Pos

Halaqah Fikih Peradaban II di Nurul Jadid: NU dan Pesantren Merespon Isu Geopolitik Internasional

nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Kabupaten Probolinggo kembali mendapat kehormatan menjadi tuan rumah Halaqah Fikih Peradaban Jilid II yang digelar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai tindak lanjut dari Halaqah Fikih Peradaban I menjelang 1 Abad NU beberapa saat lalu. Acara kali ini bertempat di Aula I Pesantren Rabu, 20 Desember 2023.

Fikih peradaban merupakan konsep hukum Islam yang dikembangkan Nahdlatul Ulama (NU), yang menekankan pada prinsip keberagaman, toleransi, dan musyawarah. Konsep itu mencakup beberapa aspek, termasuk fikih siyasah dan negara bangsa.

Pada gelaran acara Fikih Peradaban Jilid II ini mengangkat tema “Fikih Perdamaian: Reposisi Peran Islam dalam Merespon Isu-isu Geopolitik Internasional”. Tema ini diangkat dengan tujuan tidak lain adalah untuk memperkuat pemikiran dan gerak Islam melalui Pondok Pesantren dan komunitas agama dalam mengambil sikap tegas merespons isu-isu kemanusiaan khususnya konflik di negara-negara Timur Tengah.

Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini menyampaikan dalam sambutannya tentang urgensitas peran warga Pesantren dan NU dalam meminimalisir tindakan kekerasan dan terorisme di Indonesia.

“Halaqah selain untuk silaturrahim juga untuk menyamakan pemikiran tentang berbagai isu, ini penting agar tidak terjadi ikhtilaf, meskipun ikhtilaf itu suatu yang normal akan tetapi jangan sampai iftiraq” tutur Kiai Zuhri

“Saat ini warga Indonesia bahkan masyarakat Global sedang menghadapi cobaan-cobaan yang berat utamanya sesuatu yang berkaitan dengan kekerasan berujung terorisme, ini suatu masalah yang sangat besar yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan dalam beragama. Oleh karena itu sudah selayaknya kita berupaya untuk minimalisir meskipun tidak mampu meniadakan masalah kekerasan dan terorisme tersebut baik dalam kelompok, individu maupun negara” imbuh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid.

KH. Miftah Faqih Ketua PBNU menghimbau pentingnya penguatan peran Islam dalam merespon dan menyikapi berbagai isu internasional khususnya yang terjadi di Gaza Palestina. Menurut Ibnu Khaldun, peradaban adalah keahlian dalam kelapangan dunia, memperbaharui kondisi, serta menemukan berbagai ciptaan dalam mewujudkan sebuah kemaslahatan.

Mengutip apa yang disampaikan Samuel Huntington bahwa peradaban adalah identitas terluas dari budaya yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum seperti bahasa, sejarah, kebiasaan, agama, dan institusi maupun unsur subyektif seperti identifikasi diri. Peradaban menjadi aparatus pelaksana kehidupan. Sedangkan kebudayaan menjadi ekspresi hidup itu sendiri.

Di waktu yang sama narasumber kedua KH. Zainul Mu’ien Husni mengupas sebuah gagasan pemikiran tentang Fikih Hadharah dan Respon terhadap aksi genosida Israel kepada warga Palestina. Kiai Zainul menyampaikan elastisitas fikih dalam menyikapi fenomena sosial tidak hanya dalam skala lokal bahkan hingga level global.

Harapannya dengan terselenggaranya Halaqah Fikih Peradaban ini akan mampu membuka khazanah berfikir para peserta yang terdiri dari 70 pengasuh Pondok Pesantren di wilayah kota dan kabupaten Probolinggo serta 30 akademisi dari berbagai lembaga pendidikan tentang sensitivitas sosial dan gerakan bersama memerangi tindakan kekerasan yang dapat berujung pada aksi terorisme serta kepedulian terhadap kondisi yang menimpa saudara seiman kita di Gaza Palestina.

 

Tonton full videonya disini

 

(Humas Infokom)

Ketum PBNU Gus Yahya Paparkan Agenda PBNU Saat Silaturrahim ke Nurul Jadid

nuruljadid.net – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Yahya Cholil Tsaquf akrab disapa Gus Yahya memaparkan agenda PBNU yang menjadi komitmen beliau saat silaturrahim ke Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Ahad pagi (30/04/2023)

Mengawali pengarahan, Gus Yahya mengucapkan Selamat Idul Fitri 1444 H dan memohon maaf lahir batin mewakili PBNU kepada seluruh hadirin dalam forum silaturrahim tersebut.

Selain sowan, Gus Yahya mengajak warga nahdliyin hal-hal penting terkait Thariqoh Ad-Diniyah yakni cara beragama kita di tengah keberagaman masyarakat Indonesia dan dunia.

“NU merupakan jalan penentu bagi hidup kita termasuk Thariqoh Ad-Diniyah atau cara beragama kita dalam bermasyarakat. seperti tidak menuntut negara Khilafah,” pungkasnya

(Ketum PBNU Dr. (H.C) KH. Yahya Cholil Tsaquf saat memberikan sambutan pada acara silaturrahmi ke Pondok Pesantren Nurul Jadid)

“NU telah memilih NKRI, sebagaimana amanah dan keputusan muassis NU. Jika mau mencari hujjah syariah silahkan! Karena keputusan muassis itu sudah termasuk dalil itu sendiri,” ungkap Gus Yahya.

“Kita bukan negara komunis yang memilih berperang!” tegasnya di hadapan seluruh hadirin

Gus Yahya juga menekankan bahwa NU mengajarkan kita cara hidup di tengah keberagaman dalam dekapan NKRI “Thoriqoh Nahdliyah terbukti menguatkan kita semua dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara,”

Hasil survei mutahir yang disampaikan Gus Yahya bahwa 59.2% dari total umat muslim di Indonesia mengaku berafiliasi dengan NU. Ini merupakan bukti bahwa NU organisasi besar dengan pengikut yang tidak sedikit.

“Di tengah padang sejarah yang begitu luas ini, kemana arah kita? Apakah hanya bergerombol atau mengarah ke satu tujuan yang besar dan mulia,” terangnya

Setidaknya dua agenda PBNU yang Gus Yahya paparkan pertama gerakan keluarga maslahah; kedua verifikasi dan validasi kepengurusan organisasi NU

“Gerakan keluarga maslahah NU akan diwujudkan dalam, kegiatan masyarakat di tingkat desa jadi dihandel ranting. Ada sekitar 8000 desa lebih,”

“Akan ada instruksi langsung dari PBNU, berikut dengan pedoman satgas yang dibentuk oleh PBNU. Orang-orang yang betul-betul tau dengan kerjanya.” Jelas Gus Yahya

Gerakan keluarga maslahah adalah keluarga yang dapat memenuhi atau memelihara kebutuhan primer (pokok), baik lahir maupun batin. Selain itu juga kepastian validitas data struktur kepengurusan yang sesuai dengan prosedur tata kelola administrasi PBNU.

“Semua kepengurusan NU, harus mengikuti ketentuan administrasi yang telah ditetapkan. Jangan sampai ada banom NU yang tidak mendapat SK sesuai prosedur yang berlaku,” tegasnya.

Agenda yang dipaparkan Gus Yahya lebih fokus pada kegiatan di ranah ranting. Kegiatan ini merupakan instruksi langsung dari PBNU ke pengurus NU tingkat ranting.

“Ini instruksi langsung dari PBNU, tidak ada perantara. Supaya instruksinya jelas!” tandas Gus Yahya.

(Humas Infokom)

Memasuki Abad Kedua, Kiai Zuhri Zaini Berharap PBNU Mediasi Konflik Kemanusian dan Dirikan Pesantren Muallaf Centre

nuruljadid.net – (30/04/2023) Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid K.H. Moh. Zuhri Zaini, dalam forum silaturrahim bersama PBNU, menyampaikan harapannya agar PBNU bisa memediasi konflik kemanusiaan yang tidak berkesudahan terjadi di negera mayoritas muslim seperti Afghanistan, Pakistan juga di Israel-Palestina.

Selain itu, Kiai Zuhri juga menyinggung soal pendirian pesantren Muallaf Centre sebagai wadah bagi mereka yang baru memeluk Islam untuk belajar aqidah ahlussunah wal jamaa’ah.

Memasuki abad kedua Nahdlatul Ulama’ (NU), kiai Zuhri menyampaikan bahwa ini merupakan momen yang krusial bagi PBNU untuk melakukan penguatan di berbagai sektor.

Kiai Zuhri mengutip sebuah hadits tentang kemunculan mujaddid setiap seratus tahun yang bersumber dari Abu Hurairah RA yang meriwayatkan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut,

إنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهذهِ الأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِيْنَهَا

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat Islam, setiap seratus tahun, seorang yang memperbarui untuk mereka (interpretasi) ajaran agama mereka.” (HR Abu Daud)

Kiai yang akrab dengan kesederhanaannya itu berharap PBNU dibawah kepemimpinan Gus Yahya bisa menjadi pelopor dalam memperjuangkan masalah ummat.

Menyoal konflik kemanusiaan, kiai Zuhri menaruh harapan besar agar PBNU bisa merangkul Israel dan menjadikannya kawan untuk memnyudahi konfliknya dengan Palestina. Harapannya, PBNU bisa menjadi mediator antara kedua negara tersebut tanpa memihak salah satunya meski negara Muslim demi perkuat tali persaudaraan.

Sebelumnya, kiai Zuhri juga menyinggung tentang kemandirian warga nahdliyin melalui penguatan ekonomi pesantren agar dapat mandiri berjama’ah.

“Memasuki Abad kedua, ini bisa menjadi peluang sekaligus tantangan untuk melaksanakan visi-misi NU, pertama bagaimana kita sebagai warga nahdliyin mandiri, Alhamdulillah banyak pesantren merintis dan menggerakkan pemberdayaan ekonomi,” terang Kiai Zuhri.

Poin terakhir, Kiai Zuhri juga mengusulkan agar PBNU membentuk wadah bagi para muallaf. “Pesantren Muallaf perlu dipikirkan bersama oleh kita warga NU karena banyak difasilitasi oleh kelompok lain. Seandainya ada pembinaan khusus untuk para muallaf akan sangat baik sehingga aqidahnya sama ASWAJA,” tuturnya.

Menutup sambutannya Kiai Zuhri berharap semoga pertemuan ini membawa keberkahan bagi semua yang hadir khususnya PBNU dan Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

 

(Humas Infokom)

Ketum PBNU Gus Yahya Silaturrahim ke Ponpes Nurul Jadid Paiton

nuruljadid.net – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr. (H.C) K.H. Yahya Cholil Staquf yang akrab dipanggil Gus Yahya berkunjung ke Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo pagi ini Ahad (30/04/2023) dalam rangka perkuat silaturrahim.

Tepat pukul 09.50 WIB, rombongan PBNU tiba di Ponpes Nurul Jadid. Kedatangan rombongan PBNU tersebut disambut hangat oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid K.H. Moh. Zuhri Zaini beserta pimpinan pesantren dan dzurriyah Nurul Jadid.

(Pengasuh KH. Moh. Zuhri Zaini bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Auditorium I pesantren)

Kunjungan Gus Yahya beserta rombongan PBNU dikemas dalam bentuk halal bi halal ke beberapa pesantren di Jawa Timur, salah satunya Ponpes Nurul Jadid, Paiton Probolinggo yang berlangsung di Auditorium I pesantren.

K.H. Moh. Zuhri Zaini mengawali sambutannya dengan menyampaikan rasa syukur atas kedatangan rombongan PBNU untuk kesekian kalinya ke Pondok Pesantren Nurul Jadid.

“Sebagai tuan rumah dan warga nahdliyyin, saya sangat bersyukur atas kedatangan tamu dari PBNU, semoga silaturrahim ini membawa keberkahan untuk kita semua,” figur yang khas dengan outfit sederhana serba putih tersebut.

Selang beberapa saat kemudian, ketua umum PBNU Gus Yahya memberikan pengarahan di hadapan tamu undangan yang notabene adalah pengurus PC, MWC dan Ranting di daerah kota/kabupaten Probolinggo, Situbondo dan Bondowoso.

Gus Yahya menyampaikan agenda-agenda yang akan dieksekusi oleh PBNU. Juga penguatan tertib administrative di setiap struktur kepengurusan NU yang sesuai dengan prosedur administrasi PBNU mulai dari PWNU hingga ranting.

“Semua kepengurusan NU, harus mengikuti ketentuan administrasi yang telah ditetapkan. Jangan sampai ada banom NU yang tidak mendapat SK sesuai prosedur yang berlaku,” pungkas Gus Yahya.

“Ini instruksi langsung dari PBNU, tidak ada perantara. Supaya instruksinya jelas!,” imbuhnya.

(Sesi foto bersama pengurus PBNU bersama pimpinan dan keluarga Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Usai pengarahan ketum PBNU, acara dilanjutkan dengan pemberian cinderamata dari pengasuh Kiai Zuhri ke Ketum PBNU Gus Yahya dan dilanjutkan dengan sesi foto bersama rombongan PBNU serta pimpinan Ponpes Nurul Jadid.

Acara silaturrahim ini diikuti 100 peserta terdiri dari perwakilan pengurus NU se- kota/kabupaten Probolinggo, Situbondo dan Bondowoso. Turut hadir wakil ketua umum PBNU H. Amin Said Husni, sekretaris jenderal KH. Saifullah Yusuf dan beberapa pengurus PBNU lainnya.

(Humas Infokom)

Sholat Berjamaah Sebelum Kirab, MI Nurul Mun’im Turut Semarakkan Satu Abad NU

nuruljadid.net – Menggaungkan semangat perjuangan para ulama pejuang Nahdlatul Ulama (NU), Mi Nurul Mun’im menggelar kegiatan Kirab Santri (02/02/2023) dalam rangka memperingati Satu Abad Kelahiran NU yang jatuh pada 16 Rajab 1444 H atau bertepatan pada tanggal 07 Februari 2023.

Kegiatan kirab santri ini diikuti oleh hampir 300 peserta didik MI dan TPQ Nurul Mun’im. Mereka didampingi dewan asatidz dan asatidzah, pengurus ranting NU, Muslimat, Fatayat, Ansor, Banser ranting Karanganyar, simpatisan, alumni dan wali murid.

Tak hanya itu, kirab santri semakin dimeriahkan oleh drum band pengiring, firqoh hadrah Al Jadidah wilayah Zaid Bin Tsabit (K), firqoh hadrah wilayah J dan PBNJ MINM. Semua peserta sebelum memulai kirab melakukan sholat ashar berjamaah di madrasah bersama seluruh asatidz dan asatidzah.

(Peserta Kirab MI dan TPQ Nurul Mun’im saat tengah bersiap sebelum berangkat kirab di halaman MI Nurul Mun’im)

Pelaksanaan kirab ini dimulai dari starting point MINM menuju wilayah K lanjut asrama Nasyiatul Hamidiyah melintasi bengkel pak Bukat dan PP. Tarbiyatul Banat. Rombongan kirab santri sempat beristirahat di sekitar RM. Warung Adelia, beberapa saat kemudian kirab dilanjutkan melewati toko Lamegas dan berakhir di titik awal yaitu MINM.

Peserta kirab nampak sangat proaktif, antusias dan merespon kegiatan ini dengan positif. Pasalnya, kegiatan ini selain untuk memeriahkan peringatan satu abad NU juga merupakan momentum bersejarah yang tidak akan terulang kembali. Banyak masyarakat, wali murid, simpatisan dan alumni yang ikut memberikan sumbangsih materi berupa konsumsi, donasi dan tenaga untuk suksesnya acara tersebut.

(Peserta Kirab perguruan bela diri MI Nurul Mun’im saat tengah bersiap sebelum berangkat kirab di halaman MI Nurul Mun’im)

Ketua panitia pelaksana Muhammad Syarqowi, S.Sos memberikan keterangan terkait tujuan dilaksanakannya kegiatan kirab santri ini. “memeriahkan peringatan harlah NU ke 100th, yaitu untuk menanamkan kecintaan murid akan para Muassis Nahdlatul Ulama dan menanamkan kecintaan murid kepada Jam’iyah Nahdlatul Ulama” terangnya.

Kepala MI Nurul Mun’im Kiai Ahmad Barisi, M.Pd. yakin pentingnya Pendidikan Aswaja sejak dini kepada peserta didik untuk mempertahankan nilai dan tradisi NU.

“Implementasi materi ke-Aswaja-an di bangku sekolah itu perlu menjadi perhatian kita bersama, selain untuk keilmuan juga sebagai syiar kepada masyarakat bahwa MI Nurul Mun’im tetap eksis dalam mempertahan Ahlus Sunnah wal Jamaah Annahdliyah” tutur Kiai Barisi.

(Peserta kirab MI dan TPQ Nurul Mun’im saat tengah berangkat kirab di sekitar desa Karanganyar Paiton)

Selain kirab santri terdapat beberapa rangkaian kegiatan lainnya seperti pematerian tentang Sejarah Berdirinya NU oleh ustaz Musthofa Syukur ketua ranting NU Karanganyar dan pasca kirab kegiatan ditutup dengan pembagian door prize dengan hadiah utamanya kipas angin.

 

(Humas Infokom)

 

Gus Fayyadl Usul Darud Difan sebagai Konstribusi Menyusun Konsep Negara Suaka

nuruljadid.net – Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid K. Muhammad Al-Fayyadl mengusulkan Darud Difan sebagai kontribusi untuk menyusun konsep negara suaka, hal tersebut menjadi perbincangan dalam acara Halaqoh Fikih Peradaban di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Ahad (2/10) siang.

“Mungkin apa bisa darud difan ini dijadikan kontribusi untuk menyusun konsep negara suaka?”, tanya Gus Fayyadl.

Usulan ini berangkat dari fakta geopolitik yang desawa kini sangat rentan pada terjadinya pengusiran umat manusia. Beliau memberikan contoh beberapa tahun lalu saat tragedi rohingya, umat muslim yang ada di daerah bangladesh, india, dan pakistan terusir dari negaranya.

“Hal ini sampai sekarang belum bisa diatasi oleh konsep negara bangsa yang ada, kenapa? Karena negara bangsa yang ada saat ini sangatlah ekslusif, bisa dibilang untuk masuk ke sebuah teritory harus butuh pasport dan visa. Bagaimana dengan warga negara yang tidak punya pasport dan visa, apakah dihukumi sebagai bughat,” dawuh beliau.

(Potret suasana Halaqoh Fikih Peradaban di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Dalam konteks tersebut, Kyai Muhammad Al-Fayyadl mengusulkan agar kita bisa memahami tatanan dunia hari ini sebagai darud da’wah. Lalu beliau menjelaskan bahwa darud da’wah dibagi menjadi dua, yaitu darud to’at dan darul ma’ashih wal fusuk wal dzulmi. Jadi yang ada sekarang bukanlah kekafiran ansih, tetapi sebenarnya ekspresi paling luar dari kekafiran itu adalah al ma’asi, wal fusuk, wal dzulmi, al jaur atau kesewenang-wenangan.

