Pos

Kaum Santri, Ujung Tombak Harapan Negeri

Sejak tahun 2015 tanggal 22 Oktober resmi ditetapkan sebagai hari santri berdasarkan Keputusan Presiden nomor 22 tahun 2015. Hari untuk kembali mengingat dan mengenang peran besar kaum santri pada negeri.

Seorang santri sudah tidak perlu diragukan lagi menyangkut Imtaq. Apalagi, dengan segala kemajuan dunia pesantren ilmu pengetahuan dan tekhnologi informasi sudah menyeruak secara gamblang. Sudah banyak prestasi yang ditorehkan santri, melanglang buana mulai tingkat nasional hingga manca negera. Tidak berlebihan rasanya, jika mengatakan santri sebagai ujung tombak harapan negeri di tengah kecamuk berbagai permasalah. Mengapa demikian?

Dari segi kepribadiaan, santri telah di didik menjadi pribadi dengan elektabilitas diri dan komitmen yang tinggi. Seorang santri memiliki suatu ciri khas tersendiri yang membedakan dari kelompok lain. Pertama, kemandirian, sejak dilepas secara ikhlas oleh orang tua dengan memasrahkan sepenuhnya pada kiai atau segenap elemen pesantren seorang santri memiliki jiwa kemandirian yang baik. Betapa ia harus mengatur keungan sendiri, makan, minum, cuci pakaian, segenap pekerjaan keseharian diampunya dengan ulet dan penuh ketelatenan.

Faktor kedua kepatuhan, bahkan tanpa disuruh seorang santri akan menundukkan kepala tat kala ada keluarga pengasuh melintas atau lewat didepannya. Tidak heran, jikalau sekembalinya pada masyarakat luas, santri dapat memposisikan diri mematuhi sekaligus mengatur pola kehidupan yang baik untuk lingkungannya.

Ketiga, budaya gotong royong dunia pesantren juga tidak lupa menjadi alasan kuat. Budaya asli bangsa Indonesia yang mulai tergerus dengan hadirnya pola individualisme, hedonisme, dan konsumerisme. Santri dapat mencuat lagi spirit gotong royong ini.

Dunia pesantren sebagai tempat tempaan santri memiliki budaya yang mengharuskan adanya titik berhubung (saling membutuhkan) sehingga membentuk gotong royong kuat. Kesamaan tujuan yaitu menimba ilmu dengan kondisi sama sama jauh dari orang tua telah membentuk untuk saling bahu membahu dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Indonesia membutuhkan jiwa-jiwa yang mampu saling membantu, bergotong-royong demi kemajuan bersama, terlebih saat ini masyarakat semakin berfikir bahwa dengan kekayaan sumber daya alam mereka yang banyak bisa menjamin kemajuan negara, padahal tidak. Karena hakikatnya bangsa yang maju di tentukan oleh intelektual yang di milikinya.

Lebih jauh, santri memiliki peluang begitu besar untuk terjun langsung mengabdikan dirinya kepada Negera. Obat mujarab yang dapat meredam segala sakit yang tengah di ampu negeri akan mampu ditawarkan oleh sosok seorang santri. Keterlatihan jiwa dan spiritinya sejak berada di dunia pesantren tidak perlu diragukan lagi.

Banyak hal yang dapat ditawarkan kaum santri yang relevan dengan kebutuhan negara saat ini. Spirit hari santri sebagai bentuk memutar ulang ingatan bahwa zaman penjajah dahulu kiai dan para santri berada pada garda terdepan dalam merengkuh kemerdekaan Indonesia.

Maka kini, melalui kesadaran bersama kaum santri harus mulai bangkit membangun tatanan kenegeraan, budaya, ekonomi, dan Pendidikan demi memunculkan kembali warisan spirit yang telah di contoh kan oleh para pendahulu kaum santri. Santri secara sadar dan beralasan harus terus giat memperbaiki kualitas, kredibilitas dan elektabilitas.

Dengan dilantiknya Presiden Jokowi dan KH Ma’ruf ini, terlihat sudah betapa besar kekuatan kaum santri ini.

Sebagai orang yang masih merasa santri saya merasa ujung tombak harapan negeri ini berada di tangan kaum santri.

Tempaan Pendidikan pesantren yang penuh disiplin “niat mondok untuk mengaji dan membina akhlakuk karimah”, tentu akan senantiasa tertanam dalam diri seorang santri dimanapun bertempat.

Santri ibarat ujung tombak yang terus diasah dalam pesantren, begitu kuat komitmen dan kejujuran saat menancapkan dirinya pada kebutuhan negeri.

Penulis : Muhammad Afnani Alifian, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Malang, Alumni santri Pondok Pesantren Nurul Jadid,

Galeri Foto: Pemeriksaan dan Promosi Kesehatan oleh Klinik Az-Zainiyah

Penampilan Seni Bela Diri PBDNJ Penutup Hari Santri Nasional 2018

Nuruljadid.net- Perguruan Bela Diri Nurul Jadid (PBDNJ) ikut memeriahkan Hari Santri Nasional (HSN) dengan menampilkan beberapa seni beladiri setelah upacara peringatan hari santri di halaman Universitas Nurul Jadid, Senin (22/10).

PBDNJ ialah suatu perguruan bela diri yang berada dibawah naungan Pondok Pesantren Nurul Jadid, dengan santri sebagai peran dalam mengembangkan bakat, kreatifitas dan seni para santri dengan beragam jenis aliran seperti aliran Cimande, Pamur, Harimau Terbang, dan Pagar Nusa.

Penampilan PBDNJ ini merupakan penampilan perdana yang disaksikan oleh seluruh santri Pondok Pesantren Nurul Jadid. “hari ini adalah baru pertama teman-teman tampil di depan seluruh santri Pondok Pesantren Nurul Jadid” ungkap Lutfi, wakil ketua PBDNJ.

“Arah dari pementasan tersebut adalah untuk mengenalkan budaya silat kepada para santri, dan PBDNJ lebih khususnya. Lebih-lebih saat ini, budaya silat mulai terkikis oleh perubahan dan perkembangan zaman” lanjutnya kepada wartawan SJ.

Meskipun hanya lima hari persiapan yang dilakukan oleh PBDNJ dalam menyambut HSN ini, tetapi mereka bisa memberikan penampilan yang menarik dan membuat gemuruh tepuk tangan para ribuan santri menggelegar.

“Lima hari sebelum HSN, kami sudah mempersiapkan untuk tampil dalam rangka menyambut HSN, yaitu mulai sore hingga jam 10 malam, tapi alhamadulillah dengan kekompakan teman-teman kita sukses untuk hari ini semoga dikesempatan berikutnya lebih baik lagi” lanjutnya kepada SJ.

Penampilan tersebut memberikan kesan yang baik bagi para anggota PBDNJ agar lebih giat lagi dalam berlatih dan mengasah kemampuan. “tentunya hal ini  merupakan suatu hal yang sangat bangga bagi kami karena kami diberikan kesempatan untuk menapilkan seni  bela diri ini didepan para santri dan bertepatan pada hari santri nasional” ujar Akbar taufiqi salah satu anggota PBDNJ yang  ikut menampilkan jurus Harimau terbang beregu kepada SJ.

Penulis: Hasyim Asy’ari

Editor: Rahmat Hidayat