Pos

Ma’had Aly Nurul Jadid Paiton Gelar Pengajian Kitab Tafsir bil Imla’ Karya Kiai Zaini Mun’im

nuruljadid.net – Pada Selasa (28/11), Ma’had Aly Nurul Jadid menggelar Pengajian Perdana Tafsir bil Imla’ Karya Alm. K.H. Zaini Abd. Mun’im, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Nurul Jadid. Kegiatan ini dilaksanakan di kantor Media Center Ma’had Aly Nurul Jadid pada pukul 08.30 – 09.30.

Pengampu pengajian ini adalah K. Muhammad al-Fayyadl, M.Phil. selaku Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid. Pada pertemuan perdana tersebut, pengajian diselenggarakan secara tertutup. Dalam artian, pengajian ini tidak memfasilitasi para santri mengaji secara offline. Kegiatan ini memang sengaja dikhususkan secara online saja.

“Hanya saja, pengajian Tafsir bil Imla’ insyaallah akan diselenggarakan di rumah K. Muhammad al-Fayyadl, M.Phil, yang akan menerima beberapa santri untuk mengaji secara langsung,” terang Alfin Haidar Ali selaku koordinator Media Center.

Kegiatan ini kemudian disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Ma’had Aly Nurul Jadid. Informasi lebih lanjut terkait penerimaan santri mengaji secara offline akan diumumkan melalui media sosial resmi Ma’had Aly Nurul Jadid.

Selain itu, tujuan diadakannya pengajian ini adalah untuk mengkaji, merawat dan menjaga peninggalan karya Kiai Zaini Abd. Mun’im.

“Pengajian ini diadakan berdasarkan inisiatif K. Muhammad al-Fayyadl, M.Phil., untuk mengkaji dan menjaga warisan/karya peninggalan Kiai Zaini Abd. Mun’im,” ungkap sosok yang akrab disapa dengan Gus Fayyadl tersebut.

Proses pengajian berlangsung sekitar 45 menit, diikuti dengan sesi tanya jawab selama 15 menit terakhir. Bagi peserta daring, mereka dapat mengajukan pertanyaan melalui kolom komentar YouTube, yang akan dijawab langsung oleh K. Muhammad al-Fayyadl.

Tim media center beberapa kali menerima pertanyaan terkait ketersediaan kitab Tafsir bil Imla’ karya Kiai Zaini, namun memang Ma’had Aly Nurul Jadid untuk saat ini belum menyediakan kitab ini secara resmi.

Pengajian Tafsir bil Imla’ ini diharapkan menjadi wahana pembelajaran dan pengamalan ilmu agama secara lebih menyeluruh bagi seluruh peserta, baik yang mengikuti secara daring maupun luring.

Sumber : website Ma’had Aly Nurul Jadid

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl Kaji Ahwal dan Maqomat Pada Kuliah Tasawuf Jilid 5, Ini Ulasannya!

nuruljadid.net – Untuk kali kelimanya, Lembaga Pembinaan Pondok Mahasiswa Universitas Nurul Jadid (UNUJA) kembali menyelenggarakan kuliah tasawuf yang diisi oleh Gus Muhammad al-Fayyadl, M.Phil, Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid (23/11/2023). Dalam kuliah yang penuh makna ini, Gus Fayyadl mengungkapkan pemahaman mendalam tentang Ahwal (keadaan batin) dan Maqomat (kedudukan spiritual).

Kuliah ini menjadi pencerahan bagi para pencari ilmu tasawuf, mengajak mereka dalam perjalanan spiritual untuk membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mencapai kesempurnaan lahir dan batin. Gus Muhammad al-Fayyadl menegaskan bahwa ilmu tasawuf bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah keniscayaan. Setiap manusia memerlukan proses pembelajaran untuk mencapai kedalaman pengetahuan, dan ilmu tasawuf sebagai kunci keselamatan di dunia dan akhirat.

Menurut beliau, sufi mengambil ajaran dari Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Tasawuf yang benar selalu terkait erat dengan petunjuk Al-Quran dan Sunnah, di mana Nabi menjadi teladan dalam membina akhlakul karimah. Dalam kuliahnya, Gus Fayyadl menyoroti pentingnya memahami tiga istilah: amal, ahwal, dan maqomat.

Sebelum membahas ahwal dan maqomat, beliau memberikan pengantar tentang amal. Amal, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, menjadi modal awal untuk memulai proses penyucian diri. Salah satu amal yang memiliki dampak besar pada keadaan (ahwal) kita adalah berteman dengan orang shalih. Duduk bersama mereka dapat membawa dampak positif seperti ketenangan hati dan kesederhanaan dalam perjalanan spiritual.

Gus Fayyadl menekankan bahwa kesungguhan dalam amal dzohir dan batin adalah kunci untuk meraih maqomat. Sholat, sebagai contoh, tidak hanya gerakan fisik semata, melainkan sebuah kesempatan untuk ingat pada Allah. Dengan istiqomah dalam ibadah dan memperbaiki hati, seseorang dapat mencapai maqomat yang mulia di sisi Allah SWT.

Melalui Kuliah Taswuf ini memberikan pemahaman mendalam tentang esensi tasawuf sebagai perjalanan spiritual. Dengan kesungguhan dan ketekunan, diharapkan setiap langkah dalam perjalanan tasawuf dapat membawa kita lebih dekat kepada kesempurnaan lahir dan batin, serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Semoga ilmu yang dipetik dari kuliah ini menjadi pendorong bagi kita untuk terus memperdalam pemahaman tentang tasawuf dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. (jasri)

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl Usul Darud Difan sebagai Konstribusi Menyusun Konsep Negara Suaka

nuruljadid.net – Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid K. Muhammad Al-Fayyadl mengusulkan Darud Difan sebagai kontribusi untuk menyusun konsep negara suaka, hal tersebut menjadi perbincangan dalam acara Halaqoh Fikih Peradaban di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid pada Ahad (2/10) siang.

“Mungkin apa bisa darud difan ini dijadikan kontribusi untuk menyusun konsep negara suaka?”, tanya Gus Fayyadl.

Usulan ini berangkat dari fakta geopolitik yang desawa kini sangat rentan pada terjadinya pengusiran umat manusia. Beliau memberikan contoh beberapa tahun lalu saat tragedi rohingya, umat muslim yang ada di daerah bangladesh, india, dan pakistan terusir dari negaranya.

“Hal ini sampai sekarang belum bisa diatasi oleh konsep negara bangsa yang ada, kenapa? Karena negara bangsa yang ada saat ini sangatlah ekslusif, bisa dibilang untuk masuk ke sebuah teritory harus butuh pasport dan visa. Bagaimana dengan warga negara yang tidak punya pasport dan visa, apakah dihukumi sebagai bughat,” dawuh beliau.

(Potret suasana Halaqoh Fikih Peradaban di Aula I Pondok Pesantren Nurul Jadid)

Dalam konteks tersebut, Kyai Muhammad Al-Fayyadl mengusulkan agar kita bisa memahami tatanan dunia hari ini sebagai darud da’wah. Lalu beliau menjelaskan bahwa darud da’wah dibagi menjadi dua, yaitu darud to’at dan darul ma’ashih wal fusuk wal dzulmi. Jadi yang ada sekarang bukanlah kekafiran ansih, tetapi sebenarnya ekspresi paling luar dari kekafiran itu adalah al ma’asi, wal fusuk, wal dzulmi, al jaur atau kesewenang-wenangan.

“Sehingga dari konsepsi seperti ini sebenarnya yang ada mungkin sekarang itu semua negara hari ini adalah darud dakwah bagi umat islam,” imbuhnya.

Memperkuat dasar pemikirannya, beliau juga mengangkat cerita sahabat rasul yang menjadi salah satu al-‘asyaratu al-mubasysyaruna bil jannati atau sepuluh sahabat nabi yang dijamin masuk surga, beliau adalah Abdurrahman bin Auf. Dalam sejarah diceritakan, beliau adalah orang pertama yang rumahnya menjadi tempat kedatangan utusan-utusan nabi bahkan tamu-tamu nabi yang berasal dari luar negeri, sehingga rumah beliau disebut sebagai darud difan.

“Bahkan rumah dari Abdurrahman bin Auf ini juga disebut addarul kubro. Karena saking luasnya, karena beliau kaya raya, rumahnya yang besar itu banyak menerima tamu delegasi dari negara-negara lain yang itu insyaallah rata-rata non-muslim atau musyrik. Jadi kami tertarik, mungkin apa bisa darud difan ini dijadikan kontribusi untuk menyusun konsep negara suaka?,” jelas Gus Fayyadl.

Selain itu, beliau juga mengusulkan bahwa tujuan negara sebenarnya yang telah dimukakan oleh KH. Afifudin Muhajir bisa ditingkatkan pada tataran global, artinya bagaimana Fikih Maqosid yang telah menjadi acuan kita di dalam bermuamalah hari ini bisa ditingkatkan ke dalam tataran global.

