Kh. Moh. Zuhri zaini: Barokah itu Diukur Dari Kebermanfaatan

Peran Santri Dalam Meredam Intoleransi

nuruljadid.net-Toleransi ditinjau dari perspektif islam adalah tasammuh (menerima dan meghargai perbedaan), dalam artian tidak memusuhi dan mengingkari, namun bukan berarti kita juga mengikuti terhadapat perbedaan tersebut, melainkan kita hanya menghargai dan menghormati perbedaan tersebut. Karena, mengikuti dan menghargai itu berbeda makna.

Namun, seiring dengan berkembangnya zaman rasa toleransi sering kali terabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama, bagi kaum radikalis yang sering kali menjadi biang kerok dibalik merebaknya kasus-kasus intoleransi di nusantara ini.

Perlu diketahui, radikalisme itu bersumber dari karakter masing-masing orang, namun radikalisme tak pernah diajarkan didalam agama islam. Sebab, dari historisnya (sejarahnya) agama islam merupakan agama yang mengajarkan toleransi, sebagaimana yang telah dipercontohkan oleh nabi Muhammad SAW.

Selain itu, perlu digaris bawahi juga bahwa radikal bukan hanya berbentuk kekerasan, namun juga bisa berbentuk pemikiran seperti filsafat, akan tetapi filsafat bukanlah radikal yang bersifat keras melainkan hanya berupa bentuk pemikiran.

Orang yang bersikap radikal rata-rata tidak bisa diajak kompromi, namun tak semua orang yang radikal tak bisa dikompromi, sebagian dari mereka masih bisa diajak kompromi, yakni orang radikal dalam aspek alur pemikiran bukan dalam sikap dan tindakan.

Berfikir radikal itu tidak dilarang, asalkan tidak melakukan tindakan radikal, karena yang menjadi masalah utama ialah tindakan radikal, jadi radikal masih bisa dibenarkan ialah bila tidak berbentuk tindakan, namun hanya berupa pikiran. Sungguh pun demikian radikal dalam pemikiran bisa saja berubah menjadi radikal dalam bentuk sikap dan tindakan.

Memasuki tahun pemilu, orang orang yang memiliki sifat radikal mulai bermunculan dan melakukan tindakan intoleransi, mereka berdalih bahwa tindakan yang mereka lakukan benar berdasarkan agama maupun faktor lain. Namun, itu hanyalah sebuah alasan belaka sebagai pembenar atas tindakan radikal atau intoleransi yang telah mereka lakukan.

Sejatinya tabi’at politik cenderung kepada perbedaan, masing masing partai politik pastilah memiliki pendapat yang berbeda beda, jadi perpolitikan sangatlah penuh kontroversi. Dalam dunia islam, kita juga mengenal khilafiyah, sebab, perpecahan yang terjadi dalam agam islam itu juga disebabkan oleh politik.

Seyogyanya partai politik, haruslah menjadi wadah untuk menampung aspirasi masyarakat, tentunya partai politik harus bisa menjalankan amanah yang mereka emban dengan sebaik mungkin. Sebab, partai politik juga pilar demokrasi.

Berdasarkan realitanya, banyak politisi tak lagi menjadi uswah (contoh) yang baik bagi masyarakat, melainkan mereka mengadu domba masyarakat, untuk mencari keuntungan bagi diri dan kelompoknya.
Demi terwujudnya kedamaian di indonesia, seharusnya toleransi perlu ditingkatkan. pemerintah seharusnya bersikap adil, karena penguasa jugalah berpolitik. Penguasa juga harus memberikan contoh yang baik dan jangan malah berbuat tindakan intoleransi.

Karena, hal itu dapat berimbas terhadap merebaknya kasus intoleran yang dilawan dengan intoleran, sehingga tindakan tersebut bukan menjadi solusi, melainkan akan menyebabkan situasi intoleran yang ada di Indonesia akan jauh lebih membengkak.

Indonesia juga merupakan negara yang berdasarkan hukum, sehingga segala penyelesaian permasalahan antara individu atau kelompok haruslah melalui jalur hukum. Jadi, ketika kita ingin meminimalisir kasus intoleransi yang terjadi, maka kita harus meredamnya dengan jalur hukum bukan malah membalasnya dengan perbuatan intoleran juga (menghakimi sendiri).

Sebagai kaum sarungan (santri),kita juga harus ikut serta dalam meredam kekerasan para kaum radikalis.Tentunya, sebagai santri yang berpegang teguh pada ajaran nabi Muhammad SAW, kita harus dapat mewujudkan ajaran toleransi yang telah diajarkan oleh beliau. Bukan malah ikut-ikutan dalam aksi-aksi yang berbau radikalis.

Ekstrim dan radikal memang punya keserupaan, keduanya merupakan sifat yang memang telah ada dalam diri manusia. Sifat ekstrim dan radikal bahaya jika saja tidak berbentuk tindakan kekerasan dan tidak melibatkan orang lain sebagai korbannya. Jadi, tindakan ekstrim dan radikal sangatlah bahaya jika dilakukan dengan kekerasan, karena memang mereka meliki perawakan yang keras jika ditinjau dari luar.

Setiap orang yang berpendirian, pastinya, akan mengartikan toleransi sebagai suatau kewajiban dalam bermasayarakat, dan mereka juga akan memaknainya sebagai suatau sifat penghormatan dan menghargai terhadap perbedaan. Bukan malah menjadikan toleransi sebagai tuntutan mengikuti pendapat yang salah.

Kendati demikian pun juga diperuntukkan bagi santri untuk harus tetap berpegang teguh terhadap ajaran ahlus sunnah wal jamaah yang mengajarkan tentang tasammuh (toleransi), dan menjadi solusi dari intoleransi yang terjadi. Sebab, santrilah manifestasi murni ajaran kanjeng nabi.

 

Penulis : Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo

Sumber : Majalah Kharisma MANJ

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *