Kiai Zaini Sang Fajar dari Madura

nuruljadid.net- Sinar mentari mulai manja dari ufuk timur, menyentuh para petani yang sedang berada ditengah sawah. Saat itu, saya bersama Nayla anak saya semata wayang jalan-jalan pagi di jalan raya, sebelah timur Wilayah Al-Hasyimiyah menuju Kampus Berkeadaban, yaitu Universitas Nurul Jadid (UNUJA). Tanpa sengaja saya bertemu orang laki-laki tua berjalan melintasi jalan raya yang sama. Saya pun mendekatinya dan menyapa serta saya ambil tangannya dan saya cium, begitu ajaran orang tua saya. Dia memegang tangan saya dengan sekuat tenaganya, sembari berkata, peyan deri ka’ dimmah (sampeyan dari mana). Saya menjawab sambil menundukkan kepala, abdinah deri karnganyar, ia balik bertanya, be asal compoen (asal rumahnya), saya langsung menjawab kuleh asal madura Kangean (saya asal madura Kangean).

Toreh longgu ka ento gellu (ayo duduk disini dulu) begitu ajaknya. Kuleh Rosyid santrena Kiai Zaini (saya Rosyid santrinya Kiai Zaini). Kuleh ngaji sareng ngaddem de’ Kiai (Saya belajar dan mengabdi pada Kiai Zaini),” Begitu Kiai Rosyid bercerita pada saya.

Terdengar suara lonceng orang berjualan sayur, berarti jam menunjukkan pukul 07. 00 WIB. Namun Kiai Rosyid masih melanjutkan ceritanya, Konon, ada seorang pejuang yang penuh kharismatik bermukim di Desa Tanjung. Sebutan Desa Tanjung karena ada pohon Tanjung cukup besar berada di desa Karanganyar saat ini.Pejuang itu bernama KH. Zaini Mun’im, ia berasal dari pulau garam Madura, tepatnya di Desa Kadur, Kabupaten Pamekasan,” Begitu ungkap Kiai Rosyid, salah seorang santri dan sekaligus khadam beliau.

Sabelunna tanjung nga’ kaintoh, oreng pinter bennyak, bennyak oreng ngaret-ngarteh sareng sakolaan lengkap ben sakabbinna, Neng disa Tanjung kaentoh, lambek bennyak rappok, PSK, masyarakat nyembeh kakajuaen  (Sebelum tanjung menjadi pusat peradaban. Di desa ini banyak perampok, penyamun, Pekerja Seks Komersial (PSK) bahkan banyak masyarakat yang menyembah pepohonan salah satunya pohon tanjung),” Pungkasnya.

Untung Kiai Seppuh (Begitu Kiai Rosyid memanggil Kiai Zaini Mun’im) datang dan menetap di tempat ini (tanjung), serta melaksanakan dakwah untuk menyebarkan ajaran agama. Kondisi prilaku masyarakat setelah itu lambat laut berubah,” Tuturnya.

Sesekali Kiai Rosyid mengusap air matanya yang mulai mengalir di pipi keriputnya. Ia bergumam, Kuleh Kerrong de’ Kiai Seppoh (saya kangen kepada Kiai Zaini). Dengan mata berkaca-kaca ia meneruruskan ceritanya, Kiai Zaini bukan saja ulama yang alim ilmu agama tapi beliau merupakan kiai yang memiliki keterampilan usaha. Tembakau yang ada saat ini merupakan hasil beliau. Dulu, masyarakat disini (tanjung) awalnya tidak mau mengembangkan usaha tembakau, mereka menganggap usaha tembakau kurang menjanjikan. Tapi dengan kesabaran dan keuletan Kiai Zaini, tembakau menjadi usaha produktif.

 Kiai Zaini pelak de’ masyarakat  (Kiai Zaini pengayom masyarakat). Kiai Zaini ta’ coma ngajer santreh, tape mekkere nasib masyarakat jugen (Kiai Zaini tidak hanya mengajar santri, tapi juga memikirkan nasib masyarakat), Kiai Zaini demar deri madureh (Kiai Zaini lampu dari madura),” Begitu tutu Kiai Rosyid. Cerita terputus, Nayla anak saya menangis minta pulang takut ketinggalan mengikuti sekolag daring. Akhirnya saya pamit dan mencium tangannya Kiai Rosyil. Nanti dilanjut ceritanya, Kiai.

Dalam cerita ini ada pesan yang bisa dipetik, pertama; Kiai Zaini ulama pejuang yang tidak hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya melainkan juga memikirkan umat banyak. Kedua; Kiai Zaini seorang usahawan yang handal, mampu membaca peluang-peluang bisnis yang produktif untuk mengembangkan ekonomi masyarakat setempat. Ketiga; Kiai Zaini merupakan sosok kiai yang merakyat.

(PM)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *