nuruljadid.net – Pelantikan dan Lepas Pisah merupakan sebuah kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Melepas dan melantik merupakan sebuah proses pembelajaran sekaligus pengkaderan dalam sebuah organisasi. Dimana didalamnya harus ada peremajaan atau pembaharuan dalam sebuah organisasi agar terdapat sebuah jenjang karir yang terstruktur. Dan itu merupakan sebuah hal yang lumrah dalam organisasi.
Pesantren yang salah satu fungsinya adalah pengkaderisasian terjadi di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Malam ini, Pengurus Mushalla Raudlatul Qur’an melakukan regenerasi yang bertujuan untuk memberikan nuansa baru dalam organisasinya. Proses Pelantikan dan Pelepasan pun menjadi rentetan agenda pada malam hari ini (06/04).
Kegiatan yang bertempat di Raudlatul Qur’an ini dihadiri oleh Wakil Kepala Biro Kepesantrenan, K. Imdad Robbani yang mewakili Kepala Biro Kepesantrenan, KH. Fahmi AHZ yang tidak bisa hadir pada acara ini. Dalam kesempatan ini beliau diminta untuk memberikan mauidatul hasanah bagi pengurus terlantik dan demisioner.
Pada awal mauidatul hasanah beliau, beliau menyampaikan bahwa orang yang belajar dan mengajar Al Qur’an itu adalah sebaik baiknya ummat Nabi Muhammad SAW. Beliau juga menyampaikan selamat kepada pengurus muta’allim yang telah diwisuda karena mereka telah melalui satu tahap yakni ta’allama dan akan menunjang tahap wa’allamah. Beliau juga berpesan kepada para muallim untuk tidak pernah jerah dalam belajar.
“Belajar adalah proses sepanjang hidup, jangan pernah berhenti mengejar dan jangan pernah sedikitpun merasa bahwa dengan wisuda ini saya sudah selesai belajar.” Dawuh beliau.
“Belajar Al Qur’an itu tiada batasnya. Karena Al Qur’an adalah firman Allah yang tiada batasnya. Bagi kalian yang telah diwisuda, ini adalah kulit terluar untuk membaca Al Qur’an. Jangan lupa, dibalik kulit tersebut masih ada sari pati yang isinya tentang kandungan firman Allah SWT yang masih harus dipelajari dan dipahami” tambah beliau.
Beliau menyampaikan bahwa tiada manusia yang mengerti dan paham tentang semua kandungan Al Qur’an. Belajar Al Qur’an adalah sesuatu sangat berharga. Oleh karenanya, tiada batas akhir untuk belajar Al Qur’an. Selain belajar memahami kandungan dari Al Qur’an, mengajarkan tentang cara membaca Al Qur’an dengan tartil adalah sebuah hal yang sangat mulia apalagi dengan tidak mengharapkan materi.
“Kita sudah satu tahap dalam belajar dan mengajar Al Qur’an. Pada zaman sekarang ini mengajar Al Qur’an merupakan sebuah sesuatu yang sangat amat berharga. Jika kita melihat di kota besar, maka orang yang mau mengajar dan belajar Al Qur’an masih membutuhkan materi. Berbeda dengan kondisi kita disini, tanpa materipun kita masih bisa mengajar dan belajar Al Qur’an. Oleh karena itu jangan berhenti menggali Al Qur’an. Kita harus tetap memiliki giroh untuk menggali Al Qur’an.” Dawuh beliau kepada semua hadirin pada acara pelantikan malam hari ini.
“Jadikanlah Al Qur’an sebagai pendamping yang bisa dijadikan tuntunan bagi kita untuk menjalani kehidupan, tapi jangan jadikan Al Qur’an sebagai pendamping sekunder. Jika kita memiliki cita cita yang tinggi, jadikanlah Al Qur’an sebagai pendamping kita. Jadikan Al Qur’an sebagai pijakan awal bagi kita untuk melangkah lebih lanjut.” Tambah beliau dalam tausiyahnya.
Secara global, ilmu terbagi dua bagian, ilmu fardu ‘ain dan kifayah. Contoh Ilmu fardu ‘ain (ilmu yang wajib diketahui oleh ummat islam) adalah sholat, puasa termasuk baca Al Qur’an. Apabila fardu ain sudah tuntas, maka kembangkan menjadi ilmu kifyah. Mendalami dan mngembangkan ilmu itu adalah ilmu fardu kifayah.
“Harapan kedepan adalah tidak lagi ada pandangan ideologis tentang pandangan ilmu (ilmu agama dan umum). Semua ilmu itu adalah ilmu Allah. Secara umum ilmu itu ada 2 yaitu ilmu fardu ‘ain dan kifayah. Ilmu fardu ‘ain adalah kewajiban seorang muslim dalam keseharian termasuk dalam membaca Al Qur’an. Mendalami dan mengembangkan ilmu itu adalah fardu kifayah. Jangan sampai semua itu terbalik. Jangan sampai kita pintar dalam hal sience tapi tidak sholat. Jangan sampai kita ahli fisika tapi tidak bisa membaca Al Qur’an” nasihat beliau kepada semuanya.
“Kalau ada orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan Allah, dia akan cenderung lupa diri. Orang yang punya hubungan baik dengan allah maka dia akancenderung bisa mengontorol diri. Contohnya kita sering kali dipaksa untuk melakukan hal yang tidak kita inginkan oleh nafsu. Itu merupakan contoh dari kita tidak memiliki hubungan baik dengan Allah” Dawuh Beliau.
“Orang yang ingin curhat kepada Allah, maka dia akan Shalat. Orang yang rindu akan firman Allah, maka dia akan membaca Al Qur’an. Jika kita igin bermunajat kepada Allah maka sebaik baiknya bermunajat kepadaNya adalah ketika kita shalat. Karena dengan membaca Al Qur’an dalam shalat kita telah melakukan 2 hal tersebut (curhat dan rindu firman Allah). Janganlah puas hanya karena bisa membaca Al Qur’an saja, kita harus terus meningkatkannya” Dawuh Beliau.
“Tanamkan pada diri kita masing masing, saya akan menjadi santri selamanya. Santri selamanya bermakna akan selalu mencari ilmu, akan selalu menjadi orang yang tidak pernah merasa sudah tahu yang akibatnya tidak belajar. Tapi saya akan menjadi orang yang selalu merasa tidak tahu sehingga saya akan terus belajar. Jadilah orang yang merasa tidak tahu sehingga ada rasa butuh dan ingin belajar” Dawuh Beliau.
Banyak hal yang tidak pernah kita sadari nilainya ketika kita di pondok. Oleh karena itu jangan meremehkan hal hal kecil ketika berada di Pondok karena sekecil apapun tugas kita pasti akan ada hikmahnya. Hikmah itu adalah sesuatu yang jalan bagi manfaatnya ilmu. Hal hal yang kecil itu merupakan sebuah proses pematangan diri kita sebagai manusia. santri, ummat islam dan ciptaanNya.
Semoga allah akan senantiasa menganugerahkan Al Qur’an kepada kita semuanya agar kita bisa mempelajari, memahami dan mengamalkannya. Kalimat tersebut menutup maudatul hasanah beliau. (Q2/Red)