“对于你这个为了一个充满意义”自由“的尖叫而牺牲了身体灵魂的国家战斗机。我们感谢你,因为你的汗水,因为你的血滴,为你所有的无私的牺牲,我们可以呼吸新鲜空气的自由。现在,我们的肩膀,国家的接班人肩上沉重的负担。我们能承受吗?我不知道
有一天,大都会中学的学生在学校跟着每周的仪式。
阿布拉:早上好,现在是典礼吧?
巴斯蒂安:呃,好像是这样,但是,如果埃芒是这个仪式,纪念巴东?
阿布拉:嗯,我们如果我们对教师阿贾克泰米尔语? 带着极大的好奇和表情,阿布拉的精神立刻传到了他的校园里的一位老师身上。
阿布拉:早上好! (问候微笑)
老师:是啊,儿子,怎么了,有没有帮助尼萨母亲?
阿布拉:呃,像这样,现在阿曼的仪式是什么顺序?
老师:你不知道,现在是11月10日的英雄节(布阿斯点点头,阿布拉的眼睛睁大了)。
阿布拉:对不起,阿布拉忘了现在是一个非常重要的青年旗帜仪式 之后,阿布拉告诉所有学校的朋友们,在这次举行的国旗仪式中,因为每一次举行仪式,他们都随随便便地走着,而没有活下去。没有人会预料到这个仪式是戏剧性的。从一个声音嘶哑的行头领导开始,以调节混乱的混乱行列。升旗官员不得不尽最大努力撤回国旗,因为绳索超重,滑轮生锈。当祈祷的读者念念灵魂古兰经的圣经时,
结束突然爆炸的仪式参与者的呼喊 九点半左右,仪式结束了。一个半小时,他们站在阳光下,确实是热的,但没有人为了纪念那些愿意牺牲的英雄而昏过去了。瓦罗擦了擦脸上的汗滴。这次仪式充满了障碍 但是不是等待他的更重的障碍?荷兰人和日本人不再是敌人,不是英国人,也不是葡萄牙人,而是他们自己的国家。懒惰,傲慢,自卑,绝望,现在必须打。
典礼仪式结束后,学校院子里响起了回家的钟声。到家,阿布拉沉默片刻,做白日梦!然后询问并告诉他今天对祖父的感受。
阿布拉:我记得他和祖父的记忆。有一次,我小的时候,爷爷把她带到他曾祖母的坟墓里。祖父曾经说过,他的曾祖父是一名资深的战士。阿布拉对英勇的英雄故事印象深刻,
问道:“爷爷,现在没有殖民者去打,怎么成为英雄?” 他的祖父笑了一下,用智慧的语言写下答案。
爷爷:“阿布拉”,(他的祖父轻轻说出他的小名字)“每个人都是英雄。父母是他们的儿女的英雄。为他的学生英雄的主人。英雄医生为他的病人…“。 如果阿布拉?“(阿布拉用一张好奇的脸打断了祖父的解释
他的祖父又笑了起来:“你是你自己的英雄。履行自己的职责,争取自己的权利,全心全意爱护这个国家。就是这样,够了“ 不知不觉中,阿布拉笑着对祖父的话说。他如何看待皱纹的面貌,如何重新听取国家英雄式的英雄故事,从Kapitan Pattimura抵抗的开始到独立后保卫国家的故事。 之后,他拿起一把差不多3米高的竹子,把祖父的红白旗子搭配在他家门前, 他盯着整齐地安在屋前的红白沙卡。国旗飘扬在蓝天和灿烂的阳光下。 慢慢地,他把右手举到眉毛上,向遗产旗帜致敬。他不在乎他身边的神奇人物或社会的面貌,因为他爱这个国家。
Terjemahan Bahasa Indonesia :
AKU DAN PAHLAWAN
Untukmu wahai pejuang bangsa, yang telah korbankan jiwa raga demi pekikan sebuah kata penuh makna ‘merdeka’. Kami ucapkan terima kasih, karena cucuran keringatmu, karena tetesan darahmu, karena segenap pengorbananmu yang tanpa pamrih, kami dapat menghirup segarnya udara kebebasan. Kini, beban berat di pundak kami, para penerus bangsa. Dapatkah kami memikulnya? Entahlah.
Suatu hari siswa-siswi di sekolah menengah pertama di tengah kota metropolitan mengikuti kegiatan upacara mingguan di sekolah mereka.
Abra : Selamat Pagi, sekarang upacara ya ?
Bastian : Emmm sepertinya iya deh, tapi kalau emang iya, upacara kali ini memperingati pa dong ?
Abra : emmm gimana kita kalau kita tamyak ke guru-guru aja ?
