Pos

KH. Moh. Zuhri Zaini : Pengurus dan Wali Asuh Mendidik Santri Harus Sabar dan Telaten

nuruljadid.net – Biro Kepesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid Bidang Bagian Konseling (BK) dan Wali Asuh (WA) mengadakan Ngaji Bareng pengasuh khusus pengurus dan wali asuh asrama pusat Selasa malam di Aula I KH. Zaini Mun’im (27/09/2022).

Ngaji bareng merupakan bentuk dari ngaji ruhul khidmah kepada pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini, sebagaimana disampaikan oleh Kabid. BK/WA dan Penataan Wilayah Ustaz Alief Hidayatullah bahwa kegiatan ini bertujuan dalam rangka me-refresh kembali semangat pengabdian dan meningkatkan layanan kepada santri di pesantren.

Acara yang dimulai sejak pukul 19.30 WIB ini diawali dengan pembacaan Maulid Simtudduror karena telah memasuki bulan Robiul Awal, sehingga ummat Islam disunnahkan perbanyak membaca sholawt dan pujian atas Nabi Muhammad SAW. Tepat pukul 20.15 WIB pembacaan simtudduror yang dipimpin oleh perwakilan wali asuh usai bersamaan dengan kedatangan pengasuh.

Moh. Zuhri Zaini dalam tausiyahnya berpesan kepada setiap pengurus yan hadir termasuk wali asuh untuk mengedepankan rasa kasih sayang dan sikap mengayomi melalui ketauladanan yang baik kepada santri agar dapat dicontoh dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, kiai Zuhri juga menjelaskan bahwa terdapat dua jenis emosi yang dimiliki oleh semua manusia normal yaitu pertama emosi yang berupa amarah dipicu oleh kebencian dan kedua emosi yang mengekspresikan perasaan senang berlebih. Beliau menyampaikan bahwa kita perlu menyeimbangkan keduanya agar diri kita dapat dikendalikan untuk tetap objektif dalam menilai sesuatu.

Beragam niat santri yang mondok di pesantren, ada tipe santri yang mondok sambil sekolah, ini baik karena tujuan utamanya adalah mondok untuk mengaji dan membina akhlaqul karimah. Sedangkan tipe santri yang lain yaitu niat sekolah sambil mondok dimana tujuan utamanya adalah sekolah formal, bukan mondoknya. Hal ini juga tidak sedikit datang dari fakor wali santri.

Dalam menyikapi hal tersebut kiai Zuhri berpesan agar pengurus harus perbanyak sabar dan telaten. Sabar dalam mendidik dan menganyomi serta telaten. Telaten artinya pengurus harus cermat, hati-hati, teliti, rajin, dan tekun untuk membimbing para santri tidak sembarangan karena mereka adalah amanah dari para orang tua juga masyarakat. Insyaallah jika hal ini dilakukan dengan penuh sabar dan ikhlas akan bernilai pahala dan kebarokahan yang luar biasa.

Beliau juga bercerita bahwa banyak orang yang menganggap peran pengasuh di pesantren sangat besar padahal itu tidak sepenuhnya benar. Beliau menganalogikan bahwa peran pengasuh itu ibarat pentolan tasbih yang besar dengan peran yang sangat kecil, sedangkan pengurus ibarat pentolah tasbih kecil berisi 99 biji yang perberan besar dalam berdzikir karena lebih banyak terhitung. Sedangkan pentolan tasbih besar hanya sesekali dilewati jika hendak mencapai hitungan seratus.

Di akhir tausiyah, Kiai Zuhri mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada seluruh pengurus dan wali asuh yang tetap berkhidmat kepada pesantren untuk mengemban amanah yang mulia ini. Beliau juga mendoakan semoga semuanya diberikan kesabaran dan kebarokahan dalam menjalankan tugas di pesantren. Acarapun diakhiri dengan doa dan penganugerahan pengurus berprestasi.

Turut hadir pada kegiatan Ngaji Bareng tersebut Kabid. Tarbiyah wa Ta’lim, ustaz Misbahul Munir; Kabid. BK WA dan Penataan Wilayah, ustaz Moh. Alief Hidayatullah; Kabid. Kesejahteraan Santri, ustaz Ghofur Haikal; Wakabid Kemanan dan Ketertiban, ustaz Afifi.

Kegiatan berjalan dengan khidmat, pengurus nampak sangat antusias dan khusyuk mendengarkan tausiyah pengasuh yang sesekali diselipi gurauan ringan khas beliau. Pengurus dan wali asuh merespon dengan senyum dan tertawa kecil tanpa menghilangkan kekhidmatan acara tersebut.

 

 

(Humas Infokom)

Wilayah Zaid bin Tsabit Putri Resmi Menutup Kegiatan Harian, KH. Moh. Hefni Mahfudz: Santri Adalah Penyambung Lidah Masyayikh

nuruljadid.net – Menjelang libur Ramadhan 1443 H, semua kegiatan harian di wilayah Zaid bin Tsabit Putri Pondok Pesantren Nurul Jadid resmi ditutup, Ahad (27/3/2022) malam lalu. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh pemangku KH. Moh. Hefni Mahfudz.

Kegiatan yang sudah menjadi rutinitas wilayah Zaid bin Tsabit Putri setiap menjelang libur santri ini dilaksanakan di area halaman wilayah sebelah barat mushalla, tepat di depan panggung utama.

“Kita memang rutin melaksanakan  penutupan kegiatan harian santri setiap menjelang liburan seperti malam ini, kalau pondok tidak libur waktu Ramadhan, maka acaranya kegiatan penutupan kegiatan harian sekaligus pembukaan kegiatan Ramadhan,”  kata ustazah Nur Badriyah, kepala wilayah Zaid bin Tsabit Putri.

Lebih lanjut ustazah Badriyah mengatakan, kalau yang ditutup hanya kegiatan KBM saja, untuk kegiatan seperti ibadah shalat jama’ah tetap berjalan seperti biasanya,” sambungnya.

(Sesi foto bersama para asatiz bersama kepala Madrasah Diniyah Nurul Jadid Ustaz Saili Aswi)

Sebagai acara inti dari kegiatan ini adalah nasihat dari pemangku wilayah Zaid bin Tsabit, KH. Moh. Hefni Mahfudz.

Dalam tausiyahnya beliau banyak memberikan arahan terkait pengamalan ilmu yang telah diperoleh ketika belajar dan mengaji di Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Semoga kita diberi hidayah untuk mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh,” harap beliau.

Kiai Hefni juga menegaskan kalau acara kegiatan nasihat yang diberikan oleh kiai kepada santri sebelum liburan sudah menjadi tradisi yang ada di Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Alhamdulillah, malam ini kita bisa melestarikan apa yang sudah menjadi tradisi dari masayikh kita di pondok ini, setiap menjelang liburan ada tausiyah untuk santri,” sambung beliau.

Secara khusus beliau juga menekankan pesan khusus ketika libur di rumah.

“Santri itu adalah penyambung lidah masayikh ketika di rumah, kita pulang untuk berlatih mensyiarkan Islam dan bersosialisasi dengan masyarakat,” imbuh beliau.

(Pemberian penghargaan kepada santri berprestasi dan santri tauladan wilayah Zaid Bin Tsabit (K) Putri)

Di penghujung tausiyah, beliau juga menyampaikan terima kasih kepada asatidz yang telah terlibat dalam pembinaan santri.

“Saya berterima kasih kepada asatidz yang telah dengan sabar dan penuh ketekunan ikut membina santri di sini, semoga bisa dipertemukan dengan guru utama, yaitu Rosulullah SAW,”

“Untuk para santri semoga semua mendapat ilmu yang bermafaat dan barokah,” doa beliau, yang disambut dengan gemuruh amin semua hadirin.

(Penampilan puisi oleh santri wilayah Zaid Bin Tsabit (K) Putri saat penutupan kegiatan harian wilayah menjelang liburan)

Dalam acara yang disiarkan langsung dalam youtube ini juga dikhidmatkan dengan pemberian hadiah kepada santri berprestasi dan santri tauladan serta penampilan puisi santri.

 

(Humas Infokom)

Pengasuh: “Tafaqquh Fiddin”, Pesantren Harus Bekali Santri Tidak Hanya Agama, Tapi Juga Karakter dan Etika

nuruljadid.net – (18/12) Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dalam sambutannya, memberikan apresiasi dan mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada pengurus pesantren yang telah menjalankan amanah program tahun 2021.

“Saya mengucapkan terima kasih atas kinerja pengurus selama ini. Dan saya mohon maaf karena tidak bisa ikut mendampingi terhadap kinerja pengurus terutama di akhir tahun untuk menyusun laporan dan program,” tutur KH. Moh. Zuhri Zaini.

Pada sambutan yang juga sekaligus tausyiah tersebut, Kiai Zuhri menyampaikan tujuan pesantren bahwa pesantren memiliki banyak fungsi.

“Pesantren mempunyai beberapa fungsi sebagai Lembaga Dakwah, Pendidikan, Pengkaderan dan Pemberdayaan. Tentu pesantren harus terus melakukan upaya perbaikan-perbaikan demi mewujudkan visi dan misi yang diemban pesantren,” imbuhnya.

(Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini tengah menyampaikan tausyiah pada kegiatan Penetapan Program/Anggaran Tahun 2022 di Aula 1 PPNJ)

Pesantren sebagai lembaga pendidikan harus terus berinovasi dalam mendesain pendidikan yang dapat membekali santri dengan ilmu agama tanpa menafikan pentingnya ilmu umum serta penguasaan teknologi di era disruptif dewasa ini.

Pesantren sebagai lembaga dakwah yaitu agen perubahan. Dakwah dalam arti mengubah dari hal yang tidak baik menjadi hal yang baik dan meningkatkan yang sudah baik dalam segala aspek kehidupan. Hal ini berkesinambungan dengan misi pendahulu kita (misi risalah Rasul) yang diteruskan oleh para ulama.

Kaderisasi santri merupakan salah satu fungsi pesantren, bagaimana pesantren mampu mengkader santri dengan kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan pesantren dan masyarakat kelak. Hal ini diimplementasikan dengan penjaringan santri yang memiliki potensi dengan berbagai program penguatan keahlian.

Pesantren juga berfungsi sebagai pemberdayaan melalui pelayanan kepada masyarakat atau ummat, baik kepada santri maupun masyarakat secara umum. Karena keberadaaan pesantren sejak awal merupakan bagian struktur sosial masyarakat yang tak terpisahkan.

Sebuah keniscayaan bahwa kerja besar itu butuh manajemen organisasi yang baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pendampingan dan pengawasan hingga evaluasi.

“Evaluasi dan perbaikan harus terus dilakukan. Lebih-lebih dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin berkembang,” ungkapnya.

Kiai Zuhri menyampaikan perlu adanya penguatan di setiap lini. Sesudah berhasil membuat perencanaan program setahun kedepan mengacu pada hasil evaluasi akhir tahun. Oleh karenanya, pengelolaan kelembagaan dan organisasi yang profesional mutlak menjadi sebuah kebutuhan bersama.

(Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini tengah menyampaikan tausyiah pada kegiatan Penetapan Program/Anggaran Tahun 2022 di Aula 1 PPNJ)

Tidak kalah penting, Kiai Zuhri menguatkan pesan dalam tausyiahnya bahwa misi pesantren sebagai tafaqquh fiddin harus membekali santri tidak hanya agama, tapi juga karakter dan etika karena dewasa ini bangsa dan dunia tengah menghadapi krisis ketauladanan dan moral.

Poin selanjutnya yang Kiai Zuhri sampaikan adalah penguatan ekonomi mandiri Pesantren. Pesantren jangan sampai hanya bergantung pada dana yang dipungut dari santri dan Wali Santri. Sehingga pesantren perlu untuk terus berupaya melakukan pembangunan dan penguatan ekonomi. Belajar dari orang kita (NU) sendiri yang sudah berhasil, karena kerja bisnis tidak perlu terlalu teoritis, terpenting mau bekerja keras dan tekun.

Di Pondok Pesantren Nurul Jadid program penugasan tenaga pendidik belum menjadi tradisi. Kedepan perlu ditekankan dalam menggembleng santri yang disiapkan menjadi pendidik. Penguatan tidak sekedar akademik atau keilmuannya saja, namun juga kepribadian, tradisi pesantren dan nilai-nilai pesantren yang harus dikenalkan kepada masyarakat melalui penjalinan kerjasama dengan pihak luar.

 

(Humas Infokom)

KH. Najiburrahman Wahid: Tugas Santri Ada Dua, Memperdalam Ilmu Agama dan Memberi Peringatan

nuruljadid.net – “Konon ada kategori pengurus kader dan pengurus tetap. Pengurus tetap itu yang menetap disini (red : pp. nurul jadid) yang aslinya bukan dari sini kemudian menjadi muhajirin. Jadi nurul jadid ini dulu kan memang makam besar. Kiai Zaini saja pendatang kemudian di susul oleh pendatang yang lain bedanya mungkin hanya pendatang yang lama dan pendatang yang baru bahwa bedanya pendatang dengan pribumi. Terkait dengan pendatang tempat asal kita adalah akhirat di surga nenek moyang kita nabi adam dan kita akan kembali ke akhirat lagi kita hanya mampir sebentar,”.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Kepala Pesantren I, KH. Najiburrahaman Wahid saat mengisi tausiah dalam acara sosialisasi elektronifikasi perizinan santri Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo yang bertempat di Aula I PP. Nurul Jadid pada Senin Malam, (13/01/2020).

Kiai Najib, (sapaan akrab KH. Najiburrahman Wahid) menjelaskan tentang 2 tugas santri, yakni : memperdalam ilmu agama dan memberi peringatan jika ada santri setelah selesai pendidikan tapi tidak pulang dan diperdayakan ke pesantren. “Tugas santri itu ada dua macam memperdalam ilmu agama dan untuk memberi peringatan jika ada santri disini setelah tidak pulang itu termasuk muhajirin brati kaumnya pindah yang dari awalnya di luar sana maka tempatnya akan kesini. Oleh karena itu alangkah baiknya kita canangkan bahwa para ustadz yang ada disini diperdayakan,” dawuh beliau.

Berkaitan dengan elektronifikasi perizinan santri beliau menegaskan, agar pengurus & wali asuh lebih hati-hati dalam mengizinkan anak asuhnya, karena santri yang berada di nurul jadid ini adalah titipan pengasuh. “Jadi wali asuh ini harus ada karena sebenarnya santri yang berada di nurul jadid ini adalah anak titipan yang sejak awal itu santri menitipkan ke pengasuh jadi yang punya amanah itu pengasuh karena kenapa dalam pemberian tanda tangan terakhir itu harus pengasuh,” tutur beliau.

Putra ke empat KH. Abdul Wahid Zaini itu, berpesan agar selalu mengingatkan anak asuh nya untuk selalu memperhatikan pendidikan sebagaimana layaknya orang tua menyayangi anaknya. “Pengurus itu setidaknya sama sayangnya kepada santri seperti halnya orang tua menyayangi anaknya. Sebagaimana orang tua menyayangi anaknya orang tua kan ingin anaknya Pinter, bisa baca Al-Qur’an, & Akhlaqnya Baik,” imbuh beliau.

Kemudian tausiah terakhir, beliau berpesan agar tidak menjadikan pondok itu sebagai sambilan tapi misi mulia, dan merupakan tugas utama bukan sambilan. “Kita ini menampung putra-putri umat islam, yang di bertaruhkan itu adalah masa depan umat islam,” pungkas beliau.

Penulis : Badrus

Editor : Ponirin

Program Baru Pesantren Untuk Kesejahteraan Santri

Program Baru Pesantren Untuk Kesejahteraan Santri

nuruljadid.net – Biro Kepesantrenan yang diketuai oleh K. Imdad Robbani terus melakukan perubahan – perubahan untuk mensejahterahkan para santri. Salah satu program yang diluncurkannya ialah indekost makanan untuk para santri.

Program tersebut disampaikan oleh K. Imdad Robbani di Masjid Jami’ Nurul Jaidd dalam penyampaiannya, beliau berkata bahwa tujuan program tersebut ialah untuk menertibkan kegiatan – kegiatan harian santri.

“jadi dalam rangka berkhidmat, sahabat -sahabat santri sekalian diaturlah seperti ini (indekost makanan para santri.red) yang tujuannya untuk menertibkan kegiatan dan pengurus biar mudah mengatur para teman – teman santri untuk melakukan kegiatan pesantren,” tutur beliau, Ahad (11/03/18).

Tak hanya itu, beliau juga menyampaikan bahwa pembayaran dapat disetorkan kepada pengurus wilayah masing – masing.

 “untuk pembayaran itu silahkan membayar kepengurus wilayah masing – masing nanti kedepan pembayaran itu bisa disetorkan dibank dan bukan hanya makanan saja nanti kedepannya semua kebutuhan santri itu tidak menggunakan uang tunai(cashless),”imbuh beliau.

akhir tausiyah beliau menyampaikan bahwa program tersebut telah diketahui dan mendapat izin dari Pengasuh dan Kepala Pesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid.(ahmad)

KH. Zuhri Zaini Berpita Merah Putih

Menyambut HSN 2017, Ini Pesan KH. Moh. Zuhri Zaini

nuruljadid.net – Menyambut hari santri nasional pada 22 Oktober 2017 ini, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini mengingatkan agar santri tidak terjebak pada acara seremonial, tetapi bagaimana memberikan peran yang bermanfaat.

“Seremonial itu sebagai penggugah saja supaya kita semangat bekerja,” begitulah pesan Kiai Zuhri. Oleh karena itu, kita bersama pemerintah dan komunitas lain harus ikut terlibat melakukan pembangunan dalam segala aspek kehidupan terutama yang sesuai dengan kompetensi santri seperti dakwah dan pendidikan. Namun bukan berarti melupakan bidang kebudayaan, ekonomi dan politik.

“Kalau dalam bidang pendidikan saya kira pesantren sejak dulu berkontribusi pada masyarakat, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Tentu peran ini akan berdampak pada bidang ekonomi.” tambah Kiai low-profil ini.

Namun peran yang tidak kalah pentingnya, jelas Kiai Zuhri, adalah mempertahankan kemerdekaan, menjaga keutuhan bangsa sebagaimana kiai dan santrinya dahulu kala. Islam rahmatana lil alamin atau yang dikatakan sekarang Islam Nusantara itu harus dikembangkan.

“Karena kita sekarang menghadapi penetrasi paham-paham yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita. Sekalipun mereka mengatasnamakan Islam tapi dari sisi prilaku mereka tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya.” Ungkap Kiai Zuhri.

Sehingga santri sebagai orang-orang yang mewarisi peran ulama dan nabi tidak boleh berpikir dan membekali ilmu untuk kepentingan sendiri dan keluarganya, melainkan juga harus berpikir untuk masyarakat, umat dan bangsa.

“Santri tidak harus jadi kiai ataupun jadi ustad. Jadi apa saja yang penting bermanfaat untuk umat, bangsa dan negara. Untuk bisa berperan lebih baik, santri jangan berhenti belajar, jangan hanya beramal tapi juga belajar.” Pungkas Kiai Zuhri Zaini.(Rizky)

 

 

K. Imdad Robbani : Jadikanlah Al Qur’an Sebagai Pendamping yang Bisa Dijadikan Tuntunan Bagi Kita

nuruljadid.net – Pelantikan dan Lepas Pisah merupakan sebuah kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Melepas dan melantik merupakan sebuah proses pembelajaran sekaligus pengkaderan dalam sebuah organisasi. Dimana didalamnya harus ada peremajaan atau pembaharuan dalam sebuah organisasi agar terdapat sebuah jenjang karir yang terstruktur. Dan itu merupakan sebuah hal yang lumrah dalam organisasi.

Pesantren yang salah satu fungsinya adalah pengkaderisasian terjadi di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Malam ini, Pengurus Mushalla Raudlatul Qur’an melakukan regenerasi yang bertujuan untuk memberikan nuansa baru dalam organisasinya. Proses Pelantikan dan Pelepasan pun menjadi rentetan agenda pada malam hari ini (06/04).

Kegiatan yang bertempat di Raudlatul Qur’an ini dihadiri oleh Wakil Kepala Biro Kepesantrenan, K. Imdad Robbani yang mewakili Kepala Biro Kepesantrenan, KH. Fahmi AHZ yang tidak bisa hadir pada acara ini. Dalam kesempatan ini beliau diminta untuk memberikan mauidatul hasanah bagi pengurus terlantik dan demisioner.

Pada awal mauidatul hasanah beliau, beliau menyampaikan bahwa orang yang belajar dan mengajar Al Qur’an itu adalah sebaik baiknya ummat Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menyampaikan selamat kepada pengurus muta’allim yang telah diwisuda karena mereka telah melalui satu tahap yakni ta’allama dan akan menunjang tahap wa’allamah. Beliau juga berpesan kepada para muallim untuk tidak pernah jerah dalam belajar.

“Belajar adalah proses sepanjang hidup, jangan pernah berhenti mengejar dan jangan pernah sedikitpun merasa bahwa dengan wisuda ini saya sudah selesai belajar.” Dawuh beliau.

“Belajar Al Qur’an itu tiada batasnya. Karena Al Qur’an adalah firman Allah yang tiada batasnya. Bagi kalian yang telah diwisuda, ini adalah kulit terluar untuk membaca Al Qur’an. Jangan lupa, dibalik kulit tersebut masih ada sari pati yang isinya tentang kandungan firman Allah SWT yang masih harus dipelajari dan dipahami” tambah beliau.

Beliau menyampaikan bahwa tiada manusia yang mengerti dan paham tentang semua kandungan Al Qur’an. Belajar Al Qur’an adalah sesuatu sangat berharga. Oleh karenanya, tiada batas akhir untuk belajar Al Qur’an. Selain belajar memahami kandungan dari Al Qur’an, mengajarkan tentang cara membaca Al Qur’an dengan tartil adalah sebuah hal yang sangat mulia apalagi dengan tidak mengharapkan materi.

“Kita sudah satu tahap dalam belajar dan mengajar Al Qur’an. Pada zaman sekarang ini mengajar Al Qur’an merupakan sebuah sesuatu yang sangat amat berharga. Jika kita melihat di kota besar, maka orang yang mau mengajar dan belajar Al Qur’an masih membutuhkan materi. Berbeda dengan kondisi kita disini, tanpa materipun kita masih bisa mengajar dan belajar Al Qur’an. Oleh karena itu jangan berhenti menggali Al Qur’an. Kita harus tetap memiliki giroh untuk menggali Al Qur’an.” Dawuh beliau kepada semua hadirin pada acara pelantikan malam hari ini.

“Jadikanlah Al Qur’an sebagai pendamping yang bisa dijadikan tuntunan bagi kita untuk menjalani kehidupan, tapi jangan jadikan Al Qur’an sebagai pendamping sekunder. Jika kita memiliki cita cita yang tinggi, jadikanlah Al Qur’an sebagai pendamping kita. Jadikan Al Qur’an sebagai pijakan awal bagi kita untuk melangkah lebih lanjut.” Tambah beliau dalam tausiyahnya.

Secara global, ilmu terbagi dua bagian, ilmu fardu ‘ain dan kifayah. Contoh Ilmu fardu ‘ain (ilmu yang wajib diketahui oleh ummat islam) adalah sholat, puasa termasuk baca Al Qur’an. Apabila fardu ain sudah tuntas, maka kembangkan menjadi ilmu kifyah. Mendalami dan mngembangkan ilmu itu adalah ilmu fardu kifayah.

“Harapan kedepan adalah tidak lagi ada pandangan ideologis tentang pandangan ilmu (ilmu agama dan umum). Semua ilmu itu adalah ilmu Allah. Secara umum ilmu itu ada 2 yaitu ilmu fardu ‘ain dan kifayah. Ilmu fardu ‘ain adalah kewajiban seorang muslim dalam keseharian termasuk dalam membaca Al Qur’an. Mendalami dan mengembangkan ilmu itu adalah fardu kifayah. Jangan sampai semua itu terbalik. Jangan sampai kita pintar dalam hal sience tapi tidak sholat. Jangan sampai kita ahli fisika tapi tidak bisa membaca Al Qur’an” nasihat beliau kepada semuanya.

“Kalau ada orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan Allah, dia akan cenderung lupa diri. Orang yang punya hubungan baik dengan allah maka dia akancenderung bisa mengontorol diri. Contohnya kita sering kali dipaksa untuk melakukan hal yang tidak kita inginkan oleh nafsu. Itu merupakan contoh dari kita tidak memiliki hubungan baik dengan Allah” Dawuh Beliau.

“Orang yang ingin curhat kepada Allah, maka dia akan Shalat. Orang yang rindu akan firman Allah, maka dia akan membaca Al Qur’an. Jika kita igin bermunajat kepada Allah maka sebaik baiknya bermunajat kepadaNya adalah ketika kita shalat. Karena dengan membaca Al Qur’an dalam shalat kita telah melakukan 2 hal tersebut (curhat dan rindu firman Allah). Janganlah puas hanya karena bisa membaca Al Qur’an saja, kita harus terus meningkatkannya”  Dawuh Beliau.

“Tanamkan pada diri kita masing masing, saya akan menjadi santri selamanya. Santri selamanya bermakna akan selalu mencari ilmu, akan selalu menjadi orang yang tidak pernah merasa sudah tahu yang akibatnya tidak belajar. Tapi saya akan menjadi orang yang selalu merasa tidak tahu sehingga saya akan terus belajar. Jadilah orang yang merasa tidak tahu sehingga ada rasa butuh dan ingin belajar” Dawuh Beliau.

Banyak hal yang tidak pernah kita sadari nilainya ketika kita di pondok. Oleh karena itu jangan meremehkan hal hal kecil ketika berada di Pondok karena sekecil apapun tugas kita pasti akan ada hikmahnya. Hikmah itu adalah sesuatu yang jalan bagi manfaatnya ilmu. Hal hal yang kecil itu merupakan sebuah proses pematangan diri kita sebagai manusia. santri, ummat islam dan ciptaanNya.

Semoga allah akan senantiasa menganugerahkan Al Qur’an kepada kita semuanya agar kita bisa mempelajari, memahami dan mengamalkannya. Kalimat tersebut menutup maudatul hasanah beliau. (Q2/Red)

KH. Najiburrohman Wahid : Jangan Merasa Terbebani Dengan Kegiatan Membaca Al Qur’an

nuruljadid.net – Pelaksanaan kegiatan besar Pondok Pesantren Nurul Jadid akan dilaksanakan 16 hari lagi. Peringatan Haul Pendiri dan Hari Lahir Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini merupakan salah satu dari kegiatan besar Pesantren yang dilaksanakan rutin tahunan. Dalam rangka mensukseskan acara tahunan ini, banyak cara yang dilakukan oleh pengurus pesantren. Contohnya adalah mengadakan Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas.

Malam hari ini (06/04) Wakil Kepala Pesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Najiburrohman Wahid memberikan tausiyah kepada santri tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus Biro Kepesantrenan Pondok Pesantren Nurul Jadid yang bertempat di Masjid Jami’ Nurul Jadid.

Pada awal tausiyah beliau, beliau menyampaikan bahwa Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas merupakan sebuah cara untuk bermunajat kepada Allah SWT agar Pondok Pesantren Nurul Jadid dan seluruh warganya (Dewan Pengasuh, Pengurus, Santri, Alumni dan Walisantri) senantiasa diberikan hidayah, pertolongan, kemudahan dalam menjalan tugas dan kesuksesan oleh Allah SWT. Selain itu tujuan dilaksanakannya kegiatan Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas adalah dikhususkan untuk kesuksesan acara Haul Pendiri dan Harlah ke 68 Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Kita boleh memohon kepada Allah agar hajat kita dikabulkan dengan perbuatan yang sholeh. Dan kegiatan ini adalah bentuk bermunajat kita kepadaNya dengan berharap Haul Pendiri dan Harlah berjalan dengan lancar dan barokah.” Dawuh Beliau.

