Di Balik Bersihnya Lantai-lantai PSB Satu Atap
berita.nuruljadid.net – Seorang balita berlari kecil menuju karung sampah berwarna hitam, menggenggam bungkus air gelas plastik di tangannya. Di sampingnya, sang ibu tersenyum dan menjamu tangan belita ke karung sampah tepat di depannya. Di kejauhan, beberapa santri berseragam hijau tua tampak memunguti botol plastik dan bungkus bekas makanan. Hari itu, area Penerimaan Santri Baru (PSB) Satu Atap Pondok Pesantren Nurul Jadid bersih dari sampah berserakan sedikitpun, Senin (07/07/25).
Mereka disebut Santri Kalpataru, satuan kecil santri pecinta lingkungan yang tahun ini turun langsung di PSB Satu Atap. Bukan sekadar memungut sampah, mereka juga membawa misi menghidupkan kembali kesadaran ekologis di tengah hiruk-pikuk ribuan wali santri yang datang dari berbagai penjuru.
“Dulu, habis PSB, lantai-lantai penuh plastik dan sisa makanan. Sekarang, bersih,” ujar Ahmad Rifaldi, Komandan Kalpataru, saat ditemui di gerbang masuk PSB Satu Atap. Ia tampak masih mengenakan rompi bertuliskan “Santri Kalpataru,” dengan tangan kiri membawa kantong besar berisi kumpulan sampah yang telah dipungutnya.
Gerakan yang mereka sebut Layanan Hijau (Green Service) ini lahir dari keprihatinan atas kebiasaan membuang sampah sembarangan, terutama di momentum besar seperti PSB. Maka, sejak hari pertama PSB Satu Atap, tim Kalpataru disebar ke berbagai titik. Tugas mereka sederhana namun strategis, mereka berkeliling membawa tempat sampah portabel, memisahkan sampah organik dan anorganik, serta, yang terpenting, memberi edukasi pada tamu yang memadati halaman area PSB Satu Atap.
“Bukan menyuruh, tapi menunjukkan,” kata Rifaldi. “Kami percaya, ketika orang melihat yang muda peduli, mereka akan ikut menjaga.”
Dan benar saja. Pemandangan menarik terjadi di hari kedua. Seorang ayah yang baru saja mengantarkan anaknya ke ruang registrasi, mendekati anggota Kalpataru. Ia bertanya, “Ini botol plastik masuk mana, Mas?” Sejurus kemudian, ia mengantarkan bungkus air itu ke tempat yang tepat.
Gerakan kecil itu menjalar cepat. Di berbagai sudut, para tamu, wali santri, bahkan anak-anak kecil ikut menjaga kebersihan. Bukan karena ada larangan keras, tapi karena mereka merasa ini adalah ruang bersama yang layak dijaga.
Menurut Rifaldi, keberhasilan Layanan Hijau tak lepas dari pendekatan persuasif. Tidak ada spanduk peringatan keras. Tidak ada suara marah-marah. Hanya aksi nyata dan wajah ramah.
“Ini bukan soal kebersihan saja,” ujar Rifaldi. “Tapi tentang pendidikan sosial. Kami ingin tunjukkan bahwa pesantren bukan sekadar tempat ibadah dan belajar, tapi juga tempat merawat bumi.”
Hari itu, terik panas matahari yang mengendap di dinding-dinding ruang registrasi tak menghambat keringat santri Kalpataru menyucur deras. Halaman pesantren tetap bersih. Tak ada sampah berserakan. Hanya suara anak-anak yang berlarian, petugas-petugas PSB yang melayani dan para santri Kalpataru yang tetap berjalan nikmat dengan karung dan alat pemungut sampahnya.
Pewarta: Ahmad Zainul Khofi
Editor: Ponirin Mika