KH. Najiburrohman Wahid : Jangan Merasa Terbebani Dengan Kegiatan Membaca Al Qur’an

nuruljadid.net – Pelaksanaan kegiatan besar Pondok Pesantren Nurul Jadid akan dilaksanakan 16 hari lagi. Peringatan Haul Pendiri dan Hari Lahir Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini merupakan salah satu dari kegiatan besar Pesantren yang dilaksanakan rutin tahunan. Dalam rangka mensukseskan acara tahunan ini, banyak cara yang dilakukan oleh pengurus pesantren. Contohnya adalah mengadakan Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas.

Malam hari ini (06/04) Wakil Kepala Pesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Najiburrohman Wahid memberikan tausiyah kepada santri tentang kegiatan yang dilaksanakan oleh pengurus Biro Kepesantrenan Pondok Pesantren Nurul Jadid yang bertempat di Masjid Jami’ Nurul Jadid.

Pada awal tausiyah beliau, beliau menyampaikan bahwa Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas merupakan sebuah cara untuk bermunajat kepada Allah SWT agar Pondok Pesantren Nurul Jadid dan seluruh warganya (Dewan Pengasuh, Pengurus, Santri, Alumni dan Walisantri) senantiasa diberikan hidayah, pertolongan, kemudahan dalam menjalan tugas dan kesuksesan oleh Allah SWT. Selain itu tujuan dilaksanakannya kegiatan Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas adalah dikhususkan untuk kesuksesan acara Haul Pendiri dan Harlah ke 68 Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Kita boleh memohon kepada Allah agar hajat kita dikabulkan dengan perbuatan yang sholeh. Dan kegiatan ini adalah bentuk bermunajat kita kepadaNya dengan berharap Haul Pendiri dan Harlah berjalan dengan lancar dan barokah.” Dawuh Beliau.

Kegiatan Khotmil Qur’an dan Pembacaan Surat Al Ikhlas sebanyak 6.800.000 kali merupakan sebuah tradisi Pesantren yang baik dan harus dipertahankan. Dalam tausiyah beliau, beliau berdawuh kepada santri untuk jangan terbebani dengan membaca Al Qur’an.

“Kita tidak selayaknya berberat hati untuk membaca Al Qur’an beserta fadilahnya. Karena dengan membacanya kita akan senantiasa bersemangat dan merasakan pertolongan Allah SWT.” Dawuh beliau selaku Wakil Kepala Pesantren.

“Hati manusia bisa berkarat, karat bisa hilang hingga bersih karena membaca Al Qur’an. Orang yang sibuk membaca Al Qur’an dan tidak sempat untuk berdoa kepada Allah SWT, maka Allah akan memberikan orang itu dengan pemberian yang terbaik tanpa harus diminta” Dawuh beliau dengan mengutip sebuah hadist.

Menghatamkan Al Qur’an merupakan salah satu ciri orang yang sholeh. Oleh karenanya beliau menganjurkan kepada santri untuk selalu menghatamkan Al Qur’an sekalipun sudah berkali kali hatam dalam membacanya. Banyak sekali contoh orang sholeh yang rajin dalam menghatamkan Al Qur’an. Ada yang menghatamkan dengan waktu bulanan, mingguan bahkan sampai harian. Seperti halnya dengan anjuran Nabi yang menganjurkan ummatnya untuk menghatamkan Al Qur’an.

“Jangan sampai santri yang mondok 3 tahun tidak pernah hatam membaca Al Qur’an. Karena satu huruf Al Qur’an bernilai 10 kebaikan (mengutip dari sebuah Hadits). Selain itu Al Qur’an juga sebagai obat dari penyakit dhohir dan batin.” Pesan beliau kepada santri.

Banyak sekali bukti tentang kemukjizatan Al Qur’an salah satu diantaranya adalah dalam pengobatan penyakit. Bahkan Al Qur’an telah digunakan oleh orang non muslim sebagai terapi untuk menyembuhkan orang sakit dengan cara mendengarkan Al Qur’an dengan penuh perhatian.

“Membaca Al Qur’an dengan mushaf dapat meringankan beban siksa orang tua dalam kubur (apabila orang tuanya non muslim). Al Qur’an dapat mengampuni dosa kedua orang tua dengan membaca Al Qur’an (apabila orang tuanya muslim). Terakhir, Al Qur’an dapat memberikan syafaat bagi mereka yang membacanya”. Dawuh Beliau dalam menjelaskan Fadilah membaca Al Qur’an dengan bersumber pada hadist.

“Semoga kita bersama dapat menjadi ahlul Qur’an. Setidaknya, kita dapat memahami Al Qur’an. Santri dianjurkan untuk menghatamkan Al Qur’an minimal sebulan sekali” Imbuh beliau.

Selain memberikan contoh fadilah dalam membaca Al Qur’an, beliau juga memberikan sebuah contoh dari fadilah membaca surat Al Ikhlas. Salah satu contohnya adalah jaminan masuk surga untuk mereka yang membacanya.

“Membaca 3x surat Al Ikhlas sama dengan sekali menghatamkan Al Qur’an. Tapi jangan sampai santri beranggapan bahwa hanya cukup dengan membaca Al Ikhlas sebanyak 3x maka sudah hatam membaca Al Qur’an. Santri harus tetap membaca keduanya” Dawuh Beliau.

“Kegiatan Khotmil Qur’an yang dilaksanakan pada malam ini merupakan sebuah pemanasan bagi kita bersama untuk mempersiapkan diri menghadapi Bulan Ramadhan” Dawuh Beliau sekaligus menjadi penutup dalan tausiyah beliau. (Zaky/Red).

Kekeringan Spiritual, Derita Manusia Modern

Semua manusia siapapun orangnya pasti mencita-citakan dan mendambakan kebahagiaan. Namun tidak semua manusia tahu dan mau serta mampu menempuh jalan menuju cita-cita tersebut. Mungkin karena tidak tahu. Mungkin tahu tapi tidak mau. Atau tahu dan mau tapi tidak mampu. Banyak orang mengira bahwa kebahagiaan dapat di raih dengan harta yang melimpah, jabatan yang tinggi atau popularitas yang luas. Namun setelah semua itu di raih, ternyata kebahagiaan tidak juga datang.

Banyak orang kaya tapi selalu di hantui ketakutan-ketakutan. Misalnya takut bangkrut. Bahkan tidak sedikit orang kaya tidak dapat menikmati kekayaannya karena ia terkena penyakit kikir. Ia hanya menumpuk-numpuk kekayaan dan sangat berat untuk membelanjakannya untuk amal-amal sosial dan bahkan untuk kepentingan dirinya sekalipun. Ada juga orang kaya yang bermewah-mewah dengan kekayaannya; namun ia tidak pernah puas ia mengidap penyakit tamak yang selalu merasa kurang dan kurang. Tidak pernah mensyukuri nikmat yang dia dapat.

Begitu pula dengan jabatan dan kekuasaan. Tidak semua orang yang mendapatkannya menjadi tenang dan bahagia. Semua itu terjadi karenan mereka telah mengalami kekeringan spiritual. Antara lain ditandai dengan kegelisahan batin, selalu tidak puas, merasa diri terasing, ketidak berartian hidup dan bahkan keputus asaan.

Kekeringan spiritual di sebabkan karena lemahnya atau bahkan hilangnya hubungan baik antara diri seseorang dengan Tuhan, penciptanya, pemberi nikmat berupa fasilitas hidup baginya. Dan lemah atau hilangnya hubungan baik dengan Tuhan itu akan berdampak negatif terhadap hubungan baik dengan sesama manusia bahkan dengan dirinya sendiri dan juga makhluk-makhluk yang lain termasuk lingkungan hidupnya. Keadaan seperti ini banyak terjadi pada manusia modern.

Memang modernitas ibarat mata uang yang mempunyai dua sisi. Disatu sisi ia (modernitas) membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain ia menimbulkan dampak samping yang negatif. Sisi positif dan negatif tersebut disebabkan sifat yang melekat pada diri manusia modern dan modernitas itu sendiri.

Manusia modern dengan modernitasnya ditandai antara lain dengan; selalu berfikir logis dan rasional (pertimbangan untung rugi terutama terkait dengan materi dan uang), bersikap dan bertindak serta bekerja secara profesional, dan mempunyai kemandirian dan kepercayaan diri yang tinggi serta cenderung individualistik.

Sikap rasional, profesional dan mandiri adalah sikap-sikap yang baik yang bisa mendorong kemajuaan dan kesuksesan terutama secara pribadi (perorangan). Namun kepercayaan diri yang berlebihan serta kecenderungan sikap individualitik dapat menyebabkan kerengggangan hubungan atau hubungan tidak baik antara diri seseorang dengan lingkungannya baik dengan sesama manusia dan makhluk yang lain bahkan dengan tuhan. Aplagi sikap individualistik dan egois (mementingkan diri sendiri) adalah merupakan sifat dasar yang tak dapat dipisahkan dari diri manusia. Maka modernitas yang tidak diimbangi dengan spiritualitas yang tinggi akan lebih memperkuat sifat egoisme dan individualisme manusia.

Memang sifat egoisme dan individualisme tidak bisa dilepaskan dari diri manusia, karena ia memang merupakan watak dasar manusia sebagai makhluk individual. Bahkan dalam urusan ibadah dan pengabdian dan urusan akhirat yang lain, kita harus mendahulukan dan mementingkan diri sendiri. Artinya sebelum kita menyuruh orang lain melakukan ibadah atau pengabdian, hendaklah kita yang melakukannya lebih dulu sebelum mengajak orang lain melakukannya.

Sebaliknya dalam urusan dunia, (harta, kedudukan dan lain-lain) sebaiknya kita mengalah, mendahulukan orang lain bahkan mengorbankan hak diri kita untuk kepentingan orang lain. Sikap ini dalam bahasa Agama disebut dengan istilah ‘Itsar (mengalah). Sikap ‘itsar ini memang sangat dianjurkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dunia (harta dan lain-lain). Sedangkan dalam urusan akhirat seperti ibadah dan pengabdian misalnya bersedekah, maka sikap ‘itsar menjadi tidak baik.

Namun yang terjadi dalam masyarakat justru sebaliknya. Dalam urusan dunia kebanyakan kita berebutan, tidak bersikat ‘itsar. Sementara dalam urusan akhirat, misalnya dalam shalat jama’ah dan sedekah, justru saling “mengalah”. Bukannya berebut melakukannya sendiri, tetapi justru mempersilahkan orang lain melakukannya. Sementara dirinya melakukannya belakangan atau bahkan tdak melakukanya sama sekali.

Hal ini disebabkan karna mereka terbujuk oleh godaan nafsu dan keindahan dunia sehinga menjadikan kesenangan dunia sebagai tujuan hidup dan target setiap usahanya. Godaan dunia itu telah menyebabkan mereka rebutan harta, jabatan dan pengaruh yang mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat, konflik dan ketegangan. Dan godaan dunia itu pula telah menjerumuskan banyak orang kepada korupsi, penipuan, pelacuran dan pelanggaran hukum dan etika yang lain.

Sering pula ketamakan akan kekayaan dan kemewahan telah menyebabkan mereka terbujuk oleh rayuan gombal dan janji-janji kekayaan sekalipun janji-janji itu tidak masuk akal. Misalnya janji-janji yang diberikan Dimas Kanjeng kepada para pengikutnya yang kemudian terbukti bohong dan palsu. Banyak orang yang mengorbankan kehormatan dirinya dan mengkhianati kebenaran yang diyakininya demi uang, kedudukan dan kesenangan sesaat.

Memang dampak modernitas tidak selamanya negatif. Berkat modernitas manusia di era modern ini telah mengalami kemajuan yang luar biasa baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) maupun budaya. Dan berkat kemajuan IPTEK khususnya teknologi komunikasi dan informasi (ICT) semuanya berjalan dengan mudah, murah dan cepat. Mulai dari kegiatan berkomunikasi, mencari maupun menyampaikan informasi, usaha-usaha bisnis (ekonomi), pendidikan dan dakwah bahka politik, misalnya kampanye pemilu dan lain-lain.

Namun IPTEK dengan segala perangkatnya hanyalah alat (instrument). Nilainya tergantung kepada tujuan penggunaannya dan dampaknya. Dan pengguna teknologi itu adalah manusia yang selain mempunyai potensi kearah kebaikan juga mempunyai potensi kearah keburukan/kejahatan. Karena itu peerlu penguatan potensi baik pada diri manusia itu serta menekan dan meminimalisir-walaupun tidak dapat menghilangkan-potensi jeleknya.

Penguatan potensi baik adalah dengan peningkatan aspek spiritualitas dan pengendalian sifat-sifat kebinatangan yang melekat pada diri manusia dengan cara menekan keinginan-keinginan nafsu melalui riyadoh dan mujahadah. Karena itu, kita yang hidup di era modern ini hendaknya meningkatkan aspek spiritualitas kita dengan memperkuat sambunga vertikal kita kepada Tuhan melalui pemahaman (makrifat) kita tentang Tuhan disertai perbaikan akhlak dan adab kita terutama kepada Tuhan dan kepada sesama manusia bahkan dengan makhluk yang lain.

Tentu untuk memperoleh pemahaman yang benar (makrifat) tentang Tuhan perlu sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya yakni informasi dari Tuhan itu sendiri melalui orang yang juga dapat dipercaya yakni RasulNya dengan bukti-bukti yang meyakinkan yakni mu’jizat yang diberikan Allah kepada RasulNya. Karena itu hendaknya kita jangan mudah percaya kepada pengakuan (klaim) kebenaran tanpa dasar yang kuat dan bukti yang meyakinkan seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini.

Maka pemahaman ilmu wahyu (syariat) adalah suatu keniscayaan dan keharusan agar kita terhindar dari pemikiran-pemikiran yang menyesatkan dan informasi-informasi yang salah dan penipuan. Dan banyak-banyak lah melakukan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah sambil memohon bimbingan dan petunjukNya.

