Resensi Buku: Panduan Shalawat Nahdliyah Karya Kiai Hasan Abdul Wafie
Oleh: Alfin Haidar Ali*
nuruljadid.net – Pada Kamis malam Jum’at, (09/11/2023), di Pondok Pesantren Nurul Jadid diadakan peringatan haul ke-23 Alm. K. H. Hasan Abdul Wafie. Acara ini menyimpan sebuah momentum yang istimewa, yaitu peluncuran Buku Panduan Shalawat Nadhliyah karya Kiai Hasan Abdul Wafie, selanjutnya akan disebut sebagai Kiai Hasan.
Kiai Hasan, sosok yang dikenal sebagai kiai yang tegas, telah dikenal luas oleh warga Nahdlatul Ulama (NU) berkat kontribusinya mengarang Shalawat Nadhliyah. Meskipun acara tersebut tidak secara khusus mengadakan sesi peluncuran buku, beberapa kiai, keluarga, dan tamu VVIP menerima salinan Buku Panduan Sholawat Nadhliyah.
Salah satu yang menerima buku adalah Kiai Zainul Mu’in Husni, seorang santri yang pernah belajar langsung dari Kiai Hasan dan saat ini mengasuh sebuah pondok pesantren di Besuki – Situbondo serta menjabat sebagai Rois Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Situbondo.
Kiai Zainul Mu’in Husni, yang berperan memberikan mauidhah hasanah di acara itu, menjelaskan betapa pentingnya kita untuk menjaga warisan yang ditinggalkan oleh Kiai Hasan. Salah satu di antaranya adalah Shalawat Nadhliyah.
Asal Mula Shalawat Nadliyah
Banyak masyarakat NU mungkin belum mengetahui asal mula atau sejarah pembuatan shalawat ini. Dalam buku “Panduan Shalawat Nadhliyah,” dijelaskan bahwa Shalawat Nahdliyah memiliki latar belakang cerita dari peristiwa-peristiwa yang melibatkan NU, yaitu sejak Muktamar NU ke-29 pada bulan Desember 1994 di Cipasung, yang dikenal dengan sebutan “Muktamar Cipasung.”
Almarhum KH Hasan Abdul Wafie dengan jelas menyatakan tujuan pembuatan shalawat ini:
“Maka alfaqir ad-dha’if mengharap seluruh pengurus cabang NU di Jawa Timur untuk mengumumkan dan menyebarluaskan shalawat dan doa yang tersebut di atas kepada anggota-anggota warga Nahdliyin dan Nahdliyat kita, agar jam’iyyah kita, NU, keluar dari gelapnya beban-beban pikiran dan kesedihan-kesedihan yang melingkupinya sejak Muktamar NU ke-29 di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya Jawa Barat.”
Muhammad al-Fayyadl, M.Phil., cucu dari Kiai Hasan yang saat ini aktif sebagai Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid, menjelaskan bahwa Muktamar Cipasung dikenal sebagai muktamar yang paling menegangkan dalam sejarah NU.
Pada muktamar ini, terjadi penindasan oleh pemerintah Orde Baru terhadap NU. Meskipun menghadapi berbagai intimidasi fisik, Presiden Soeharto berupaya menjatuhkan K. H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang ditengarahi mengakibatkan perpecahan di kalangan tokoh NU dan ulama. Namun, berkat rahmat Allah, NU akhirnya mampu bertahan dari badai perpecahan tersebut, dan Gus Dur memimpin NU hingga jatuhnya rezim Orde Baru dan Masa Reformasi pada tahun 1998.
Shalawat ini diperkirakan disusun dalam suasana Muktamar Cipasung, pada akhir tahun 1994 atau awal tahun 1995. Pengarangnya, almarhum KH Hasan Abdul Wafie, dikenal sebagai tokoh kiai yang sangat berdedikasi dan berperan aktif dalam NU, terutama di Jawa Timur.
Pada haul ke-23, Kiai Zainul Mu’in Husni menambahkan dimensi unik pada sejarah pembuatan Shalawat Nahdliyah. Kisah ini diceritakan berdasarkan penuturan asatidz Ma’had Aly Sukorejo, tempat Kiai Hasan pernah mengajar. Kiai Hasan Abd. Wafie dalam mengarang sholawat nadhliyah ini, terlihat begitu tulus. Ust. Nawawi Thobroni, salah satu asatidz Ma’had Aly Sukorejo, menceritakan, “Saat itu ada saya. Beliau mengambil kertas lalu langsung menulis. ‘Ini sholawat untuk perjuangan,’ kata Kiai Hasan.”
Pada saat itu, shalawat ini belum memiliki nama resmi. Namun, kini Shalawat Nahdliyah telah menjadi viral dan tersebar luas. Mungkin karena ketulusan Kiai Hasan dan ikatan eratnya dengan NU, shalawat ini, tanpa upaya tirakat—sebagaimana istilah yang sering kita pakai—diijabahi oleh Allah dan menjadi amalan di kalangan warga NU, menjadi warisan berharga bagi umat.
“Sholawat Nahdliyah termasuk warisan yang ditinggalkan oleh beliau, yang kini dikenal secara nasional, layak dilaksanakan oleh seluruh nadhliyin, sebagaimana dijelaskan dalam buku panduan ini. Hal ini merupakan upaya dan permohonan kepada Allah SWT agar NU dapat merata sampai ke tingkat bawah, bukan hanya di tingkat cabang NU, tetapi juga di tingkat anak ranting,” ujar Kiai Zainul Mu’in Husni.
Dalam pernyataan penutup maudizhoh hasanah, Kiai Zainul Mu’in Husni menyelipkan pesan kepada seluruh hadirin, “Isi buku ini perlu dipahami, dianalisis, dicerna, dan diaplikasikan. Mungkin ini bisa menjadi pendorong untuk munculnya semangat jihad NU di setiap individu kita.”
Judul Buku: Panduan Shalawat Nahdliyah
Penyusun: K. Muhammad al-Fayyadl, M. Phil.
Penerbit: Bayt el-‘Ulum (Ma’had Aly Nurul Jadid)
Terbit: Rabiul Awal 1445 H. / November 2023 M.
*) Mahasiswa Ma’had Aly Nurul Jadid
Editor: Ahmad Zainul Khofi
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!