Kiai Imdad Ajarkan Logika dalam Pengajian Khataman Kitab

penasantri.nuruljadid.net- menjelang senja, para santri berkumpul di Masjid Jami’ Nurul Jadid untuk mengikuti pengajian khataman kitab bersama Kiai Imdad. Dalam kesempatan itu, beliau mengajarkan logika sebagai dasar dalam memahami ilmu, terutama dalam konteks keimanan.

Dalam pengajiannya, Kiai Imdad menjelaskan dua jenis logika, yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif adalah metode penalaran yang menghasilkan kesimpulan berdasarkan data atau premis spesifik yang diberikan. Metode ini sering digunakan dalam sains dan penelitian untuk menemukan hukum-hukum yang absah secara empiris.

Sedangkan logika deduktif merupakan sistem berpikir yang sistematis dan pasti, di mana kesimpulan diambil tanpa perlu observasi atau eksperimen karena maknanya bersifat mutlak dan bebas dari kontradiksi.

“Tanpa berpikir pun, akal kita tidak akan menyangkal jika separuh dari angka dua adalah satu,” ujar Kiai Imdad, memberikan contoh sederhana dalam pengajian tersebut.

Lebih lanjut, beliau memaparkan tiga jenis hukum dalam kajian logika:

Hukum Syar’i, yaitu hukum yang bersumber dari syariat Islam. Ilmu yang memuat hukum ini mencakup panduan agama seperti Furudhul Ainiyah (FA) dan aturan-aturan syariat lainnya. Hukum Syar’i terbagi menjadi lima: wajib, sunnah, makruh, mubah, dan haram.

Hukum Aqli, yaitu hukum yang berdasarkan akal sehat dan rasionalitas. Ilmu yang masuk dalam kategori ini meliputi akidah, nahwu, ushul fiqh, fisika, dan lainnya. Hukum Aqli terbagi menjadi tiga bentuk: wajib (pasti ada), mustahil (tidak mungkin ada), dan jaiz (bisa ada atau tidak ada).

Hukum Adi, yaitu hukum yang berdasar pada kebiasaan atau pengamatan empiris. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan hukum ini meliputi sains, fiqh, dan bahasa. Hukum Adi ditetapkan melalui eksperimen, observasi, dan pengalaman berulang.

Syarat Ilmu dan Keimanan kepada Allah

Dalam pengajian khataman kitab ini, Kiai Imdad juga menjelaskan bahwa suatu ilmu harus memenuhi empat kriteria utama:

1. Berada dalam pikiran (terkonsep dengan jelas).
2. Keyakinan terhadap ilmu harus matang.
3. Sesuai dengan kenyataan atau realita.
4. Didasarkan pada dalil dan bukti.

Menurut beliau, ilmu adalah bentuk keyakinan yang diperoleh melalui argumentasi. Dalam hal ini, ada dua sifat utama dalam logika: sifat niscaya, yaitu kebenaran yang absolut dan tidak perlu pembuktian, serta sifat nadhari, yaitu keyakinan yang berdasarkan argumentasi dan membutuhkan penalaran.

Saat menjawab pertanyaan santri tentang memahami Allah, Kiai Imdad menegaskan bahwa mengenal Allah tidak berarti memahami hakikat-Nya secara langsung, melainkan mengetahui sifat-sifat yang wajib ada pada-Nya (wajib), sifat yang mustahil ada pada-Nya (muhal), dan sifat yang mungkin ada pada-Nya (jaiz).

“Mengenal Allah adalah kewajiban utama. Sebab, semua kewajiban dalam agama bergantung pada keyakinan terhadap-Nya,” jelasnya.

Beliau juga mengingatkan pentingnya meningkatkan kualitas iman melalui dua cara: dzikir kepada Allah dan merenungi ciptaan-Nya. Dalam kajian akidah, beliau menekankan bahwa keyakinan harus didasarkan pada hukum aqli atau argumentasi rasional sebelum menerima wahyu.

Sebagai penutup, Kiai Imdad merekomendasikan buku “Logika Keimanan” karya Ahmad Ataka, yang membahas bukti logis kebenaran akidah Islam dalam perspektif sains modern.

Melalui pengajian khataman kitab ini, beliau mengajak santri untuk menguatkan keimanan dengan pemahaman logika yang benar.

Pewarta : Moh. Wildan Dhulfahmi
Editor     : Ponirin Mika

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *