Mengenang Kiai Hasan Abd. Wafie, Sosok Macan Bahtsul Masail PBNU dan Ahli Fikih yang Wara’
Oleh: Alfin Haidar Ali*
nuruljadid.net – Sudah banyak artikel yang membahas sosok Kiai Hasan Abdul Wafie yang dapat ditemukan di internet melalui mesin pencarian Google. Meskipun demikian, pada momentum Haul ke-23 Alm. K.H. Hasan Abdul Wafie yang diadakan pada Kamis (09/11/2023) di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur, terdapat beberapa poin menarik yang dapat kita petik.
Kiai Zainul Mu’in Husni, yang diamanahkan sebagai pembicara Mauizhatul Hasanah, membagikan kenangan-kenangan terkait Kiai Hasan Abdul Wafie. Salah satu aspek menarik yang mungkin belum banyak diketahui oleh warga NU, termasuk santri Nurul Jadid, adalah reputasi Kiai Hasan sebagai “Macan Bahtsul Masail” di tingkat PBNU.
Meskipun istilah “Macan Bahtsul Masail NU” sudah pernah terdengar sebelumnya, namun sebab penyematan gelar itu belum ada contoh kasus konkret yang dapat dijelaskan. Pada malam tersebut, Kiai Zainul membuka tabir cerita. Salah satu contohnya, sebagaimana diungkap oleh Kiai Zainul, terjadi pada Muktamar NU di Semarang. Saat itu, hampir seluruh peserta muktamar mengalami kebuntuan dalam suatu diskusi, tetapi justru Kiai Hasan yang menemukan solusi.
Perbincangan saat itu membahas pemindahan masjid. Para peserta muktamar tidak menemukan penjelasan yang memungkinkan pemindahan masjid, khususnya dalam pandangan mazhab Syafi’i. Namun, Kiai Hasan memberikan solusi.
“Kita ikut mazhab Hanafi yang membolehkan memindahkan masjid dari satu tempat ke tempat lain karena suatu kemaslahatan,” terang Kiai Hasan.
Meskipun usulan ini mendapat retensi dari sebagian ulama, Kiai Hasan dengan tegas menyatakan, “Loh, NU ini kan tidak hanya syafi’iyah. NU itu mengikuti mazhab empat dan itu jelas dalam AD/ART. Mazhab Hanafi adalah bagian dari mazhab empat.”
Keputusan ini kemudian diterima, dan ternyata terdapat rujukan dalam atsar yang mencatat bahwa Sayyidina Umar bin Khatab pernah memindahkan masjid dari tempat yang padat penduduk ke tempat lain karena kepentingan sosial. Tempat bekas masjid tersebut bahkan dijadikan pasar.
Kiai Zainul Mu’in Husni, yang pernah belajar langsung dari Kiai Hasan, juga membagikan sisi lain dari sosok Kiai Hasan. Beliau seringkali menyampaikan bahwa dirinya bukanlah orang yang cerdas, melainkan orang yang rajin.
“Saya ini bukan orang cerdas, tapi rajin. Biasanya cobaan orang cerdas adalah tidak rajin,” demikian kata Kiai Hasan yang sering diutarakan kepada para para santrinya, termasuk Kiai Zainul.
Namun, prestasi Kiai Hasan tidak hanya sebatas sebagai Macan Bahtsul Masail. Beliau juga dikenal sebagai ahli fikih yang wara’. Meskipun banyak yang pandai dalam bidang fikih, jarang ditemui orang yang wara’. Kiai Hasan membedakan dirinya dengan menyikapi ilmu fikih dengan penuh wara’, yaitu sikap hidup untuk menjauhi perbuatan makruh dan syubhat, terlebih lagi hal-hal yang haram.
*) Mahasiswa Ma’had Aly Nurul Jadid
Editor: Ahmad Zainul Khofi
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!