“Sebagai contoh, kami mengusulkan adanya istilah hifdzul bi’ah atau menjaga lingkungan yang dimaknai disini hifdzul balad atau hifdzul wathon sebagai salah satu maqosid syariah di dalam konteks tatanan dunia baru, kenapa? Karena semua an nafs, ad din, al mal, an nasl itu tidak akan berguna ketika sebuah negara diinvasi dan dikoloni, maka hifdzul balad, meski itu balad yang mayoritasnya ada kafir, karena dia potensi menjadi darud dakwah maka sangat mungkin untuk dimasukkan kedalam kriteria maqosdu syariah yang baru,” pungkas beliau.

 

 

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl Jabarkan Enam Sistem Tatanan Dunia Baru Perspektif Geopolitik

nuruljadid.net – Narasi “Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru” Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid Kyai Muhammad Al-Fayyadl membahas terkait Fikih Siyasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya. Dengan itu, beliau mengatakan bahwa topik pembahasan Halaqah Fikih Peradaban yang diadakan di Pondok Pesantren Nurul Jadid sudah masuk pada perbincangan mengenai maddatul hadorohnya atau materi peradabannya.

Ungkapan itu disampaikan oleh Gus Fayyadl saat menjadi pemateri dalam acara Halaqah Fikih Peradaban menyambut hari lahir 1 Abad Nahdlatul Ulama’ (NU) pada Ahad (2/10) siang.

Lebih lanjut beliau mengkhulasohi atau mereview sub materi Tatanan Dunia Baru yang kompleks dan memiliki cakupan sangat luas. Beliau menyebutkan ada enam segmentasi tatanan dunia baru secara geopolitik yang mencirikan kehidupan peradaban manusia dari waktu ke waktu.

“Secara geopolitik, peradaban dunia itu ada enam sistem. Fase pertama, peradaban suku (Tribal Societies – Mujtama’ Al Qabailiyah) ini yang diisyaratkan dalam kitab suci al-quran ‘inna khalaqnakum syu ubawwaqaba ila’, jadi peradaban suku ini sangat kental jika kita melihat dalam sejarah islam fase awal.”

Kemudian disusul dengan tatanan dunia yang kedua atau fase kedua, yaitu lompatan dari peradaban suku kepada peradaban imperium (Imperial Societies – Mujtama’ Dauliyah). Dalam fase ini, dimana saat itu di zaman Nabi Muhammad SAW ada dua imperium besar, yaitu Romawi dan Persi. Secara umum, terdapat ciri-ciri kehidupan politik dalam kitab-kitab Fikih Siyasah kita, karena di peradaban ini muncul konsep-konsep yang sangat berpengaruh bahkan di dalam praktik, misalnya dalam konsep jihad.

“Yaitu adanya konsep dan praktik futuh (penaklukan) jangan dibayangkan ini penaklukan militer, tapi lebih tepat pada pendirian masyarakat Islami dengan tatanan politik tertentu, yang seringkali juga terkadang melalui proses perdamaian, seperti Fathu Mekkah itu sendiri. Peradaban imperium ini berlangsung sangat lama,” imbuh beliau.

(Potret K. Muhammad Al-Fayyadl sedang memberikan pemaparan materi tentang Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru)

Dilanjukan dengan fase ketiga dan keempat, dimana tatanan dunia memasuki Era Kolonialisme dan Imperialisme (Colonial Estates – Isti’mariyah)  termasuk berkembangnya faham-faham wathoniyah. Era kolonialisme ini melahirkan Era Negara Bangsa (Nation State), dan kita sedang berada di dalamnya.

Fase kelima yaitu tatanan Global Order. Istilah ini sangat kental dengan nuansa perang dingin, bisa dibilang pada era ini muncul blok-blok, misalnya blok barat dan blok timur, yang diistilahkan dengan Musyarokah Syiasiah.

Kemudian selanjutnya, fase keenam adalah Global Governance atau Global Transnational Governance. Fase ini merupakan yang terkini dan paling kontemporer berupa pengaturan dunia melalui skema-skema dan desain politik, ekonomi, dan bidang lainnya yang berbasis kepentingan oleh beragam aktor, baik sipil, militer, swasta, dan negara.

“Secara umum, ini yang menjadi awal pentingnya kita berpikir mengenai fikih siyasah ini. Karena secara umum fikih siyasah yang dipakai di kalangan kita itu merupakan produk era keemasan imperium Islam, atau daulah-daulah islamiyah, dan fikih ini terus relevan dipakai sampai di era kolonialisme,” pungkas beliau.

 

 

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl Ungkap Fikih Adalah Bahasa Santri Menyapa Pergaulan Global

nuruljadid.net – Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo menjadi tuan rumah Halaqah Fikih Peradaban pada hari Ahad (2/10). Acara tersebut menghadirkan empat narasumber dari kalangan Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) diantaranya Wakil Rais Aam PBNU KH. Afifuddin Muhajir; Ketua Lakpesdam PBNU KH. Ulil Abshar Abdalla; Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya KH. Moh. Syaeful Bahar; Mudir Ma’had Aly Nurul Jadid Kiai Muhammad Al-Fayyadl.

Dalam kesempatan tersebut, keempat narasumber mengupas tuntas materi yang bertajuk “Fikih Siyasah dan Tatanan Dunia Baru”. Forum halaqah tersebut dimoderatori oleh Ahmad Sahidah, Ph.D. dan memberikan waktu sekitar 20 menit kepada setiap narasumber untuk memaparkan materi yang telah masing-masing persiapkan.

(Gus Fayyadl  (kiri) sedang memaparkan materi bersama para pemateri di depan peserta halaqoh)

Di sisi lain, Mudir Mahad Aly Nurul Jadid Kiai Muhammad Al-Fayyadl membuka sesi diskusinya dengan mengungkapkan bahwa dewasa kini sangat terasa betapa gagapnya masyarakat pesantren terhadap isu-isu global yang marak dan semakin masuk ke ruang-ruang kehidupan.

“Kita memang sekian lama hidup di dalam lingkungan-lingkungan yang lokal atau regional, dan alhamdulillah dengan Islam Nusantara setidaknya sudah me-nasional, dan sekarang sudah meng-global atau go international,” tuturnya.

Di kesempatan yang sama, kiai muda intelektual yang kerap disapa Gus Fayyadl ini menanggapi dengan hadirnya fenomena tersebut dalam kehidupan masyarakat pesantren, santri harus mempelajari satu perangkat keilmuan, yaitu fikih. Karena menurut beliau, Fikih adalah software santri dalam menyapa pergaulan global.

“Satu perangkat keilmuan yang mau tidak mau harus dipelajari adalah fikih, karena fikih ini adalah software kita, bahasa kita sebagai kaum santri di dalam menyapa pergaulan global tadi,” dawuh Gus Fayyadl.

Beliau juga mengulas fikih siasah dari relevansinya, ia menjelaskan bahwa fikih siasah merupakan hasil dari tatanan dunia yang berkembang pada masanya.

 

(Humas Infokom)

Gus Fayyadl: Jihad Adalah Perintah Agama

nuruljadid.net – Wilayah Az-zainiyah Pondok Pesantren Nurul Jadid sukses menggelar acara ruhul jihad di Aula II pesantren yang dipelopori langsung oleh Gus Muhammad Al-Fayyadll yang lebih akrab disapa Gus Fayyadl beberapa waktu silam (12/02/2022).

Firdausiyah selaku ketua panitia kegiatan ruhul jihad mengungkapkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan ghirroh santri dalam menimba ilmu dan mengemban amanah di pondok pesantren serta memberikan tambahan pemahaman tentang esensi dari interpretasi makna ruhul jihad itu sendiri.

“harapannya, semua santri bisa menela’ah dan mengimplementasikan ruhul jihad dengan baik di Pondok Pesantren Nurul Jadid tercinta ini,” terang Firdausiyah.

Dalam penyampaiannya Gus Fayyadl menjelaskan jika jihad yang dimaknai hanya pada perang saja itu salah, “maka yang dimaksud jihad disini adalah berperang melawan hawa nafsu diri kita sendiri. Misalnya, kita sering lalai atau malas untuk menjalankan amanah, maka untuk mengatasi hal tersebut kita harus melawan rasa malas dengan cara mengetahui esensi pesantren, guru maupun bidang apapun yang akan dijihadi.” tutur beliaunya

Dijelaskan lebih lanjut, kata ruhul jihad terdiri dari dua kata yaitu ruh yang berarti sesuatu yang halus, sedangkan ruhul jihad itu sendiri adalah aliran ghirroh (semangat).

Jihad itu perintah agama, suatu ketika Nabi Muhammad SAW pernah ditanya amal apa yang paling utama? Di antara amal yang beliau sebutkan: “jihad fi sabilillah”.

Dalam berjuang atau berkhidmat kita butuh teman dan ciri-ciri teman yang baik adalah ia akan selalu mendukung terhadap hal baik yang dilakukan oleh temannya.

Beliau juga memberikan ijazah sebuah doa yang ada dalam Al-quran yaitu surat Taha ayat 25-35, yang mana faedahnya akan mendapatkan teman yang baik untuk melakukan kebaikan.

Setelah pemaparan yang jelas dan lugas dari Gus Fayyadl, kemudian acara dialihkan kepada segmen tanya-jawab. Semua peserta banyak yang antusias untuk bertanya sehingga acara ruhul jihad berjalan dengan lancar dan sukses.

 

 

(Humas Infokom)