“Sehingga dari konsepsi seperti ini sebenarnya yang ada mungkin sekarang itu semua negara hari ini adalah darud dakwah bagi umat islam,” imbuhnya.

Memperkuat dasar pemikirannya, beliau juga mengangkat cerita sahabat rasul yang menjadi salah satu al-‘asyaratu al-mubasysyaruna bil jannati atau sepuluh sahabat nabi yang dijamin masuk surga, beliau adalah Abdurrahman bin Auf. Dalam sejarah diceritakan, beliau adalah orang pertama yang rumahnya menjadi tempat kedatangan utusan-utusan nabi bahkan tamu-tamu nabi yang berasal dari luar negeri, sehingga rumah beliau disebut sebagai darud difan.

“Bahkan rumah dari Abdurrahman bin Auf ini juga disebut addarul kubro. Karena saking luasnya, karena beliau kaya raya, rumahnya yang besar itu banyak menerima tamu delegasi dari negara-negara lain yang itu insyaallah rata-rata non-muslim atau musyrik. Jadi kami tertarik, mungkin apa bisa darud difan ini dijadikan kontribusi untuk menyusun konsep negara suaka?,” jelas Gus Fayyadl.

Selain itu, beliau juga mengusulkan bahwa tujuan negara sebenarnya yang telah dimukakan oleh KH. Afifudin Muhajir bisa ditingkatkan pada tataran global, artinya bagaimana Fikih Maqosid yang telah menjadi acuan kita di dalam bermuamalah hari ini bisa ditingkatkan ke dalam tataran global.

“Sebagai contoh, kami mengusulkan adanya istilah hifdzul bi’ah atau menjaga lingkungan yang dimaknai disini hifdzul balad atau hifdzul wathon sebagai salah satu maqosid syariah di dalam konteks tatanan dunia baru, kenapa? Karena semua an nafs, ad din, al mal, an nasl itu tidak akan berguna ketika sebuah negara diinvasi dan dikoloni, maka hifdzul balad, meski itu balad yang mayoritasnya ada kafir, karena dia potensi menjadi darud dakwah maka sangat mungkin untuk dimasukkan kedalam kriteria maqosdu syariah yang baru,” pungkas beliau.

 

 

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl Jabarkan Enam Sistem Tatanan Dunia Baru Perspektif Geopolitik

nuruljadid.net – Narasi “Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru” Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid Kyai Muhammad Al-Fayyadl membahas terkait Fikih Siyasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya. Dengan itu, beliau mengatakan bahwa topik pembahasan Halaqah Fikih Peradaban yang diadakan di Pondok Pesantren Nurul Jadid sudah masuk pada perbincangan mengenai maddatul hadorohnya atau materi peradabannya.

Ungkapan itu disampaikan oleh Gus Fayyadl saat menjadi pemateri dalam acara Halaqah Fikih Peradaban menyambut hari lahir 1 Abad Nahdlatul Ulama’ (NU) pada Ahad (2/10) siang.

Lebih lanjut beliau mengkhulasohi atau mereview sub materi Tatanan Dunia Baru yang kompleks dan memiliki cakupan sangat luas. Beliau menyebutkan ada enam segmentasi tatanan dunia baru secara geopolitik yang mencirikan kehidupan peradaban manusia dari waktu ke waktu.

“Secara geopolitik, peradaban dunia itu ada enam sistem. Fase pertama, peradaban suku (Tribal Societies – Mujtama’ Al Qabailiyah) ini yang diisyaratkan dalam kitab suci al-quran ‘inna khalaqnakum syu ubawwaqaba ila’, jadi peradaban suku ini sangat kental jika kita melihat dalam sejarah islam fase awal.”

Kemudian disusul dengan tatanan dunia yang kedua atau fase kedua, yaitu lompatan dari peradaban suku kepada peradaban imperium (Imperial Societies – Mujtama’ Dauliyah). Dalam fase ini, dimana saat itu di zaman Nabi Muhammad SAW ada dua imperium besar, yaitu Romawi dan Persi. Secara umum, terdapat ciri-ciri kehidupan politik dalam kitab-kitab Fikih Siyasah kita, karena di peradaban ini muncul konsep-konsep yang sangat berpengaruh bahkan di dalam praktik, misalnya dalam konsep jihad.

“Yaitu adanya konsep dan praktik futuh (penaklukan) jangan dibayangkan ini penaklukan militer, tapi lebih tepat pada pendirian masyarakat Islami dengan tatanan politik tertentu, yang seringkali juga terkadang melalui proses perdamaian, seperti Fathu Mekkah itu sendiri. Peradaban imperium ini berlangsung sangat lama,” imbuh beliau.

(Potret K. Muhammad Al-Fayyadl sedang memberikan pemaparan materi tentang Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru)

Dilanjukan dengan fase ketiga dan keempat, dimana tatanan dunia memasuki Era Kolonialisme dan Imperialisme (Colonial Estates – Isti’mariyah)  termasuk berkembangnya faham-faham wathoniyah. Era kolonialisme ini melahirkan Era Negara Bangsa (Nation State), dan kita sedang berada di dalamnya.

Fase kelima yaitu tatanan Global Order. Istilah ini sangat kental dengan nuansa perang dingin, bisa dibilang pada era ini muncul blok-blok, misalnya blok barat dan blok timur, yang diistilahkan dengan Musyarokah Syiasiah.

Kemudian selanjutnya, fase keenam adalah Global Governance atau Global Transnational Governance. Fase ini merupakan yang terkini dan paling kontemporer berupa pengaturan dunia melalui skema-skema dan desain politik, ekonomi, dan bidang lainnya yang berbasis kepentingan oleh beragam aktor, baik sipil, militer, swasta, dan negara.

“Secara umum, ini yang menjadi awal pentingnya kita berpikir mengenai fikih siyasah ini. Karena secara umum fikih siyasah yang dipakai di kalangan kita itu merupakan produk era keemasan imperium Islam, atau daulah-daulah islamiyah, dan fikih ini terus relevan dipakai sampai di era kolonialisme,” pungkas beliau.

 

 

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl Ungkap Fikih Adalah Bahasa Santri Menyapa Pergaulan Global

nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo menjadi tuan rumah Halaqah Fikih Peradaban pada hari Ahad (2/10). Acara tersebut menghadirkan empat narasumber dari kalangan Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) diantaranya Wakil Rais Aam PBNU KH. Afifuddin Muhajir; Ketua Lakpesdam PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla; Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya KH. Moh. Syaeful Bahar; Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid Kiai Muhammad Al-Fayyadl.

Dalam kesempatan tersebut, keempat narasumber mengupas tuntas materi yang bertajuk “Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru”. Forum halaqah tersebut dimoderatori oleh Ahmad Sahidah, Ph.D. dan memberikan waktu sekitar 20 menit kepada setiap narasumber untuk memaparkan materi yang telah masing-masing persiapkan.

(Gus Fayyadl  (kiri) sedang memaparkan materi bersama para pemateri di depan peserta halaqoh)

Di sisi lain, Mudir Mahad Aly Nurul Jadid Kiai Muhammad Al-Fayyadl membuka sesi diskusinya dengan mengungkapkan bahwa dewasa kini sangat terasa betapa gagapnya masyarakat pesantren terhadap isu-isu global yang marak dan semakin masuk ke ruang-ruang kehidupan.

“Kita memang sekian lama hidup di dalam lingkungan-lingkungan yang lokal atau regional, dan alhamdulillah dengan Islam Nusantara setidaknya sudah me-nasional, dan sekarang sudah meng-global atau go international,” tuturnya.

Di kesempatan yang sama, kiai muda intelektual yang kerap disapa Gus Fayyadl ini menanggapi dengan hadirnya fenomena tersebut dalam kehidupan masyarakat pesantren, santri harus mempelajari satu perangkat keilmuan, yaitu fikih. Karena menurut beliau, Fikih adalah software santri dalam menyapa pergaulan global.

“Satu perangkat keilmuan yang mau tidak mau harus dipelajari adalah fikih, karena fikih ini adalah software kita, bahasa kita sebagai kaum santri di dalam menyapa pergaulan global tadi,” dawuh Gus Fayyadl.

Beliau juga mengulas fikih siasah dari relevansinya, ia menjelaskan bahwa fikih siasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya.

 

(Humas Infokom)

Putri Gus Mus Neng Ienas dan dr. Mirrah Women of The Year 2021 Ikut Membedah Buku “Pilar Penyelamat Pembangunan”

nuruljadid.net – Buku “Pilar Penyelamat Pembangunan” karya tiga tokoh penting Pondok Pesantren Nurul Jadid kemarin (02/10/2022) dibedah oleh Pondok Mahasiswi (Pomasi) Universitas Nurul Jadid (UNUJA) untuk menghidupkan giat literasi di lingkungan pesantren.

Dalam buku ini terbagi menjadi tiga segmen penting yaitu pendidikan, perempuan dan pesantren sebagai pilar penopang guna menyelamatkan pembangunan sebuah bangsa yang tidak sekedar fisik namun ke dalam hal lebih substantif.

Buku “Pilar Penyelamat Pembangunan” hasil kolaborasi pemikiran tiga tokoh besar Pondok Pesantren Nurul Jadid Alm. KH. A. Wahid Zaini (pengasuh ke-III PP. Nurul Jadid), KH. Abd. Hamid Wahid (kepala pesanten sekaligus rektor Unuja) serta istri beliau Ny. Hj. Khodijatul Qodriyah (Direktur Klinik Az-Zainiyah Nurul Jadid).

Putri Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus, Neng Ienas Tsuroiya ikut hadir membedah buku karangan kiai dan nyai Nurul Jadid. Neng Ienas hadir bersama suaminya Gus Ulil yang pada saat bersamaan juga mengisi kegiatan Halaqah Fikih Peradaban di Aula 1 pesantren.

Neng Ienas lebih menyoroti dari aspek perempuan dan pesantren, dimana Islam mengajarkan bahwa perempuan adalah tiang negara. Karena kualitas dan peran aktif perempuan akan memiliki dampak signifikan dalam pembangunan sebuah bangsa yang berkeadaban.

Al-ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq.” Ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik. Demikian bunyi hadist tentang peran penting seorang perempuan.

Dalam konteks ini, Rasulullaah menyerukan kepada keluarga khususnya para Ibu untuk menjadi sekolah bagi anak-anaknya. Sehingga perempuan wajib berpendidikan dan memiliki wawasan luas serta berakhlaq baik melalui pendidikan di pesantren.

Sedangkan peraih penghargaan ‘Women of The Year 2021 Probolinggo’ sekaligus Direktur RS. Rizani Paiton Dr. dr. Mirrah Samiyah, M.Kes membedah dari kaca mata perempuan dan kesehatan. Menurut dr. Mirrah menjadi perempuan inspiratif bagi lingkungan sekitarnya itu penting karena perempuan memiliki andil dalam menciptakan generasi yang sehat dan kuat.

“Menjadi perempuan inspiratif bagi lingkungan itu penting, karena perempuan punya andil besar salah satunya di bidang kesehatan yaitu membangun Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)” jelas dr. Mirrah.

Perempuan dan kesehatan sebagaimana disampaikan dr. Mirrah tidak hanya fokus pada kesehatan jasmani namun tidak kalah pentingnya kesehatan rohani atau sering kita sebut mental health (kesehatan mental). Semua itu dapat dimulai keluarga sehingga mampu menjadi bibit atau benih sebuah pola hidup yang harmonis dan bersih.

 

 

(Humas Infokom)

 

Halaqah PBNU Revitalisasi Tradisi Pemikiran Ilmiah Para Kiai NU

nuruljadid.net – Perhelatan halaqah fikih peradaban di Pondok Pesantren Nurul Jadid ini disebut oleh pengasuh kiai Zuhri dan Gus Ulil sebagai gagasan untuk menghidupkan kembali tradisi pemikiran para kiai Nahdlatul Ulama (NU).

Figur bersahaja dan tawadu’ kiai Zuhri menuturkan bahwa halaqah PBNU adalah upaya menghidupkan kembali sunnah-sunnah NU yang kian luntur beberapa tahun terakhir ini.

“Halaqoh yang digagas oleh PBNU ini untuk menghidupkan kembali sunnah-sunnah NU yang sudah kurang begitu diperhatikan,” ungkap kiai Zuhri dalam sambutannya.

Kaia Zuhri menambahkan “Saat ini, kepengurusan PBNU yang baru sudah mulai kembali menghidupkan sunnah-sunnah NU dalam mengasah pemikiran dan wawasan warga NU.”

Perwakilan PBNU pada acara halaqah fikih peradaban di Nurul Jadid Gus Ulil sekaligus ketua umum Lakpesdam PBNU menyampaikan bahwa halaqah ini akan diadalah selama 5 bulan penuh.

“halaqah itu akan diadakan oleh PBNU selama 5 bulan. Jadi hampir setiap bulan minimal ada tidak kurang dari 60 halaqah, setiap hari ada 2 halaqah yang diselenggarakan di berbagai tempat di seluruh Indonesia selama 5 bulan setiap hari” tegas Gus Ulil.

Untuk menyambut muktamar internasional fikih peradaban, PBNU mengadakan serangkaian halaqah-halaqah di berbagai tempat dengan melibatkan para kiai baik dari pusat kota sampai ke pelosok desa.

Gus Ulil menambahkan “Tujuan PBNU melibatkan para kiai agar memberikan masukan bagi muktamar nanti yang akan didadakan tahun depan. Jadi halaqah yang diadakan di Paiton ini adalah salah satu halaqah yang nanti memberikan kontribusi.”

Setiap halaqah yang dilaksanakan diharapkan melahirkan sebuah rumusan dan keputusan yang bisa diusulkan kepada PBNU untuk memperkaya diskusi di dalam muktamar internasional pada bulan Februari mendatang.

Tidak kalah penting, halaqah fikih peradaban ini juga bertujuan untuk merevitalisasi tradisi diskusi ilmiah di kalangan kiai sebagai pemikir dan intelektual muslim yang bertanggung jawab mendampingi masyarakat di tengah arus globalisasi dewasa ini.

“Insyallah, halaqah-halaqah ini akan menghidupkan kembali percakapan ilmiah di kalangan kiai-kiai,” ungkap lulusan Harvard tersebut.

Gus Yahya juga menekankan agar halaqah ini diadakan di pesantren dan pesertanya kiai. Ketua umum PBNU tidak mengijinkan pelaksanaan halaqah diadakan di perguruan tinggi walaupun PTNU. Karena tujuan dari Gus Yahya bahwa halaqah ini memang dikhususkan untuk para kiai. Oleh sebab itu, halaqah-halaqah ini memang seluruhnya diadakan di pesantren.

 

 

(Humas Infokom)

Gus Ulil Sebut Halaqah Nurul Jadid Unggulan Sebab Ikatan Historis dengan NU

nuruljadid.net – Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Ulil Abshar Abdalla dalam Halaqah Fikih Peradaban menyampaikan bahwa Halaqah di Nurul Jadid merupakan halaqah unggulan karena memiliki ikatan historis dengan NU.

“Ini salah satu halaqah fikih peradaban yang saya anggap unggulan, karena ini diadakan di pesantren yang mempunyai kaitan historis yang cukup penting sekali dengan NU” terangnya.

Gus Ulil sapaan akrab KH. Ulil Abshar Abdalla menceritakan kenangan beliau bersama sosok yang disegani di NU yaitu KH. Wahid Zaini.

“Di tempat ini, di pondok ini ada sosok yang sangat dihormati di NU, terutama di kalangan para aktivis muda NU pada tahun 80-an dan 90-an yaitu KH. Wahid Zaini,” kenang Gus Ulil.

Bersama KH. Wahid Zaini, Gus Ulil pernah menggagas Program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton. Sehingga pesantren Nurul Jadid ini memiliki ikatan historis yang penting di tubuh NU.

Halaqoh yang diselenggarakan di Pondok Nurul Jadid ini menurut pengakuan Gus Ulil merupakan salah satu halaqah penting selain halaqah-halaqah lain yang sudah diadakan di beberapa tempat karena ikatan historis sebagaimana diceritakan sebelumnya.

Halaqah fikih peradaban ini adalah program yang cukup ambisius. Terdapat 250 halaqah plus 50. Gus Ulil tidak menyebutkan total 300 halaqoh karena halaqah terbagi dalam dua kategori yakni utama dan turunannya.

“Kenapa saya sebut 250 plus 50 kenapa tidak 300? Karena memang 250 halaqah utama plus 50 halaqah ikutannya.”

Di akhir sambutannya Gus Ulil meminta doa para kiai dan bu nyai agar Halaqoh ini dapat berjalan dengan lancar bersamaan dengan ridho Allah SWT.

 

 

(Humas Infokom)

 

Ketua Lakpesdam PBNU Gus Ulil: KH. Abd. Wahid Zaini Sosok Yang Dihormati di NU

nuruljadid.net – KH. Ulil Abshar Abdalla yang akrab dipanggil Gus Ulil dalam sambutannya di forum halaqah fikih peradaban di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Jawa Timur menyampaikan bahwa KH. Abd. Wahid Zaini adalah sosok yang dihormati di Nahdlatul Ulama (NU).

“Di tempat ini, di pondok ini (red Nurul Jadid), ada sosok yang sangat dihormati di NU, terutama di kalangan para aktivis muda NU pada tahun 80-an dan 90-an yaitu almarhum KH. Abd. Wahid Zaini,” kenang Gus Ulil.

Kiai Wahid Zaini adalah sosok ulama karismatik dan tokoh NU yang kaya akan khazanah keilmuan. Perjuangannya malang melintang di organisasi NU. Pemikiran dan sepakterjangnya turut mendorong laju organisasi yang dipimpinnya.

KH. Abdul Wahid Zaini adalah putera kedua KH. Zaini Mun’im, pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid. Ia lahir pada hari Jumat tanggal 17 Juli 1942 di Desa Galis, Pamekasan Madura.

Ketua Lakpesdam PBNU Gus Ulil memberikan testimoni kiprah luar biasa KH. Wahid Zaini dalam kaderisasi kiai NU melalui program pengembangan wawasan ulama.

“Saya berinteraksi cukup banyak dengan kiai wahid zaini, dan pernah datang ke pondok Nurul Jadid mungkin pada tahun 90-an pertengahan. Sudah lama sekali ketika melalui lembaga lakpesdam, saya menyiapkan suatu program yang disebut dengan Program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK).” jelas tokoh NU lulusan AS tersebut.

Tokoh intelektual NU Gus Ulil menceritakan bahwa Kiai Wahid terlibat cukup dalam pada kegiatan NU yang saat itu digagas oleh Lakpesdam.

“Saya dulu bersama kiai wahid menyiapkan program ini (PPWK) dan kiai wahid tidak hanya terlibat secara ‘dalam bahasa anak Jakarta sekarang’ tipis-tipis. Tetapi beliau terlibat dengan mendalam sekali bahkan beliau ikut menyeleksi peserta atau kiai-kiai muda yang ikut di dalam program PPWK,” tegasnya

Oleh karena itu, halaqah yang diadakan di Pondok Nurul Jadid ini menjadi halaqah yang sangat penting bagi Gus Ulil dan NU selain halaqah-halaqah lain yang sudah diadakan di beberapa tempat.

 

 

(Humas Infokom)

KH. Moh. Zuhri Zaini: Halaqah Fikih Peradaban Bukan Hanya Silaturahim Biasa

nuruljadid.net – Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini mengungkapkan bahwa hadirnya Halaqah Fikih Peradaban ini bukan hanya silaturahim biasa atau ketemu muwajahah, tapi juga ada silatul afkar yaitu sambung pikiran dan pemahaman.

Memaknai hal tersebut, Kiai Zuhri berharap kita bisa saling menghargai jika terdapat perbedaan pendapat. Karena menurutnya, hidup ini tidak akan pernah selalu sama, jadi dengan adanya perbedaan pendapat asalkan disikapi dengan benar yaitu saling menerima dan saling mengisi, insyallah akan menjadi hikmah.

Hal ini disampaikan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini melalui sambutannya pada acara Halaqah Fikih Peradaban dalam rangka memperingati Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid, Ahad (2/10/2022).

(Potret suasana Halaqoh Fikih Peradaban di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Kiai yang akrab disapa dengan Kiai Zuhri ini melanjutkan, hadirnya Halaqah Fikih Peradaban di Pondok Pesantren Nurul Jadid merupakan obat rindu kami terhadap kegiatan-kegiatan NU yang sering diadakan beberapa tahun lalu.

“Adanya Halaqah Fikih Peradaban ini menghidupkan kembali sunnah-sunnah NU yang sudah kurang begitu diperhatikan, sebab masa yang lalu kita sering ketemu melalui kegiatan-kegiatan seperti ini. Saya mewakili pesantren sebagai shohibul bait, merasa mendapat kehormatan ditempati kegiatan ini, sebab sudah lama saya merindukan adanya kegiatan-kegiatan seperti ini,” ungkap Kiai Zuhri.

Kiai Zuhri berharap halaqah ini bisa membuahkan sesuatu yang konkrit, ada tindak lanjut, dan menjadi ruang bagi kita agar bisa saling mengenal satu sama lain, bukan hanya pribadinya tetapi juga pemikiran dan pemahamannya.

“Harapan kita adalah silaturahim ini sekalipun mungkin belum membuahkan sesuatu yang konkrit tapi mudah-mudahan ada tindak lanjut, tapi andaikan tidak, sudah bersyukur bisa ketemu seperti ini, sebab ketemu-ketemu sekarang ini sangat mahal, bukan mahal ongkosnya, tapi karena kesibukan kita masing-masing, ya mungkin ini adalah tanda sudah mendekatnya kiamat, katanya semakin dekat kiamat, kesibukan semakin banyak sehingga silaturrahim sulit untuk dilaksanakan,” dawuh Pengasuh.

Beliau juga mengucapkan terima kasih atas rawuhnya para masyayikh dan telah menjadikan Pondok Pesantren Nurul Jadid sebagai salah satu titik tempat digelarnya Halaqah Fikih Peradaban.

“Dan mohon untuk tidak kapok lagi untuk rawuh kesini dan mengadakan kegiatan disini, kami sangat terbuka, sangat welcome dengan kehadiran dan hadirnya kegiatan halaqoh disini,” dawuh pengasuh menutup sesi sambutannya.

 

(Humas Infokom)

PBNU Helat Halaqah Fikih Peradaban di Pondok Pesantren Nurul Jadid Sambut 1 Abad NU

nuruljadid.net – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggandeng Pondok Pesantren Nurul Jadid untuk menyelenggarakan Halaqah Fikih Peradaban dalam rangka menyambut peringatan Satu Abad NU) di Aula KH. Zaini Mun’im Pondok Pesantren Nurul Jadid pagi ini (02/10/2022).

Kegiatan Halaqah Fikih Peradaban ini merupakan bagian dari rangkaian Hari Lahir (Harlah) 1 Abad NU yang akan dilaksanakan tahun depan dan dilaksanakan di 250 titik plus 50 di seluruh Indonesia.

Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan Halaqoh ini merupakan upaya untuk menghidupkan kembali sunnah-sunnah NU.

“Halaqoh yang digagas oleh PBNU ini untuk menghidupkan kembali sunnah-sunnah NU yang sudah kurang begitu diperhatikan.” Kiai Zuhri menuturkan.

Saat ini, kepengurusan PBNU yang baru sudah mulai kembali menghidupkan sunnah-sunnah NU dalam mengasah pemikiran dan wawasan warga NU.

(Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini saat menyampaikan sambutannya di Pembukaan Halaqah Fikih Peradaban)

Kiai Zuhri mengungkapkan rasa syukurnya karena dipercaya untuk menjadi salah satu tuan rumah penyelenggara Halaqah Fikih Peradaban dalam rangka menyambut Harlah 1 Abad NU.

“Alhamdulillah, saya merasa mendapat kehormatan ditempati kegiatan ini (halaqah), sebab sudah lama saya merindukan kegiatan-kegiatan seperti ini,” Kiai Zuhri menambahkan.

Sosok sederhana dan tawadu’ tersebut juga mengungkapkan perasaan bahagia dan keriduannya akan kegiatan semacam halaqah ini yang cukup terobati. Karena halaqah ini, tidak sekedar silaturrahmi yang membawa barokah umur, rezeki dan ilmu. Lebih dari itu kiai Zuhri berharap ada hasil konkrit yang bisa bermanfaat untuk ummat. Meskipun tidak, paling tidak forum semacam ini akan mempererat ukhwah antar sesama santri, ummat Islam bahkan sebagai anak bangsa.

Sebagai narasumber sekaligus mewakili ketua PBNU KH. Yahya Cholil Staquf yang berhalangan hadir, Ketua Lakspesdam PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla dalam sambutan menjelaskan Ponpes Nurul Jadid menjadi salah satu pesantren tuan rumah dari 250 titik dalam program Halaqah Fiqih Peradaban .

(Ketua Lakpesdam PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla saat menyampaikan sambutannya di Pembukaan Halaqah Fikih Peradaban)

“ini salah satu Halaqoh Fikih Peradaban yang saya anggap unggulan dan penting, pertama karena ini diadakan di pesantren yang mempunyai kaitan historis yang cukup penting sekali dengan Nahdlatul Ulama. Di tempat ini, di pondok ini ada sosok yang sangat dihormati di NU terutama di kalangan para aktivis muda NU pada tahun 80-an dan 90-an yaitu almarhum kiai Wahid Zaini,” kenang Kiai Ulil Abshar di hadapan ratusan peserta halaqah.

