Menjemput Berkah di Haul Masyayikh

nuruljadid.net- Suatu hari ada orang menelpon saya, menanyakan prihal pelaksanaan haul masyayikh dan harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Saat telpon berdering saya masih ada di dapur membantu istri memasak. Bunyi telpon terus berdering, kemudian saya bergegas mengambil hand pon yang berada diatas meja ruang tamu. Ia memulainya dengan mengucapkan “Assalamualaikum…” saya menjawab “waalaikum salam”, sebelumnya dia (penelpon) melanjutkan pembicaraannya, saya terlebih dahulu mengucapkan kalimat “ada yang bisa saya bantu?” begitu ucapan yang diajarkan atasan saya apabila menerima telepon dari orang lain.

Ustaz, saya mau tanya, apa boleh saat haul masyayikh dan harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid tanggal 14 Maret 2021 nanti kami hadir langsung di Pesantren, tanya dia kepada saya. Saya jawab dengan tegas, mohon maaf bapak, untuk tahun ini haul masayayikh dan harlah Pesantren untuk kalangan orang dalam (santri, pengurus pesantren, dosen), alumni dan wali santri dilaksanakan melalui virtual. Oh begitu ustaz, ucapnya.

ia melanjutkan, soalnya saya sudah 3 kali tidak ke Nurul Jadid untuk mengikuti kegiatan haul masyayikh dan harlah pesantren, saya kangean dan rindu sekali. Saya ingin sowan ke asta dan para masyayikh yang masih ada saat ini. Saya terus ingat beliau, hampir setiap malam saya menangis memohon kepada Allah agar bisa berkunjung ke Nurul Jadid tepat pada pelaksanaan haul dan harlah 14 Maret 2021 nanti,” Begitu ungkapnya pada saya.
Mendengar cerita penelpon tadi, saya berbaring diatas Kasur sambal memegang kepala. Sesekali saya tarik nafas, sembari mengucapkan “Ya Allah, para alumni dan wali santri sudah mulai rindu untuk berkunjung ke Pesantren. Mereka tidak hanya karena ingin menyambangi putera-puterinya tapi ingin ngalap berkah kepada al-marhumin dan juga pada masyayikh Pesantren Nurul Jadid yang masih hidup.

Kerinduan mereka kepada para al-marhumin untuk ngaji di maqbarohnya sebagai simbol ikatan emosional seorang santri dan para kiainya. Hal itu tidak lepas dari ketulusan para masyayikh dalam mendidik dan mengajar para santri-santrinya.
Konon, ibu saya mengatakan kepada anak-anaknya, termasuk diantaranya kepada saya, “ Nak ulama itu mengajari santri-santrinya dengan penuh kasih sayang, mendidik para santri-santrinya dengan kelembutan hati serta membimbing para santri-santri dengan akal dan pikiran yang jernih. Ulama itu sangat Bahagia apabila berhasil mencetak kader umat yang konsisten menjalankan agama Allah dimanapun dan apapun profesinya,” Begitu ungkap ibu saya pada anak-anaknya.

Oleh karenanya, Haul Masyayikh dan Harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid harus kita jadikan sebagai momentum untuk meniru jejak-juang para al-marhumin dan para masyayikh di dalam melakukan dakwah. Jangan sampai kegiatan haul dan harlah hanya dijadikan sebagai kegiatan ritual atau hajatan tahunan yang tidak memberi bekas apapun pada diri kita sebagai santri, alumni, wali santri dan masyarakat. Jasa para al-marhumin tak pernah lekang oleh masa, ia akan utuh hingga alam keabadian. (PM)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *