Pos

Bahtsul Masail Kubro se Jatim Bahas Isu Kontemporer Hingga Dini Hari

nuruljadid.net – Bahtsul Masail Kubro (BMK) sebagai kegiatan rutin ini dihelat kembali setelah dua tahun vakum disebabkan kondisi pandemi. BMK kali ini berlangsung cukup seru dan panas membahas hukum dan isu-isu kontemporer hingga dini hari (19/02/2022) di Masjid Jami’ Nurul Jadid.

BMK ini dibagi menjadi dua jalsah, jalsah pertama dimulai ba’da dhuhur hingga sore sebelum maghrib. Sedangkan jalsah kedua dimulai ba’da sholat isyak hingga dini hari sekitar 01.00 (20/02/2022).

Selama kegiatan berlangsung delegasi Pondok Pesantren Roudhotut Tholibin mengajukan masalah tentang trend sarung batik di kalangan santri dengan beragam motif.

(Keseruan Bahstul Masail Kubro se Jatim pada jalsah kedua malam hari di teras depan masjid jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Sarung tak hanya dikhususkan untuk laki-laki, tetapi juga bisa untuk perempuan. Kain sarung merupakan gaya tradisional dan warisan leluhur budaya Indonesia, yang kini banyak diadaptasi dengan beragam gaya yang lebih modern.

Brand sarung batik kini muncul ke pasar perbatikan Indonesia dengan semangat melawan pakem. Istilah yang selam ini berkaitan dengan standard motif batik yang terus diwariskan sepanjang generasi. Sarung batik merupakan salah satu bentuk olahan kain batik yang dibuat dengan teknik cap.

Selama ini motif pakem menjadikan kain atau sarung batik identik sebagai produk tradisi. Akan tetapi, agar lebih kekinian para seniman menawarkan berbagai motif unik untuk kaula muda dengan desain kontemporer ala kaum milenial.

(Keseruan Bahstul Masail Kubro se Jatim pada jalsah kedua malam hari di teras depan masjid jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Tidak sedikit dari kalangan santri dan warga pesantren yang mengenakannya, namun tak jarang motif yang laki-laki kenakan lebih cocok untuk kaum perempuan. Permasalahannya dalam  bahtsul masail kali ini adalah sebatas manakah seorang laki-laki dianggap menyerupai perempuan begitu pula sebaliknya.

Setelah melalui pembahasan hingga adu argumen yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya mushohih atau perumus mengesahkan bahwa batasannya adalah sebatas menyerupai dalam dua hal, yaitu tingkah (haiah) dan jenisnya sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nuhyatul Muhtaj Syarhil Minhaj.

(Keseruan Bahstul Masail Kubro se Jatim pada jalsah kedua malam hari di teras depan masjid jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Pembahasan yang kedua yaitu jika memang apa yang mereka (baca laki-laki) kenakan tidak dianggap menyerupai perempuan, apakah boleh dikenakan di rumah dengan konsekuensi digunjing oleh masyarakat. Mushohih atau perumus mengesahkan bahwasannya yang demikian itu hukumnya boleh tapi makruh karena untuk meminimalisir terjadinya gunjingan masyarakat yang diterangkan dalam kitab Al-Fatawal Fiqhiyatul Kubra.

Meski Lelah, peserta BMK Nampak tetap semangat dan antusias mengikuti setiap proses dan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan. Banyak pengalaman dan pelajaran yang dipetik selama kegiatan BMK ini selain tentunya teman dan kenalan baru.

(Keseruan Bahstul Masail Kubro se Jatim pada jalsah kedua malam hari di teras depan masjid jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Rangkaian Bahtsul Masail Kubro se Jatim ini pun ditutup dengan penetapan hasil oleh para Mushohhih atau perumus yang bersalah dari golongan kiai yakni K. Ro’i Fadli, KH. Muhibbuddin Aman Ali dan KH. Amin Quthbi Munir. Usai bahtsul masail seluruh peserta dan panitia beserta muharrir dan mushahhih mengabadikan momentum tahunan tersebut di teras depan Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid dimana BMK digelar.

 

(Humas Infokom)

Bahtsul Masail Kubro se Jatim Lestarikan Tradisi Kitab Salaf Hingga Bahas Skandal

nuruljadid.net – Biro Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) Nurul Jadid gelar Bahtsul Masail Kubro (BMK) se-Jawa Timur yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan NGOPi Festive (19/02/2022) di masjid jami’ Nurul Jadid. Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin tahunan dalam rangka memperingati haul masyayikh dan harlah Pondok Pesantren Nurul Jadid. Tujuannya selain untuk menjalin silaturrahmi antar pondok pesantren juga sebagai bentuk pelestarian tradisi kajian kitab salaf (turats).

Bahtsul Masail Kubro (BMK) se Jatim ini fokus membahas tentang berbagai macam persoalan dan problematika hukum kontemporer. Salah satunya masalah yang diajukan oleh perwakilan Ma’had Aly Nurul Jadid tentang hukum hubungan atau skandal mertua dan menantu pada jalsah tsaniyah.

(Suasana keseruan Bahtsul Masail Kubro se Jawa Timur yang diselenggarakan di teras depan Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Persoalan ini diangkat ketika ada sebuah kasus dimana seorang ibu berstatus janda yang seringkali tidur bersama anak perempuannya yang telah menikah dalam satu kamar. Di kamar tersebut terdapat dua ranjang, kebetulan si ibu tidur di ranjang yang anak perempuannya sering gunakan bersama suami. Suatu ketika, suami si anak perempuan ini pulang dari kerja larut malam dalam keadaan sangat lelah namun nafsunya tengah bergairah. Kondisi listrik di rumah saat itu sedang padam. Akibatnya si anak menantu tanpa sengaja menyetubuhi ibu mertuanya hingga hamil dan melahirkan.

Terdapat dua rumusan masalah yang harus dijawab yaitu siapakah yang berhak menjadi wali nikah anak tersebut dan bagaimana status pernikahan si menantu dengan istrinya?

Mushohhih menuturkan, setelah melalui debat panjang ditemukan jawaban berdasarkan banyak sumber kitab fikih salaf. Pertama yang berhak menjadi wali dari anak hasil hubungan tersebut adalah si wathi’ atau orang menjimak (anak menantu laki-laki tadi).

(Suasana keseruan Bahtsul Masail Kubro se Jawa Timur yang diselenggarakan di teras depan Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Sedangkan untuk pemecahan masalah yang kedua, setelah berdiskusi dan penyampaian pandangan dari masing-masing peserta Bahtsul Masail, akhirnya diputuskan bahwa status pernikahan anak perempuan ibu tersebut dengan anak menantu laki-lakinya rusak karena adanya wathi’ syubhat yang menyebabkan kemahroman kepada istrinya.

(Suasana keseruan Bahtsul Masail Kubro se Jawa Timur yang diselenggarakan di teras depan Masjid Jami’ Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Selain itu, mushohhih menekankan kepada seluruh peserta BMK Jatim untuk mampu lebih mengembangkan konsep pengambilan hukum sebagaimana yang dilakukan ulama’ madzhab yang empat.

“Sebagaimana para ulama madzhab, dalam memecahklan masalah harus memiliki metode qauli dan manhaji yaitu melalui ijtima bahtsul masail dengan dasar yang kuat. Agar hasilnya juga lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan” imbuhnya diakhir wawancara bersama nuruljadid.net.

 

(Humas Infokom)