“SEMUA MANUSIA SIAPAPUN ORANGNYA PASTI MENCITA-CITAKAN DAN MENDAMBAKAN KEBAHAGIAAN. NAMUN TIDAK SEMUA MANUSIA TAHU DAN MAU SERTA MAMPU MENEMPUH JALAN MENUJU CITA-CITA TERSEBUT. MUNGKIN KARENA TIDAK TAHU. MUNGKIN TAHU TAPI TIDAK MAU. ATAU TAHU DAN MAU TAPI TIDAK MAMPU.”

Penulis : KH. Moh. Zuhri Zaini (Pengasuh PP. Nurul Jadid)

Sumber : Majalah Al Fikr no 29 November 2016 – April 2017

PARTAI POLITIK, Antara Harapan dan Kenyataan

Sebagai salah satu tonggak demokrasi, partai politik mempunyai kedudukan dan peran yang strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak berfungsi atau lemahnya partai politik akan berakibat matinya kehidupan demokrasi yang ditandai dengan kesewenang-wenangan penguasa; tertindasnya rakyat atau terjadinya anarki, dimana terjadi kekacauan dan ke-sewenang-wenangan dan yang kuat menindas yang lemah. Karenanya  agar kehidupan demokrasi tetap tegak, maka partai politik harus eksis dan melakukan fungsi dan peran-perannya dengan baik sebagai representasi kepentingan rakyat demi terciptanya masyarakat madani, dimana setiap warga masyarakat  menyadari dan melaksanakan hak serta kewajibannya  menuju masyarakat adil dan makmur, sejahtera lahir batin, fisik-material maupun mental spritual didalam naungan rahmat dan ridla Allah SWT.

Diantara fungsi dan peran partai politik adalah menampung dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Dalam menjalankan peran ini, partai politik harus secara proaktif berupaya untuk mengetahui kemauan, kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Para fungsionaris partai harus  membuka mata dan telinga lebar-lebar  serta mengasah kepekaan hati agar dapat menangkap aspirasi dan kepentingan rakyat. Mereka tidak seharusnya bersikap elitis, hidup dalam menara gading. Sebaliknya mereka harus dekat dengan rakyat baik secara fisik, terutama secara mental. Bahkan seharusnya merasa diri mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari rakyat, merasakan suka duka rakyat sebagai suka duka mereka sendiri. Kemudian  apa yang mereka tangkap dari rakyat, mereka perjuangkan dengan penuh amanah dan keikhlasan dengan tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak.

Selanjutnya agar kepentingan rakyat betul-betul terjaga, maka partai politik harus selalu melakukan kontrol terhadap pemegang kekuasaan (otoritas, resources dan power) dalam segala lini, mulai lembaga negara (legeslatif, eksekutif dan yudikatif) maupun lembaga non negara/pemerintah (Swasta, atau LSM dll), sehingga mereka (para pemegang kekuasaan) tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan kepentingan rakyat banyak (korupsi) baik yang mereka lakukan secara sendiri-sendiri  maupun bersama-sama (kolusi).

Disamping itu, demi tercapainya masyarakat madani, partai politik harus melakukan pemberdayaan masyarakat (rakyat), baik melalui pendidikan politik, bantuan hukum maupun pemberdayaan ekonomi. Pendidikan politik bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan hak dan kewajibannya, sehingga tidak terjadi penindasan,  kesewenang-wenangan dan anarki dimana setiap orang tidak hanya pandai menuntut hak tetapi juga harus mau memenuhi kewajibannya. Juga partai politik harus melakukan pembelaan bagi warga masyarakat yang lemah dengan memberikan  bantuan hukum kepada mereka dll.

Dalam bidang ekonomi, partai politik harus memperjuangkan hak rakyat untuk mendapatkan akses dan kesempatan usaha (produksi maupun pemasaran) dengan memberantas praktik monopoli serta akses untuk mendapatkan modal  dan pembinaan teknis, khususnya bagi pengusaha kecil. Demikian pula dalam bidang-bidang yang lain seperti kesehatan, jaminan sosial bagi anak terlantar, pengangguran dll.

Selain itu, partai politik harus berperan sebagai lembaga pemersatu dengan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kebersamaan dalam mencapai cita-cita dan tujuan bersama serta menciptakan budaya saling menghargai dan menerima perbedaan dan keragaman sebagai kenyataan hidup yang tidak bisa dihindari. Juga harus  mengupayakan terciptnya simpul-simpul kebersamaan melalui kegiatan dan aksi bersama antar kelompok serta berusaha meredam konflik-konflik melalui mediasi, negosiasi dan lobi-lobi. Diantara aksi bersama  tersebut adalah pembentukan kelompok usaha, seperti koperasi, kelompok tani, nelayan, pengrajin dll.

 Ini adalah beberapa peran yang diharapkan dapat dilakukan oleh partai politik demi tercapainya cita-cita bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . Namun tidak semua yang kita harapkan menjadi kenyataan. Banyak partai politik yang semestinya menjadi ‘representasi’ kepentingan rakyat, berbalik menjadi alat kepentingan penguasa atau para elit partai untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Rakyat hanya dijadikan kedok. Pemilu hanya dijadikan alat legitimasi bagi partai dalam melakukan peran-peran, dan tindakan korupnya dengan menggunakan otoritas dan kewenangannya untuk kepentingan diri atau kelompoknya dan bukan untuk kepentingan  rakyat yang. diwakilinya. Rakyat diiming-imingi, janji-jani yang muluk-muluk; bahkan kalau perlu disertai rayuan dengan menabur uang atau bentuk bantuan yang lain demi mendapat dukungan mereka.

Padahal disisi lain, banyak hak-hak rakyat yang tidak dipenuhi yang nilainya jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dalam menjaring dukungan. Disamping itu, dalam perekrutan pengurus atau calon legeslatif (caleg) sering tidak didasarkan kemampuan dan kelayakan, tetapi didasarkan atas kedekatan hubungan (nepotisme) atau sekedar popularitas sebagai vote getter sehingga ketika telah menjadi pejabat mereka tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat dan bahkan tidak sedikit yang menggunakan fasilitas umum (negara) hanya untuk kepentingan diri dan keluarganya.

Agar partai politik berperan sesuai dengan fungsi yang seharusnya yakni sebagai representasi dan alat perjuangan rakyat, maka perlu upaya-upaya pembenahan baik internal mau di eksternal partai. Di internal partai penegasan visi dan misi partai yang berpihak kepada rakyat. Disamping itu perlu penciptaan budaya demokratis dan kerja professional. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah rekrutmen kader (pengurus partai atau calon pejabat legeslatif, eksekutif dll.) yang betul-betul selektif (baik dan layak). Untuk itu perlu pengkaderan secara berencana dan berjenjang dari bawah.

Di eksternal partai, perlu adanya peratuan perundang-undangan yang mengarah pada pemberdayaan partai, mencegah perilaku partai yang menyimpang, seperti money politik, KKN dll. Disamping itu harus dilakukan pendidikan politik bagi masyarakat (rakyat), sehingga mereka mengetahui hak-hak mereka agar mereka tidak menuntut lebih dan juga mengetahui kewajibannya sehingga tidak melalaikannya atau melanggar hak orang lain.