Dengan sangat penasaran dan ekspresi semangat Abra langsung mendatangi salah satu guru di halaman sekolahnya.
Abra : buk, selamat pagi ! (Menyapa dengan penuh senyuman)
Bu Guru : Iya nak, ada apa, apakah ada yang nisa ibu bantu ?
Abra : Emmmm begini bu, sekarang kan upacara emang dalam rangka apa bu ?
Bu Guru : Masak Kamu nggk tahu, oalahhhh sekarang itu adalah hari pahlawan tanggal 10 november (Bu Asti mengangguk, sementara mata Abra langsung terbelalak.)
Abra : maaf ya buk, Abra lupa bahwa sekarang adalah upacara bendera yang sangat penting bagi kalangan pemuda
Setelah itu abra memberitahu semua temen-temen sekolah untuk bersemangat dalam mengikuti upacara bendera kali ini, karna setiap uapacara bendera, mereka mengikutinya dengan biasa saja tanpa menghayatinya. Tak ada yang menyangka, upacara kali ini akan berlangsung dramatis. Diawali dengan salah satu pemimpin barisan yang suaranya sampai serak demi mengatur barisan yang kacau balau tak karuan. Dilanjutkan petugas pengibar bendera yang harus mengerahkan setiap tenaga demi menarik bendera karena talinya super berat dan katrolnya berkarat. Diakhiri tangisan peserta upacara yang meledak tiba-tiba saat pembaca do’a melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an penggugah jiwa
Sekitar pukul setengah sembilan, upacara usai. Satu setengah jam lamanya mereka berdiri diguyur sinar mentari, panas memang, tapi tak ada seorang pun yang pingsan demi mengenang jasa pahlawan yang telah rela berkorban. Varo mengusap tetes-tetes keringat yang membasahi wajahnya. Upacara kali ini benar-benar penuh rintangan
Tapi, bukankah rintangan yang lebih berat sedang menantinya? Bukan lagi Belanda dan Jepang yang jadi musuh, bukan pula Inggris dan Portugis, melainkan diri mereka, bangsa mereka sendiri. Rasa malas, kesombongan, rendah diri, rasa putus asa itulah yang kini harus diperangi.
Setelah uapacara selesai, dan bell tanda pulang sekolah pun terdengar seluruh halaman sekolah. Sampainya dirumah, Abra Diam sekejap dan melamun !! lalu bertanya dan menceritakan apa yang telah ia rasakan hari ini pada kakeknya.
Abra : Aku jadi teringat kenangannya dengan kakek. Dulu, saat aku masih kecil, kakek mengajaknya ke makam buyutnya. Kakek pernah bilang buyutnya adalah veteran pejuang. Abra yang begitu terkagum-kagum dengan kisah-kisah heroik kepahlawanan lantas bertanya, “Kakek, sekarang kan sudah tidak ada penjajah yang harus dilawan, bagaimana caranya menjadi pahlawan?”
Kakeknya tersenyum sekilas, sebelum menyusun jawaban dalam kata-kata bijak.
Kakek : “Abra”, (kakeknya berujar lembut memanggil nama kecilnya) “Setiap orang itu pahlawan. Orang tua adalah pahlawan bagi putra-putri mereka. Guru pahlawan bagi murid-muridnya. Dokter pahlawan bagi pasiennya…”.
Kalau Abra?”, (Abra menyela penjelasan kakeknya dengan wajah penasaran
Kakeknya tersenyum lagi, “Kamu pahlawan bagi dirimu sendiri. Laksanakan kewajibanmu, perjuangkan hakmu, cintai negeri ini dengan sepenuh hati. Itu saja, sudah cukup”
Tak sadar, Abra tersenyum mengingat petuah-petuah kakeknya. Betapa ia rindu menatap wajah keriput itu, betapa ia ingin kembali mendengar kisah-kisah heroik pahlawan bangsa, dari mulai perlawanan Kapitan Pattimura hingga kisah mempertahankan negara setelah merdeka.
Setelah itu dia pun mengambil bambu yang tingginya hampir 3 meter dan memasangkan bendera merah putih milik kakeknya, dan mentancapkan di depan halam rumahnya,
Ditatapnya sang saka merah putih yang terpasang rapi depan rumah. Bendera itu berkibar-kibar ditiup angin, tampak begitu gagah dilatari langit biru dan matahari yang bersinar cerah.
Perlahan, ia angkat tangan kanannya ke depan alis, menghormat pada sang bendera pusaka. Ia tak peduli pada tatapan heran orang-orang ataupun masyrakat di sekitarnya karena ia cinta negeri ini.
Oleh : Abdul Haris (Siswa Kelas XII Unggulan Bahasa SMA Nurul Jadid)