekretaris Biro Kepesantenan PP. Nurul Jadid sekaligus Sekretaris Kegiatan Hari Santri Nasional PP. Nuru Jadid)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *