“Orang yang hidup di Indonesia kemudian tidak melakukan perjuangan, dia telah berbuat maksiat. Orang yang memikirkan masalah ekonominya sendiri saja dan pendidikannya sendiri, maka orang itu telah berbuat maksiat. Kita harus memikirkan perjuangan rakyat banyak,” – KH. Zaini Mun’im
nuruljadid.net – Kebiasaan yang ada setiap malam libur kegiatan pesantren (malam Selasa dan Jum’at) di Pondok Pesantren Nurul Jadid, santri beramai-ramai berkerumun di pojok-pojok pesantren, mereka bersua dengan santri dari masing-masing daerah asal dalam wadah Forum Komunikasi Santri (FKS)—momen itu biasanya terjadi menjelang liburan panjang pesantren seperti libur maulid dan libur ramadan. Dalam forum itu, santri membahas giat-giat sosial-keagamaan yang menjadi program perekat antara dirinya dan masyarakat.
FKS menjadi salah satu organisasi yang dinilai memiliki andil sangat besar bagi Pondok Pesantren Nurul Jadid serta memiliki akses terhadap masyarakat. Saya rasa, menjadi hal yang menarik membahas FKS, baik dari asal-muasal, tujuan, hingga tantangan yang dihadapi.
Epistemologi FKS
Berdirinya organisasi bernama Forum Komunikasi Santri (FKS), berangkat dari visi-misi penggerak dan pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid KH. Zaini Mun’im, dengan semboyan yang lumrah dikenal dikalangan warga pesantren. Diskursus “saya tidak rela kalau santri saya tidak berjuang di masyarakat” menjadi ruh utama hadirnya FKS sebagai wadah santri untuk menjalankan tugas “berguna bagi masyarakat” melalui kegiatan berbasis sosial-keagamaan.
Kemudian, diskursus itu terinternalisasi pada rumusan Panca Kesadaran Santri Nurul Jadid, tepatnya pada sila ke-3 yang berbunyi “Kesadaran Bermasyarakat” dan sila ke-5 “Kesadaran Berorganisasi”, kedua sila yang menghidupkan makna eksistensi organisasi FKS.
Berangkat dari dua sila inilah motor penggerak organisasi FKS yang menerima cahaya penerang jalan menuju dua arah objektif fungsionalnya, yaitu sebagai fungsi pengkaderan, media mempererat silaturahmi antar santri (sila ke-5); dan fungsi sebagai corong pengabdian santri di lingkungan masyarakat (sila ke-3).
Secara struktural FKS berada di bawah koordinasi Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (BPPM), khususnya di Seksi Organisasi Satuan dan Organisasi Daerah (Orsat-Orda) Pondok Pesantren Nurul Jadid. Satuan kerja inilah yang mengorganisir arah haluan organisasi FKS.
Benang Merah FKS
Ihwal berorganisasi, “permasalahan” sebuah niscaya menjadi makanan empuk sehari-hari dalam menempa proses pendewasaan diri dan mematangkan sebuah organisasi. Begitupula yang dihadapi oleh organisasi yang bernama FKS. Saya mencoba menarik benang merah dalam aporia kedua objektif-fungsional FKS tersebut, dalam penemuan praktisnya, sejumlah FKS melewatkan hingga melazimkan (disfungsi) yang seharusnya menjadi tonggak awal terbentuknya forum yang diidamkan ini, yaitu sinergitas organisasi: menyambung dan memperkuat keeratan tali persaudaraan antar santri. Menurut saya, hal ini tak luput dari bias yang berserakan oleh kepentingan yang bersifat seremonial yang ditengarahi lebih penting daripada membangun tubuh organisasi yang ideal.
Merespon hal itu, BPPM mengambil langkah taktis untuk mengembalikan cita-cita dan arah tujuan awal terbentuknya organisasi FKS. Langkah itu sebagai pemutus mata rantai agar FKS tidak disebut sebagai organisasi yang implisit-objektif. Disamping itu, BPPM berupaya memperluas makna kegiatan FKS yang bermula sebagai organisasi pragmatis menjadi organisasi yang dapat memberikan output berdampak universal bagi sendi-sendi kehidupan yang berkamajuan dan berkelanjutan.
Seiring perjalanan forum tersebut, haruslah menjadi wadah santri untuk membangun dan membumikan nilai “Kesadaran Bermasyarakat dan Berorganisasi”; dalam mewujudkan dawuh Pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid. Seyogyanya FKS harus terus diasah dan diolah melalui program evaluasi dan peremajaan Sumber Daya Manusia agar FKS kembali ke habitatnya sebagai organisasi penyambung lidah pesantren dan masyarakat untuk mewujudkan mimpi idealnya, yaitu menjadikan indonesia cakrawala dunia.
Oleh: Ahmad Zainul Khofi