Namun dari itu semua yang paling menentukan adalan faktor sumber daya manusia (SDM)-nya. Maka penyiapan SDM yang berkualitas  melalui pendidikan  baik formal, non formal maupun informal adalah suatu keniscayaan. Untuk itu perlu perencanaan pendidikan manusia seutuhnya secara komprehensip dengan melibatkan semua komponen bangsa dan negara dalam semua sektor kehidupan mereka. Sebab jika kita ingin membenahi kehidupan bangsa, baik dalam bidang politik, ekonomi dll., maka semua komponen bangsa ini hendaknya menjadikan pendidikan sebagai program dan agenda prioritasnya. Jangan sampai sektor pendidikan dikorbankan untuk sektor yang lain. Kembalilah kepada kepentingan rakyat. Wa Allahu a’lam.

“Partai politik harus eksis dan melakukan fungsi dan peran-perannya dengan baik sebagai representasi kepentingan rakyat demi terciptanya masyarakat madani”

 

Penulis : KH. Moh. Zuhri Zaini (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Jangan Bergantung Kepada Selain Allah SWT

nuruljadid.net – Allah menciptakan kehidupan dunia sebagai mazro’atu al-akhirat ( ladang untuk akhirat ). Di utusnya Nabi Muhammad ke dunia dengan misi menyebarkan ajaran – ajaran islam rahmatan lil’alamin dalam tataran kehidupan dunia. Terutusnya sang pembawa risalah juga merupakan nikmat yang sangat besar yang patut kita syukuri, karna dengan risalah yang di bawahnya manusia tidak merasa bingung dalam mengarungi kehidupan dunia. Seiring dengan dinamika kehidupan yang terjadi di tengah – tengah masyarakat, juga berdampak terhadap berubahnya pola pikir dan tingkah laku masyarakat. Dengan kondisi masyarakat yang mengalami dinamika, dan ketergantungan hidup masyarakat  terhadap materi, tentunya sangat di perlupakn menempatkan ajaran – ajaran islam sebagai sebuah basis ke agamaan yang menjadi control dalam tataran masyarakat.

Pola hidup mewah juga berdampak terhadap berlomba lombanya masyarakat untuk mendapatkan materi, dan ketergantungan masyarakat terhadap materi sangat besar. Bahkan tidak jarang sebagian masyarakat yang menjadikan tujuan hidupnya hanya untuk mencari yang namanya materi dan kesenangan dunia.

Dalam kondisi sebagian  masyarakat, yang bergantung terhadap materi, pengasuh pondok pesantren , Nurul Jadid, karanganyar, paiton, probolinggo, mengingatkan ,” dalam usaha apapun, mencari ilmu, beribadah jangan mengandalakn kemampuan kita, andalkanlah allah,” dauh beliau dalam pengajian kitab Hikam karya Ibnu Athoillah, sabtu ( 04/02/2017 ).

Kiai Zuhri melanjutkan dauhnya ,” orang yang slalu bergantung kepada allah pasti orang tersebut akan slalu di bantu,”  ketika orang beribadah, berjuang, jangan mengandalkan didri sendiri andalkanlah allah.

Ketika manusia mengandalkan allah dalam setiap usahanya, tidak menjadikan materi sebagai tempat bergantungnya, maka allah  pasti memerikan pertolongan kepada orang tersebut.karna hanya kepada allah kita bergantung dan berharap dari apa yang kita inginkan.

FKO NJ
KH. Abd. Hamid Wahid : FKO Sebagai Motor Penggerak Utama Dalam Pembentukan Karakter Siswa

nuruljadid.net- Ketegangan nampak di raut wajah peserta pelantikan Pengurus Forum Komunikasi OSIS (FKO) Nurul Jadid. Duduk diatas kursi empuk memang menyenangkan, namun tidak bagi mereka kali ini. Pasalnya mereka pada hari ini jumat (03/02) akan mendapatkan pengukuhan sebagai pengurus FKO periode 2017-2018. Amanah yang akan mereka pikul adalah amanah besar yang tidak semua santri Nurul Jadid bisa melakukannya. Dengan usia mereka yang masih belia, mereka sudah harus memperlajari dan mengukuti serta berproses menjadi sosok pemimpin yang bijaksana dan bisa memimpin dengan baik. Teori  teori kemepimpinan sudah tertanam diusia mereka. Disaat hari ini (03/02) santri lain sedang melakukan aktifitas sendiri, para pengurus FKO harus duduk manis diatas kursi pernikel untuk menantikan dikukuhkannya mereka sebagai pengurus FKO Nurul Jadid.

Seragam pesantren menghisai tubuh mereka. Dilengkapi dengan berkopyah nasional mereka harus rela untuk berikrar sebagai pengurus FKO baru. FKO yang kiprahnya sudah besar bagi perkembangan Nurul Jadid itu sudah ada sejak tahun 1980 an. Pada zaman itu, FKO adalah motor penggerak utama pembentukan karakter dan upaya untuk melahirkan kepemimpinan dari kalangan siswa. Berjaya dizamannya adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka (FKO tahun 1980-an). KH. Mursyid Romli (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Paowan, Situbondo), Akik Zaman (DPRD), Amin Said Husni (Bupati Bondowoso sekarang) merupakan salah satu output yang masih eksis sampai saat ini.

“FKO ini punya catatatan sejarah emas di pesantren ini dan memberikan kontribusi besar di Nurul Jadid. Salah satu aspek kesadaran yang dikembangkan di PP. Nurul Jadid adalah kesadaran berorganisasi. Dengan kesadaran itu, maka pesantren mengajak santri untuk mengembangkan diirnya agar mereka bisa berorganisasi dengan baik” dawuh KH. Abd. Hamid Wahid, Kepala Pesantren Pondok Pesantren Nurul Jadid saat ini.

“Organisasi itu adalah merumuskan cita cita bersama dan mewujudkan cita cita bersama itu menjadi perubahan yang ada secara kolektif di masyarakat. Untuk mencapai perubahan diharuskan memiliki kesadaran kolektif untuk berubah kemudian melakukan langkah untuk perubahan” tambah beliau ketika memberikan sambutan dalam pelantikan FKO pagi tadi (03/02).

Hidup bermanfaat adalah merupakan tujuan manusia. Cara untuk mendapatkannya adalah dengan cara membiasakan diri untuk berorganisasi. Dengan berorganisasi maka setiap individu atau orang akan mampu untuk berfikir secara kolektif. Oleh karenanya, organisasi sejak dini sangat perlu dilakukan agar mereka (pengurus FKO) dapat memikirkan sesuatu agar bisa bermanfaat bagi orang lain.

“Berogranisasi sejak siswa adalah salah satu bentuk untuk berpraktek didalam merumuskan dan mewujudkan cita cita bersama” Dawuh KH. Abd. Hamid Wahid.

