Pos

Lembaga Adat Melayu Nobatkan Kiai Abdul Hamid Wahid Gelar Datuk Guru Atas Perjuangan Dakwah Islam Moderat

nuruljadid.net – K.H. Abdul Hamid Wahid selaku Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid sekaligus Rektor Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Jawa Timur, menerima penganugerahan gelar Datuk Guru Ketika melakukan kunjungan ke Pulau Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau, Selasa (12/6) silam.

Acara penganugerahan gelar Datuk Guru kepada KH Abdul Hamid Wahid dilakukan di tengah kunjungan silaturahim pimpinan Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, bersama Pembantu Pengurus Pondok Pesantren Nurul Jadid atau P4NJ Batam ke kecamatan Belakang Padang.

Diketahui, gelar tersebut diberikan langsung oleh tokoh sesepuh Adat Melayu, Datuk H. Said Hasyim Alattas dari Lembaga Adat Melayu Kecamatan Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau.

Gelar datuk berasal dari Bahasa Sansekerta yang bermakna orang yang mulia. Sementara masyarakat kita mengartikan, gelar datuk berarti orang yang patut karena kemampuan serta pengabdiannya kepada masyarakat.

Kiai Hamid menerima penganugerahan ini atas dasar kapasitas, kapabilitas, kontribusi dan perjuangan dakwah Islam moderat beliau di tengah masyarakat yang beragam. Khususnya kiprah kiai Hamid untuk turut serta membangun masyarakat Belakang Padang, Batam.

Sepak terjang Kiai Hamid melalui pendidikan serta dakwah Islam yang moderat di berbagai kalangan khususnya masyarakat Belakang Padang, Batam, memberikan dampak dan ceriman Islam yang rahmatan lil alamin.

“Kedatangan Kiai Hamid ke Batam dan khususnya ke Pulau Belakang Padang ini menegaskan kiprah serta kontribusi beliau dalam mendukung serta mendorong kemajuan masyarakat Batam, khususnya di Pulau Belakang Padang ini,” kata ketua P4NJ Batam, Kepri, Julaeni.

Sementara itu, menurut K.H. Abdul Hamid Wahid, penganugerahan gelar Datuk Guru itu memiliki urgensi bukan bagi dirinya sebagai individu, melainkan bagi seluruh proses serta ikhtiar masyarakat Batam pada umumnya dalam mengupayakan tercapainya masyarakat madani.

Kiai Hamid melanjutkan, bahwa penganugerahan gelar tersebut menandai penerimaan masyarakat terhadap pelayanan, perjuangan dan pengabdian kaum santri di tengah-tengah masyarakat.

“Maka penganugerahan gelar serta penghormatan ini penting artinya bukan untuk saya, melainkan untuk segenap upaya perjuangan dan pengabdian yang dilakukan kaum santri di tengah-tengah masyarakat,” pungkasnya.

Menurut Kiai Hamid, jika selama di pondok tugas santri adalah belajar dan mengabdi, mengaji dan membina akhlakul karimah, maka tugas itu terus menjadi tanggung jawab seorang santri ketika ia telah kembali ke masyarakat.

“Di Batam ini ada santri-santri, meskipun mungkin jumlahnya tidak sebanyak di Jawa. Yang perlu diingat bahwa tidak ada bekas santri. Kesantrian itu dibawa sepanjang hayat dan harus terus dihidupkan melalui perjuangan dan pengabdian kepada masyarakat,” tutur Kiai Hamid.

 

(Humas Infokom)

K.H. Abd. Hamid Wahid: Santri Jangan Hanya Ngaji Fikih Tapi Juga Ngaji ‘Sugih’

nuruljadid.net – Kiai Abdul Hamid Wahid pada halaqah internasional alumni dalam rangka haul masyayikh dan harlah ke 74 Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur mengajak para santri aktif dan santri yang sudah terjun di masyarakat (alumni) agar tidak hanya mengaji fikih saja namun juga mengaji sugih. (18/02/2023)

Peserta halaqoh yang hadir secara luring lebih dari 500 peserta melebihi target yang ditetapkan panitia. Sedangkan yang hadir secara virtual via zoom meeting kurang lebih 100 orang dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan luar negeri.

Kiai Abdul Hamid mengajak alumni untuk memperkuat jamaah agar bisa membangun ummat tidak hanya pada sektor pendidikan namun juga ekonomi.

“Alumni pesantren Nurul Jadid harus memperkuat jamaah agar mampu berjuang dalam mengabdi pada masyarakat,” tutur beliau.

Tradisi dan kebiasaan baik yang dilakukan saat di pondok, menurut Kiai Hamid perlu seacara istiqomah diterapkan di tengah masyarakat. Termasuk tradisi mengaji kitab yang tidak hanya fokus pada ngaji Fikih namun juga Ngaji sugih.

“saat ini santri perlu tidak hanya ngaji fikih akan tetapi juga ngaji sugih” imbuhnya.

Kepala Pondok Pesantren Nurul Jadid ini pun berharap agar santri tidak memaknai ngaji sugih itu dalam makna sempit. Santri dan alumni Nurul Jadid harus memiliki wawasan luas. Maksud ngaji sugih adalah belajar mendalami ilmu ekonomi dan mempraktikkannya di tengah masyarakat.

Kiai Hamid menganalogikan konsep penguatan ekonomi dengan ‘ngaji sugih’ adalah bukan berarti lantas ansih mengejar dunia semata melainkan menjadikannya sebagai mediator untuk berjuang di jalan Allah SWT.

“mensejahterakan ummat itu ibarat perahu yang membutuhkan air agar bisa berlayar, tapi akan berbahaya jika air itu masuk ke dalam perahu. Begitupun dunia, manusia membutuhkan dunia untuk hidup, tapi akan berbahaya jika dunia telah masuk dalam hidupnya (hubbud dunya)” jelas Kiai Hamid.

 

(Humas Infokom)