Kegiatan Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas sebanyak 6.800.000 kali merupakan sebuah tradisi Pesantren yang baik dan harus dipertahankan. Dalam tausiyah beliau, beliau berdawuh kepada santri untuk jangan terbebani dengan membaca Al Qur’an.

“Kita tidak selayaknya berberat hati untuk membaca Al Qur’an beserta fadilahnya. Karena dengan membacanya kita akan senantiasa bersemangat dan merasakan pertolongan Allah SWT.” Dawuh beliau selaku Wakil Kepala Pesantren.

“Hati manusia bisa berkarat, karat bisa hilang hingga bersih karena membaca Al Qur’an. Orang yang sibuk membaca Al Qur’an dan tidak sempat untuk berdoa kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan orang itu dengan pemberian yang terbaik tanpa harus diminta” Dawuh beliau dengan mengutip sebuah hadist.

Menghatamkan Al Qur’an merupakan salah satu ciri orang yang sholeh. Oleh karenanya beliau menganjurkan kepada santri untuk selalu menghatamkan Al Qur’an sekalipun sudah berkali kali hatam dalam membacanya. Banyak sekali contoh orang sholeh yang rajin dalam menghatamkan Al Qur’an. Ada yang menghatamkan dengan waktu bulanan, mingguan bahkan sampai harian. Seperti halnya dengan anjuran Nabi yang menganjurkan ummatnya untuk menghatamkan Al Qur’an.

“Jangan sampai santri yang mondok 3 tahun tidak pernah hatam membaca Al Qur’an. Karena satu huruf Al Qur’an bernilai 10 kebaikan (mengutip dari sebuah Hadits). Selain itu Al Qur’an juga sebagai obat dari penyakit dhohir dan batin.” Pesan beliau kepada santri.

Banyak sekali bukti tentang kemukjizatan Al Qur’an salah satu diantaranya adalah dalam pengobatan penyakit. Bahkan Al Qur’an telah digunakan oleh orang non muslim sebagai terapi untuk menyembuhkan orang sakit dengan cara mendengarkan Al Qur’an dengan penuh perhatian.

“Membaca Al Qur’an dengan mushaf dapat meringankan beban siksa orang tua dalam kubur (apabila orang tuanya non muslim). Al Qur’an dapat mengampuni dosa kedua orang tua dengan membaca Al Qur’an (apabila orang tuanya muslim). Terakhir, Al Qur’an dapat memberikan syafaat bagi mereka yang membacanya”. Dawuh Beliau dalam menjelaskan Fadilah membaca Al Qur’an dengan bersumber pada hadist.

“Semoga kita bersama dapat menjadi ahlul Qur’an. Setidaknya, kita dapat memahami Al Qur’an. Santri dianjurkan untuk menghatamkan Al Qur’an minimal sebulan sekali” Imbuh beliau.

Selain memberikan contoh fadilah dalam membaca Al Qur’an, beliau juga memberikan sebuah contoh dari fadilah membaca surat Al Ikhlas. Salah satu contohnya adalah jaminan masuk surga untuk mereka yang membacanya.

“Membaca 3x surat Al Ikhlas sama dengan sekali menghatamkan Al Qur’an. Tapi jangan sampai santri beranggapan bahwa hanya cukup dengan membaca Al Ikhlas sebanyak 3x maka sudah hatam membaca Al Qur’an. Santri harus tetap membaca keduanya” Dawuh Beliau.

“Kegiatan Khotmil Qur’an yang dilaksanakan pada malam ini merupakan sebuah pemanasan bagi kita bersama untuk mempersiapkan diri menghadapi Bulan Ramadhan” Dawuh Beliau sekaligus menjadi penutup dalan tausiyah beliau. (Zaky/Red).