Beliau juga menambahkan, “Berproses, berkesempatan mengurus orang lain, bermasalah dan berurusan dengan kesulitan akan mengasah kita menjadi pribadi yang terus meningkat. Dengan begitu kita akan bisa bermanfaat kepada orang lain. Hidup bersama tidak memiliki sekolah. Hidup bersama dan bermanfaat diperoleh dengan kita menjalaninya”

Diakhir sambutan beliau, beliau memberikan sedikit motivasi kepada Pengurus FKO terpilih untuk tetap bekerja keras dan berlatih mengabdi kepada pesantren. Dan beliau juga mengajak para Pengurus FKO terpilih untuk napak tilas mengikuti jejak kejayaan FKO dimasa dahulu, kejayaan yang harus diulang pada periode kali ini. FKO diharapkan dapat menjadi motor penggerak  dalam pembentukan karakter dan melahrikan jiwa kepemimpinan dikalangan siswa.

KH. Moh. Zuhri Zaini

KH. Moh. Zuhri Zaini : Jabatan Itu Amanah, Bukan Peluang

nuruljadid.net – Pelantikan Forum Komunikasi Osis (FKO) Puteri yang dimulai pada pukul 08.50 WIB disempurnakan dengan kehadirannya sosok Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH. Moh. Zuhri Zaini. Dalam acara kali ini, beliau diminta untuk memberikan tausiyah kepada pengurus FKO Terpilih maupun Devisioner. Beliau memberikan tausiyah setelah semua rentetan acara selesai dilaksanakan. Sehingga prosesi pelantikan dan pembacaan ikrar kepengurusan FKO Terpilih disaksikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Hal yang telah dinanti nantikan oleh seluruh undangan dan anggota FKO adalah tausiyah dari Pengasuh. Beliau, KH. Moh. Zuhri dengan kesederhanaan beliau beliau menyampaikan beberapa hal yang dirasa sangat perlu untuk dipelajari dan dilakukan dalam perjalanan kepengurusan FKO kedepan.

“Zaman sekarang, banyak sekali manusia yang tergila gila akan jabatan, padahal jabatan itu adalah amanah bukan peluang” dawuh beliau.

Jabatan memang memerlukan sosok yang pantas untuk mendapatkannya, namun, bukan berarti didalam mendapatkan jabatan tersebut, seseorang dapat melakukan apa saja. Kepintaran bukan menjadi tolak ukur kesuksesan manusia, namun kepintaran itu adalah sebuah anugerah dari Allah yang diberikan kepada manusia atas kerjakeras mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

“Sekarang, banyak sekali orang yang pintar, namun tak jarang mereka menggunakan kepintarannya untuk membodohi orang lain, salah satunya adalah koruptor. Mereka adalah orang pintar, namun mereka tidak menggunakan kepintarannya dengan baik” nasihat beliau kepada seluruh hadirin.

Dalam sambutan beliau, beliau juga mengingatkan kepada FKO Devisioner agar tidak lepas tanggung jawab dalam mengawal kepengurusan FKO yang baru.  Beliau menginginkan adanya pendampingan pendampingan kepada mereka (FKO Terpilih) agar mereka mampu berproses dengan baik.

“Pengabdian tidak dibatasi dengan jabatan. Sebab pengabdian harus dilakukan dimananpun dan kapanpun. Dan jiwa pengabdian juga tidak memandang jabatan seseorang. Orang yang tak memiliki jabatanpun berhak untuk mengabdi” Nasehat beliau.

Semangat mengabdi dalam pesantren harus dibiasakan sejak saat ini karena pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, namun pesantren adalah lembaga dakwah yang mampu mencetak kader kader yang berguna bagi semuanya terutama bagi masyarakat. Sehingga harapan Pengasuh kepada FKO kedepan adalah mereka mampu untuk menjadi sebuah organisasi yang mampu berguna bagi semuanya, dengan program program kerja yang dilaksanakan harus mengacu kepada visi, misi, budaya dan nilai nilai kepesantrenan karena FKO merupakan salah satu bagian dari Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“FKO boleh membuat beberapa program kerja yang dapat meningkatkan kreatifitasan anggotanya, namun ingat, FKO ini berada dibawah naungan pesantren. Oleh karenanya jangan sampai “latah” dengan meniru program kerja organisasi yang ada diluar sana. Program kerja FKO harus berdasarkan visi, misi, budaya dan nilai nilai kepesantrenan” dawuh Pengasuh ke IV Pondok Pesantren Nurul Jadid.

Dalam berorganisasi kerja keras, kerja baik dan kerjasama adalah hal yang harus dilakukan. Tanpa adanya kesinambungan diantara ketiganya maka organisasi tersebut tidak akan berjalan dengan maksimal.

“Kerja keras, kerja baik dan kerjasama adalah kunci dari kesuksesan dari sebuah organisasi. Untuk menggapai cita cita maka yang harus dilakukan adalah usaha yang keras. Namun setelah semua itu dilakukan maka serahkanlah kepada Yang Diatas, karena Dialah yang berhak menentukan semuanya” dawuh Pengasuh.

Beliau juga menambahkan, Ibadah adalah pengabdian kepada Allah SWT, sedangkan hikmah adalah pengabdian kepada sesama. Oleh karenanya, dalam kehidupan sehari hari kita harus memperhatikan garis vertikal (menghamba kepada Allah) dan juga memperhatikan garis horizontal (sebagai makhluk sosial).

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Mengontrol Diri dengan Riyadoh

nuruljadid.net – Kemajuan teknologi informasi menjadikan hidup manusia serba instan membuat kebutuhan manusia semakin mudah untuk didapatkan. Bahkan tak hanya itu saja, mereka juga dapat mengetahui kejadian ditempat yang jauh hanya dengan mengakses internet dan mengakses beberapa situs, google misalnya. Dan tak jarang didunia yang rata – rata manusia sudah mengkultuskan terknologi, keseharian mereka terutama dalam pola hidup mereka diatur oleh kecanggihan teknologi.

Berkembang pesatnya dunia teknologi juga berdampak terhadap perubahan pola hidup masyarakat baik dari aspek ekomomi, lingkungan dan gaya hidup mereka. Bisa jadi, dengan canggihnya teknologi, budaya budaya luar yang tak sepantasnya beredar ditengah tengah masyarakat, kini sudah mulai menjamah kehidupan masyarakat. Gaya hidup ala kebarat baratan contohnya, banyak sekali orang orang jaman sekrang mengikuti pola hidup seperti orang barat, bahasa yang lebih terkenal dikalangan anak anak muda adalah “Gaul”. Sehingga budaya budaya negeri ini sedikit demi sedikit terkikis dengan maraknya teknologi yang membuat anak bangsa kecaduan dalam penggunannya.

Dewasa ini, kemajuan dan berkembangnya dunia teknologi memang tidak bisa kita hindari, namun salah satu cara mengatasi kemajuan dan perkembangan teknologi tersebut adalah dengan cara mengimbanginya.

“Apabila kita tidak bisa mengimbanginya maka kita akan menjadi orang yang minoritas dan ketika kita menjadi orang minoritas kita tidak akan dibaca ditengah tengah masyarakat.” Dawuh Pengasuh ke IV Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Kemajuan teknologi mampu menyentuh kehidupan masyarakat. Dari kehidupan masyarakat yang paling atas samapai kehidupan masyarakat yang paling bawah. Kalau dulu mungkin hanya orang orang kota yang merasakan perkembangan teknologi tetapi sekarang seiring dengan kemajuan yang sangat pesat orang orang desa juga ikut serta menikmati kemajuan teknologi informasi.” tambah beliau.

Kemajuan teknologi tentunya bukan hanya memberikan dampak yang negatif terhadap pola hidup masyarakat,  tetapi kemajuan tersebut juga dapat memberikan dampak yang positif terhadap pola hidup masyarakat. Salah satu contohnya adalah ketika kita jadikan teknologi itu sebagai media dakwah untuk mengajak orang – orang ke jalan yang benar dengan mengisi media media sosial dengan tampilan tampilan yang islami serta menampilkan gambar yang islami dan menampilkan tulisan yang mengajak manusia untuk slalu berbuat baik. Disamping kita juga mengimbangi kemajuan teknologi dengan sesuatu yang bermanfaat. Tentunya di perlukan cara lain agar kemajuan tersebut membawa kebaikan bagi diri kita lebih – lebih kepada masyarakat.

Dalam kondisi yang seperti ini Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton, Probolinggo, KH. Moh. Zuhri Zaini berdawuh dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam  karya Ibnu Athoillah Al – Sakandari, kamis (26/01/2017), “meningatkan ilmu juga harus ditirakati, anak juga harus ditirakati, pesantrenpun juga harus ditirakati.”

Kiai Zuhri melanjutkan, di Pondok jangan mengumbar nafsu harus riyadoh untuk mengimbangi agar kita tidak terlena dengan kemajuan yang ada. Karena kemajuan yang ada tidak selamanya menjanjikan keselamatan dan kebahagian hidup bagi manusia, sangat perlu bagi kita untuk menjaga dan menahan diri kita dengan melakukan yang namanya riyadoh sebagai control bagi diri kita didalam menikmati kemajuan teknologi. Sebab kemajuan teknologi yang memberikan tampilan dan pola hidup yang berbeda beda perlu ada semacam control dalam diri kita agar tetap berada pada kehidupan yang benar. Dengan riyadoh merupakan salah satu cara agar bisa mengontrol diri kita.

KH Moh Zuhri Zaini BA

KH. Moh. Zuhri Zaini; NU dan Politik

Oleh: KH. Moh Zuhri Zaini

( Penulis Adalah Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo)

Jika berpolitik dimaknai keterlibatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka ia (berpolitik) adalah suatu keniscayaan yang tak terhindarkan dari peran dan khidmah NU (Nahdhatul Ulama). Ini sesuai dengan pernyataan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar NU yang berbunyi: “Menyadari bahwa cita-cita bangsa Indonesia hanya bisa diwujudkan secara utuh apabila potensi nasional dimamfaatkan secara baik, maka NU berkeyakinan bahwa keterlibatannya (NU) secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan keharusan yang mesti dilakukan’.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah: Peran politik apakah yang harus dilakukan NU dan bagaiman NU harus melakukan peran politik itu? Karena dalam realitas dan prakteknya, kegiatan politik dapat dibedakan berdasarkan tujuan, target, dan cara (proses) nya, sehingga timbul istilah politik kebangsaan, politik golongan, politik kekuasaan, politik kotor dan lain-lain. Dan masing-masing jenis politik tersebut mempunyai dampak yang berbeda, baik positif maupun negatif, bagi masyarakat atau bangsa.

Memang kegiatan politik seyogyanya ditujukan untuk memberikan sebesar-besar mamfaat dan menghindarkan se-kecil-kecil madlarat (bahaya) terhadap masyarakat atau rakyat atau bangsa. Namun realitasnya tidak selalu sesuai dengan yang di idealkan (seharusnya). Banyak faktor yang dapat mendistorsi atau bahkan membelokkan tindakan politik dari tujuan idealnya. Misalnya, kepentingan pribadi atau kelompok yang—baik disadari atau tidak—sering ikut menentukan target dan cara (proses) kegiatan politik tersebut. Dan kemudian dikemas dengan kemasan “kepentingan umum”. Adanya kepentingan-kepentingan, baik pribadi maupun kelompok, sering menjadi pemicu terjadinya konflik antara pelaku politik, baik secara internal (dalam satu partai) maupun dengan pelaku politik dari kelompok atau partai yang lain. Dan yang tak kalah besar perannya, sebagai pemicu konflik adalah cara atau proses melakukan tindakan politik tersebut. Tak jarang karena didorong oleh ambisi dan emosi, sering tindakan politik dilakukan secara tidak terkontrol, sehingga melanggar rambu-rambu baik etik maupun hukum. Dalam kondisi seperti ini, aktivitas politik yang semestinya bermamfaat untuk masyarakat atau rakyat, justru berbalik merugikan dan—bahkan—menghancurkan mereka. Masyarakat menjadi terkotak-kotak, bukan hanya dalam kubu-kubu atau golongan politik, tetapi juga akan terjadi kerenggangan dan ketegangan dalam kehidupan keseharian. Silaturrahmi menjadi tersendat bahkan bisa terputus. Terjadi hilangnya rasa hormat dan kepercayaan kepada tokoh dan pemimpin masyarakat, baik individual maupun kolektif atau institusional (termasuk terhadap NU dan pemimpinnya). Dan kalau ini terus terjadi, pada gilirannya akan membikin umat atau masyarakat akan kehilangan pegangan, orientasi dan tauladan.

Dengan adanya beberapa kenyataan tersebut, sudah seharusnya bila NU kembali atau setidak-tidaknya lebih menekankan dan menseriusi pokok inti perjuangannya seperti telah digariskan para muassis (founding father) nya. Yaitu mengembangkan nilai Islam Ahl assunnah Wa aljama’ah dan melakukan upaya-upaya kemaslahatan umat dan bangsa termasuk didalamnya gerakan bela negara, memperkokoh persatuan bangsa dan bersama komponen bangsa yang lain, ikut melakukan pembangunan bangsa disegala bidang, baik agama (ahlaq dan moral bangsa) ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Terutama usaha-usaha yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat atau umat, misalnya pemberdayaan ekonomi umat, penanggulangan bencana dan kegiatan sosial lainnya.

Dalam ranah politik praktis, seyogyanya NU cukup melakukan gerakan moral dengan melakukan taushiyah dan contoh-contoh keteladanan yang baik bagi semua pihak terutama bagi kalangan warga NU sendiri. Menghindari kegiatan politik praktis yang secara langsung berorientasi kepada kekuasaan adalah agar tidak terjebak dalam konflik kepentingan dengan warga NU yang berbeda aspirasi politiknya yang mestinya, mereka harus diayomi oleh NU. Sehingga NU menjadi pengayom dan sekaligus wasit atau penengah bila terjadi konflik politik antar warga NU. Dalam hubungan dengan kekuatan politik yang ada, seyogyanya NU menjaga jarak yang sama dengan mereka serta menghindari keterlibatan pengurus (khususnya pengurus inti) dalam politik kekuasan, misalnya dengan melakukan aksi dukung mendukung terhadap orang atau kelompok tertentu. Sebagai gantinya, NU hendaknya melakukan pengayoman terhadap semua kelompok dan golongan, khususnya kader-kader NU yang ada diberbagai kekuatan politik, terutama terhadap orang-orang yang selama ini merasa dipinggirkan oleh elit NU. Sehingga mereka akan tetap merasa bagian dari NU dan memberikan kontribusi pada perjuangan NU untuk umat dan bangsa.

Tugas NU yang terpenting saat ini adalah mempersiapkan kader-kader umat atau bangsa dalam berbagai bidang. Misalnya dalam bidang politik, NU mempersiapkan kader-kader politisi dan calon-calon pemimpin bangsa yang handal, bermoral dan mempunyai integritas serta mempunyai komitmen keumatan dan kebangsaan yang kuat. Dalam bidang keilmuan dengan menyiapkan ilmuwan dan teknolog maupun teknokrat yang kompeten dan bermoral. Dalam bidang ekonomi, dengan menyiapkan ekonom, baik praktisi maupun teoritisi, yang bermoral dan mempunya komitmen kerakyatan dan kepedulian sosial yang tinggi. Dalam bidang da’wah dan pendidikan dengan menyiapkan da’i-da’i dan pendidik yang mempunyai integritas dan kemampuan teknis dan sosial yang tinggi serta memahami kondisi riil umat atau masyarakat. Demikian pula di bidang-bidan lain seperti seni budaya, kesehatan, hankam (pertahanan dan keamanan) dan lain-lain, NU hendaknya juga melakukan pengkaderan sehingga misi NU sebagai rahmatan lil ‘alamin betul-betul menjadi kenyataan. Semoga. Amin

Pengajian Rutin Kitab Al Hikam di Musholla Riyadus Sholihin PP. Nurul Jadid dikaji langsung Oleh KH. Moh. Zuhri Zaini, Pengasuh PP. Nurul Jadid

KH. Moh. Zuhri Zaini : Meraih Karomah Dengan Istiqomah

nuruljadid.net – Di zaman modernisasi yang ditandai dengan proses bergesernya sikap dan mentalitas suatu warga masyarakat agar tetap hidup dengan tuntutan masa kini membuat kondisi masyarakat berangsur angsur berubah, sebagian masyarakat yang memiliki persepsi yang keliru dan tidak dibenarkan dalam agama islam. Ada sebagian masyarakat yang memiliki pemikiran dengan melakukan ritual – ritual tertentu, agar orang tersebut bisa mendapatkan kesaktian. Salah satu contohnya adalah melakukan ritual ritual khusus untuk mendapatkan uang dengan tanpa harus bekerja terlebih dahulu. Dengan melakukan amalan – amalan tertentu yang tidak dibenarkan dalam ajaran ajaran, islam orang tersebut bisa menggandakan uang, sekalipun orang yang membacanya jauh dari kata istiqomah dalam menjalankan syari’at islam. Banyak masyarakat yang tertipu dengan istilah “karomah”.

“Anehnya oleh sebagian masyarakat orang yang melakukan demikian dianggap sesuatu yang benar dan dianggap sebuah karomah padahal orang yang melakukannya adalah orang yang jauh dari kata istiqomah dalam menjalakan syari’at. Dan lebih aneh lagi ketika terjadi sesuatu yang demikian ditengah – tengah masyarakat baginya dianggap suatu kemajuan dan kelebihan dalam masyarakat tersebut.” Dawuh KH. Zuhri Zaini dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam Ibnu Athoillah Al-Sakandari, senin (23/01/2017).

Padahal tidak selamanya kelebihan dan kemajuan akan selalu mengarah kepada kebaikan, bisa saja kelebihan dan kemajuan tersebut mengakibatkan kondisi masyarakat mengalami dekadensi baik dari aspek moralitas, pemikiran dan nilai – nilai sosial yang berada di tengah – tengah masyarakat.

Ditengah kondisi zaman yang demikian, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Karanganyar, Paiton Probolinggo, KH. Moh. Zuhri Zaini, mengingatkan agar manusia tidak terjebak dengan pemikiran yang salah, pemikiran yang  berdasarkan hawa nafsu yang tujuan akhirnya mencelakakan manusia itu sendiri,” dawuh Kiai Zuhri dalam pengajian rutin kitab Al-Hikam Ibnu Athoillah Al-Sakandari, senin (23/01/2017).

Kiai Zuhri melanjutkan, kesaktian yang tidak disertai dengan ridho Allah itu adalah istidroj, salah satu tanda orang ridho kepada Allah adalah orang tersebut istiqomah dijalanNya. Beliau melanjutkan penjelasannya dalam kitab Al Hikam dengan membagi karomah menjadi dua bagian.

Pertama, karomah keimanan, kedua, karomah amal. Lebih lanjut beliau menjelaskan, karomah yang sebenarnya adalah ketika orang tersebut mencapai istiqomah dan mencapai sempurnanya keistiqomaan, karena pada hakikatnya, karomah yang sebenarnya adalah beribadah dengan istiqomah.

Sementara ini banyak orang yang menganggap kesaktian yang dimiliki oleh seseorang adalah sebuah karomah tanpa terlebih dahulu melihat orang yang memiliki kesaktian tersebut apakah istiqomah dalam ibadahnya.

“Kalau orangnya istiqomah dalam beribadah bisa jadi itu adalah karomah yang sesungguhnya, namun jika orangnya tidak istiqomah dalam ibadah bisa jadi itu adalah istidroj. Karena yang namanya kesaktian bisa saja dimiliki oleh semua orang” Dawuh Kiai Zuhri ketika memaparkan karomah dan kekaromahan.

Oleh karena itu, kita harus melihat terlebih dahulu jangan samapai terpujuk dengan dhohirnya saja dengan menghilangkan aspek substansi terhadap sesuatu yang kita lihat. Di zaman sekarang sesuatu yang tidak benar dianggap benar, karna dibungkus dengan bungkusan yang menggoda secara lahiriah dan hawa nafsu. Kita seringkali terjebak dengan hal hal demikian karena menjadikannya sesuatu yang nampak sebagai ukuran baik dan tidaknya sesuatu tersebut. Dan menjadikan hawa nafsu sebagai alat untuk mengukurnya serta mengabaikan agama sebagai barometernya. Akhirnya kita mengarungi kehidupan seakan akan berada pada jalan yang benar, padahal jalan tersebut adalah jalan yang salah karna kita terjebak dengan hawa nafsu dan keindahan lahiriah saja.

KH Moh Zuhri Zaini BA

Menempa Diri di Pesantren

Oleh: KH. Moh Zuhri Zaini

Setiap manusia pasti mendambakan kebahagiaan berupa keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan lahir-batin, jasmani-rohani, materiil-inmateriil, baik dalam kehidupan sekarang di dunia (yang sementara) maupun kelak dalam kehidupan di akhirat (yang hakiki dan abadi).

Untuk mencapai tujuan ini manusia harus membekali diri dengan keyakinan yang benar dan mantap, kepribadian, akhlak yang baik, sikap yang benar, ilmu yang cukup, wawasan yang luas, keahlian dan keterampilan yang diperlukan.

Dalam rangka membantu para santri mendapatkan bekal-bekal hidup tersebut, pondok pesantren mendidik para santri agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berkepribadian dan berakhlak mulia, berilmu yang cukup dan berwawasan yang luas, berkeahlian dan berketerampilan di bidangnya, mandiri dan bermanfaat bagi lingkungan keluarga, masyarakat dan bangsa.

Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas, para santri hendaknya menempa dirinya dengan mengikuti dan menyelami semua program-program pendidikan yang telah ditetapkan pesantren, baik program wajib maupun pilihan. Program-program pendidikan tersebut, meliputi berbagai bidang sesuai dengan aspek-aspek diri dan kehidupan manusia, yaitu: pendidikan dan ketaqwaan, pendidikan kepribadian dan akhlak, pendidikan kemasyarakatan dan kebangsaan, pendidikan keilmuan dan wawasan, serta kewirausahaan. Bentuk kegiatan dan metodenya merupa penyampaian materi atau informasi dalam kegiatan belajar di sekolah, majelis pengajian, kursus-kursus, diskus, seminar, study laboratorium, atau lapangan, studi perpustaka dan lain-lain. Juga berupa indoktrinan, pengarahan-pengarahan, pembiasaan, bimbingan dan penyiluhan, pelatihan, bakti sosial/kerja bakti disamping penerapan aturan (norma-norma) baik di sekolah, di asrama mapun yang bersifat umum diserai sanksi-sanksi pelanggarannya. Dan yang tak kalah pentingnya adalah percontohan dan keteladanan serta penciptaan lingkungan yang bersifat kondusif demi efektifitasnya program-program pendidikan yang telah ditetapkan.

Agar berhasil dalam menyelami pendidikan di pesantren, setiap santri harus mengikuti seluruh paket program pendidikan yang telah di tetapkan pesantren bagi tiap santri sesuai dengan tingkat kemampuan, bakat dan minat masing-masing santri. Dalam pelaksanaan program-program pendidikan yang harus diikuti setiap santri ada skla prioritas sesuai dengan status masing-masing program. Apakah program itu termasuk pendidikan dasar, pokok, penting atau hanya pelengkap. Program pendidikan yang bersifat dasar harus didahulukan dari pada yang hanya penting apalagi pelengkap. Misalnya ilmu yang menyangkut pokok-pokok aqidah dan ibadah hendaknya dipelajari lebih dahulu sebelum sebelum mempelajari ilmu-ilmu penunjang, lebih-lebih yang hanya pelengkap. Termahuk harus diprioritaskan adalah kemampuan-kemampuan Al furudl Al Ainiyah (hal-hal yag menyangkut aktifitas kita sehari-hari).

Dengan melihat berbagai program pendidikan pesantren dengan berbagai bidang, bentuk dan metodenya, jelaslah bahwa pendidikan agama tidak hanya bertujuan mencerdaskan otak melalui pelatihan dan pengajaran ilmu pengetahuan dan keterampilan, tetapi lebih dari itu pendidikan agama bertujuan untuk memperbaiki watak (karakter dan akhlak) melalui penyuluhan, pengarahan, keteladanan dan latihan kejiwaan (riyaadlatun nafsyi) berupa amaliyah-amaliyah ibadah melaui (sholat, puasa, aurat-aurat dan lain-lain) maupun amaliyah ibadah sosial (bakti sosial, kerja bakti, dll) disamping penegakan disiplin dan aturan/norma berikut sanksi-sanksi, baik dilingkungan sekolah, asrama, maupun secara umum. Maka demi keberhasilan pendidikannya, setiap santri selain siap belajar dan mencerna ilmu pengetahuan juga harus siap menerima pelatihan dan berlatih diri baik dalam beramal maupun bergaul sehingga selain berilmu dan berotak cerdas juga berakhlak dan berjiwa waras (sehat).

Memang tidak mudah menjalani program-program pendidikan komprehensif seperti yang dilaksanakan di pondok pesantren. Banyak kendala-kendala dan hambatan yang harus dihadapi. Diantaranya: kendala yang pertama adalah, diri/maksa diri kita sendiri. Nafsu manusia cenderung bersenang-senang, bersantai dan bermalas-malasan. Jadi, hanya ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan, sekalipun hal tersebut membahayakan hidupnya (narkoba, zina, minuman keras, judi, dll). Sebailiknya nafsu selalu ingin menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan sekalipun hal tersebut sangat dibutuhkan untuk kemaslahatan hidupnya (misalnya: memberi obat bagi orang sakit). Dengan mengetahui sifat nafsu yang demikian itu, maka seorang santri harus bisa melawan nafsunya mengajak pada hal-hal yang bermanfaat sekalipun kadang-kadang tidak disenangi-nya. Untuk menundukkan dan mengendalikan nafsu diperlukan pelatihan-pelatihan melalui amal-amal ibadah (murni atau sosial), bimbingan dan penyuluhan, mengikuti aturan-aturan/norma-norma disamping berdoa memohon pertolongan Allah Swt.

Kendala-kendala lain adalah lingkungan yang jelek berupa pergaulan dan teman yang mengajak kita kepada perilaku yang merugikan, karena tidak jarang orang yang semula baik tapi karena pengaruh teman dan lingkungannya menjadi jelek. Karena seorang santri harus berupaya menciptakan lingkungan yang baik yang menunjang keberhasilan cita-cita dan tujuan mondoknya dengan melakukan amar-makruf dan nahi-mungkar. Jika tidak mampu melakukannya, hendaknya menjauhi lingkungan tersebut. Walaupun tidak perlu membenci atau memusuhi siapa pun.

Selain kedua kendala di atas, ada kendala yang lain, yaitu masalah bekal (materi), baik yang berlebihan maupun yang kekurangan. Santri yang berbekal lebih, sering tidak bisa mengendalikan nafsunya sehingga ia berlaku boros, berpergian atau berbelanja yang tidak perlu. Sehingga mengganggu kegiatan pendidikannyadi pondok. Untuk santri yang demikian perlu pengendalian nafsu dan mengelola keuangannya dengan baik untuk hal yang perlu saja. Dengan mangalami hidup prihatin di pondok, justru akan mendatangkan hikmah tersendiri.

Selain menanggulangi kendala-kendala tersebut, agar berhasil dalam pendidikannya seorang santri harus bisa memanage diri, waktu, fasilitas termasuk dana yang dimiliki dengan membuat program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Jika perlu, konsultasilah pada guru, atau pengurus senior, BP, atau bahkan kepada pengasuh.

Dan yang paling terakhir, hendaklah selalu berdo’a, memohon pertolongan Allah melalui dzikir dan shalat. Agar yang dicita-citakan dapat tercapai dengan sempurna bersama ridlonya. Sehingga menjadi orang yang selamat, bermanfaat, dan bahagia dunia-akhirat.

Dimuat dalam Rubrik Lentera Hati, Majalah MISI, SMU Nurul Jadid,

Edisi X / April-Oktober-2002