Ketua Lakpesdam juga menyampaikan bahwa kegiatan Halaqah ini yang diselenggarakan di 250 titik inti plus 50 halaqah turunan.

“kegiatan ini merupakan ide Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau dikenal dengan panggilan Gus Yahya. Gus Yahya yang sudah lama memimpikan hal ini sebagai kelanjutan dari serial Halaqah serupa yang pernah diselenggarakan pada era Gus Dur,” ungkapnya.

Halaqah yang pernah dilakukan pada era Gus Dur maupun Gus Yahya saat ini memiliki semangat yang sama, yakni melakukan rekontekstualisasi fiqih agar NU mampu menjawab problematika peradaban baru di masa sekarang. Bedanya, Gus Dur melakukan itu dalam konteks Indonesia, sedangkan Gus Yahya menproyeksikan pada skala global atau dunia.

Puncak peringatan Harlah 1 Abad NU ini akand dilaksanakan pada 16 Rajab bertepatan pada 7 Februari di Jakarta namun sebelumnya akan dihelat Muktamar Internasional Fikih Peradaban dan akan menhadirkan sekitar 300 ulama di seluruh dunia.

(Kondisi peserta dan tamu undangan pada Pembukaan Halaqah Fikih Peradaban)

Halaqah-halaqah ini akan menghidupkan kembali percakapan ilmiah di kalangan kiai sebagaimana pesan Kiai Yahya harus diselenggarakan di pesantren bukan perguruan tinggi meskipun perguruan tinggi NU. Karena tujuannya untuk pererat ukhwah ma’hadiyah dan silaturrahmi para kiai mulai dari perkotaan sampai ke pelosok daerah.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut Kepala Pesantren KH. Abdul Hamid Wahid, Wakil Kepala Pesantren KH. Najiburrahman Wahid, Guru Besar UIN Khas Jember Prof. Dr. Moh. Dahlan, M.Ag., Sekretaris Pesantren H. Faizin Syamwil, Pimpinan UNUJA, Pimpinan Pesantren Nurul Jadid dan puluhan kiai serta ibu nyai di lingkungan tapal kuda. Kegiatan ini dilaksanakan dalam sehari yang terbagi menjadi dua sesi.

Usai sambutan, acara dilanjutkan forum halaqah inti yang dimoderatori oleh Dosen Universitas Nurul Jadid Ahmad Sahidah, Ph.D. sedangkan narasumber yang akan menyajikan materi diantaranya Wakil Rais Aam PBNU KH. Afifuddin Muhajir; Ketua Lakpesdam PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla; Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya KH. Moh. Syaeful Bahar; Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid Kiai Muhammad Al-Fayyadl.

 

 

(Humas Infokom)

Gus Yahya: Satu Abad NU, Nurul Jadid Tuan Rumah Muktamar Internasional Fiqh Peradaban

nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid mendapat kehormatan dikunjungi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Yahya Cholil Staquf, Kamis (19/05/2022). Kedatangan Gus Yahya didampingi Sekjen PBNU H. Saifullah Yusuf dan Ketua PBNU Amin Said Husni yang merupakan alumni Nurul Jadid.

Kunjungan rombongan PBNU disambut langsung oleh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Moh. Zuhri Zaini dan Kepala Pesantren KH. Abd. Hamid Wahid didampingi pimpinan pesantren lainnya di kediaman pengasuh sore itu.

Ketum PBNU menceritakan kenangannya pernah nyantri di Nurul Jadid meski singkat. “Saya mengenang dulu pernah di pesantren ini meski singkat hanya dua minggu,” kata Gus Yahya di hadapan KH. Moh. Zuhri Zaini.

Saat itu, ujar Gus Yahya, tahun 1987 beliaunya sempat dikirim untuk mengikuti pelatihan manajemen pesantren yang digelar di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton.

Dalam kesempatan itu, Gus Yahya juga menceritakan adanya beberapa pesantren meskipun tradisional namun digunakan untuk jangkar hubungan internasional.

“Pondok Pesantren Nurul Jadid ini bagian dari pilar tradisional Gus Dur untuk urusan internasional. Ada beberapa pesantren yang sering digunakan diantaranya Paiton dan Pati,” ungkap Gus Yahya saat di kediaman pengasuh.

Menurut Gus Yahya, jaringan internasional yang telah dibangun Gus Dur saat ini bisa dinikmati warga Nahdliyin dan NU. Peran dan sumbangsih Gus Dur itupun terus dilanjutkan meskipun tak lagi menjabat sebagai presiden.

“Gus Dur itu membangun jaringan internasional hingga tahun 2008, baru dilanjutkan Paklek Mus (KH. Mustofa Bisri) dan mulai 2011 saya ikut dan keterusan sampai sekarang,” Gus Yahya mengisahkan.

Selain bernostalgia, Gus Yahya juga menyampaikan kepada Kiai Zuhri tentang agenda satu abad atau 100 tahun NU yang rencananya akan menggelar Muktamar Internasional Fiqih Peradaban. Dalam muktamar tersebut, salah satunya akan menggelar berbagai halaqoh yang akan dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton.

“Menuju 100 tahun, rencanya kami mau melakukan serial halaqoh intensif tentang fiqih peradaban mulai Juli mendatang,” terang Gus Yahya.

KH. Moh. Zuhri Zaini menceritakan bahwa Nurul Jadid sering digunakan sebagai lokasi agenda-agenda PBNU. “Banyak agenda PBNU yang ditempatkan di Nurul Jadid. Saya bersyukur bisa dikunjungi Ketua Umum PBNU. Dulu saat Gus Dur masih hidup sering mampir ke Nurul Jadid,” kenang kiai Zuhri.

Sebelum bertandang ke Paiton, Gus Yahya telah menggelar pertemuan dengan seluruh pengurus PCNU Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan dan PCNU Bangil di kantor PCNU Kabupaten Pasuruan.

Pertemuan singkat tersebut ditutup dengan do’a bersama seluruh rombongan PBNU dan keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Jadid yang hadir sore itu dipimpin oleh kiai Zuhri. Harapannya, semoga senantiasa mendapatkan keberkahan dan kemudahan dalam menjalankan program yang telah direncanakan dan keistiqomahan dalam mengemban amanah ummat dan bangsa khsususnya warga Nahdlatul Ulama.

 

(Humas Infokom)